BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan akan dipaparkan mengenai hasil penelitian dan pembahasan tentang kontrol diri dan kedisiplinan siswa, beserta aspek dan indikatornya dan kontribusi antara kontrol diri dengan kedisiplinan siswa yang ditampilkan siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/ Gambaran Umum Kontrol Diri Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 Data mengenai gambaran umum kontrol diri dan kedisiplinan siswa diperoleh berdasarkan hasil penyebaran instrumen terhadap sampel penelitian. Berdasarkan data yang dikumpulkan diperoleh gambaran kontrol diri, aspek kontrol diri dan indikator kontrol diri yang dimiliki siswa. Secara umum gambaran kontrol diri siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor tahun ajaran 2011/2012 dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Gambaran Umum Kontrol Diri Siswa SMK Negeri 2 Bogor Tahun Pelajaran 2011/2012 Kategori f Persentase Sangat Baik 3 1% Baik % Tidak Baik 14 7% Sangat Tidak Baik 0 0% Hasil penyebaran angket kontrol diri terbagi kedalam empat kategori yaitu, sangat baik, baik, tidak baik, dan sangat tidak baik. Kategori sangat baik sebanyak 3 siswa (1%), berarti siswa sangat mampu untuk dapat mengontrol dirinya dengan mengatur tingkah laku dan melakukan pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk bertindak. Kategori baik sebanyak 198 siswa (92%) mampu

2 56 untuk dapat mengontrol dirinya. Artinya, siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor mampu mengatur tingkah laku dengan melakukan pertimbagan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk bertindak, dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki kontrol diri yang baik. Kategori tidak baik terdapat 14 siswa (7%) tidak mampu untuk dapat mengontrol dirinya. Artinya siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor tidak mampu mengatur tingkah laku dengan melakukan pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk bertindak. Kategori sangat tidak baik artinya siswa sangat kesulitan dalam mengontrol dirinya, sehingga siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor sangat tidak mampu untuk mengatur tingkah lakunya sebelum bertindak. Berdasarkan hasil penghitungan statistik kondisi objektif pada siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor menunjukkan terdapat 198 siswa (92%) yang berada pada kategori baik. Pada kategori baik siswa mampu untuk dapat mengontrol dirinya. 2. Gambaran Pencapaian Aspek dan Indikator Kontrol Diri Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 Kontrol diri terdiri dari tiga aspek yaitu: kontrol perilaku (behavioral control), kontrol kognitif (cognitive control) dan kontrol keputusan (decisional control). Berikut ini penjelasan dari masing-masing aspek dan indikator. a. Gambaran Kontrol Diri pada Aspek Kontrol Perilaku (Behavioral Control) Kontrol perilaku (behavioral control) menunjukkan kemampuan siswa untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Secara umum, kemampuan aspek-aspek kontrol diri yang dimiliki siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Persentase Skor Kontrol Diri Berdasarkan Aspek Kontrol Perilaku (Behavioral Control) Kategori f Persentase Sangat baik 4 2% Baik %

3 57 Tidak Baik 25 12% Sangat Tidak Baik 0 0% Secara umum pencapaian kontrol diri dari ketiga aspek digambarkan melalui besarnya persentase yang diperoleh berdasarkan kategori sangat baik, baik, tidak baik, dan sangat tidak baik. Pada aspek kontrol perilaku terdapat 4 siswa ( 2%) berada pada kategori sangat baik. Artinya siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor sangat mampu mengontrol dirinya dengan sangat baik untuk dapat memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan, ditandai dengan memiliki kemampuan kontrol perilaku dari dalam diri dan kontrol stimulus dengan baik. Kategori baik terdapat 186 siwa (87%) berada pada kategori baik. Artinya siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor mampu mengontrol dirinya dengan baik untuk dapat memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan, ditandai dengan kemampuan mengontrol perilaku yang berdasarkan faktor dari dalam diri dan kemamuan mengontrol stimulus untuk dapat mengetahui waktu kemunculan suatu stimulus yang tidak dikehendaki. Kategori tidak baik terdapat 20 siswa (9%), artinya ketidakmampuan siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor untuk mengontrol dirinya agar dapat memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan siswa tidak memiliki kontrol diri yang berdasarkan dari dalam diri dan ketidakmampuan mengontrol stimulus yang akan muncul. Secara rinci, gambaran kemampuan mengontrol diri siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor berdasarkan indikator-indikator dari aspek kontrol perilaku (behavioral control) dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Gambaran Indikator Kontrol Diri Siswa pada Aspek Kontrol Perilaku (Behavioral Control) No. Indikator f Kategori 13 Sangat Baik (6%) 1. Mampu mengontrol perilaku 191 Baik (89%) 11 Tidak baik

4 58 2 Mampu mengontrol stimulus (5%) Sangat tidak baik (0%) Sangat Baik (1%) Baik (73%) Tidak baik (26%) Sangat tidak baik (0%) Hasil penghitungan pada aspek perilaku (behavioral control) dilihat dari indikator mampu mengontrol perilaku menunjukkan terdapat 13 siswa (6%) berada pada kategori sangat baik. Kategori ini berarti siswa sangat mampu untuk dapat mengontrol perilakunya, siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor sangat mampu menunjukkan kemampuan memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan berdasarkan faktor dari dalam dirinya. Siswa yang mencapai kategori baik sebanyak 191 siswa (89%). Artinya sebagian besar siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor mampu menunjukkan kemampuan memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan berdasarkan faktor dari dalam dirinya. Siswa yang mencapai kategori tidak baik sebanyak 11 siswa (5%), artinya siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor tidak mampu untuk mengontrol perilakunya dengan baik, sehingga siswa tidak menunjukkan kemampuannya untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Adapun pada indikator mampu mengontrol stimulus terdapat 3 siswa (1%) mencapai kategori sangat baik. Kategori ini berarti siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor sangat mampu mengontrol dirinya agar dapat mengetahui datangnya stimulus. Siswa yang sangat mampu mengontrol stimulusnya dengan baik ditandai mendahulukan pekerjaan yang lebih penting dan mengendalikan diri terhadap halhal negatif dari lingkungan. Siswa yang mencapai kategori baik sebanyak 157 siswa (73%), yang berarti siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor mampu mengontrol dirinya terhadap

5 59 stimulus yang tidak dikehendaki, ditandai dengan siswa mampu mendahulukan pekerjaan yang lebih penting dan mengendalikan diri terhadap hal-hal negatif dari lingkungan. Siswa yang mencapai kategori tidak baik sebanyak 55 siswa (26%), yang berarti siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor tidak mampu mengontrol diri dengan baik terhadap stimulus yang tidak dikehendaki. b. Gambaran Kontrol Diri pada Aspek Kognitif (Cognitive Control) Kontrol kognitif menunjukkan kemampuan siswa untuk mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau memadukan suatu kejadian. Secara umum,gambaran aspek kontrol kognitif (cognitive control) siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Persentase Skor Kontrol Diri Berdasarkan Aspek Kontrol Kognitif (Cognitive Control) Kategori f Persentase Sangat baik 4 2% Baik 13 6% Tidak Baik 20 9% Sangat Tidak Baik 0 0% Pada aspek yang kedua yaitu kontrol kognitif terdapat 4 siswa (2%) berada pada kategori baik, artinya siswa sangat mampu untuk dapat mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau memadukan suatu kejadian dengan sangat baik. Kategori baik terdapat 13 siswa (6%), artinya siswa mampu mengolah informasi dengan baik. Siswa tersebut mampu mengantisipasi peristiwa dengan berbagi pertimbangan dan mampu menafsirkan suatu peristiwa atau keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif. Aspek terakhir ketercapaian dengan jumlah siswa yang terbanyak berada pada kategori tidak baik, yaitu sebanyak 20 siswa (9%). Artinya siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor tidak mampu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan. Pada aspek ini menunjukkan ketidakmampuan siswa untuk dapat mengolah

6 60 informasi yang diinginkan yaitu dengan cara menginterpretasi, menilai, atau memadukan suatu kejadian. Secara rinci, gambaran umum kemampuan kontrol diri siswa berdasarkan indikator-indikator aspek kontrol kognitif dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut. Tabel 4.5 Gambaran Indikator Kontrol Diri Siswa pada Aspek Kontrol Kognitif (Cognitive Control) No. Indikator f Kategori 6 Sangat Baik (3%) Baik 185 (86%) 1. Mampu mengantisipasi peristiwa Tidak baik 24 (11%) Sangat tidak baik 0 (0%) Sangat Baik 6 (3%) Baik 181 (84%) 2 Mampu menafsirkan peristiwa Tidak baik 28 (13%) Sangat tidak baik 0 (0%) Hasil penghitungan kontrol perilaku dilihat dari indikator mampu mengantisipasi peristiwa, siswa yang mencapai kategori sangat baik terdapat 6 siswa (3%). Kategori ini berarti siswa sangat mampu untuk mengantisipasi suatu peristiwa dengan sangat baik ditandai siswa mampu memilih tindakan untuk mengatasi masalah yang sedang dialami. Siswa yang mencapai kategori baik sebanyak 185 siswa (86%), artinya sebagian besar siswa mampu untuk mengantisipasi suatu peristiwa dengan baik yang ditandai dengan kemampuan siswa memilih tindakan untuk mengatasii masalah yang sedang dialami. Siswa yang mencapai kategori tidak baik terdapat 24 siswa (11%), artinya siswa tidak mampu untuk mengantisipasi suatu peristiwa.

7 61 Selain indikator mampu mengatisipasi peristiwa, indikator yang yang kedua yaitu mampu menafsirkan peristiwa menunjukkan terdapat 6 siswa (3%) berada pada kategori sangat baik, artinya sepertiga dari jumlah siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor sangat mampu menafsirkan suatu peristiwa dengan baik yang ditandai dengan kemampuan siswa berfikir manfaat dari suatu peristiwa. Siswa yang mencapai kategori baik terdapat 182 siswa (85%). Pada kategori ini dimaknai sebagian besar siswa mampu untuk dapat menafsirkan suatu peristiwa yang ditandai dengan kemampuan siswa berfikir dengan baik mengenai manfaat dari suatu peristiwa. Siswa yang mencapai kategori tidak baik sebanyak 27 siswa (13%) pada kategori ini dimaknai bahwa siswa tidak dapat menafsirkan suatu peristiwa, sehingga siswa tidak dapat berfikir dengan baik mengenai manfaat dari suatu peristiwa. Dilihat berdasarkan hasil penghitugan data aspek kontrol kognitif menunjukkan kedua indikator berada pada kategori baik, artinya siswa memiliki kemampuan yang baik untuk dapat mengolah informasi dengan cara menginterpretasi, menilai atau memadukan suatu kejadian. c. Gambaran Kontrol Diri pada Aspek Kontrol Keputusan (Decision Control) Kontrol kognitif menujukkan kemampuan siswa untuk memilih tindakan baik dengan yang diyakini atau disetujui, ditandai oleh kemampuan siswa untuk mengambil keputusan dan dapat bertanggung jawab terhadap keputusan berdasarkan keyakinan sendiri. Tabel 4.6 Persentase Skor Kontrol Diri Berdasarkan Aspek Kontrol Kontrol Keputusan (Decision Control) Kategori f Persentase Sangat baik 11 5% Baik 13 6% Tidak Baik 20 9% Sangat Tidak Baik 0 0%

8 62 Aspek ketiga, yaitu kontrol keputusan menunjukkan terdapat 11 siswa (5%) berada pada kategori sangat baik, artinya siswa sangat mampu untuk dapat memilih tindakan baik dengan yang diyakini atau disetujui, ditandai dengan kemampuan siswa mengambil keputusan dan dapat bertanggung jawab terhadap keputusan berdasarkan keyakinan sendiri. Kategori baik terdapat 13 siswa (6%) artinya siswa mampu untuk dapat memilih tindakan baik dengan yang diyakini atau disetujui. Siswa tersebut mampu mengambil keputusan dengan baik dan dapat mempertanggungjawabkannya. Kategori tidak baik mencapai tingkat ketercapaian yang tinggi yaitu terdapat 20 siswa (9%) berada pada kategori tidak baik. Artinya pada kategori ini menunjukkan siswa tidak mampu untuk dapat memilih tindakan baik dengan yang diyakini atau disetujui. Hasil penghitungan pada indikator mampu mengantisipasi peristiwa terdapat 185 siswa (86%) terdapat pada kategori baik, 19 siswa (9%) pada kategori tidak baik dan pada kategori sangat tidak baik sebesar 0%. Artinya pada aspek ini ketercapaian yang dimiliki siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mampu untuk dapat mengambil keputusan dan dapat bertanggung jawab berdasarkan keyakinan sendiri. Secara rinci, siswa kelas XI SMK Negeri 2 Bogor tahun ajaran 2011/2012 Tabel 4.7 berikut. Tabel 4.7 Gambaran Indikator Kontrol Diri Siswa pada Aspek Kontrol Keputusan (Decision Control) No. Indikator f Kategori 1. Mampu Mengambil Keputusan Sangat Baik (5%) Baik (86%) Tidak baik (9%) Sangat tidak baik (0%)

9 63 3. Gambaran Umum Kedisplinan Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 Gambaran mengenai kedisiplinan berdasarkan kategori sangat sesuai terdapat 10 siswa (5%) yaitu siswa sangat disiplin. Artinya siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor sangat mampu untuk mengontrol diri dalam menaati tata tertib dan atau peraturan lain yang ada di sekolah tanpa adanya paksaan dari orang lain dan dapat mempertanggungjawabkannya. Pada kategori ini siswa berdisiplin sangat baik. Kategori sesuai sebanyak 194 siswa (95%) yaitu siswa disiplin. Artinya siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor mampu untuk mengontrol diri dalam menaati tata tertib dan atau peraturan lain yang ada di sekolah dengan rasa tanggung jawab. Pada kategori ini siswa berperilaku disiplin dengan baik. Kategori tidak sesuai terdapat 11 siswa (5%) yaitu siswa tidak disiplin. Artinya siswa kelas XI SMK Negeri 2 Bogor tidak mampu mengontrol diri dalam menaati tata tertib dan atau peraturan lain yang ada di sekolah. Pada kategori ini siswa tidak dapat berdisiplin dengan baik. Kategori sangat tidak sesuai yaitu siswa sangat kesulitan dalam mengontrol dirinya artinya siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor sangat tidak mampu mengontrol diri dengan baik dalam menaati tata tertib dan atau peraturan lain yang ada di sekolah. Gambaran umum kedisiplinan siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 secara umum digambarkan melalui besarnya persentase yang diperoleh berdasarkan kategori skor, dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut. Tabel 4.8 Gambaran Umum Kedisiplinan Siswa SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 Kategori f Persentase Sangat sesuai 10 5% Sesuai % Tidak Sesuai 11 5% Sangat Tidak Sesuai 0 0% Kedisiplinan siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 sebagian besar berada pada kategori sesuai. Pada kategori ini siswa dapat

10 64 berperilaku disiplin dengan baik ditandai dengan adanya peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi. 4. Gambaran Pencapaian Aspek dan Indikator Kedisiplinan Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 a. Gambaran Kedisiplinan pada Aspek Peraturan Pencapaian kedisiplinan untuk aspek peraturan digambarkan melalui besarnya persentase yang diperoleh berdasarkan pengkategorian sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Secara umum, gambaran aspek peraturan siswa di SMK Negeri 2 Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut. Tabel 4.9 Persentase Skor Kedisiplinan Berdasarkan Aspek Peraturan Kategori f Persentase Sangat Sesuai 10 5% Sesuai % Tidak Sesuai 19 9% Sangat Tidak Sesuai 0 0% Pencapaian aspek kedisiplinan digambarkan melalui besarnya persentase yang diperoleh berdasarkan pengkategorian. Kategori sangat sesuai sebanyak 10 (5%) artinya siswa sangat disiplin sesuai dengan pola yang ditetapkan untuk berbuat atau bertingkah laku di sekolah dengan penuh rasa tanggung jawab. Siswa yang bertanggung jawab terhadap peraturan ditandai dengan siswa dapat mengatur waktu saat masuk sekolah, belajar di kelas, istirahat dan pulang sekolah, bertanggung jawab terhadap tugas-tugas sekolah, dan tidak melakukan tindakan kekerasan, merokok atau membuat keributan di sekolah. Selain itu siswa juga mampu berperilaku dan berpenampilan sesuai dengan tata terbib yang dibuat oleh sekolah, dengan cara berbicara dan bersikap sopan terhadap kepala sekolah, guru, staf TU, teman dan berpenampilan rapi sesuai dengan peraturan sekolah. Kategori sesuai terdapat 186 siswa (86%) dapat dikatakan disiplin. Artinya, siswa berperilaku disiplin sesuai dengan pola yang ditetapkan untuk berbuat atau bertingkah laku disekolah sekolah dengan penuh rasa tanggung jawab. Tujuannya

11 65 adalah membekali siswa dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi dan kelompok tertentu berlaku dengan baik. Kategori tidak sesuai terdapat 19 siswa (9%), artinya siswa tidak disiplin berdasarkani dengan pola yang ditetapkan untuk berbuat atau bertingkah laku disekolah sekolah dengan penuh rasa tanggung jawab. Gambaran mengenai indikator dari kedisiplinan yang pertama yaitu peraturan. Peraturan berfungsi sebagai patokan atau standar untuk bertingkah laku yang harus dipenuhi oleh siswa di sekolah. Berikut gambaran mengenai indikator aspek peraturan dapat dilihat dari Tabel 4.10 di bawah ini. Tabel 4.10 Gambaran Indikator Kedisiplinan Siswa pada Aspek Peraturan No Indikator f Kategori Bersungguh-sungguh 14 Sangat Sesuai (7%) 1. menjalankan tata tertib dengan 183 Sesuai (85%) penuh tanggung jawab 18 Tidak sesuai (8%) 0 Sangat tidak sesuai(0%) 2 Berperilaku dan berpenampilan sesuai dengan tata tertib yang dibuat oleh sekolah 18 Sangat Sesuai (8%) 174 Sesuai (81%) 23 Tidak sesuai (11%) 0 Sangat tidak sesuai (0%) Gambaran umum aspek peraturan pada indikator bersungguh-sungguh menjalankan tata tertib dengan penuh tanggung jawab menunjukkan 183 siswa (85%) berada pada kategori sesuai, artinya sebagian siswa disiplin untuk bersungguh-sungghuh menjalankan tata tertib dengan penuh tanggung jawab yang ditunjukkan dengan siswa dapat mengatur waktu saat masuk sekolah,belajar di kelas, istirahat dan pulang sekolah, bertanggung jawab terhadap tugas-tugas sekolah dan tidak melakukan tindakan kekerasan, merokok atau membuat keributan di sekolah. Indikator berperilaku dan berpenampilan sesuai dengan tata tertib yang dibuat oleh sekolah menunjukkan 174 siswa (81%) berada pada kategori sesuai, artinya siswa disiplin dalam berperilaku dan berpenampilan yang baik sesuai dengan tata tertib yang dibuat oleh sekolah ditandai dengan kemampuan siswa berbicara dan

12 66 bersikap sopan terhadap kepala sekolah, guru, staf TU, teman, dan berpenampilan rapi sesuai dengan peraturan sekolah. b. Gambaran Kedisiplinan pada Aspek Hukuman Pencapaian kedisiplinan untuk aspek peraturan digambarkan melalui besarnya persentase yang diperoleh berdasarkan pengkategorian sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Secara umum, gambaran aspek peraturan siswa di SMK Negeri 2 Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut. Tabel 4.11 Persentase Skor Kedisipinan Berdasarkan Aspek Hukuman Kategori f Persentase Sangat Sesuai 26 12% Sesuai % Tidak Sesuai 23 11% Sangat Tidak Sesuai 0 0% Siswa yang mencapai kategori sangat sesuai sebanyak 166 siswa (77%). Kondisi ini menunjukkan bahwa siswa sangat disiplin yang berdasarkan pada hukuman pihak sekolah dalam upaya menegakkan tata tertib sekolah. Hukuman merupakan salah satu penyebab tingginya kedisiplinan. Walaupun demikian kondisi ini juga berarti bahwa kesadaran siswa dalam berdisiplin terbentuk bukan dari kesadaran akan pentingnya kedisiplinan namun sebagai bentuk kuatnya lingkungan dalam mempengaruhi perilaku disiplin siswa. Kategori sesuai menunjukkan siswa dapat berdisiplin sebanyak 166 siswa (77%), artinya disiplin yang dimiliki siswa berdasarkan pada hukuman pihak sekolah. Apabila hukuman yang diterapkan cukup berat maka dimungkinkan kedisiplinan itu akan terwujud walau terkesan dipaksakan. Kategori tidak sesuai terdapat 23 siswa (11%), artinya siswa tidak mampu untuk berperilaku disiplin yang berdasarkan pada hukuman pihak sekolah melainkan karena adanya rasa tanggung jawab sebagai siswa. Hukuman merupakan sanksi yang diberikan oleh pihak sekolah terhadap siswa yang melakukan pelanggaran dalam upaya menegakkan peraturan atau tata tertib

13 67 sekolah, sehingga siswa dapat bertanggung jawab untuk menerima sanksi atas pelanggaran yang dilakukan. Gambaran mengenai indikator aspek hukuman dapat dilihat dari Tabel Tabel 4.12 Gambaran Indikator Kedisiplinan Siswa pada Aspek Hukuman No Indikator f Kategori 1. Penerimaan terhadap sanksi yang diberikan sekolah Sangat Sesuai (21%) Sesuai (73%) Tidak sesuai (6%) Sangat tidak sesuai (0%) Hasil penghitungan menunjukan semua indikator penerimaan terhadap sanksi yang diberikan sekolah berada pada kategori sesuai sebesar 73% dengan jumlah siswa 157 siswa. Artinya, sebagian siswa memiliki kontrol diri untuk dapat berdiplin mematuhi tata tertib yang didasarkan pada hukuman dari pihak sekolah dalam upaya menegakan kedisiplinan di sekolah, sehingga siswa dapat bertanggung jawab untuk menerima sanksi atas pelanggaran yang dilakukan. c. Gambaran Kedisiplinan pada Aspek Penghargaan Pencapaian kedisiplinan untuk aspek penghargaan digambarkan melalui besarnya persentase yang diperoleh berdasarkan pengkategorian sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Secara umum, gambaran aspek penghargaan siswa di SMK Negeri 2 Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut. Tabel 4.13 Persentase Skor Kedisipinan Berdasarkan Aspek Penghargaan Kategori f Persentase Sangat Sesuai 22 10% Sesuai % Tidak Sesuai 25 12% Sangat Tidak Sesuai 0 0%

14 68 Pada aspek penghargaan terdapat 22 siswa (10) berada pada kategori sangat sesuai. Artinya siswa kelas XI SMK Negeri 2 Bogor sangat mampu untuk dapat mengontrol dirinya agar dapat berperilaku disiplin yang didasarkan pada pemberian hadiah (reward). Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tetapi dapat juga berbentuk pujian, kata-kata,dan senyuman. Kategori sesuai terdapat 168 siswa (78%), artinya siswa mampu untuk dapat mengontrol dirinya agar dapat berperilaku disiplin yang didasarkan pada pemberian hadiah (reward). Aspek penghargaan yang dirasakan lebih dari setengah total siswa menyatakan bahwa mendapatkan penghargaan ketika menampilkan kedisiplinan. Namun demikian, tidak sedikit pula siswa yang masih belum merasakan penghargaan sebagai bentuk penguatan kedisiplinan atas hasil yang baik berupa pujian, kata-kata, senyuman, atau tepukan tangan. Kategori tidak sesuai 25 siswa (12%), artinya siswa tidak mampu untuk berperilaku disiplin yang didasarkan pada pemberian hadiah (reward). Aspek penghargaan diukur berdasarkan penerimaan penghargaan terhadap sikap disiplin yang ditunjukkan bagi siswa seperti menerima hadiah atas sikap disiplin berupa pujian dari personil sekolah. Gambaran mengenai indikator aspek penghargaan dapat dilihat dari Tabel 4.14 di bawah ini. Tabel 4.14 Gambaran Indikator Kedisiplinan Siswa pada Aspek Penghargaan No Indikator f Kategori 1. Penerimaan penghargaan terhadap sikap disiplin Sangat Sesuai (10%) Sesuai (78%) Tidak sesuai (12%) Sangat tidak sesuai (0%) Indikator penerimaan penghargaan terhadap sikap disiplin menunjukkan terdapat 168 siswa (78%) berada pada kategori sesuai, artinya siswa mampu untuk dapat mengontrol dirinya agar dapat berperilaku disiplin yang didasarkan pada

15 69 pemberian hadiah (reward). Namun demikian, tidak sedikit pula siswa yang masih belum merasakan penghargaan sebagai bentuk penguatan kedisiplinan. d. Gambaran Kedisiplinan pada Aspek Konsistensi Pencapaian aspek konsistensi digambarkan melalui persentase yang diperoleh berdasarkan pengkatogorian. Secara umum, gambaran aspek peraturan siswa di SMK Negeri 2 Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut. Tabel 4.15 Persentase Skor Kedisipinan Berdasarkan Aspek Penghargaan Kategori f Persentase Sangat Sesuai 19 9% Sesuai % Tidak Sesuai 30 14% Sangat Tidak Sesuai 0 0% Aspek yang terakhir yaitu konsistensi terdapat 19 siswa (9%) berada pada kategori sangat sesuai, hal ini berarti bahwa siswa sangat disiplin yang didasarkan pada komitmen terhadap peraturan yang timbul atas dasar tanggung jawab dan kesadaran diri tanpa adanya paksaan dan tekanan dari luar, sehingga siswa dapat menjalankan peraturan tanpa ada paksaan dari orang lain. Kategori sesuai terdapat 166 siswa (77%), artinya siswa disiplin yang didasarkan pada komitmen terhadap peraturan yang timbul atas dasar tanggung jawab dan kesadaran diri. Kategori tidak sesuai terdapat 30 siswa (14%), hal ini berarti siswa tidak berdisiplin. Artinya sebagian siswa masih belum mampu untuk berkomitmen terhadap peraturan yang timbul atas dasar tanggung jawab dan kesadaran sendiri. Aspek konsistensi merupakan komitmen terhadap peraturan yang timbul atas dasar tanggung jawab dan kesadaran diri tanpa adanya paksaan dan tekanan dari luar, sehingga siswa dapat menjalankan peraturan tanpa ada paksaan dari orang lain. Berikut gambaran mengenai indikator aspek konsistensi dapat dilihat dari Tabel 4.16 di bawah ini. Tabel 4.16

16 70 Gambaran Indikator Kedisiplinan Siswa pada Aspek Konsistensi No Indikator f Kategori 1. Komitmen dalam menjalankan peraturan sekolah 19 Sangat Sesuai (9%) 166 Sesuai(77%) 30 Tidak sesuai(14%) 0 Sangat tidak sesuai(0%) Gambaran umum indikator komitmen dalam menjalankan peraturan sekolah berada pada karegori sesuai dengan perolehan sebesar 77 % dengan jumlah siswa sebesar 166 siswa. Artinya siswa memiliki komitmen yang baik terhadap peraturan yang timbul atas dasar tanggung jawab dan kesadaran diri tanpa adanya paksaan dan tekanan dari luar, sehingga siswa dapat menjalankan peraturan tanpa ada paksaan dari orang lain. 5. Gambaran Kontribusi Kontrol Diri Siswa terhadap Kedisiplinan Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 Guna untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh kontrol diri terhadap kedisiplinan siswa pada sampel yang telah dipilih, maka dilakukan perhitungan analisis korelasi dan koefisien determinasi sebagai berikut. a. Analisis Koefisien Korelasi Berikut merupakan analisis mengenai hubungan antara kontrol diri (self control) (X) dengan kedisiplinan siswa (Y) yang dihitung berdasarkan jumlah skor yang diperoleh masing-masing sampel. Statistik Uji : r xy = n xy x y n x x n y y = (30666)( 28679) { (28679) 2 }

17 71 = { } = = ,212 r = 0,801 Berdasarkan hasil penghitungan di atas, diketahui bahwa kontrol diri (X) memiliki hubungan positif dengan variabel kedisiplinan siswa (Y) dengan koefisien korelasi sebesar 0,801 sehingga termasuk pada kategori kuat. Hal tersebut berarti bahwa jika kualitas kontrol diri yang dimiliki siswa di SMK Negeri 2 Bogor meningkat, maka kedisiplinan para siswa tersebut pun secara otomatis juga akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Tingkat signifikansi korelasi dapat diketahui dengan melihat nilai t hitung. Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel pada alpha 0,05 dan dk = = 213 sebesar 1,971, maka H 0 ditolak dan begitu pula sebaliknya. Langkah selanjutnya yaitu menguji hipotesis, dengan menggunakan uji signifikansi: t hit = 11, , t hit = 19,528 t hit = r n 2 1 r Berdasarkan hasil penghitungan tingkat signifikansi korelasi dapat diketahui dengan melihat nilai t hitung. Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel pada alpha 0,05 dan dk = = 213 sebesar 1,971, maka H 0 ditolak dan begitu pula sebaliknya. Berdasarkan hasil terlihat besarnya nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel (19,528 > 1,971). Dengan demikian maka koefisien korelasi dinyatakan 2

18 72 signifikan. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang signifikan antara kontrol diri dengan kedisiplinan siswa di SMK Negeri 2 Bogor. b. Analisis Koefisien Determinasi Besarnya persentase kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen, dapat dilihat melalui harga koefisien determinasi (KD) yang dihitung dengan rumus: KD = 0,801 2 x100% KD = 0, 0,6416 x100% KD = 64,16 KD = r 2 x % 100 Koefisien determinasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah derajat keberpengaruhan variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil uji koefisien determinasi dalam model yang dianalisis ini sebesar 0,641 (R 2 = 0,801 2 ). Dalam menafsirkan makna hubungan variabel X terhadap variabel Y, harga thitung dibandingkan dengan harga ttabel dengan dk (n-2) dan taraf tingkat kepercayaan 95%. Kriteria pengujiannya yaitu hipotesis alternatif diterima apabila thitung lebih besar daripada t tabel, maka terdapat hubungan yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y dan sebaliknya. B. Pembahasan 1. Profil Kontrol Diri Siswa SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 Kontrol diri dalam penelitian didefinisikan sebagai kemampuan siswa kelas XI SMK Negeri 2 Bogor untuk dapat mengatur tingkah laku dengan melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk bertindak. Kemampuan siswa untuk mengontrol diri memungkinkan siswa berperilaku lebih terarah serta dapat menyalurkan dorongan-dorongan dalam diri kearah yang positif atau tidak menyimpang dari peraturan yag berlaku di lingkungan sekitar. Kontrol diri digunakan oleh siswa untuk mengatur dan

19 73 mengarahkan perilakunya agar tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang telah ditetapkan di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, kontrol diri yang dimiliki siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor berada pada kategori baik. Pada kategori baik, siswa mampu untuk mengontrol dirinya. Artinya, siswa kelas XI SMK Negeri 2 Bogor mampu mengatur tingkah laku dengan melakukan pertimbagan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk bertindak, dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki kontrol diri yang baik. Kategori ini ditandai dengan siswa memiliki kemampuan untuk mengontrol perilaku (behavioral control), mengontrol kognitif (cognitive control) dan mengontrol keputusan (decisional control). Gambaran hasil penelitian menunjukan siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor memiliki kontrol diri yang baik. Goldfried dan Merbaum (Muharsih, 2008:16) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada individu yang memiliki kontrol diri yang rendah. Sebagai seorang pelajar yang bertugas untuk belajar, bila mempunyai kontrol diri yang tinggi, mereka akan mampu memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bertanggung jawab untuk menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, keterampilan, dan keahlian dalam bidang tertentu. Siswa SMK berada pada masa remaja yang memiliki tugas perkembangan untuk mengembangkan kontrol diri. Salah satu tugas perkembangan yang dikemukakan oleh Keys (Yusuf, 2001:72) yaitu memperkuat self control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup. Siswa-siswi yang memiliki kontrol diri yang sangat baik dapat dikatakan telah memenuhi salah satu tugas perkembangan dalam hal memperkuat self-control atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup. Kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan bertambahnya usia. Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari

20 74 apa yang diharapkan oleh kelompok darinya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar baik dengan harapan sosial tanpa harus dibimbing, diawasi, didorong dan diancam seperti hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. Saat memasuki usia remaja, kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan kematangan emosi. Hurlock (1992 : 213) remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remaja emosinya tidak meledak di hadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima dan tidak mengganggu orang lain. Peran kontrol diri dalam diri siswa sangat berguna untuk mencegah terjadinya pelanggaran disiplin, hal ini dikarenakan dengan adanya kontrol diri maka siswa memiliki kemampuan untuk menyusun, mengatur dan mengarahkan perilaku mereka. Dilihat berdasarkan aspek yang digunakan untuk mengukur kontrol diri, diketahui bahwa kontrol perilaku yang dimiliki para siswa merupakan aspek yang paling tinggi persentasenya yaitu terdapat 186 siwa (87%) dibanding aspek lainnya dalam hal kontrol diri mereka. Kontrol perilaku terkait dengan hubungan antara arah perilaku yang akan dilakukan dengan peristiwa yang dihadapi. Kontrol perilaku berada pada kategori baik, artinya siswa mampu mengontrol dirinya dengan baik untuk dapat memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan, ditandai dengan kemampuan mengontrol perilaku yang berdasarkan faktor dari dalam diri dan kemampuan mengontrol stimulus untuk dapat mengetahui waktu kemunculan suatu stimulus yang tidak dikehendaki. Stimulus yang dimaksud berhubungan dengan siswa mendahulukan pekerjaan yang lebih penting dan mengendalikan diri terhadap hal-hal negatif dari lingkungan. Pada aspek yang kedua yaitu kontrol kognitif terdapat 20 siswa (9%) yang berada pada kategori tidak baik. Hal ini dimaknai bahwa siswa tidak mampu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan. Pada aspek ini menunjukkan ketidakmampuan siswa untuk dapat mengolah informasi yang diinginkan yaitu dengan cara menginterpretasi, menilai, atau memadukan suatu kejadian. Intensitas kontrol kognitif yang tidak baik ini dapat dimaknai bahwa siswa cenderung tidak

21 75 dapat menggunakan proses berpikirnya untuk dapat mengantisipasi peristiwa atau keadaan melalui berbagai pertimbangan dan kemampuan menafsirkan suatu peristiwa atau keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif agar tehindar dari pelanggaran kedisiplinan yang ada di sekolah. Aspek ketiga yaitu kontrol keputusan menunjukkan terdapat 20 siswa (9%) yang mencapai kategori tidak baik. Artinya pada kategori ini menunjukkan siswa tidak mampu untuk dapat memilih tindakan baik dengan yang diyakini atau disetujui. Terdapat beberapa standar yang dapat dijadikan pijakan untuk mengembangkan kontrol diri ke arah yang positif. Ladd (Novian, 2011 :84) menjelaskan terdapat tiga langkah yang diperlukan agar tetap berada di jalur kontrol diri yang positif. Ketiga langkah tersebut antara lain yaitu: (1) menetapkan standar untuk dapat mengetahui apa yang akan dilakukan;(2) menyadari makna dari kegagalan atau perilaku berdasarkan standar yang telah dibuat; (3) harus memperbaiki perilaku berdasarkan standar yang telah di tentukan. 2. Profil Kedisiplinan Siswa SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 Adanya sikap disiplin yang harus dimiliki oleh setiap siswa sangat perlu dalam kehidupan, karena ketika siswa mempunyai sifat disiplin maka hidup akan menjadi teratur. Tu u (2004: 53) menyatakan bahwa siswa cenderung melanggar dan mengabaikan tata tertib sekolah karena siswa tersebut memiliki masalah dalam disiplin dirinya. Berdasarkan hasil penelitian, masih banyak terdapat siswa yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap tata tertib sekolah maupun kelas. Disiplin banyak dikaitkan dengan peraturan-peraturan yang harus ditaati. Disiplin yang seperti itu bersifat eksternal karena adanya tekanan dari luar. Disiplin yang baik adalah yang bersifat internal yaitu disiplin disertai tanggung jawab dan kesadaran. Disiplin eksternal disebut sebagai disiplin yang negatif, sedangkan disiplin internal disebut disiplin yang positif. Disiplin positif dan disiplin negatif yang dikemukakan di atas sejalan dengan pendapat Hurlock (Yusuf, 1989: 22) mengemukakan bahwa ada dua konsep

22 76 mengenai disiplin, yaitu disiplin positif dan disiplin negatif. Disiplin positif sama artinya dengan pendidikan dan bimbingan karena menekankan pertumbuhan di dalam diri (inner growth) yang mencakup disiplin diri (self discipline) dan pengendalian diri (self control). Disiplin positif ini mengarahkan kepada motivasi dari dalam diri sendiri. Adapun disiplin yang negatif artinya pengendalian dengan kekuasaan luar yang biasanya dilakukan secara terpaksa dan dengan cara yang kurang menyenangkan atau dilakukan karena takut hukuman (punishment). Berdasarkan hasil penelitian, kedisiplinan yang dimiliki siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor tahun ajaran 2011/2012 terdapat 20 siswa (190%) berada pada kategori baik berarti siswa Kelas XI disiplin. Pada kategori ini siswa memiliki kontrol diri yang baik dalam menaati tata tertib dan atau peraturan lain yang ada di sekolah dengan rasa tanggung jawab, sehingga siswa mampu berperilaku yang baik dalam berdisiplin. Siswa yang memiliki disiplin yang baik akan memperlihatkan perilaku yang baik dengan peraturan yang ada dengan penuh rasa tanggungjawab. Disiplin diri terbentuk melalui proses internalisasi terhadap kontrol luar atau batasan-batasan norma yang berlaku. Kedisiplinan terdiri dari beberapa aspek yaitu peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi. Dilihat berdasarkan aspek yang digunakan untuk mengukur kedisiplinan siswa, diketahui bahwa peraturan merupakan aspek yang paling tinggi dibanding aspek-aspek lainnya yaitu aspek peraturan terdapat 186 siswa (87%) berada pada kategori baik, artinya siswa dapat disiplin dalam hal mematuhi tata tertib yang baik pada peraturan. Peraturan dibuat sebagai pedoman perilaku bagi siswa yang harus diikuti. Hal ini disebabkan konsekuensi yang diterapkannya pun cukup berat bagi siswa yang melanggar aturan. Hurlock (1978:84-85), menyatakan peraturan dianggap efektif apabila setiap pelanggaran atas peraturan itu mendapat konsekuensi yang setimpal. Jika tidak, maka peraturan tersebut akan kehilangan maknanya. Peraturan yang efektif akan membantu seorang anak agar merasa terlindungi sehingga anak tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak pantas. Salah satu aspek yang sangat memengaruhi siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor untuk berperilaku disiplin adalah peraturan. Peraturan adalah pola yang

23 77 ditetapkan untuk berbuat atau bertingkah laku, tujuannya adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi dan kelompok tertentu. Peraturan dianggap efektif apabila setiap pelanggaran atas peraturan itu mendapat konsekuensi yang setimpal. Jika tidak, maka peraturan tersebut akan kehilangan maknanya. Peraturan yang efektif dapat membantu seorang anak agar merasa terlindungi sehingga anak tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak pantas. Adanya peraturan menjadikan siswa untuk tetap bersiplin baik dengan yang sudah ditetapkan di sekolah. Walaupun demikian kondisi ini juga berarti bahwa kesadaran siswa dalam berdisiplin terbentuk bukan dari kesadaran akan pentingnya kedisiplinan namun sebagai bentuk kuatnya lingkungan dalam mempengaruhi perilaku disiplin siswa. Kedua yaitu aspek penghargaan terdapat 168 siswa (78%) pada kategori baik, artinya siswa disiplin dalam mematuhi tata tertib yang didasarkan pada pemberian hadiah (reward). Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tetapi dapat juga berbentuk pujian, kata-kata, senyuman atau tepukan di punggung. Penghargaan mempunyai tiga peranan penting yaitu, (1) penghargaan mempunyai nilai mendidik; (2) penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial; dan (3) penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan melemahkan perilaku tersebut. Ketiga aspek konsistensi terdapat 166 siswa (77%) pada kategori baik, artinya siswa disiplin untuk mematuhi tata tertib yang didasarkan pada komitmen terhadap peraturan yang timbul atas dasar tanggung jawab dan kesadaran diri tanpa adanya paksaan dan tekanan dari luar, sehingga siswa dapat menjalankan peraturan tanpa ada paksaan dari orang lain. Siswa yang telah berdisiplin secara konsisten mempunyai komitmen terhadap peraturan yang timbul atas dasar tanggung jawab dan kesadaran diri tanpa adanya paksaan dan tekanan dari luar, sehingga siswa dapat menjalankan peraturan tanpa ada paksaan dari orang lain. Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas, mempunyai tiga fungsi yaitu, (1) mempunyai nilai mendidik yang besar; (2) konsistensi mempunyai nilai

24 78 motivasi yang kuat untuk melakukan tindakan yang baik di masyarakat dan menjauhi tindakan buruk, dan yang terakhir; (3) konsistensi membantu perkembangan anak untuk hormat pada aturan-aturan dan masyarakat sebagai otoritas. Anak-anak yang telah berdisiplin secara konsisten mempunyai motivasi yang lebih kuat untuk berperilaku baik dengan standar sosial yang berlaku dibanding dengan anak-anak yang berdisiplin secara tidak konsisten. Aspek terakhir yaitu hukuman terdapat 166 siswa (77%) berada pada kategori baik, artinya siswa disiplin mematuhi tata tertib yang didasarkan pada hukuman pihak sekolah dalam upaya menegakan tata tertib sekolah. Sehingga siswa dapat bertanggung jawab untuk menerima sanksi atas pelanggaran yang dilakukan. Aspek kedisiplinan siswa tidak dapat mencapai nilai ideal karena masih terdapat kurangnya kesadaran bagi siswa mengenai pentingnya kedisiplinan dalam pembelajaran dan juga kurangnya pengawasan serta ketegasan dari pihak sekolah terhadap pelanggaran-pelanggaran tata tertib sekolah. Seperti yang dijelaskan oleh Tu u (2004:9) mengenai pentingnya pihak sekolah dalam memenamkan disiplin kepada seluruh siswanya, bahwa sekolah merupakan tempat kelanjutan pendidikan disiplin yang sudah dilakukan oleh keluarganya. Oleh karena itu kepala sekolah dan guru perlu memempatkan disiplin kedalam prioritas program pendidikan di sekolahnya. Untuk dapat meningkatkan kedisiplinan siswa, siswa harus benar-benar menyadari bahwa dengan berdisiplin dalam menaati peraturan yang berlaku dalam satu lingkungan tertentu akan berdampak pada keberhasilan dirinya pada masa depannya. Secara keseluruhan rata-rata persentase tingkat ketercapain kedisiplinan siswa belum mencapai persentase yang sangat baik pada aspek dan indikatornya, sehingga perlu ditingkatkan lagi. 3. Kontribusi Kontrol Diri terhadap Kedisiplinan Siswa SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 Hasil penelitian kedisiplinan yang ditunjukkan siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 salah satunya dipengaruhi kontrol diri yang dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung dengan koefisien korelasi antara kontrol diri

25 79 dengan kedisiplinan sebesar 0,801. Baik dengan pedoman interpretasi koefisien korelasi, nilai tersebut memenuhi kategori hubungan yang sangat kuat, artinya kontrol diri memiliki hubungan positif dengan kedisiplinan. Hal tersebut berarti bahwa semakin mampu siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor untuk mengontrol dirinya, maka akan semakin disiplin dan begitu pula sebaliknya. Kontrol diri memberi kontribusi terhadap kedisiplinan siswa dengan koefisien determinasi (derajat keberpengaruhan) sebesar 64,1%. Artinya besarnya sumbangan variabel kontrol diri terhadap kedisiplinan siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor adalah sebesar 64,1% sedangkan sisanya sebesar 35,9% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dikaji dalam penelitian. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan, diketahui bahwa kontrol diri mempunyai kontribusi yang positif dan signifikan terhadap kedisiplinan siswa. Hal ini mengindikasikan kedisiplinan siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor dapat ditentukan oleh kualitas kontrol diri yang dimiliki para siswa. Baik tidaknya kontrol diri yang dimiliki para siswa secara langsung maupun tidak, akan berpengaruh terhadap kedisiplinan siswa. Apabila kontrol diri yang dimiliki para siswa meningkat, maka hal tersebut akan mendorong kedisiplinan siswa meningkat. Sebaliknya, apabila kontrol diri siswa mengalami perubahan ke arah negatif maka kedisiplinan siswa juga akan mengalami penurunan. Menurut Goldfried & Marbaum (Muharsih, 2008:16) kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Kemampuan mengontrol diri berkaitan dengan bagaimana seseorang mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Mengendalikan emosi berarti mendekati situasi dengan menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah reaksi yang berlebihan. Hubungan antara derajat kontrol diri yang dimiliki siswa dengan kedisipilinan sangat erat hubungannya. Siswa yang memiliki kontrol diri yang baik mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya ke arah yang positif, serta siswa mampu menginterprestasikan stimulus yang dihadapi dan mempertimbangkan segala konsekuensi yang akan dihadapi dan memilih untuk meminimalisir akibat-akibat

26 80 yang tidak diinginkan ketika mereka melakukan pelanggaran kedisiplinan yang diterapkan di sekolah. Siswa yang tidak memiliki memiliki kontrol diri yang baik, mereka tidak mampu pula untuk menginterprestasikan stimulus dari perilakunya dan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi yang akan diterima oleh siswa tersebut ketika mereka melakukan pelanggaran sekolah. Menurut Tu u (2004: 48-49) terdapat empat hal yang dapat memengaruhi dan membentuk kedisiplinan individu, yaitu. a. Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Selain itu, kesadaran diri menjadi motif sangat kuat terwujudnya disiplin. b. Mengikuti dan menaati aturan sebagai langkah penerapan dan praktek atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat. Tekanan dari luar dirinya sebagai upaya mendorong, menekan dan memaksa agar disiplin diterapkan dalam diri seseorang sehingga peraturan-peraturan diikuti dan dipraktikkan. c. Alat pendidikan untuk memengaruhi, mengubah, membina dan membentuk perilaku yang baik dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan. d. Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku yang baik dengan harapan. Berdasarkan hasil peneletian mengenai kontribusi kontrol diri terhadap kedisiplinan siswa dapat disimpulkan bahwa semakin mampu siswa untuk mengontrol dirinya, maka akan semakin disiplin siswa tersebut serta sebaliknya siswa yang tidak mampu mengontrol dirinya maka siswa tersebut tidak dapat berdisiplin dengan baik. Dengan demikian, salah satu cara untuk menghindari ketidakmampuan dalam berdisiplin ialah dengan meningkatkan kontrol diri yang terdapat pada diri siswa.

27 81 4. Implikasi Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Kontrol Diri Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor Tahun Ajaran 2011/2012 Berdasarkan hasil penelitian diketahui gambaran umum kontrol diri siswa kelas XI SMK Negeri 2 Bogor pada umumnya mencapai perkembangan yang baik atau dengan katalain siswa memiliki kontrol diri yang baik. Hanya sebagian kecil yang mencapai perkembangan yang sangat baik, tidak baik dan sangat tidak baik. Data yang telah dipaparkan merupakan dasar untuk membuat rancangan layanan bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kontrol diri siswa kelas XI SMK Negeri 2 Bogor. Konteks pelayanan yang lebih luas, bimbingan dan konseling di sekolah adalah layanan untuk semua siswa yang mengacu pada keseluruhan perkembangan siswa dalam rangka mewujudkan manusia seutuhnya. Salah satu upaya bimbingan dan konseling untuk mencegah dan menanggulangi masalah kedisiplinan siswa di sekolah. Program bimbingan yang dimaksud adalah program hipotetik yang digunakan dalam kegiatan bimbingan secara terpadu dalam proses bimbingan dan konseling di SMK Negeri 2 Bogor. Program disusun mengacu kepada analisis konseptual tentang kontrol diri yang dimiliki siswa. Oleh karena itu program dibuat dengan lebih mengutamakan mengeksplorasi kebutuhan-kebutuhan pada siswa kelas XI sebagai upaya penanganan secara preventif. Layanan Bimbingan untuk mengembangkan kontrol diri siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor sebagai berikut. A. Rasional Sekolah sebagai salah satu jalur pendidikan tidak hanya mendidik siswa dalam aspek kognitif, tetapi juga ditekankan pada fungsi sosialnya. Sebagai makhluk sosial, siswa memang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan dalam upaya memenuhi kebutuhan, salah satunya hubungan dengan kehidupan di sekolah. Di sekolah siswa dihadapkan pada sejumlah harapan yang harus dipenuhi, di antaranya untuk menaati tata tertib di sekolah dan kelas. Jika sekolah ingin siswanya memiliki perilaku disiplin baik harapan, maka sekolah harus memiliki aturan atau norma yang dapat membentuknya.

28 82 Tata tertib sekolah dapat berjalan dengan baik apabila sikap disiplin terhadap tata tertib atau peraturan sekolah, berperan sebagai faktor eksternal siswa, dan sebagai dasar berperilaku. Apabila terjadi pelanggaran terhadap tata tertib, maka akan berakibat negatif bagi hasil pembelajaran itu sendiri. Maka dari itu memahami dan menyadari kedisiplinan bagi individu maupun lingkungan itu sangat penting, selain untuk melatih mengendalikan diri, menghormati dan bertanggung jawab terhadap tata tertib di sekolah. Disiplin sekolah diartikan sebagai usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku baik dengan norma, peraturan, dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Disiplin apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik, konsisten dan konsekuen akan berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku siswa. Dengan kata lain siswa harus memiliki disiplin diri. Disiplin diri siswa didasarkan atas tanggung jawab dan kesadaran dari siswa tersebut untuk menaati tata tertib sekolah dan kelas. Peserta didik jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan umumnya berada pada masa remaja, termasuk kelas XI. Remaja sering didefinisikan sebagai periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini merupakan masa yang sangat penting dalam kehidupan individu, di mana banyak pertentangan-pertentangan yang memungkinkan remaja mengalami mal adjutsment. Salah satu penyebab terjadinya masalah kedisiplinan di sekolah disebabkan oleh kualitas kontrol diri yang rendah. Menurut Goldfried & Marbaum (Muharsih, 2008:16) kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Kemampuan mengontrol diri berkaitan dengan cara seseorang mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Mengendalikan emosi berarti mendekati situasi dengan menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah reaksi yang berlebihan. Siswa yang memiliki kontrol diri yang tinggi, siswa tersebut akan mampu menginterprestasikan setiap stimulus yang diberikan, mempertimbangkannya dan memilih tindakan yang akan dilakukan dengan meminimalkan konsekuensi atau

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri Bogor yang berlokasi di Jalan Pangeran Asogiri No. 404 Kota Bogor. Populasi dalam penelitian adalah seluruh

Lebih terperinci

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian dilaksanakan di tempat para atlet renang PON Jawa Barat yaitu di kolam renang Karang Setra yang beralamat di Jalan Sirnagalih No 15

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

PENGARUH KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA TEKNIK PENDINGIN

PENGARUH KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA TEKNIK PENDINGIN 233 PENGARUH KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA TEKNIK PENDINGIN Eka S. Ariananda 1, Syamsuri Hasan 2, Maman Rakhman 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian yaitu di STM Negeri Tasikmalaya berdiri pada tanggal 20 September 1961 yang beralamat di jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode merupakan suatu cara yang digunakan oleh peniliti untuk memperoleh suatu hasil kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela BAB II KAJIAN TEORI A. Disiplin Berlalu Lintas 1. Pengertian Disiplin Berlalu Lintas Menurut Hurlock (2005), disiplin berasal dari kata yang sama dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel adalah sesuatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai nilai yang berbeda-beda ( Turmudi, 2008).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Diri Responden Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas responden siswa laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

KONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

KONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 KONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SELF-CONTROL IN STUDENTS IN SMP STATE 2 KUTASARI, PURBALINGGA LESSONS YEAR 2012/2013 Oleh : Destri Fajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) merumuskan bahwa, Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PERILAKU AGRESI SISWA KELAS X TEKNIK OTOMOTIF DI SMK TAMAN SISWA YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PERILAKU AGRESI SISWA KELAS X TEKNIK OTOMOTIF DI SMK TAMAN SISWA YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PERILAKU AGRESI SISWA KELAS X TEKNIK OTOMOTIF DI SMK TAMAN SISWA YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 Proses pendidikan manusia tidak selamanya akan berjalan lancar,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, perlindungan anak termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lina Nurlaelasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lina Nurlaelasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa dimana perasaan remaja lebih peka, sehingga menimbulkan jiwa yang sensitif dan peka terhadap diri dan lingkungannya. Remaja menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun (Lytha, 2009:16). Hurlock (1980:10) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data hasil tes dan angket mengenai Kontribusi Hasil Belajar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data hasil tes dan angket mengenai Kontribusi Hasil Belajar A. Pemaparan Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengolahan data hasil tes dan angket mengenai Kontribusi Hasil Belajar Membuat Kriya Tekstil dengan Teknik Makrame Terhadap Kesiapan Kerja di Kriya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergambar dalam amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tergambar dalam amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Hal ini tergambar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode yang akan digunakan dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode yang akan digunakan dalam 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang meliputi: desain penelitian, variabel penelitian, definisi konseptual dan operasional

Lebih terperinci

0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan

0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan 90 0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari Kolmogorov-Smirnov. b) Uji Linieritas hubungan. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN Jurnal Pendidikan Ekonomi: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Ilmu Ekonomi, dan Ilmu Sosial 69 PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN Rufi Indrianti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada Bab tiga ini, dibahas hal-hal yang berkaitan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Pada Bab tiga ini, dibahas hal-hal yang berkaitan dengan metode 55 BAB III METODE PENELITIAN Pada Bab tiga ini, dibahas hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian. Pokok bahasan yang diungkap adalah metode penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) BAB II LANDASAN TEORI A. MOTIVASI BELAJAR 1. Definisi Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang 6 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 Disiplin Belajar Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi itu sendiri. Siswanto

BAB I PENDAHULUAN. organisasi untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi itu sendiri. Siswanto BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keberhasilan suatu organiasi atau lembaga dalam mencapai tujuannya tidak terlepas dari sumber daya manusia yang dimiliki, karena sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan metode pengajaran yang tepat. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan metode pengajaran yang tepat. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting dalam kehidupan karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan sekolah dibuat agar siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan tuntutan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Disiplin BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari aktivitas atau kegiatan, kadang kegiatan itu kita lakukan dengan tepat waktu tapi kadang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Disiplin Lalu Lintas 1. Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP KONTROL DIRI DAN KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH

BAB II KONSEP KONTROL DIRI DAN KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH BAB II KONSEP KONTROL DIRI DAN KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH A. Konsep Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Terbentuknya kontrol diri (self control) tidak terlepas dari kesadaran diri yang tinggi atas

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Self Control pada Remaja Mengenai Kedisiplinan di Panti Asuhan X

Studi Deskriptif Mengenai Self Control pada Remaja Mengenai Kedisiplinan di Panti Asuhan X Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Self Control pada Remaja Mengenai Kedisiplinan di Panti Asuhan X 1 Rizkia Alamanda Nasution, 2 Temi Damayanti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

Jurnal Taman Vokasi Vol. 1. No

Jurnal Taman Vokasi Vol. 1. No 226 Pengaruh Kelengkapan Fasilitas Praktik dan Kedisiplinan Siswa Terhadap Hasil Evaluasi Belajar Akhir Semester Mata Pelajaran Kerja Bangku Siswa Kelas I Jurusan Teknik Permesinan SMK Pembangunan Kutowinangun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Disiplin Disiplin kerja sangatlah penting dalam mempengaruhi perkembangan diri suatu perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEDISIPLINAN DI SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMK KARTANEGARA KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

HUBUNGAN KEDISIPLINAN DI SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMK KARTANEGARA KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI HUBUNGAN KEDISIPLINAN DI SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMK KARTANEGARA KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

KORELASI KEDISIPLINAN BELAJAR DI RUMAH DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SD NEGERI 19 BANDA ACEH. Abstrak

KORELASI KEDISIPLINAN BELAJAR DI RUMAH DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SD NEGERI 19 BANDA ACEH. Abstrak KORELASI KEDISIPLINAN BELAJAR DI RUMAH DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SD NEGERI 19 BANDA ACEH Binti Asrah 1, Rita Novita 2, Fitriati 3 Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH.

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam aspek kehidupan manusia. Sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses hidup yang sadar atau tidak sadar atau tidak harus dijalani semua manusia untuk mencapai berbagai macam kompetisi, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang dituangkan dalam bentuk aturan. Salah satunya adalah aturan sekolah yang disebut dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMP Nawa Kartika, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, yang berlokasi di Jalan Raya Solo Wonogiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, metode penelitian, desain penelitian, langkah-langkah penelitian,

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, metode penelitian, desain penelitian, langkah-langkah penelitian, 6 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab tiga ini diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan pendekatan penelitian, metode penelitian, desain penelitian, langkah-langkah penelitian, populasi dan sampel penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian diperlukan adanya metode penelitian, metode penelitian ini berfungsi sebagai pendekatan dalam mendapatkan data dari penelitiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitan Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data tahun 2010, terdapat kurang

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH IMPLEMENTASI LAYANAN INFORMASI DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN DIRI SISWA DI SMP NEGERI 7 BATANGHARI OLEH : PESRIYENNI NIM.

ARTIKEL ILMIAH IMPLEMENTASI LAYANAN INFORMASI DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN DIRI SISWA DI SMP NEGERI 7 BATANGHARI OLEH : PESRIYENNI NIM. ARTIKEL ILMIAH IMPLEMENTASI LAYANAN INFORMASI DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN DIRI SISWA DI SMP NEGERI 7 BATANGHARI OLEH : PESRIYENNI NIM.EAID209030 PROGRAM EKSTENSI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebut dengan tata tertib. Siswa dituntut untuk menaati tata tertib sekolah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebut dengan tata tertib. Siswa dituntut untuk menaati tata tertib sekolah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah adalah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang dituangkan dalam bentuk aturan. Salah satunya adalah aturan sekolah yang disebut

Lebih terperinci

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS XI IPS SMAN 10 PONTIANAK ARTIKEL PENELITIAN OLEH: FUTRI UTAMI

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS XI IPS SMAN 10 PONTIANAK ARTIKEL PENELITIAN OLEH: FUTRI UTAMI PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS XI IPS SMAN 10 PONTIANAK ARTIKEL PENELITIAN OLEH: FUTRI UTAMI NIM : F01112032 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas akan mewujudkan manusia yang bermutu tinggi, berbudi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas akan mewujudkan manusia yang bermutu tinggi, berbudi pekerti 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan hal-hal yang mengarah pada penelitian. Pokok pembahasan dalam bab ini antara lain: (a) latar belakang masalah; (b) rumusan masalah; (c) tujuan penelitian; (d)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMK-PPN Lembang, yang bertempat di Jl. Tangkuban Parahu Km.3 Desa Cilumber Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.

Lebih terperinci

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Self-control dibutuhkan agar individu dapat membimbing, mengarahkan dan mengatur segi-segi perilakunya yang pada akhirnya mengarah kepada konsekuensi positif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berguna kelak di kemudian hari.sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. berguna kelak di kemudian hari.sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang saat ini menjadi kebutuhan utama bagi seorang individu, dan pendidikan dapat diperoleh dari mana saja antara lain keluarga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. akan dianalisis lebih lanjut dalam analisis data. Penelitian ini terdiri dari dua

BAB III METODE PENELITIAN. akan dianalisis lebih lanjut dalam analisis data. Penelitian ini terdiri dari dua BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif karena data-data yang nantinya diperoleh adalah berupa angka-angka. Dari angka yang di peroleh

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan langsung terhadap bimbingan beragama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk menguji

III. METODE PENELITIAN. hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk menguji III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah kuantitatif ekspalanatoris, yaitu untuk memperoleh kejelasan atau menjelaskan suatu fenomena, menjelaskan hubungan dan menguji hubungan

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN MINAT BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN KORESPONDENSI

PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN MINAT BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN KORESPONDENSI PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN MINAT BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN KORESPONDENSI Azalia Harumi & Joko Kumoro Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia Email: harumiazalia@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib sekolah terhadap tingkat kedisiplinan siswa menunjukkan bahwa kecenderungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti

BAB II KAJIAN TEORI. Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Disiplin Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerokhanian serta pengembangan tabiat. Disiplin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Uraian berikut berisi hasil dari pengujian (try-out) dari kuesioner dalam penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Uraian berikut berisi hasil dari pengujian (try-out) dari kuesioner dalam penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Pengujian Kuesioner Penelitian Uraian berikut berisi hasil dari pengujian (try-out) dari kuesioner dalam penelitian ini. Pengujian ini meliputi analisis

Lebih terperinci

PENGARUH PRESTASI BELAJAR KEJURUAN DAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA JURUSAN TEKNIK PEMESINAN SMKN 3 YOGYAKARTA

PENGARUH PRESTASI BELAJAR KEJURUAN DAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA JURUSAN TEKNIK PEMESINAN SMKN 3 YOGYAKARTA PENGARUH PRESTASI BELAJAR KEJURUAN DAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA JURUSAN TEKNIK PEMESINAN SMKN 3 YOGYAKARTA Oleh: Irwan Dwis Hasta Setiyawan *), dan Setya Hadi, M.Pd. **) ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam suatu organisasi atau perusahaan tidak luput dari peranan manusia. Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat pada sebuah organisasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG Irma Rostiani, Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Anak untuk Bersekolah HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh pendidikan guna mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disiplin Kerja Disiplin kerja sangat penting untuk pertumbuhan suatu perusahaan. Disiplin kerja digunakan untuk memotivasi karyawan agar dapat mendisiplinkan diri dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang berkualitas dan merupakan makhluk seutuhnya. Makhluk yang seutuhnya adalah mereka yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan ketertiban dunia, serta ingin

BAB I PENDAHULUAN. memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan ketertiban dunia, serta ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang sesuai dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yang memuat tujuan negara, memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang terpenting dalam suatu perusahaan maupun instansi pemerintah, hal ini disebabkan semua aktivitas dari suatu instansi

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. 1. Latar Belakang Berdirinya Lokasi Penelitian

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. 1. Latar Belakang Berdirinya Lokasi Penelitian BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Latar Belakang Berdirinya Lokasi Penelitian SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin beralamatkan di Jalan Mangga III Rt. 22 No. 48 Kecamatan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Penelitian ini membuktikan bahwa keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kedisiplinan anak dalam melaksanakan norma-norma sekolah, dalam hal ini adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan 71 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan konseling yang dahulu dikenal dengan nama Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah sistem pendidikan.

Lebih terperinci

PEMBINAAN DISIPLIN SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI KECAMATAN KOTO BARU KABUPATEN DHARMASRAYA

PEMBINAAN DISIPLIN SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI KECAMATAN KOTO BARU KABUPATEN DHARMASRAYA PEMBINAAN DISIPLIN SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI KECAMATAN KOTO BARU KABUPATEN DHARMASRAYA Wessy Rosesti Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UNP Abstract The aim of this research is to information

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab empat, maka dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab empat, maka dapat 120 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab empat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Sebagian besar siswa kelas XI SMK Negeri 8 Bandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan

Lebih terperinci