1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Dengan demikian, makna dari kinerja yaitu hasil kerja dan bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja merupakan kunci bagi organisasi untuk keluar dari krisis yang dihadapi. Perubahan lingkungan organisasi yang cepat dan pesat menyebabkan seluruh organisasi yang bergerak disektor bisnis maupun sektor publik harus meninjau ulang cara pandang dan perilaku dalam mencapai kinerja yang lebih baik. Kinerja organisasi atau perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh organisasi atau perusahaan pada periode tertentu dengan merujuk pada standar yang ditetapkan dan bagaimana proses kerja berlangsung. Pada umumnya, untuk mencapai kinerja sesuai standar yang ditetapkan, setiap organisasi atau perusahaan mempunyai permasalahan dan tantangan serta peluang yang menyebabkan perbaikan kinerja menjadi penting untuk dilakukan. Demikian juga dengan industri gula Indonesia. Industri gula Indonesia merupakan industri manufaktur yang berkembang pertama kali di Indonesia. Indonesia memiliki iklim yang sangat sesuai untuk tumbuhnya tebu dan sebagai negara terkaya sumber daya genetik tebu. Berdasarkan hal tersebut, para ahli gula dunia berpendapat bahwa Indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan industri gula (Khudori 2004). Pada masa kejayaannya (tahun 1930-an) Indonesia pernah menjadi negara eksportir gula kedua di dunia setelah Kuba. Namun, sejak tahun 1967 Indonesia menjadi negara pengimpor gula (Effendi 2009) untuk memenuhi kebutuhannya. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan gula masih berlanjut sampai saat ini. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan adanya trend peningkatan jumlah produksi, namun peningkatan yang terjadi belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi yang juga memiliki trend meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu,
2 juga memperlihatkan bahwa kondisi lima tahun terakhir ketergantungan Indonesia terhadap impor gula mendekati 50% per tahun. Produksi vs Konsumsi (Juta Ton) Juta Ton 9 4,85 8 4,6 4,65 7 4,22 4,29 6 Konsumsi 5 4 3 2,24 2,31 2,43 2,57 2,85 2 Produksi 1 0 Tahun Gambar 1 Trend Produksi dan Konsumsi Gula Nasional (ditjenbun 2010, di olah) Mengingat gula merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia sehari-hari, pemerintah mengemban tanggungjawab untuk senantiasa menjamin ketersediaannya dalam jumlah yang cukup dan pada tingkat harga yang layak sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat. Selain itu, ketergantungan ketersediaan pangan terhadap impor merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur ketahanan pangan. Dengan pertimbangan utama untuk memperkuat ketahanan pangan, Indonesia berupaya meningkatkan produksi gula dalam negeri, termasuk mencanangkan target swasembada gula, yang sampai sekarang belum tercapai. Lembaga Penelitian IPB (2002) menggambarkan keseluruhan aspek yang saling terkait dalam studi pergulaan nasional seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Berdasarkan aspek yang saling terkait, faktor yang menentukan berhasil tidaknya program swasembada gula, yaitu : 1) sisi harga komoditi gula di
Permodalan/ Perkreditan 3 pasar, 2) kebun, khususnya dengan bahan baku atau usaha tani, 3) pabrik, khususnya yang berkaitan dengan pengolahan. Keadaan pergulaan dunia Kebijakan makro Moneter Tata niaga/ agroinput Perdagangan Fiskal Usaha tani Pengolahan Pemasaran Tata niaga Inflasi Penelitian & Pengembangan Harga Gambar 2 Aspek yang Saling Terkait dalam Studi Pergulaan Nasional (LPPM IPB 2002) Mardianto et al. (2005) menyatakan bahwa terdapat tiga permasalahan utama yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan agribisnis pergulaan yaitu : 1) produktivitas gula yang cenderung turun karena penerapan teknologi on farm dan efisiensi pabrik gula yang rendah; 2) impor gula yang semakin meningkat karena harga gula di pasar intenasional berada dibawah biaya produksinya, kebijakan border measure yang sifatnya ad hoc, dan banyaknya impor gula ilegal; 3) harga gula di pasar domestik tidak stabil karena sistem distribusi yang kurang efisien. Stakeholder s Pergulaan Nasional (2006), P3GI (2008), dan Effendi (2009) menegaskan bahwa permasalahan yang dihadapi pada sisi pengolahan (pabrik) yaitu rendahnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Produktivitas pabrik gula direpresentasikan dalam ton per hektar. Representasi tersebut menunjukkan banyaknya hablur gula hasil pengolahan dibandingkan dengan luas lahan tebu yang menghasilkan tebu sebagai bahan baku utama pabrik gula.
4 Rerata produktivitas hablur gula nasional dari tahun ke tahun ditunjukkan pada Gambar 3. Rerata produktivitas tertinggi dicapai pada tahun 1935 1941 yaitu sebesar 16,5 ton/ha dan terendah pada tahun 1996 2000 yaitu sebesar 4,79 ton/ha. Kondisi lima tahun terakhir (dengan rerata sebesar 6,07 ton/ha) menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan tahun 1996 2004, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan rerata yang dicapai tahun 1935 1941. Ton/Ha 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 16,5 9,38 8,67 Produktivitas (Ton/Ha) 6,5 6,35 5,85 4,79 4,9 6,07 Tahun Gambar 3 Produktivitas Gula (Prihandana 2004 dan BPS 2010) Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik gula (melibatkan generasi 1, 2, dan 3 ). Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 1 adalah kelemahan dalam budidaya bibit tebu. Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 2 adalah kelemahan dalam budidaya tanaman tebu yang menggunakan sistem budidaya ratoon dengan keprasan (membesarkan tunas setelah tebu di panen) yang lebih dari 3 kali, bahkan hingga belasan kali, dengan pemeliharaan yang kurang memadai sehingga sebagaian besar tanaman banyak terserang hama penyakit. Selain itu, pengelolaan proses tebang, angkut dan giling kurang optimal. Selain
5 kelemahan dalam hal budidaya tanaman tebu, permasalahan pada generasi 2 juga di sebabkan oleh menurunnya luas areal tebu. Permasalahan yang dihadapi pada Generasi 3 adalah rendahnya tingkat efisiensi pabrik gula yang antara lain disebabkan oleh teknologi yang dimiliki telah usang, mesin pabrik yang sudah tua, dan hari giling per tahun yang rendah. Hari giling per tahun rendah disebabkan oleh kontinuitas pasokan bahan baku (tebu) yang rendah. Efisiensi pabrik gula ditunjukkan dengan kemampuannya dalam mengekstraksi kandungan gula di dalam batang tebu. Kadar kandungan gula di dalam batang tebu disebut sebagai rendemen. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) rerata tingkat efisiensi pabrik gula yang diukur dengan overall recovery (OR) kurang dari 80 persen. Artinya, gula kristal yang diperoleh pabrik gula hanya mencapai 80 persen dari potensi. Rerata rendemen efektif dari tahun ke tahun ditunjukkan pada Gambar 4. 14 12 % 12,46 Rendemen (%) 10 8 8,12 7,8 6,6 6,99 6 4 2 0 Tahun Gambar 4 Rendemen (P3GI 2008 dan Bisnis Indonesia 2010) Rendemen tertinggi dicapai pada tahun 1935 yaitu sebesar 12,46%, sedangkan pada tahun 1996 2002 dengan rerata rendemen sebesar 6,6%
6 merupakan rerata rendemen terendah sampai saat ini. Kondisi enam tahun terakhir dengan rerata rendemen sebesar 6,99% menunjukkan adanya sedikit peningkatan, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan rerata yang dicapai pada tahun 1935. Inefisiensi terjadi antara lain karena 1) kondisi saat ini pabrik gula di Jawa memperoleh pasokan bahan baku dari tebu rakyat yang baik jumlahnya maupun mutunya cenderung menurun secara tajam; 2) mayoritas pabrik gula (PG BUMN) saat ini memiliki mesin-mesin tua; 3) pabrik bekerja hanya 60-70% dari kapasitas; dan 4) banyak pabrik gula yang kapasitasnya rendah sehingga tidak bisa mencapai skala ekonomi yang efisien. Rendahnya produktivitas dan efisiensi yang dicapai saat ini dibandingkan dengan potensi (pencapaian tertinggi) yang pernah dicapai menunjukkan bahwa produktivitas dan efisiensi pabrik gula perlu diperbaiki. Sink dan Thomas (1989) menyatakan bahwa kinerja organisasi merupakan suatu fungsi hubungan timbal balik yang kompleks antara tujuh kriteria yaitu 1) Efektivitas, 2) Efisiensi, 3) Kualitas, 4) Produktivitas, 5) Kualitas dari kehidupan kerja, 6) Inovasi, dan 7) Profitabilitas. Merujuk pada Sink dan Thomas (1989) tersebut, efisiensi dan produktivitas merupakan dua dari tujuh aspek dari kinerja. Selain itu, Radnor dan Barnes (2007) menyatakan bahwa efisiensi dan produktivitas merupakan aspek penting dari kinerja. Berdasarkan hal tersebut, perbaikan kinerja di sisi pengolahan (pabrik) menjadi kebutuhan yang mendesak dan harus dilakukan secara terus menerus. Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan peningkatan produktivitas atau efisiensi pabrik gula yaitu 1) Analisis nilai tambah dalam kaitannya dengan peningkatan produktivitas dan profitabilitas di Pabrik Gula PTP XXI XXII (Yusnitati 1994); 2) analisis efisiensi biaya produksi gula di Indonesia dengan pendekatan fungsi biaya multi-input multi-output (Siagian 1999); 3) efisiensi unit-unit kegiatan ekonomi industri gula yang menggunakan proses karbonatasi di Indonesia (Siagian 2002); 4)studi pengembangan sistem industri pergulaan nacional (LPPM IPB 2002); 5) analisis kinerja pabrik gula dengan metoda Data Envelopment Analysis (Manalu 2009); dan 6) Kajian Sistem Pengukuran Kinerja Pabrik Gula (Rahmatulloh et al.2009).
7 Pada dasarnya, penelitian yang terkait dengan perbaikan kinerja pabrik gula khususnya produktivitas dan efisiensi terbatas pada pengukuran untuk mengetahui kinerja. Selain itu, model pengukuran kinerja yang digunakan memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, menggunakan ukuran kinerja dengan range yang sempit yaitu (produktivitas atau efisiensi) dan tidak ada keterkaitan antar ukuran kinerja. Hal ini dapat menyebabkan upaya perbaikan yang dilakukan tidak menghasilkan perbaikan kinerja yang signifikan dan berkurangnya efektivitas sistem pengukuran kinerja. Kedua, ketidakjelasan dan rumit dalam mengagregasikan ukuran kinerja dengan berbagai satuan pada proses pengukuran. Ketiga, masih terdapat infrastruktur yang digunakan dalam pengukuran kinerja dilakukan secara manual. Hal ini menyebabkan proses pengukuran menjadi kurang efisien. Perbaikan kinerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun pada umumnya terdapat lima tahap (Swanson 1996) yang harus dilakukan yaitu : 1) tahap analisis, 2) tahap desain, 3) tahap pengembangan, 4) tahap implementasi, dan 5) tahap evaluasi. Selanjutnya, Swanson (1996) menyebutkan bahwa tahap analisis merupakan tahap paling penting. Adapun tujuan dari tahap analisis adalah untuk menentukan : 1) kinerja, 2) target kinerja, dan 3) prioritas perbaikan kinerja. Merujuk pada inti dari definisi perbaikan kinerja (LaBonte 2001) yaitu sebagai suatu proses yang sistematis dan berkesinambungan menunjukkan bahwa analisis perbaikan kinerja perlu dilakukan secara terus menerus. Berdasarkan tujuan dari tahap analisis, masalah dalam analisis perbaikan kinerja merupakan masalah pengambilan keputusan. Selain itu, analisis perbaikan kinerja pada umumnya merupakan masalah yang bersifat kompleks, sehingga untuk menelaah atau menyelesaikan permasalahan perlu dilakukan dengan pendekatan sistem. Pendekatan secara sistem dalam pengambilan keputusan dikenal dengan istilah sistem penunjang keputusan (Marimin 2005; Turban et al. 2005). Sistem penunjang keputusan (SPK) dapat ditingkatkan menjadi lebih baik atau lebih intelijen dengan memanfaatkan satu atau lebih komponen-komponen artificial inteligence technology (seperti logika fuzzy dan sistem pakar berbasis aturan) yang disebut sebagai sistem penunjang keputusan intelijen (Turban 2005).
8 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, tahap penting yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja pabrik gula adalah tahap analisis yang bertujuan untuk menentukan kinerja, target kinerja, dan prioritas perbaikan kinerja pabrik gula. Untuk melakukan analisis perbaikan kinerja pabrik gula diperlukan model sistem penunjang keputusan. Model sistem penunjang keputusan yang diperlukan merupakan integrasi dari berbagai model yang digunakan untuk mencapai tujuan pada tahap analisis yaitu dalam hal menentukan kinerja, target kinerja, dan penentuan prioritas perbaikan. Pemanfaatan komponen artificial inteligence technology dimungkinkan untuk digunakan sehingga sistem penunjang keputusan menjadi lebih intelijen. Beberapa pertanyaan yang diharapkan dapat terjawab dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimana model untuk menentukan kinerja pabrik gula? b. Bagaimana model untuk menentukan target kinerja pabrik gula? c. Bagaimana model untuk menentukan prioritas perbaikan pabrik gula? d. Bagaimana model sistem penunjang keputusan intelijen yang dapat digunakan untuk melakukan analisis perbaikan kinerja pabrik gula agar tujuan analisis berupa penentuan kinerja, penentuan target kinerja, dan penentuan prioritas perbaikan kinerja dapat tercapai? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model sistem penunjang keputusan intelijen yang dapat membantu pengambil keputusan untuk melakukan analisis perbaikan kinerja pabrik gula. Model yang akan dihasilkan berupa model yang terintegrasi untuk mencapai tujuan analisis perbaikan kinerja yaitu dalam hal menentukan kinerja, target kinerja, dan prioritas perbaikan kinerja. 1.4 Ruang Lingkup Pada umumnya, perangkat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam meningkatkan kinerja yaitu Balanced Scorecard (Lawson R., Toby Hatch dan Denis D. 2008). Terdapat empat perspektif dalam Balanced Scorecard (Niven 2006) yaitu 1) Perspektif
9 keuangan, 2) Perspektif pelanggan, 3) Perspektif proses internal, dan 4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Masing-masing perspektif menunjukkan fokus pandangan yang dititikberatkan dan merupakan peta wilayah di mana harus diletakkan strategi-strategi yang relevan. Luis S dan Prima AB (2008) menjelaskan bahwa fokus masing-masing perspektif adalah sebagai berikut 1) keberhasilan keuangan dengan pendekatan jangka pendek maupun jangka panjang untuk perspektif keuangan, 2) pelanggan untuk perspektif pelanggan, 3) serangkaian aktivitas yang ada dalam organisasi secara internal untuk perspektif proses internal, dan 4) sumberdaya khususnya sumberdaya manusia dalam organisasi untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Ruang lingkup penelitian yang merupakan batasan (boundary) dalam merancangbangun model sistem penunjang keputusan intelijen untuk analisis perbaikan kinerja pabrik gula meliputi : a. Kinerja yang dikaji merupakan kinerja pada pabrik gula khususnya dalam perspektif proses internal. Proses internal yang dimaksud adalah proses produksi pada pabrik gula. b. Kinerja direpresentasikan dalam kinerja strategis, kinerja operasional, dan kinerja taktis. Kinerja strategis adalah kinerja yang terkait dengan sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi pada pabrik gula. Kinerja operasional adalah kinerja yang terkait dengan proses produksi pada pabrik gula. Kinerja taktis adalah kinerja yang terkait dengan hasil proses produksi pada pabrik gula dan merupakan prioritas kompetisi pabrik gula. c. Aspek kinerja yang dikaji adalah produktivitas dan efisiensi. Produktivitas adalah perbandingan antara jumlah gula sebagai output dari proses produksi pada pabrik gula dengan luas lahan yang digunakan untuk menanam tebu, dimana tebu merupakan bahan baku (input) untuk proses produksi pada pabrik gula.ukuran kinerja yang digunakan untuk produktivitas pabrik gula yaitu hablur gula yang dinyatakan dalam ton/ha. Sedangkan efisiensi terkait dengan jumlah sukrosa dalam tebu yang dapat dikristalkan menjadi gula (rendemen). Ukuran kinerja yang digunakan untuk efisiensi pabrik gula yaitu
10 rendemen yang dinyatakan dalam persen (%). d. Pabrik gula yang dimaksud adalah pabrik gula yang menghasilkan gula kristal putih yang dihasilkan dari tebu. e. Model yang dirancangbangun akan diaplikasikan dalam bentuk sistem yang berbasis komputer (prototipe) yang dirancang agar pengguna dapat berinteraksi dengan sistem. f. Obyek kajian adalah pabrik gula berskala kecil, menengah dan besar. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Pengembangan konsep perbaikan kinerja khususnya pada tahap analisis dan penerapannya di Indonesia, b. Rujukan bagi penelitian dan pengembangan analisis perbaikan kinerja dalam cakupan yang berbeda, c. Model dalam menentukan kinerja, target kinerja, dan prioritas perbaikan kinerja pabrik gula bagi pabrik gula, PTPN dan pemerintah, d. Model dalam pengambilan keputusan perbaikan kinerja pabrik gula bagi pabrik gula, PTPN dan pemerintah