BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

HUBUNGAN SELF-CONTROL DENGAN PERILAKU KONSUMTIF SEPATU BERMEREK PADA MAHASISWA UNIVERSITAS GUNADARMA

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai

PENGANTAR. agama Islam. Sikap boros ini dijelaskan dalam Al-Qur an surat Al-Israa ayat 26- menghambur-hamburkan harta tanpa manfaat.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel Tergantung : Perilaku konsumtif

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Belanja idealnya dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion


BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif

BAB I PENDAHULUAN. dan terdapat perusahaan rokok (duniaindustri.com, 2015). Menurut

BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Konsumtif. produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dapat menciptakan keunikan dari sebuah produk, salah satu cara

BAB II LANDASAN TEORITIS

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka

Psikologi Kelas E 2014

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN STUDI KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Pembelian Implusif. 1. Pengertian Perilaku Pembelian Implusif Produk Fashion Secara Online

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memiliki suatu kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap orang juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Perilaku KonsumtifBarang Bermerek Terkenal

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kehidupan konsumtif di era modern saat ini semakin menjadi gaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS PADA PRODUK DAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWA BARU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemasaran modern. Bauran pemasaran dapat didefinsikan sebagai serangkaian alat

BAB II LANDASAN TEORITIS. mendefenisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan prosesproses

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pemasaran yang semakin global, persaingan yang hypercompetitive

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus merugikan bagi semua orang. Akibat globalisasi tersebut diantaranya

KERTAS KERJA : EKONOMIKA DAN BISNIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku pembelian seseorang dapat dikatakan sesuatu yang unik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. manusia, salah satunya adalah adanya perkembangan teknologi internet. Internet

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2014 S TUDI DES KRIPTIF MENGENAI PERILAKU KONS UMS I MAS YARAKAT DI KELURAHAN S EKEJATI KOTA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan.

LANDASAN TEORI. merupakan salah satu kegiatan jual beli yang di dalamnya meliputi kegiatan. penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PEMBUKAAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan globalisasi memberi pengaruh pada masyarakat Indonesia, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk dunia bisnis dalam persaingan yaitu bisnis yang bergerak dalam

Pernyataan Angket 1. Pembelian yang bersifat berlebihan (berfoya-foya) Favourable Unfavourable

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWI UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB III METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu tentang suatu hal objektif, valid, dan reliabel

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh konsumen (Munandar, 2011). Definisi tersebut memberikan gambaran yang sederhana terkait dengan perilaku konsumtif, karena tidak menjelaskan bahwa perilaku konsumtif merupakan kegiatan mengkonsumsi barang yang dilakukan secara berlebihan. Ancok (1995) menjelaskan secara lebih spesifik bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku individu yang tidak dapat menahan keinginannya untuk membeli barang yang tidak dibutuhkan tanpa melihat fungsi utama dari barang tersebut. Definisi tersebut menunjukkan bahwa individu yang berperilaku konsumtif akan cenderung membeli barang berdasarkan keinginan daripada kebutuhan. Penjelasan Ancok (1995) senada dengan apa yang disampaikan oleh Sumartono (2002), bahwa perilaku konsumtif adalah aktivitas membeli suatu barang dengan pertimbangan yang tidak masuk akal dan tidak berdasarkan pada kebutuhan. Perilaku konsumtif merupakan suatu aktivitas membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperlukan sama sekali sehingga sifatnya menjadi mubazir. Jadi, individu dalam melakukan pembelian lebih mementingkan faktor keinginan (want) daripada faktor kebutuhan (need). 16

17 Definisi tersebut cukup menggambarkan secara jelas dan lengkap terkait dengan perilaku konsumtif. Piliang (Heni, 2013) melengkapi dengan menjelaskan bahwa perilaku konsumtif ditandai dengan adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap mahal dan memberikan kepuasan serta kenyamanan fisik sebesar-besarnya. Hal ini juga didukung dengan gaya hidup belanja yang proses perubahan dan perkembangannya didorong oleh keinginan daripada kebutuhan. Definisi tersebut melengkapi penjelasan dari teori-teori sebelumnya dengan menjelaskan perilaku konsumtif tidak hanya dipengaruhi oleh hasrat keinginan individu, tetapi juga dipengaruhi oleh gaya hidup di lingkungan individu. Senada dengan definisi sebelumnya, Wahyudi (2013) juga menjelaskan bahwa perilaku konsumtif merupakan perilaku seseorang yang tidak lagi berdasarkan pemikiran dan pertimbangan yang rasional. Akan tetapi, lebih kepada adanya kecenderungan matrealistik, hasrat yang besar untuk memiliki benda-benda yang mewah dan berlebihan, serta segala hal yang dianggap paling mahal hanya untuk memenuhi hasrat kesenangan semata. Definisi tersebut mendukung definisi sebelumnya, di mana definisi ini mampu menjelaskan bahwa individu yang berperilaku konsumtif cenderung akan merasa bangga dan merasa percaya diri jika membeli atau menggunakan barang-barang bermerek. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah aktivitas membeli suatu barang secara berlebihan.

18 Di mana pembelian tersebut dilakukan dengan pertimbangan yang tidak masuk akal dan lebih mengutamakan keinginan daripada manfaat atau kebutuhan dari barang tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dari Sumartono (2002) yang menjelaskan bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan untuk membeli suatu barang dengan mengutamakan faktor keinginan (want) daripada faktor kebutuhan (need). Peneliti mengacu pada teori tersebut karena definisi yang dijelaskan dapat diterapkan pada responden dalam penelitian ini. Teori tersebut juga mampu menggambarkan perilaku konsumtif secara lengkap dan spesifik, sehingga tepat digunakan untuk menjawab dan mendeskripsikan permasalahan dalam penelitian ini. 2. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif Sumartono (2002) menjelaskan perilaku konsumtif ke dalam delapan aspek, yaitu: a. Membeli barang karena hadiah yang menarik. Pembelian barang tidak lagi melihat manfaatnya, namun hanya untuk mendapatkan hadiah yang ditawarkan. Individu yang berperilaku konsumtif akan lebih mudah tertarik untuk membeli barang-barang yang menawarkan bonus atau hadiah dari pembelian yang dilakukannya. Contohnya adalah membeli dua baju untuk mendapatkan satu baju gratis dari pembelian tersebut. Aspek tersebut juga dapat diketahui melalui aktivitas membeli sejumlah barang untuk mendapatkan kupon belanja yang dapat ditukarkan.

19 b. Membeli barang karena kemasannya yang menarik. Individu tertarik untuk membeli suatu barang karena kemasan yang berbeda dari yang lainnya, kemasan suatu barang yang menarik dan unik akan membuat individu membeli barang tersebut. Contohnya adalah dengan membeli buku karena cover dari buku tersebut penuh dengan warna dan menarik meskipun buku tersebut tidak dibutuhkan. c. Membeli barang karena untuk menjaga diri dan gengsi. Gengsi membuat individu lebih memilih membeli barang yang dianggap dapat menjaga penampilan diri, dibandingkan membeli barang lain yang lebih dibutuhkan. Perilaku konsumtif juga dapat ditunjukkan dari perilaku individu yang sengaja membeli barang-barang mahal dan bermerek untuk dapat dipandang lebih dari teman-temannya. d. Membeli barang karena ada program potongan harga. Pembelian barang bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya, akan tetapi barang dibeli karena harga yang ditawarkan menarik. Program potongan harga yang sengaja diberikan oleh pusat perbelanjaan menjadi tawaran yang menarik pada individu yang berperilaku konsumtif. Contohnya adalah seringnya individu membeli barang yang tidak dibutuhkan saat tersedia program potongan harga di pusat perbelanjaan. e. Membeli barang untuk menjaga status sosial. Individu menganggap barang yang digunakan adalah suatu simbol dari status sosialnya. Individu yang berperilaku konsumtif akan cenderung

20 membeli barang-barang yang mahal dan bermerek untuk mencerminkan bahwa dirinya adalah individu dengan status sosial yang baik. f. Membeli barang karena pengaruh model yang mengiklankan barang. Individu memakai barang karena tertarik untuk bisa menjadi seperti model iklan tersebut, ataupun karena model iklan tersebut adalah seorang idola dari pembeli. Pembelian tanpa adanya pertimbangan yang rasional juga dapat ditunjukkan melalui perilaku individu yang membeli suatu barang karena tertarik melihat pakaian tersebut sama dengan yang digunakan oleh idolanya. g. Membeli barang dengan harga mahal karena akan menambah nilai rasa percaya diri yang lebih tinggi Individu membeli barang atau produk bukan karena berdasarkan kebutuhannya, akan tetapi memiliki harga yang mahal untuk menambah kepercayaan dirinya. Pembelian barang-barang yang mahal dan bermerek sering dilakukan oleh individu yang berperilaku konsumtif. Contohnya adalah sengaja membeli tas bermerek hanya untuk mendapatkan kepuasan pribadi saat menggunakan tas tersebut di depan teman-temannya. h. Membeli barang dari dua barang sejenis dengan merk yang berbeda. Membeli barang sejenis dengan merk berbeda akan menimbulkan pemborosan karena individu hanya cukup memiliki satu barang saja. Individu yang cenderung berperilaku konsumtif biasanya sering melakukan pembelian barang-barang sejenis. Contohnya adalah dengan membeli dua sepatu yang modelnya sama pada merk berbeda.

21 Melalui penjelasan Sumartono (2002) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif memuat delapan aspek. Aspek-aspek perilaku konsumtif yaitu membeli barang karena hadiah yang menarik, membeli barang karena kemasannya yang menarik, membeli barang karena untuk menjaga diri dan gengsi, membeli barang karena ada program potongan harga, membeli barang yang dianggap menjaga status sosial, membeli barang karena pengaruh model yang mengiklankan barang, membeli barang dengan harga mahal akan memberi penilaian rasa percaya diri yang tinggi, dan membeli barang dari dua barang sejenis dengan merk yang berbeda. 3. Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Perilaku Konsumtif Berdasarkan pendapat para ahli dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif, yaitu sebagai berikut: a. Faktor Budaya Faktor budaya ini meliputi budaya, sub-budaya, dan kelas sosial yang mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif. 1. Budaya Menurut Kotler (2005), budaya memiliki pengaruh paling luas pada perilaku individu. Individu yang tumbuh dalam suatu budaya akan mempelajari serangkaian nilai persepsi dan perilaku melalui proses interaksi terhadap lingkungannya, termasuk perilaku mengkonsumsi suatu barang. Suatu kelompok masyarakat selalu memiliki kebudayaan

22 dan pengaruh kebudayaan atas perilaku pembeli, di mana perilaku pembeli tersebut berbeda antara budaya satu dan lainnya (Ginting, 2011). 2. Sub-budaya Menurut Ginting (2011), setiap budaya memiliki sub-budaya yang lebih kecil atau kelompok orang yang merasa menjadi bagian suatu sistem nilai atas dasar kesamaan pengalaman dan keadaan hidup bersama. Sub-budaya mencakup kelompok nasionalitas, keagamaan, kesukuan, dan kewilayahan. Perbedaan antar sub-budaya tersebut kemudian membawa perbedaan dalam keputusan membeli dan perilaku mengkonsumsi suatu barang. 3. Kelas sosial Menurut Kotler (2005), kelas sosial merupakan bentuk pengelompokan komunitas tertentu yang pada akhirnya menentukan tinggi rendahnya seseorang pada kelas sosial atas, menengah dan bawah. Perbedaan status sosial dan ekonomi tersebut akan menghasilkan perbedaan sikap dan perilaku individu dalam mengkonsumsi suatu barang. Kelas sosial menunjukkan perbedaan yang tegas dalam hal preferensi atas pakaian, kelengkapan rumah, kegiatan santai, dan mobil. b. Faktor Sosial Faktor sosial mencakup kelompok referensi dan keluarga yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif.

23 1. Kelompok referensi Secara normal individu ingin menyesuaikan diri dengan lingkungannya, termasuk status individu dalam kelompok serta peranannya. Adanya kelompok referensi dapat mempengaruhi tindakan individu untuk bersifat konsumtif dengan menghadapkan individu pada pola dan gaya hidup baru (Kotler, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2009) juga mengungkapkan ada hubungan positif yang signifikan antara konformitas dan perilaku konsumtif individu. Hal ini menunjukkan bahwa konformitas yang dilakukan kelompok referensi mampu mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif. 2. Keluarga Faktor sosial juga mencakup keluarga, di mana keluarga memiliki peran besar dalam perkembangan perilaku konsumtif individu (Kotler, 2005). Kebiasaan keluarga dalam menggunakan suatu barang dan jasa akan menjadi model bagi individu tersebut. Dengan demikian, keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan pola konsumsi individu. c. Faktor Pribadi Faktor pribadi meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri. 1. Usia Usia secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi keputusan pembelian yang dilakukan individu. Barang dan jasa yang dibeli akan berubah dalam perjalanan hidup. Selera terhadap pakaian,

24 makanan, dan barang-barang lainnya akan berubah sesuai dengan bertambahnya umur (Ginting, 2011). 2. Pekerjaan dan lingkungan ekonomi Pekerjaan individu juga mempengaruhi pola konsumsinya (Kotler, 2005). Perbedaan pekerjaan pada masing-masing individu akan menentukan bagaimana perilaku mengkonsumsinya, sama halnya dengan lingkungan ekonomi. Pilihan barang yang dibeli sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi individu (Kotler, 2005). 3. Gaya hidup Gaya hidup merupakan suatu pola rutinitas kehidupan dan aktivitas individu dalam menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup menggambarkan aktivitas individu, ketertarikan dan pendapat individu dalam suatu hal. Gaya hidup yang dimiliki individu dapat mempengaruhi pola konsumsi dan keputusan pembelian suatu barang (Kotler, 2005). 4. Kepribadian Kepribadian adalah ciri bawaan manusia seperti kepercayaan diri, kemampuan beradaptasi, kemampuan bersosialisasi dan pertahanan diri (Kotler, 2005). Masing-masing individu memiliki karakteristik kepribadian berbeda-beda, kepribadian berbeda inilah yang mempengaruhi perilaku pembeliannya. 5. Konsep diri Konsep diri adalah apa yang dipikirkan dan dirasakan tentang dirinya sendiri (Ghufron dan Risnawita, 2010). Penelitian Parma (2007)

25 menunjukkan bahwa konsep diri dapat mempengaruhi individu berperilaku konsumtif. Ketika individu memiliki konsep diri yang rendah, maka intensitas perilaku konsumtifnya akan lebih tinggi, begitu juga sebaliknya. 6. Kontrol diri Menurut Averill (1973), kontrol diri adalah kemampuan individu dalam mengendalikan dirinya untuk mencegah atau mengurangi dampak dari dorongan sesaat, sehingga mampu menciptakan keadaan yang lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh Shohibullana (2014) dan Chita, David, dan Pali (2015) menunjukkan bahwa kontrol diri mampu mempengaruhi perilaku konsumtif individu, di mana individu yang tidak mampu mengontrol dirinya akan cenderung berperilaku konsumtif. d. Faktor Psikologis Faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran, dan keyakinan dan sikap yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif. 1. Motivasi Motivasi adalah dorongan yang menggerakkan perilaku dan memberikan arah bagi perilaku individu. Motivasi tersebut akan mendorong individu untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pembelian (Kotler, 2005).

26 2. Persepsi Persepsi memiliki peran untuk menentukan tindakan individu (Ginting, 2011). Masing-masing individu terhadap suatu produk juga akan memberikan pengaruh dalam keputusan pembeliannya. Perbedaan persepsi pada masing-masing individu inilah yang menyebabkan perbedaan tingkat perilaku konsumtif yang dihasilkan. 3. Pembelajaran Belajar menggambarkan perubahan perilaku individu yang timbul oleh adanya pengalaman (Ginting, 2011). Pembelian yang dilakukan individu merupakan proses belajar, di mana kepuasan membeli suatu produk akan menentukan keputusan pembelian produk tersebut di masa yang akan datang. 4. Kepercayaan dan sikap Dengan melakukan suatu tindakan dan belajar, individu akan memperoleh kpercayaan dan sikap, termasuk perilaku belanjanya (Ginting, 2011). Pengalaman belajar tersebut kemudian membentuk keyakinan dan sikap individu dalam melakukan pembelian. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku konsumtif pada individu. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis.

27 B. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Menurut Chaplin (2011), kontrol diri adalah kemampuan individu dalam membimbing perilakunya sendiri, di mana individu yang mampu mengontrol dirinya memiliki kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku yang impulsif. Definisi tersebut mampu memberikan gambaran secara umum terkait dengan kontrol diri. Ciarrochi, Forgas, dan Mayer (2001) menambahkan, kontrol diri melibatkan kekuatan dari eksekutif kesadaran, di mana hal ini berkaitan dengan kemampuan individu untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Definisi ini menambahkan definisi yang telah disampaikan sebelumnya dengan menjelaskan kontrol diri melibatkan kekuatan kesadaran dalam diri individu. Hurlock (Ghufron & Risnawita, 2010) mengungkapkan bahwa kontrol diri terkait dengan kemampuan individu dalam mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Individu yang mampu mengendalikan rasa marah, sedih, dan takut yang dialaminya menunjukkan bahwa dirinya mampu mengendalikan emosi dengan baik. Kemampuan dalam mengendalikan keinginan, hasrat, dan ambisi individu juga menunjukkan bahwa individu mampu mengendalikan dorongan-dorongan dalam dirinya. Definisi ini mampu menambahkan definisi yang sudah ada sebelumnya dengan membahas pengendalian diri secara lebih luas. Kontrol diri juga diperlukan untuk menjaga individu tetap berada dalam norma yang seharusnya. Hal ini disampaikan oleh Berk (Gunarsa, 2006), yang

28 menyatakan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Definisi tersebut memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai kontrol diri, di mana kontrol diri berperan aktif dalam diri individu dalam mengendalikan dorongan sesaat. Baumeister (2002) melengkapi, bahwa proses kerja kontrol diri adalah dengan menolak pola respon yang terbentuk dan menggantinya dengan yang lain. Respon penggantinya terdiri dari penggunaan pemikiran, adanya perubahan emosi, pengaturan dorongan, dan pengubahan tingkah laku. Penjelasan yang disampaikan oleh Baumeister (2002) mampu melengkapi definisi sebelumnya dengan membahas proses kerja kontrol diri pada individu. Penjelasan yang lebih spesifik disampaikan oleh Ghufron dan Risnawita (2010), yang menyatakan bahwa kontrol diri merupakan suatu aktivitas pengendalian tingkah laku, di mana individu mampu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk bertindak. Individu dengan kontrol diri yang baik memiliki kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Definisi ini mampu menggambarkan kontrol diri dengan lebih spesifik. Senada dengan definisi sebelumnya, Averill (1973) menggambarkan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan dirinya untuk mencegah atau mengurangi dampak dari dorongan sesaat, sehingga mampu menciptakan keadaan yang lebih baik. Kemampuan kontrol

29 diri dapat dilihat dari kemampuan individu menghadapi dorongan sesaat, melakukan pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, dan mampu memilih keputusan yang terbaik dari berbagai pilihan yang ada. Definisi ini mampu menjelaskan dan menggambarkan kontrol diri dengan menunjukkan indikatornya, sehingga dapat melengkapi definisi-definisi sebelumnya. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu mengendalikan dirinya untuk menghindari hal-hal yang bertentangan dengan norma sosial, sehingga mampu menciptakan keadaan yang lebih baik. Di mana kontrol diri ini dapat dicerminkan melalui kemampuan individu dalam menghadapi dorongan sesaat, melakukan pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, dan mampu memutuskan pilihan terbaik dari berbagai pilihan yang ada. Teori kontrol diri yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dari Averill (1973) yang menjelaskan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan dirinya untuk mencegah atau mengurangi dampak dari dorongan sesaat, sehingga mampu menciptakan keadaan yang lebih baik. Kemampuan kontrol diri dapat dilihat dari kemampuan individu menghadapi dorongan sesaat, melakukan pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, dan mampu memilih keputusan yang terbaik dari berbagai pilihan yang ada. Peneliti mengacu pada teori tersebut karena definisi yang dijelaskan dapat diterapkan pada responden dalam penelitian ini. Teori tersebut juga mampu menggambarkan kontrol diri dengan jelas, sehingga tepat digunakan untuk menjawab dan mendeskripsikan permasalahan dalam penelitian ini.

30 2. Aspek-aspek Kontrol Diri Averill (1973) menjelaskan kontrol diri ke dalam tiga aspek, yaitu: a. Kontrol perilaku (behavioral control) Kontrol perilaku terkait dengan kesiapan individu dalam merespon suatu keadaan tidak menyenangkan dan kemudian bisa langsung mengantisipasinya. Salah satu indikasi kemampuan individu dalam mengontrol perilaku adalah dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru. b. Kontrol kognitif (cognitive control) Kemampuan individu dalam menggunakan proses berpikir atau strategi ketika menghadapi sebuah masalah. Kontrol kognitif juga berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan menilai atau menghubungkan suatu kejadian dengan mengurangi tekanan. Kemampuan individu dalam mengontrol kognitif dapat diketahui melalui pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan individu sebelum memutuskan sesuatu. Pertimbangan yang dilakukan individu dapat berkaitan dengan norma-norma yang berlaku, serta analisis dari diri individu itu sendiri. c. Kontrol dalam pengambilan keputusan (decisional control) Kontrol dalam pengambilan keputusan adalah kemampuan individu untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada apa yang telah diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

31 Kemampuan individu dalam melakukan kontrol pengambilan keputusan dapat diketahui dengan pemilihan suatu keputusan yang paling baik dari beberapa kemungkinan lainnya. Berdasarkan penjelasan Averill (1973) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kontrol diri memuat tiga aspek. Aspek-aspek kontrol diri yaitu kontrol perilaku (behavioral control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol dalam pengambilan keputusan (decisional control). C. Hubungan antara Kontrol Diri dan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswa Menurut Averill (1973), kontrol diri adalah kemampuan individu dalam mengendalikan dirinya untuk mencegah atau mengurangi dampak dari dorongan sesaat, sehingga mampu menciptakan keadaan yang lebih baik. Kemampuan kontrol diri dapat dilihat dari kemampuan individu menghadapi dorongan sesaat, melakukan pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, dan mampu memilih keputusan yang terbaik dari berbagai pilihan yang ada. Aspek-aspek dari kontrol diri yaitu kontrol perilaku (behavioral control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol dalam pengambilan keputusan (decisional control). Kontrol perilaku menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi muncul atau tidaknya perilaku konsumtif pada mahasiswa, hal ini juga sejalan dengan Munandar (2011) yang menjelaskan bahwa kontrol diri adalah kemampuan untuk mengendalikan atau mengontrol perilaku yang mempengaruhi seseorang dalam keputusan pembelian. Penelitian terkait kontrol diri dan perilaku konsumtif yang dilakukan Anggreini dan Mariyanti (2014) menunjukkan bahwa mahasiswa dengan

32 kontrol perilaku yang baik menunjukkan kemampuan untuk mencegah atau menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa dengan kontol perilaku yang baik akan berusaha untuk membimbing, mengatur, dan mengarahkan dirinya untuk membeli barang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga tidak mudah melakukan pembelian tanpa manfaat. Kemampuan mahasiswa dalam mengendalikan perilakunya akan membantu mahasiswa untuk tidak berperilaku konsumtif. Hal ini berlaku sebaliknya, mahasiswa yang kurang mampu mengontrol perilakunya akan cenderung lebih mudah membeli barang yang tidak dibutuhkan secara berlebihan karena lebih mementingkan keinginan untuk memiliki barang tersebut. Munculnya perilaku konsumtif tidak hanya berkaitan dengan kontrol perilaku, perilaku konsumtif juga dipengaruhi oleh ada tidaknya kontrol kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa. Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam menggunakan proses berpikir atau strategi ketika menghadapi sebuah masalah. Anggreini dan Mariyanti (2014) mengungkapkan bahwa mahasiswa yang memiliki kontrol diri lemah adalah mahasiswa yang tidak mampu mengelola informasi yang didapatkan. Ketika dihadapkan dengan barang-barang diskon, mahasiswa yang berperilaku konsumtif akan cenderung lebih mudah membeli barang tersebut tanpa menganalisis kebutuhannya terhadap barang tersebut. Hal ini berbeda dengan mahasiswa dengan kontrol kognitif yang baik, di mana mereka akan melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum membeli barang tersebut.

33 Menurut Chita, David, dan Pali (2015), individu dengan self-control yang rendah sering mengalami kesulitan menentukan konsekuensi atas tindakan mereka. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kemampuan dalam mengontrol kognitif pada mahasiswa dapat dicerminkan melalui kemampuannya dalam melakukan pertimbangan pada keputusan membelinya. Pertimbangan tersebut dilakukan dengan menganalisis kebutuhan dari barang yang akan dibeli, sehingga dapat membantu mahasiswa dalam menghindari pembelian yang berlebihan. Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki kontrol kognitif yang rendah akan merasa kesulitan dalam membimbing dan mengarahkan keputusan membelinya. Hal ini akan menyebabkan munculnya pembelian yang berlebihan dan hanya berdasarkan pada keinginan sesaat. Peran kontrol kognitif terhadap munculnya perilaku konsumtif juga diperkuat oleh hasil penelitian Anggreini dan Mariyanti (2014) yang menunjukkan bahwa mahasiswa dengan kontrol diri yang baik akan mampu membuat pertimbangan prioritas dalam membeli dan memilih antara yang penting dan tidak penting sebelum membuat keputusan untuk membeli. Sebaliknya, mahasiswa dengan kontrol diri yang lemah maka akan membeli suatu barang tanpa mempertimbangkan prioritasnya. Menurut Kotler (2005), taktik promosi dengan memberikan kupon gratis dan diskon dapat mempengaruhi keputusan pembelian individu. Hal tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa membutuhkan kontrol pengambilan keputusan yang baik agar tidak mudah melakukan pembelian yang berlebihan. Mahasiswa dengan kontrol pengambilan keputusan yang baik akan memutuskan sesuatu berdasarkan pertimbangan dan proses berpikir yang telah dilakukan sebelumnya

34 dan dibuat dengan tidak terburu-buru dengan memilih suatu keputusan yang paling baik dari beberapa kemungkinan lainnya. Ketika dihadapkan pada tawaran diskon di pusat perbelanjaan, mahasiswa dengan kontrol pengambilan keputusan yang baik akan cenderung memilih untuk hanya membeli barang yang benar-benar dibutuhkan. Sebaliknya, mahasiswa yang tidak memiliki kontrol pengambilan keputusan yang baik akan cenderung untuk membeli barang-barang berdasarkan merek dan menarik perhatian tanpa mempertimbangkan manfaat dan kebutuhan barang tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kusumadewi, Hardjajani, dan Priyatama (2012) yang mengungkapkan bahwa mahasiswa dengan kontrol diri yang lemah akan cenderung sulit mencari pemecahan masalah dan tidak mampu mempertimbangkan prioritas kebutuhan sebagai mahasiswa ketika dihadapkan pada sebuah pilihan. Gambaran hubungan antara kontrol diri dan perilaku konsumtif dapat dilihat pada gambar berikut ini: Kontrol Perilaku (Behavioral Control) (-) Kontrol Kognitif (Cognitive Control) Kontrol dalam Pengambilan Keputusan (Decisional Control) Gambar 2.1 Hubungan antara Kontrol Diri dan Perilaku Konsumtif (-) (-) Perilaku Konsumtif Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi perilaku kontrol diri yang dimiliki mahasiswa maka akan semakin rendah perilaku

35 konsumtif yang ditunjukkannya. Hal ini berlaku sebaliknya, semakin rendah perilaku kontrol diri maka akan semakin tinggi perilaku konsumtif yang ditunjukkan mahasiswa. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang negatif antara kontrol diri dan perilaku konsumtif pada mahasiswa Universitas X di Yogyakarta. Tanda negatif menunjukkan semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah tingkat perilaku konsumtif responden penelitian, begitu pula sebaliknya.