BAB 3 PERUMUSAN INDIKATOR - INDIKATOR BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

BAB IV ANALISIS TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPA BUMI DI WILAYAH KOTA BENGKULU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV. Kajian Analisis

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERUMUSAN ZONASI RISIKO BENCANA BANJIR ROB DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR ARIFIN

BAB VI BAB KESIMPULAN VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

MODEL GEOSPASIAL POTENSI KERENTANAN TSUNAMI KOTA PADANG

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Alhuda Rohmatulloh

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

KERENTANAN (VULNERABILITY)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. 10

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi. Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mewujudkan Kota Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata Yang Sejahtera, Religius dan Berbudaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. PENDAHULUAN 2. Rumusan Masalah 1. Latar Belakang 3. Tujuan Penelitian B. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA PADANG ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

Bab 2 Profil Sanitasi Saat Ini

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti

PEMERINTAHAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerusakan. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan bumi yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

PEMINTAKATAN TINGKAT RISIKO BENCANA TSUNAMI DI PESISIR KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pengesahan Abstrak Halaman Persembahan Motto

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN... iv. MOTTO...

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

PILOT SURVEI PENGETAHUAN, SIKAP & PERILAKU KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA KOTA PADANG 2013

BAB IV METODE PENELITIAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB 1 PENDAHULUAN. biasa akibat wabah penyakit menular (Depkes, 2007) alam di negara ini juga telah menyebabkan kerugian ekonomi paling sedikit US

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dihuni. Kualitas lingkungan dapat diidentifikasi dengan melihat aspek-spek

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

BAB I PENDAHULUAN. tiga gerakan yaitu gerakan sistem sunda di bagian barat, gerakan sistem pinggiran

STUDI RISIKO TSUNAMI DI WILAYAH PESISIR SELATAN KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan

Transkripsi:

BAB 3 PERUMUSAN INDIKATOR - INDIKATOR BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG Pada bahagian ini akan dilakukan perumusan indikator indikator dari setiap faktor faktor dan sub faktor risiko bencana yang sudah dirumuskan pada bab terdahulu, Dari indikator inikator bencana tsunami tersebut, kemudian akan dilihat gambaran kondisi dari setiap indikator tersebut di Kota Padang. Pemilihan indikator digunakan dengan memakai berbagai kriteria, seperti dibawah ini: Validitas Dalam hal ini dimaksudkan bahwa indikator-indikator terpilih mewakili konsep faktor dan sub-faktor yang diwakilinya. Ketersediaan Data Indikator yang terpilih dapat terukur oleh data yang tersedia Terukur Indikator yang terpilih harus terukur, oleh karena itu pemilihan indikator cenderung yang bersifat kuantitatif dibandingkan kualitatif 3.1 Indikator faktor Bahaya (Hazard) Dari sub faktor bahaya tsunami yang ada seperti : genangan air, kontaminasi air asin pada lahan pertanian, kerusakan lingkungan dan tumbuhan, maka dalam studi ini yang digunakan adalah genangan air, yang sesuai dengan kriteria pemilihan indikator yang digunakan. Berdasarkan sub faktor genangan air, maka indikator yang dipilih dalam studi ini juga yang sesuai dengan pengaruhnya terhadap genangan air, yaitu: 1. Jarak Rendaman Tsunami 2. Elevasi dari permukaan laut 3. Jarak dari sungai 41

Dari analisis ketiga indikator bahaya diatas yang akan dilakukan pada bab 4, akan didapatkan peta kawasan rawan tsunami di Kota Padang. Dari peta bahaya tsunami ini akan dapat terlihat jumlah kelurahan yang tergenang apabila Tsunami terjadi, luas daerah yang tergenang, populasi penduduk yang tinggal di daerah genangan dan lainnya. Gambar. 3.1 Kondisi indikator elevasi di Kota Padang 42

Gambar. 3.2 Jarak wilayah Kota Padang dari Pantai Untuk indikator elevasi Kota Padang, dari gambar 3.1 terlihat bahwa terdapat 5 (lima) kecamatan yang mempunyai elevasi sangat rendah dari permukaan laut, yaitu: Kecamatan Padang Selatan, kecamatan Padang Barat, kecamatan Padang Utara, Kecamatan Koto Tangah, dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung, sedangkan daerah yang berada di bahagian Timur Kota Padang umumnya berada pada elevasi yang tinggi dari permukaan laut, seperti kecamatan Lubuk Kilangan yang elevasi wilayahnya ada yang mencapai 2000 m diatas permukaan laut. Apabila dilihat dari kedekatannya dengan garis pantai, maka untuk kota Padang juga terdapat 5 (lima) kecamatan yang sebahagian besar wilayahnya berada di dekat pantai, yaitu kecamatan Padang Selatan, kecamatan Padang Barat, kecamatan Padang Utara, kecamatan Koto Tangah dan kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kota Padang sendiri wilyahnya dilewati oleh beberapa buah sungai, tetapi yang besar ada 5 43

(lima), sungai, yaitu: Batang Kutanji, Batang Arau, Banjir kanal, Batang kandis, dan Batang Aru. 3.2 Indikator faktor Kerentanan (Vulnerability) Faktor kerentanan terdiri dari 3 (tiga) faktor, yaitu: 1. Kerentanan fisik/infrastruktur 2. Kerentanan Sosial 3. Kerentanan Ekonomi. Faktor kerentanan mempunyai bobot yang sama dengan faktor bahaya, karena mempunyai pengaruh yang sama terhadap tingkat risiko. Kerentanan fisik dan kerentanan sosial mempunyai bobot yang sama dan jauh lebih besar dari kerentanan ekonomi, karena keselamatan manusia mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi daripada kerugian materi. Pada studi ini indikator kerentanan yang dipakai mengacu kepada yang digunakan oleh Firmansyah (1997) karena indikator bencana yang digunakan bersifat umum dan dapat digunakan untuk bencana tsunami dengan penyesuaian pada indikator ekonomi. Untuk indikator ekonomi, indikator yang digunakan untuk pekerjaan yang rentan adalah nelayan, karena pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan yang kena dampak yang besar jika terjadi tsunami. Untuk itu, maka indikator kerentanan yang digunakan dalam studi ini adalah: X v1 : Persentase kawasan terbangun X v2 : Persentase bangunan darurat X v3 : kepadatan penduduk X v4 : Persentase penduduk usia tua dan balita X v5 : Persentase penduduk wanita X v6 : Persentase rumah tangga dengan mata pencaharian sektor rentan X v7 : Persentase rumah tangga miskin 44

Indikator kerentanan fisik/infrastruktur ditunjukkan oleh X v1 sampai dengan X v2, kerentanan sosial oleh X v3 sampai dengan X v5, dan kerentanan ekonomi oleh. X v6 sampai dengan X v7. 3.2.1 Kerentanan Fisik/infrastruktur Kerentanan fisik/infrastruktur menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan terhadap fisik atau infrastruktur bila ada suatu faktor bahaya (hazard) tertentu. Kerentanan fisik ini berkaitan dengan keberadaan bangunan dan infrastruktur kota. Indikator indikator dari kerentanan fisik/infrastruktur ini adalah sebagai berikut: 1 Persentase kawasan terbangun. Semakin besar persentase kawasan terbangun di perkotaan, maka akan semakin rentan akan bahaya tsunami, karena besaran obyek yang mungkin terkena bahaya tsunami semakin besar. Persentase kawasan terbangun dapat terlihat pada gambar 3.3. 2 Persentase bangunan semi permanen. Kualitas suatu bangunan merupakan suatu indikator keentanan fisik (ICE,1995:Awotona,1997:154). Kualitas konstruksi bangunan yang dianggap rentan terhadap bahaya berdasarkan data yang ada adalah bangunan semi permanen. Semakin besar persentase bangunan semi permanen di perkotaan, maka akan semakin rentan akan bahaya tsunami. Persentase bangunan semi permanen dapat terlihat pada gambar 3.4. 45

Gambar.3.3 Kondisi indikator kawasan terbangun di Kota Padang Dari gambar 3.3 terlihat bahwa kondisi lahan terbangun dengan persentase yang tinggi terdapat pada pusat Kota Padang, relatif hanya pada 4 (empat) kecamatan, yaitu Padang Selatan, Padang Barat, Padang Timur, dan Padang Utara. Dari 4(empat) kecamatan ini semuanya berlokasi sangat dekat dengan pantai, kecuali kecamatan Padang Timur. Sedangkan untuk bangunan semi permanen di kota Padang, kebanyakan berlokasi pada pinggiran Kota Padang, seperti pada Kecamatan Koto Tangah, kecamatan Nanggalo, kecamatan Kuranji, kecamatan Lubuk Kilangan, dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung. 46

Gambar. 3.4 Kondisi indikator bangunan darurat pada daerah penelitian tsunami di Kota Padang 3.2.2 Kerentanan sosial kependudukan Kerentanan sosial kependudukan menggambarkan perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan/kesehatan penduduk, bila terjadi bahya tsunami. Kerentanan sosial kependudukan ini berkaitan dengan karakteristik penduduk di wilayah studi. Indikator-indikator dari kerentanan sosial kependudukan ini adalah sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk. Bukti empiris menunjukkan bahwa kejadian tsunami di Aceh tahun 2004, indikator kepadatan penduduk sebagai indikator penting terhadap faktor kerentanan. Semakin padat penduduk di suatu 47

kawasan di perkotaan, maka akan semakin rentan akan bahaya tsunami, karena besaran obyek yang mungkin terkena bahya tsunami semakin besar. Persentase kepadatan penduduk dapat terlihat pada gambar 3.5. Gambar.3.5. Kondisi indikator kepadatan penduduk di Kota Padang 2. Persentase penduduk usia tua dan balita Kelompok penduduk usia tua (> 65 tahun ) dan anak usia balita ( < 5 tahun) merupakan kelompok usia penduduk yang rentan terhadap bahaya tsunami. Kelompok usia ini dianggap memiliki kemampuan yang relatif rendah untuk mennyelamatkan diri dari bencana alam (Varley dalam Firmansyah 1998). Persentase penduduk usia tua dan balita dapat terlihat pada gambar 3.6 48

Gambar.3.6. Kondisi indikator penduduk usia tua dan balita di Kota Padang 3. Persentase penduduk wanita Kelompok penduduk wanita juga dianggap merupakan kelompok penduduk yang juga rentan terhadap bahaya tsunami, karena juga memiliki kemampuan yang rendah dalam menyelamatkan diri terhadap bahaya alam. Persentase penduduk wanita dapat terlihat pada gambar 3.7. 49

Gambar. 3.7 Kondisi indikator populasi penduduk wanita di Kota Padang Dari peta indikator sosial kependudukan yang ditunjukkan pada gambar 3.5, dapat disimpulkan bahwa, untuk populasi penduduk yang terbesar terdapat pada Kecamatan Koto Tangah sedangkan untuk populsi terkecil terdapat pada kecamatan Bungus Teluk Kabung. Sedangkan untuk kepadatan penduduk, kecamatan yang terpadat penduduknya di kota Padang adalah kecamatan Padang Timur dengan kepadatan 10.203 jiwa/km 2, dan yang terkecil kepadatannya adalah kecamatan Bungus Teluk Kabung yaitu 250 jiwa/km 2. (Padang dalam Angka 2006). Populasi penduduk wanita di Kota Padang paling besar berada di kecamatan Kuranji, sedangkan populasi yang terkecil terdapat pada kecamatan Bungus Teluk Kabung. Sedangkan apabila dilihat 50

menurut umurnya, maka populasi penduduk usia tua (>65tahun) dan usia balita (dibawah 5 tahun) paling banyak terdapat di kecamatan Koto Tangah dan kecamatan Kuranji. 3.2.3 Kerentanan ekonomi Kerentanan ekonomi menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya kegiatan kegiatan/sektor ekonomi (proses-proses ekonomi) yang ditimbulkan apabila terjadi bahaya tsunami. Indikator indikator dari kerentanan ekonomi ini adalah sebagai berikut: 1. Persentase rumah tangga yang bekerja di sektor yang rentan. Menurut Jones, sektor sektor ekonomi yang rentan terhadap bencana alam tsunami adalah: sektor jasa dan sektor distribusi (Jones dalam Davidson,1997:54 ): Extractive industries are little depebdent on linkages and interaction at low level of development, fabricative sector are fairly robust and show remarkable ability to recover. Distributive sectors are heavily dependent on lifelines and infrastructure and area likely to be heavely impacted. Service are likely dependent on transportation and communication and area perhaps the most vulnerable of all. Berdasarkan data yang tersedia, maka klasifikasi sektor yang dikelompokkan ke dalam sektor jasa dan sektor distribusi adalah sektor perdagangan, sektor pengangkutan, sektor keuangan, dan sektor jasa.dalam studi ini yang dianggap sebagai pekerjaan yang termasuk pada sektor rentan untuk bencana tsunami adalah nelayan. Persentase rumah tangga yang bekerja pada sektor yang rentan di kota Padang dapat terlihat pada gambar 3.8. 51

2. Persentase rumah tangga miskin. Kelompok penduduk miskin merupakan kelompok penduduk yang rentan terhadap bahaya tsunami. (Awotona, 1997:10) Pendekatan untuk menentukan persentase penduduk miskin di kota Padang adalah dengan menganggap penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani sebagai rumah tangga yang miskin. Persentase penduduk miskin di kota Padang dapat terlihat pada gambar 3.8 Gambar. 3.8 Kondisi indikator nelayan dan penduduk miskin di Kota Padang Dari gambar 3.8 terlihat bahwa untuk indikator ekonomi pekerjaan yang rentan terhadap tsunami di kota Padang, dalam studi ini dilihat dari jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan. Untuk kota Padang penduduk yang pekerjaannya sebagai nelayan, hanya terdapat pada 6 (enam) kecamatan dan yang terdapat yang terbesar populasinya terdapat pada kecamatan Padang Selatan. Sedangkan untuk populasi penduduk miskin (prasejahtera) terdapat pada hampir semua kecamatan dengan jumlah 52

terbesar terdapat pada kecamatan Koto Tangah dan kecamatan Bungus Teluk Kabung. 3.3 Indikator faktor ketahanan/kapasitas Faktor ketahanan/kapasitas merefleksikan kemampuan untuk merespon atau mengatasi dampak bencana tsunami. Faktor ketahanan/kapasitas (dalam terminologi lain disebut faktor emergency response ) terdiri atas dua sub faktor yaitu: 1. Sumber daya Sub faktor ini meliputi : aspek pendanaan, fasilitas/peralatan, dan sumber daya manusia terlatih/terdidik ( misalnya tenaga medis ). 2. Kemampuan mobilitas/aksesibilitas Indikator ketahanan untuk bencana tsunami di kota Padang ini dirumuskan mempunyai indikator yang sama dengan yang digunakan oleh Firmansyah (1998) dan Bombom (2000), hal ini disebabkan karena tingkat pelayanan kesehatan, jaringan jalan, dan pelayanan angkutan umum merupakan indikator ketahananan yang hampir selalu ada untuk setiap daerah, karena merupakan kebutuhan dasar yang dibangun oleh pemerintah setempat. Untuk itu, indikator indikator dari faktor ketahanan/kapasitas ysng digunakan pada studi ini adalah sebagai berikut: 1. Rasio jumlah fasilitas kesehatan terhadap jumlah penduduk 2. Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk 3. Rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk 4. Rasio jumlah sarana angkutan terhadap jumlah penduduk Indikator-indikator nomor 1 dan 2 menggambarkan komponen dari sub faktor sumber daya, sedangkan indikator indikator nomor 3 dan 4 merupakan gambaran dari komponen sub faktor kemampuan mobilitas/aksessibilitas. 53

3.3.1 Sumber daya Sumber daya yang tersedia dapat dalam bentuk uang (pendanaan), peralatan/fasilitas, dan sumber daya manusia terdidik atau terlatih. Indikator- indikator dari sumber daya ini adalah sebagai berikut: 1. Rasio jumlah fasilitas kesehatan terhadap jumlah penduduk. Semakin kecil jumlah fasilitas kesehatan terhadap jumlah penduduk, maka akan semakin kecil jumlah kemampuannya untuk mengatasi dampak bahaya tsunami dan semakin besar risiko terhadap bencana. Fasilitas kesehatan yang diperhitungkan meliputi jumlah rumah sakit, puskesmas,puskesmas pembantu, balai pengobatan, tempat praktek dokter dan apotik. 2. Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk. Semakin kecil rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk, maka akan semakin kecil kemampuannya untuk mengatasi dampak akan bahaya tsunami, sehingga semakin besar risikonya terhadap bencana. Tenaga kesehatan yang diperhitungkan berdasarkan ketersedian data adalah dokter. Gambaran relatif indikator fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan dapat terlihat pada gambar 3.9. Gambar.3.9 Kondisi indikator fasilitas dan sarana kesehatan di Kota Padang 54

Untuk indikator fasilitas kesehatan di Kota Padang dilihat dari ketersediaan rumah sakit, puskesmas, dan puskesmas pembantu. Dari data yang ada diketahui bahwa untuk fasilitas kesehatan yang terbanyak terdapat pada Kecamatan Koto Tangah sedangkan yang paling sedikit terdapat pada Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Sedangkan untuk indikator tenaga kesehatan dilihat dari ketersediaan dokter dan perawat di wilayah tersebut. Untuk Kota Padang junlah tenaga kesehatan yang terbanyak terdapat pada Kecamatan Padang Selatan dan yang terkecil jumlahnya pada Kecamatan Koto Tangah dan Lubuk Begalung. 3.3.2 Mobilitas/Aksessibilitas Sub faktor mobilitas/aksessibilitas menunjukkan kemampuan untuk berpindah/manuver dalam menyelamatkan diri dengan berpindah dari lokasi bahaya alam atau berpindah untuk mendapatkan bantuan. Indikator indikator dari sub faktor mobilitas/aksessibilitas ini adalah sebagai berikut: 1. Rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk Prasarasana transportasi (dalam hal ini jaringan jalan) perlu dikaitkan dengan jumlah penduduk, karena berkaitan dengan tingkat pelayanan jalan. Hal ini didasari pemikiran bahwa kepadatan penduduk akan menyumbang terhadap kemacaetan jalan, yang selanjutnya akan menghambat pergerakan manusia untuk bertindak cepat dalam rangka menolong atau menyelamatkan diri. Semakin kecil rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk, maka akan semakin kecil jumlah kemampuannya untuk mengatasi dampak bahaya tsunami dan semakin besar risiko terhadap bencana. Gambaran relatif panjang jalan dapat terlihat pada gambar 3.10 2. Rasio sarana angkutan terhadap jumlah penduduk. 55

Sarana transportasi adalah alat angkut untuk melakukan pergerakan dalam rangka melakukan tindakan darurat. Semakin kecil rasio sarana angkutan terhadap jumlah penduduk, maka akan semakin kecil jumlah kemampuannya untuk mengatasi dampak bahaya tsunami dan semakin besar risiko terhadap bencana. Gambaran relatif sarana angkutan dapat terlihat pada gambar 3.10. Gambar. 3.10 Kondisi indikator jalan dan sarana angkutan di Kota Padang Untuk indikator rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk, daerah yang memiliki rasio panjang jalan terndah adalah pada kecamatan kecamatan yang terletak pada pusat kota Padang, seperti kecamatan Padang Selatan, Padang Barat, Padang Timur, dan Padang Utara. Ini dikarenakan karena pada wilayah wilayah inilah terdapat konsentrasi penduduk yang besar di kota Padang, sedangkan untuk rasio panjang jalan yang rendah terdapat pada daerah daerah di pinggiran Kota Padang. Kondisi ini hampir mirip dengan rasio sarana transportasi di Kota Padang yang juga mempunyai nilai yang relatif kecil pada kecamatan kecamatan yang terdapat di Pusat Kota Padang. 56

3.4 Indikator risiko bencana alam tsunami Analisis bencana alam tsunami mengkombinasikan faktor bahaya, kerentanan dan ketahanan dengan perhitungan nilai dengan bobotnya. Berdasarkan pembahasan pada sub bab 3.1, 3.2, dan 3.3 dapat dihasilkan indikator indikator risiko bencana tsunami. Indikator-indikator ini selanjutnya akan digunakan untuk analisis risiko bencana tsunami di kota Padang, yang akan dilakukan pada bab 4. Pembobotan dilakukan untuk menghasilkan nilai risiko bencana, karena setiap faktor, sub faktor, dan indikator mempunyai konstribusi yang berbeda beda terhadap bencana tsunami tesebut. Pada studi bencana alam yang dilakukan oleh Firmansyah (1998), faktor bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability) mempunyai bobot yang hampir sama, yaitu 0.37 dan 0.38, sedangkan faktor ketahanan/kapasitas mempunyai bobot 0.25, sedangkan pada studi Bombom (2000), faktor bahaya dan kerentanan mempunyai bobot yang sama, yaitu 0.4, sedangkan faktor ketahanan/kapasitas mempunyai bobot yang lebih kecil, yaitu 0.2. Pada studi ini pembobotan yang dipakai menggunakan nilai bobot yang sama dengan yang digunakan oleh Bombom (2000), karena kondisi Kota Padang yang memang mempunyai potensi bahaya yang tinggi terhadap tsunami dan juga mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh persebaran pemukiman dan penduduk dengan kepadatan tinggi serta infrastruktur sebagian besar terletak di sepanjang pesisir pantai kota Padang, ini menunjukkan tingginya tingkat kerentanan (vulnerability) kota terhadap tsunami, sehingga nilai faktor bahaya dan kerentanan yang diambil 0.4 dan nilai kapasitas 0.2. Untuk lengkapnya keterangan mengenai faktor, sub faktor, dan indikator bencana beserta pembobotannya dapat dilihat pada gambar 3.11 57

Gambar 3.11 Pembobotan, Faktor, Sub Faktor, dan indikator bencana 58

3.5 Kebijakan Mitigasi Tsunami Kota Padang. Tingginya kerentanan Kota Padang terhadap bencana gempa dan tsunami dapat dilihat dari data kejadian gempa di Kota Padang. Selama periode 28 Maret s/d 19 April 2005, telah terjadi 2.108 kali gempa dan 238 kali diantaranya dirasakan oleh penduduk Kota Padang. Kejadian Gempa bumi Bengkulu pada tanggal 12 dan 13 September 2007 dengan 7,9 dan 7,7 SR telah menimbulkan kerusakan bangunan sebanyak dan kepanikan warga kota Padang. Berdasarkan RTRW Kota Padang tahun 2004 tahun 2013, maka kawasan rawan bencana di Kota Padang ditetapkan tersebar pada bagian Timur dan Selatan Kota Padang, yang meliputi Kecamatan Bungus Teluk kabung, Kecamatan Lubuk Kilangan, dan Kecamatan Lubuk Begalung. Untuk mengurangi dampak dari bencana tersebut di atas, Pemerintah Kota Padang saat ini mengambil langkah-langkah strategis dengan berpedoman kepada program PBB yang sudah diterapkan dalam dekade internasional untuk mengurangi akibat bencana alam atau International Decade for Natural Disaster Reduction (IDNDR) dan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, salah satu langkah Pemerintah Kota Padang saat ini untuk mengurangi risiko bencana alam (natural disaster) adalah dengan melakukan upaya studi penyusunan Mitigasi Bencana Kota Padang (sedang berlangsung) yang bertujuan untuk mengurangi tingkat risiko bencana yang akan terjadi dan setelah terjadinya bencana sehingga korban manusia dan kerugian harta benda akibat bencana dapat diminimalisasi. Disamping sudah menyiapkan peraturan daerah penanggulangan bencana, Pemko Padang juga sudah memetakan kawasankawasan rawan gempa dan tsunami, penentuan tempat-tempat dan jalur evakuasi. Secara spesifik tujuan penyusunan mitigasi bencana di Kota Padang di antaranya adalah: 59

1. Mengetahui sebaran kawasan rawan bencana dan sebaran tingkat risiko bencana melalui pembuatan peta bahaya kota Padang 2. Mengumpulkan dan menganilisis data serta informasi sejarah kejadian dan bencana alam di Kota Padang 3. Merumuskan arahan dan menentukan aturan pemanfaatan lahan sebagai upaya pengurangan tingkat kerawanan bencana dan tingkat risiko/bahaya. Pada saat ini Kota Padang telah memiliki peta bahaya tsunami berdasarkan ketinggian wilayah dan jarak wilayah dari tepi pantai, seperti dapat terlihat pada gambar dibawah ini: Sumber : Bappeda Kota Padang, 2006 Gambar 3.12 Peta Daerah Bahaya Tsunami Kota Padang Dari gambar diatas terlihat bahwa daerah-daerah yang terletak pada wilayah pesisir Kota Padang (bagian Barat Kota Padang) umumnya termasuk pada 60

wilayah bahaya tsunami, yang mencakup pada 31 kelurahan pada 6 kecamatan seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel. 3.1. Kelurahan yang terletak pada daerah yang Rawan terhadap Tsunami di Kota Padang 61