No Peneliti/ Tahun 9 Meidiaswati (2008) Lanjutan Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Metode Judul Penelitian Variabel Analisis Data Kinerja Jangka Abnormal Return One Panjang pada IPO sample t- (Initial Public test Offering) di Indonesia periode 1991-1993 Hasil Penelitian Nilai commulative average benchmark adjusted return (CAbAR) mempunyai nilai abnormal return negatif terhadap kinerja saham jangka panjang. 2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Abnormal Return Saham Pada Kinerja Jangka Panjang Saham Perdana Fenomena kinerja yang kurang dari IPO dalam jangka panjang terjadi pada saham-saham yang ada di pasar modal. Penurunan kinerja yang terjadi dalam jangka panjang akan merugikan investor karena akan memperoleh return yang negatif. Salah satu fungsi prospektus adalah memperingatkan investor tentang risiko yang terkandung dalam segala investasi dalam perusahaan tersebut (Brealey et al., 2008: 415). Hasil dari kinerja penawaran umum perdana juga dapat membantu investor dalam menilai kinerja jangka panjang suatu saham perdana. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi abnormal return saham pada kinerja IPO jangka panjang yaitu: 2.6.1 Initial Return Beberapa penelitian terdahulu seperti Asmalindar (2011), menjelaskan bahwa initial return yang merupakan indikator return jangka pendek memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return kinerja jangka panjang 36
saham IPO. Namun sering kali initial return yang cukup tinggi akan menghasilkan kinerja return saham yang negatif dalam jangka panjang. Seperti yang dikatakan oleh Frensidy (2013: 94) bahwa sebuah mitos dimana pada saat harga saham sudah meroket tinggi maka tidak mungkin akan naik lagi. Nilai saham yang dinilai cukup tinggi dan tidak sesuai dengan nilai intrinsiknya akan memberikan return yang cukup tinggi diawal perdagangan saham. Bodie et al. (2006: 506) menyatakan bahwa pada saat suatu informasi yang baik disampaikan kepada publik maka harga saham akan segera meningkat. Namun setelah memperoleh imbal hasil (initial return) yang terlalu tinggi di awal, banyak investor akan membeli saham tersebut. Sehingga reaksi pasar yang berlebihan terhadap suatu berita yang relevan mendorong kinerja baik dari saham perdana pada saat menghasilkan return perdananya, tetapi akan berdampak negatif dalam rentang waktu yang lebih panjang. Bessler dan Thies (2006) menyatakan bahwa magnitude of underpricing adalah keuntungan awal (initial return) dari besaran penetapan harga. Initial return adalah selisih dari harga saham penutupan pada hari pertama di pasar sekunder dikurangi dengan harga saham perdana (IPO) dibagi dengan harga saham perdana (Manurung, 2012). 2.6.2 Money Raised Penawaran umum perdana bertujuan untuk mengisi kekurangan kebutuhan dana perusahaan. Bessler dan Thies (dalam Abid, 2013) menyatakan bahwa money raised merupakan jumlah dana yang diperoleh dalam sebuah Initial Public Offering (IPO). Kinerja jangka panjang dari suatu saham IPO bergantung pada jumlah uang (initial proceeds) yang meningkat dalam sebuah IPO (Abid, 2013). 37
Hal ini dikarenakan ketika investor optimis membeli saham, maka initial proceeds yang diterima oleh perusahan akan semakin tinggi. Namun semakin banyak informasi yang tersedia, maka para investor akan semakin mudah mengetahui nilai intrinsik saham. Sehingga sebagai konsekuensinya, harga akan bergerak turun menuju harga sebenarnya dalam jangka panjang dan return akan rendah. Berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kerugian seperti yang diungkapkan oleh Widoatmodjo (2004: 139), yaitu menjual sedikit efek namun banyak dana yang bisa diperoleh yaitu dengan menekan penjamin emisi untuk menjual efek ke sebanyak mungkin investor. Banyak investor dengan masing-masing memegang sedikit efek akan membuat perdagangan efek dinamis sehingga nilai intrinsik saham dapat terjaga dan return yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan. 2.6.3 Market Return Setiap perbandingan sehubungan dengan risiko dan pengembalian (return) biasanya membutuhkan tolok ukur yang tepat (Bessler dan Thies, 2006). Market Return merupakan salah satu bentuk indikator yang banyak digunakan oleh para peneliti untuk menilai kinerja suatu saham. Mereka menggunakan berbagai indeks pasar atau benchmark untuk menyesuaikan return yang diharapkan (expected return). Meidiaswati (2008) menyebutkan bahwa benchmark bisa menggunakan return pasar atau perusahaan pembanding yang industri dan kapitalisasi pasarnya kurang lebih sama. 38
Di Indonesia, biasanya return indeks pasar dapat diukur dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menggambarkan pergerakan harga saham secara keseluruhan di pasar modal. Menurut Manurung (2013: 86) bagi para ekonom maupun analis finansial, IHSG merupakan indikator utama ekonomi. Artinya kenaikan IHSG menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi dimasa mendatang dan sebaliknya penurunan IHSG menunjukkan adanya penurunan ekonomi. 2.6.4 Size of Firm Banyak investor yang menilai kemampuan suatu saham untuk menghasilkan laba dengan melihat seberapa besar ukuran perusahaan tersebut. Variabel ini menjelaskan pengaruh ukuran perusahaan, yang mana ukuran perusahaan dapat dilihat dari besarnya total aset yang dimiliki suatu perusahaan terhadap return yang akan diperoleh investor. Pada umumnya perusahaan yang berskala besar lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan dengan skala kecil sehingga investor akan mendapatkan informasi pada perusahaan yang berskala besar lebih banyak daripada perusahaan berskala kecil. Bodie et al. (2006: 55) juga menyatakan bahwa pengaruh likuiditas (dilihat dari total aset) mungkin menjadi sebagian penjelas dari imbal hasil (return) abnormal. Hal ini dikarenakan investor akan mensyaratkan premi atau risiko untuk bersedia melakukan investasi pada sahamsaham yang kurang likuid dan biaya transaksi yang tinggi. Oleh karena itu investor dapat mengambil keputusan dari ukuran perusahaan karena memiliki informasi yang tinggi sehingga tingkat kinerja saham perdana dalam jangka panjang dapat diprediksikan. 39
2.6.5 Age of Firm Tidak jauh berbeda dengan ukuran perusahaan, umur perusahaan juga menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa diserap oleh publik. Umur perusahaan merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan investor dalam menanamkan modalnya. Sahoo dan Rajib (2010) menjelaskan bahwa umur perusahaan (age of firm) mencerminkan besarnya sejarah operasional perusahaan IPO. Asmalindar (2011) juga menggunakan indikator umur perusahaan sebagai bagian dari analisis faktor fundamental yang menjadi variabel indikator dalam penelitiannya. 2.7 Kerangka Konseptual Para manajer investasi menganggap bahwa harga saham sangat dekat dengan nilai wajarnya atau nilai intrinsik saham tersebut, dan hanya manajer dengan portofolio yang besar akan mendapatkan laba perdagangan yang cukup untuk memanfaatkan kesalahan harga yang sangat kecil. Namun peristiwa tersebut tidak dapat dianggap sebagai pasar yang efisien oleh para manajer portofolio profesional. Bodie et al. (2006: 495) menyebutkan bahwa terdapat sejumlah isu yang menjadi perdebatan pasar efisien, yaitu isu besaran (magnitude issue), isu bias pemilihan (selection bias issue) dan isu peristiwa keberuntungan (lucky event issue). Samsul (2006: 271) dan Jogiyanto (2002: 392) menyatakan bahwa studi peristiwa (event study) merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu peristiwa. Studi peristiwa dapat digunakan untuk menguji efisiensi pasar. Adanya asymetric 40
information yang sampai pada pasar maka akan menyebabkan reaksi pasar yang tidak normal. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham yang dapat diukur dengan abnomal return ataupun ketidaksesuaian antara actual return dengan expected return. Penawaran umum perdana (initial public offering) merupakan salah satu peristiwa yang dapat mempengaruhi reaksi pasar efisien. Samsul (2006: 272) menyatakan bahwa perubahan harga saham di pasar terjadi karena faktor permintaan dan penawaran, baik yang rasional maupun irrasional. Salah satu pengaruh yang sifatnya rasional adalah kinerja perusahaan dan kondisi pasar pada saat penawaran perdana yaitu antara lain, initial return, money raised, Market Return, size of firm, dan age of firm. Penelitian Zamanian et al. (2013) dan Abid (2013) menunjukkan dalam penelitiannya bahwa initial return berpengaruh signifikan terhadap abnormal return pada kinerja jangka panjang dari penawaran umum perdana. Initial return yang positif atau cukup tinggi diawal perdagangan saham akan berdampak pada kinerja saham dalam jangka panjangnya. Semakin pasar menguasai informasi mengenai nilai intrinsik suatu saham maka return yang diperoleh dalam jangka panjang adalah berupa abnormal return yang negatif. Abid (2013) menyatakan bahwa pendapatan hasil penjualan (money raised) yang diterima pada saat penawaran umum perdana berpengaruh positif terhadap abnormal return saham. Pada saat saham yang ditawarkan melebihi jumlah investor yang berminat membelinya maka kemungkinan nilai saham tersebut akan jauh di bawah nilai yang diharapkan oleh perusahaan maupun 41
penjamin emisi. Demikian sebaliknya apabila jumlah saham yang ditawarkan tidak mencukupi permintaan investor maka nilai saham akan semakin meningkat. Abid (2013) dan Suherman (2009) meneliti pengaruh benchmark terhadap abnormal return saham pada kinerja jangka panjang penawaran umum perdana. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa benchmark yang diukur dengan return pasar berpengaruh positif signifikan untuk menghasilkan abnormal return positif dalam jangka pendek namun dalam jangka panjang akan berpengaruh negatif. Artinya indeks pasar yang semakin menurun akan mengakibatkan semakin menurunnya minat pasar terhadap saham-saham yang terdapat di bursa. Frensidy (2013: 197) menyatakan bahwa investor jangka panjang percaya dalam jangka panjang, nilai portofolio sahamnya akan bergerak mengikuti indeks pasar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Market Return berpengaruh negatif terhadap abnormal return saham pada kinerja jangka panjang penawaran umum perdana. Jogiyanto (2000: 254) ukuran aktiva (asset size) diukur sebagai logaritma total aktiva. Menurut para peneliti terdahulu Zamanian et al. (2013), Asmalindar (2011), Zarafat & Vejzagic (2014) yang menggunakan variabel Total Aset, menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja jangka panjang saham perdana. Penelitian-penelitian tersebut juga menyatakan bahwa ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor utama penentu dalam analisis fundamental maupun teknis untuk menilai kinerja jangka panjang suatu saham perdana. Karena akan semakin banyak informasi yang diterima oleh investor tentang kondisi perusahaan dan likuiditas perusahaan, maka akan membantu mereka untuk menilai tingkat risiko perusahaan dalam jangka panjang. 42
Umur Perusahaan dapat diukur dari waktu perusahaan mulai didirikan sesuai akte sampai perusahaan melakukan IPO. Sahoo dan Rajib (2010) menjelaskan bahwa umur perusahaan (age of firm) mencerminkan besarnya sejarah operasional perusahaan IPO. Semakin lama umur perusahaan maka informasi mengenai perusahaan tersebut semakin besar sehingga investor semakin mudah pula dalam menilai nilai intrinsik dari suatu saham. Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu dapat diperoleh variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu: initial return, money raised, Market Return, size of firm, dan age of firm diperkirakan memiliki pengaruh terhadap abnormal return saham pada kinerja perusahaan jangka panjang IPO. Berikut bentuk gambar kerangka pemikiran: Initial Return Money Raised Market Return Abnormal Return Size of Firm Age of Firm Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 43
2.8 Hipotesis Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah Initial Return, Money Raised, Market Return, Size of Firm, dan Age of Firm berpengaruh terhadap Abnormal Return saham pada kinerja jangka panjang di perusahaan sektor properti, real estate, dan kontruksi bangunan yang melakukan penawaran umum perdana di Bursa Efek Indonesia. 44