3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Polimorfisme Gen Insulin-like Growth Factor-I dan Efeknya terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA HARINI NURCAHYA MARIANDAYANI

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)

II. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

HASIL DAN PEMBAHASAN

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia

3. METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

BIO306. Prinsip Bioteknologi

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

BAB 7. Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI

Gambar 4. Visualisasi Hasil Amplifikasi Gen Pit1 Sapi FH dan Sapi Pedaging pada Gel Agarose 1,5%

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

Asosiasi Marka Genetik dengan Pertambahan Bobot Badan Sapi Madura di Pamekasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

I. PENDAHULUAN. Madura, Aceh, Pesisir, dan sapi Peranakan Simmental. Seperti sapi Pesisir

ESTIMASI NILAI BREEDING BERAT BADAN DAN PRODUKSI TELUR PUYUH (COTURNIX COTURNIX JAPONICA) BERDASARKAN POLIMORFISME GEN GH

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

ANALISIS SIDIK DNA (DNA Fingerprinting) RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism)

PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas

MATERI DAN METODE. Materi

KERAGAMAN MOLEKULER DALAM SUATU POPULASI

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

Identifikasi Keragaman Gen Pituitary Transcription Factor 1 (Pou1f1) Pada Kambing Peranakan Etawah (Pe) di BPTU KDI-HPT Pelaihari

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

Transkripsi:

16 3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pertumbuhan dikontrol oleh multi gen, diantaranya gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-I) dan Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1). Gen IGF-I mempunyai fungsi untuk meningkatkan polipeptida hormon pertumbuhan pada hewan, memediasi rangsangan aksi pembelahan sel, mendeposisi protein pada proses metabolisme, dan menstimulasi metabolisme protein. Ayam lokal Indonesia telah diketahui memiliki pertumbuhan yang relatif lambat dibandingkan dengan ayam broiler, namun demikian perbandingan karakteristik dan deteksi gen IGF-I antara kedua jenis ayam tersebut belum pernah dilakukan. Oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk mendeteksi polimorfisme gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-I) dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ayam lokal di Indonesia. Ayam lokal yang digunakan dalam penelitian berjumlah 64 ekor dan pada masing-masing rumpun terdiri dari 16 ekor. Polimorfisme gen IGF-1 dianalisis secara PCR-RFLP dan produk PCRnya dipotong menggunakan enzim restriksi Pst-1. Lima karakter morfologi (umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan) dicatat untuk keperluan analisis hubungan antara polimorfisme gen IGF-1 dan pertumbuhannya. Marka genetik IGF-1 telah berhasil memilah genotip individu berdasarkan bobot tubuh untuk ayam lokal maupun ayam broiler. Frekuensi alel A pada ayam lokal Indonesia lebih tinggi dibandingkan ayam broiler (0.813) dan hanya berasal dari dua genotip (AA dan AB). Ayam broiler mempunyai tiga macam genotip yaitu AA, AB dan BB, dengan frekuensi alel B (0.41) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam lokal. Genotip AB pada ayam pelung umur tiga, empat dan lima bulan memiliki bobot badan lebih tinggi dari ke tiga ayam lokal lainnya (P<0.05). ABSTRACT Growth is controlled by multigene, such as Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-I) and Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1). IGF-I gene plays role in enhancing growth hormone polypeptide in animal, mediating response during mitosis, depositing protein in metabolism process, and stimulating protein metabolism. Indonesian native chicken is known to have relatively lower growth rate compare to broiler chicken. However, comparison in characteristics and detection in IGF-I gene polymorphism between the two chicken races have not been applied. Therefore, this research was aimed at detecting Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-I) gene polymorphism and the effect on growth traits in Indonesian native chickens. Indonesia native chickens used in this research were 64 individuals, each race comprise 16 individuals. IGF-1 gene polymorphism was analyzed using PCR-RFLP. The PCR product were digested using restriction enzyme Pst-1. Five morphologic characters (at the age of 1, 2, 3, 4 and 5 months) were recorded to analyze its relationship with IGF-1 gene polymorphism. IGF-1

17 genetic marker was successfully separate individual genotypes based on body weight in both native and broiler chickens. Frequency of A allele in Indonesian native chickens was higher than that of broiler chicken (0.813). A allele was produced by two genotypes (AA and AB). On the other hand, broilers comprised three genotypes, i.e., AA, AB, and BB. Frequency of B allele (0.41) in broilers was higher compare to that of native chickens. Key words : Polymorphism, IGF-1, Growth, Native chicken. PENDAHULUAN Pertumbuhan dikendalikan oleh beberapa gen, diantaranya adalah gen Insulin-like growth factor-i (IGF-I) yang merupakan faktor utama dalam peningkatan polipeptida hormon pertumbuhan pada hewan (Kita et al. 2005; Li et al. 2008). Selain itu gen IGF-I memediasi rangsangan aksi pembelahan sel dan dalam proses metabolisme yang berhubungan dengan deposisi protein dan menstimulasi metabolisme protein serta berperan penting terhadap fungsi beberapa organ (Zhou et al. 2005). Oleh karena itu gen IGF-I merupakan kandidat gen untuk pertumbuhan pada ternak karena berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan, yaitu mengatur pertumbuhan somatik termasuk otot, tulang, epitel dan sel fibroblast (Abbasi dan Kazemi 2011). Insulin-like growth factor-i (IGF-I) pada ayam merupakan protein yang tersusun atas 70 asam amino (Kita et al. 2005), terletak pada kromosom 1 dekat dengan sentromer (Klein et al. 1996). Struktur gen IGF-1 terdiri dari 4 ekson dan 3 intron dan panjangnya lebih dari 50 kb yang disajikan pada Gambar 5. Dalam promotor gen IGF-1 terdapat 7 daerah yang mengandung elemen berulang dan dua macam promotor regulator yaitu TATA-box dan CCAAT-box. Selanjutnya Lei et al. (2005) telah menganalisis gen IGF-1 dengan tehnik PCR-RFLP memakai enzim restriksi Pst-1 didapat hasil adanya polimorfisme nukleotida tunggal (single nucleotide polymorphism, SNP) dalam 5 region UTR gen IGF-I pada ayam dan telah ditemukan tiga genotip yaitu : AA, AB dan BB. Beberapa hasil penelitian mengenai polimorfisme gen IGF-1 yang terkait dengan pertumbuhan telah banyak dilaporkan, yaitu pada ayam (Sco et al. 2001; Kita et al. 2005; Li et al. 2009) pada domba (Zhang et al. 2008) dan pada sapi (Curi et al. 2005; Siadkowska et al. 2011; Maskur et al. 2012). Hasil penelitian Lei et al. (2005) didapatkan bahwa gen IGF-1 berpengaruh sangat nyata terhadap bobot badan, bobot telur pada ayam xinghua. Selanjutnya hasil penelitian Mu in et al. (2010), pada ayam lokal di Papua didapatkan hasil bahwa adanya pengaruh yang nyata antara genotip BB terhadap bobot badan ayam yang dianalisis. Sejauh ini penelitian mengenai peran gen IGF-1 terhadap pertumbuhan dari beberapa ayam lokal di Indonesia dan membandingkan dengan ayam ras (broiler) belum pernah dilakukan. Oleh karena itu kajian keragaman genetik memakai marka gen IGF-1 dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan akan dijadikan landasan untuk identifikasi dan karakterisasi sumber daya genetik ayam lokal dalam menunjang usaha peternakan yang berkelanjutan di Indonesia.

18 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaman genetik ayam lokal Indonesia berdasarkan gen IGF-1 yang akan dijadikan penanda genetik dan mengkaji keterkaitan aspek fenotipik morfologi ayam lokal dan hubungannya dengan salah satu gen penentu pertumbuhan. METODE PENELITIAN Prosedur Penelitian Penelitian keragaman genetik dilakukan terhadap empat rumpun ayam lokal yaitu ayam sentul, ayam kedu, ayam kampung dan ayam pelung serta ayam broiler sebagai rumpun pembanding. Dari rumpun ayam lokal dan ayam broiler masing-masing dikoleksi 16 sampel darah. Penelitian morfometrik pada ayam umur 8 minggu melibatkan ayam lokal dengan ayam broiler, sedangkan pada umur 28 minggu hanya melibatkan ayam lokal saja tanpa ayam broiler. Pengukuran setiap minggu meliputi bobot badan (BB), panjang shank (PS) atau panjang tulang tarsometatarsus, panjang paruh (PP), lebar dada (LD), panjang punggung (PP) dan lingkar dada (LD). Penelitian Keragaman Genetik Isolasi DNA total dari sampel darah ayam lokal dan ayam broiler dilakukan mengikuti metode Duryadi (1993). Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan hasil penelitian Li et al. (2008), yaitu : IGF-I F: 5 - GACTATACAGAAAGAACCCAC-3 dan IGF-I R: 5 - TATCACTCAAGTGGC TCAGT-3. Amplifikasi gen IGF-1 menggunakan mesin Eppendorf Mastercycler Personal 5332 dengan kondisi PCR sebagai berikut : denaturasi awal selama 5 menit dengan suhu 94 0 C selanjutnya diikuti dengan 94 0 C selama 45 detik. Penempelan (annealing) pada suhu 55 0 C selama 90 detik, pemanjangan pada suhu 72 0 C selama 60 detik (sebanyak 35 siklus), kemudian diakhiri dengan post-pcr (extension) selama 5 menit pada suhu 72 0 C. Produk PCR dipotong dengan enzim restriksi Pst-I (5 CTGCA G.3 ) dengan komposisi sebagai berikut : 2 µl produk PCR ditambahkan 1 µl DW; 0.7 µl buffer RE dan 0.3 µl enzim Pst-I. Campuran tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 0 C selama 16 jam. Produk hasil pemotongan dimigrasikan menggunakan gel agarose 2% dengan tegangan 100 volt selama 30 menit. Marker DNA ukuran 100 bp dipakai untuk membantu mengidentifikasi ukuran pita-pita yang muncul. Hasil elektroforesis diperiksa dengan UV-Transilluminator. Berdasarkan petunjuk Li et al. (2008), alel A diperlihatkan dengan sebuah pita (fragmen DNA berukuran 621 bp) yang tidak terpotong oleh enzim restriksi PSt-1, sedangkan alel B berupa pita yang berukuran 364 bp dan 257 bp hasil pemotongan fragmen 621 bp. Dengan demikian genotip yang terbentuk adalah BB jika hasilnya 2 pita hasil pemotongan berupa fragmen 364 bp dan 257 bp (tanpa pita berukuran 621 bp); genotip AA jika hanya satu pita (fragmen hasil PCR tidak terpotong) sedangkan genotip AB terdiri dari 3 pita yaitu pita berukuran 621 bp, pita berukuran 364 bp, dan pita berukuran 257 bp.

19 Analisis Data Keragaman Genetik Hasil analisis RFLP dengan enzim Pst-1 dikelompokkan sesuai dengan titik pemotongan dari enzim Pst-1. Dari titik pemotongan tersebut ditentukan genotip dari masing-masing sampel ayam. Frekuensi alel dan frekuensi genotip dari gen IGF-I pada ayam lokal penelitian, dihitung dengan rumus sebagai berikut (Nei 1987) : Frekuensi Alel A = [(Σ genotip AA + ½ Σ genotip AB) / Total individu] Frekuensi Alel B = [(Σ genotip BB + ½ Σ genotip AB) / Total individu ] Frekuensi Genotip AA = (Σ genotip AA/ Σ individu dalam populasi) Frekuensi Genotip AB = (Σ genotip AB/ Σ individu dalam populasi) Frekuensi Genotip BB = (Σ genotip BB/ Σ individu dalam populasi) Analisis data pengujian antar genotip AA dan AB menggunakan uji t, demikian pula untuk menguji genotip AA maupun genotip antar rumpun ayam lokal. Heterozigositas menggunakan rumus : q h = 1 - xi 2 i=1 Keterangan : h = nilai heterozigositas Xi = frekwensi alel ke i q = jumlah alel Struktur Gen IGF-1 Struktur gen IGF-1 terdiri dari 4 ekson dan 3 intron (Kajimoto dan Rotwein 1991) disajikan pada Gambar 5 mengakses dari Gen Bank dengan kode akses EF198877.1 sepanjang 622 bp. Promotor 5 UTR E1 E2 E3 E4 Termi I1 I2 I3 nator Gambar 5. Struktur gen IGF-1 (Kajimoto dan Rotwein 1991). Keterangan : E = Ekson; I = Intron Analisis Keragaman Morfometrik. Pengamatan fenotipik dengan melakukan pengukuran morfologi, yaitu melalui pengukuran bobot badan. Pengukuran morfologi pada ayam broiler hanya dilakukan sampai umur 8 minggu, sedangkan pada ayam lokal dilakukan sampai

20 dengan umur dewasa kelamin, yaitu umur 28 minggu. Bobot hidup ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, dan 4 bulan, dikoreksi kearah rata-rata bobot hidup ayam lokal jantan penelitian. Tujuannya adalah menghilangkan faktor perbedaan jenis kelamin. Cara mengkoreksi bobot hidup yang dimaksud, dilakukan menurut Mu in et al. (2010) yaitu : (a). Menghitung angka koreksi bobot hidup dari masing-masing umur ayam yang diamati (AKi) dengan cara membagi rata-rata bobot hidup ayam lokal jantan penelitian pada umur pengamatan tertentu (RJi) dengan rata-rata bobot hidup ayam lokal betina penelitian dari umur pengamatan tertentu yang sama (RBi). Jadi, Aki = RJi/RBi, dimana i = 1, 2,,4. (b). Bobot hidup terkoreksi pada umur tertentu (BBTi) adalah bobot hidup ayam betina penelitian pada umur pengamatan tertentu (BBBi) dikalikan dengan AKi; atau bobot hidup ayam jantan penelitian pada umur pengamatan tertentu (BBJi) dikalikan dengan satu. Jadi, pada ayam betina, BBTi = BBBi x AKi, sedangkan pada ayam jantan, BBTi = BBJi x 1, dimana i = 1, 2,.4. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi terhadap marker genetik fragmen DNA spesifik pada ayam lokal dan ayam pembandingnya telah berhasil dilakukan. Produk PCR yang dihasilkan, setelah dilakukan sekuensing kemudian di alignment menggunakan Mega 4 dengan hasil sebesar 624 bp dan hasil ini berbeda sedikit dengan yang dirancang oleh Li et al. (2008), yaitu 621 bp. Hasil digesti dengan enzim restriksi Pst-I terhadap produk PCR dari semua sampel menghasilkan dua macam alel yang dapat dibedakan dengan jelas, yaitu alel A adalah sebuah pita berukuran 624 bp dan alel B adalah dua pita berukuran 346 bp dan 278 bp. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan yang dilaporkan peneliti terdahulu yaitu (Wang et al. 2004; Li et al. 2008). Alel A ditunjukkan dengan gagalnya enzim restriksi Pst-I menemukan sekuen DNA yang dikenali di sepanjang produk PCR sehingga enzym tersebut tidak memotong produk PCR tersebut. Akibatnya ukuran produk PCR sebelum dan sesudah dipotong dengan enzim restriksi Pst-I tetap sama, yaitu 624 bp. Sebaliknya, alel B ditunjukkan dengan berhasilnya Pst-I menemukan sekuen DNA yang dikenali (5 - CTGCA G-3 ) di sepanjang produk PCR dan berhasil memotong produk PCR tersebut menjadi dua fragmen berukuran 346 bp dan 278 bp (Gambar 6). Fragmen DNA spesifik tersebut mengandung SNP (single nucleotide polymorphism). Mutasi titik yang terjadi di dalam fragmen DNA spesifik dari gen IGF-I tersebut disebabkan adanya substitusi (transversi) sebuah nukleotida guanine (G) dengan thymin (T) dideteksi menggunakan Pst-I. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Li et al. (2008), yaitu hasil substitusinya adalah cytosine (C) dengan thymin (T). Gambar 6 adalah hasil elektroforesis yang memperlihatkan genotip IGF-I yang ditemukan pada beberapa sampel ayam.

21 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 624 bp 278 bp 346 bp Gambar 6. Hasil elektroforesis PCR-RFLP Pst-1 lokus IGF-I ayam penelitian Keterangan : Lajur 1: marka DNA 100 hingga 1000 bp); lajur 1-3, 5,7 dan 9 produk PCR genotip AB (624 bp, 346 bp dan 278 bp); lajur 4,6, 8, dan 10: genotip AA (624 bp). Hasil penelitian ini menunjukkan hanya terdapat 2 genotip yaitu AA dan AB pada sampel ayam lokal sedangkan pada ayam broiler ditemukan 3 genotip yaitu AA AB dan BB. Namun demikian ada hal menarik yaitu frekuensi genotip AB pada ayam broiler lebih besar dari pada genotip AB dari ayam lokal. Sebaliknya frekuensi genotip AA ayam lokal lebih besar dari pada frekuensi genotip AA ayam broiler (Tabel 8). Tabel 8 menyajikan frekuensi alel, frekuensi genotip IGF-I dan heterozigositas. Berdasarkan frekuensi alel dari IGF-I terlihat bahwa pada ayam lokal, alel A memiliki nilai cukup besar yaitu dengan frekuensi antara 0.81-0.84 (rata-rata sebesar 0.83), sedangkan pada ayam broiler nilai fekuensi alel A-nya 0.59 lebih rendah dari ayam lokal Indonesia (rata-rata sebesar 0.83). Frekuensi alel B pada ayam broiler 0.41 adalah lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel B pada ayam lokal Indonesia, yaitu rata-rata 0.16. Fenomena yang sama, ditemukan pula pada populasi ayam eksotik: Lohmann (ayam pedaging), memiliki alel B sebesar 0.791 lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel A-nya yaitu 0.209 (Wang et al. 2004). Tabel 8. Frekuensi alel, frekwensi genotip dan heterozigositas terhadap genotip IGF-I populasi ayam lokal penelitian. Rumpun Frekuensi Genotip (n) Frekuensi Alel Hetero- AA AB BB A B zigositas Ayam Kampung 0.69 (11) 0.31 (5) - 0.84 0.16 0.28±0.25 Ayam Pelung 0.63 (10) 0.37 (6) - 0.81 0.19 0.22±0.09 Ayam Sentul 0.69 (11 ) 0.31 (5) - 0.84 0.16 0.28±0.25 Ayam Kedu 0.69 (11) 0.31 (5) - 0.84 0.16 0.28±0.25 Ayam broiler 0.25 (4) 0.69 (11) 0.06 (1) 0.59 0.41 0.45±0.28

22 Nilai heterozigositas dari ke lima jenis ayam menunjukkan nilai kurang dari 0.5, sehingga dikatakan memiliki keragaman gen yang rendah. Javanmard et al. (2005) menyatakan bahwa apabila nilai heterozigositas dalam suatu populasi kurang dari 0.5, maka populasi tersebut dikatakan mempunyai keragaman gen yang rendah. Efek Gen Polimorfik IGF-I Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal. Hasil perhitungan rata-rata bobot badan ayam penelitian pada umur satu, dua, tiga, empat dan lima bulan yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin sebelum dikoreksi ke arah jantan menunjukkan bahwa bobot hidup ayam lokal jantan lebih tinggi dibandingkan ayam lokal betina pada semua umur pengamatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Daikwo et al. (2011) pada ayam lokal nigeria; dan Mu in et al. (2010) pada ayam lokal papua, yaitu bobot badan ayam jantan lebih tinggi dibanding ayam betina. Faktor hormon kelamin (steroid kelamin) merupakan penyebab terjadinya perbedaan pertumbuhan jantan dan betina (Hammond et al. 1984), sehingga menghasilkan dimorfisme seksual yang jelas. Hasil perhitungan bobot badan ayam lokal umur satu, dua, tiga, empat. dan lima bulan terhadap rumpun ayam serta genotip IGF-I (AA dan AB) disajikan pada Tabel 9. Tabel tersebut menunjukkan bahwa genotip AA pada semua rumpun dan semua umur memiliki bobot badan yang lebih rendah dibanding ayam dengan genotip AB. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mu in et al. (2010) bahwa bobot badan ayam dengan genotip AA lebih rendah dibanding bobot ayam dengan genotip AB pada ayam lokal papua. Hasil uji t antara genotip AA dan AB pada masing-masing rumpun ayam dan pada umur 1 sampai 5 bulan tidak menunjukkan perbedaan (ns). Bobot badan ayam broiler tertinggi yaitu pada genotip BB, selanjutnya genotip AB dan AA. Seperti hasil penelitian Wang et al. (2004) pada ayam Lohman, bahwa genotip BB menunjukkan bobot badan yang tertinggi dibanding genotip AA dan AB. Hasil analisis peubah pembeda pada empat rumpun ayam lokal didapat hanya dua peubah yaitu panjang punggung dan lingkar dada menunjukkan hasil signifikan (Nurcahya 2012, unpublished data). Hasil pengukuran lingkar dada yang disajikan pada Tabel 10 merupakan hasil uji t antara genotip AA dan AB. Hasil uji t tersebut menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara genotip AA dan AB pada masing-masing rumpun ayam dari umur 1 sampai 5 bulan. Demikian pula hasil pengukuran lingkar dada pada umumnya menunjukkan lingkar dada genotip AB lebih besar dibandingkan dengan genotip AA. Pengukuran panjang pungung disajikan pada Tabel 11 merupakan hasil analisis statistik uji t yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan (ns) antara genotip AA maupun genotip AB dari setiap rumpun ayam pada umur 1 sampai 5 bulan. Seperti halnya pada lingkar dada, maka hasil pengukuran panjang punggung juga pada umumnya menunjukkan bahwa genotip AB mempunyai ukuran relatif lebih panjang dibandingkan dengan genotip AA.

Tabel 9. Rata-rata bobot hidup ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan Umur bulan) 1 2 3 4 5 Genotip Sentul (g) Kedu (g) Kampung (g) Pelung (g) Broiler (g) AA 278.50±14.15 a 246.22±14.15 a 244.83±14.15 a 298.29±14.84 b 802.20 a AB 265.00±20.98 ab 237.81±20.98 b 280.28±20.98 a 288.58±19.15 a 842.30 b BB - - - - 887.40 c Interaksi ns Ns ns Ns AA 388.02±19.14 c 407.32±19.14 b 400.65±19.14 b 481.74±20.07 a 1820.56 a AB 405.41±28.39 a 413.39±28.39 a 444.97±28.39 b 462.62±25.92 a 1870.42 b BB - - - - 1905.25 b Interaksi ns Ns ns Ns AA 513.57±19.75 b 510.73±19.75 b 530.41±19.75 b 670.82±20.71 a AB 529.68±29.29 c 565.19±29.29 b 584.06±29.29 b 638.41±26.74 a BB - - - - Interaksi ns Ns ns Ns AA 648.72±20.37 c 734.71±20.37 b 672.16±20.37 c 825.46±21.37 a AB 655.44±30.22 c 739,63±30.22 b 730.46±30.22 b 811.62±27.58 a BB - - - - Interaksi ns Ns ns Ns AA 765.42±21.56 c 926.62±21.56 b 860.21±21.56 b 1015.09±22.61 a AB 783.39±31.98 c 912.69±31.98 b 919.39±31.98 b 1008.99±29.19 a BB - - - - Interaksi ns Ns Ns Ns Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05) ; ns = non signifikan

24 Tabel 10. Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata lingkar dada ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan. Umurb ulan) Genotip Sentul (g) Kedu (g) Kampung (gr) Pelung (g) 1 AA 15.05±0.39 a 15.51±0.39 a 13.88±0.39 a 15.35±0.41 a AB 15.10±0.58 a 15.73±0.58 a 15.85±0.58 a 15.75±0.53 a 2 AA 18.80±0.37 a 18.45±0.37 a 17.24±0.37 a 19.53±0.38 a AB 18.36±0.55 a 19.14±0.55 a 19.41±0.55 a 18.29±0.50 a 3 AA 20.70±0.41 a 20.89±0.41 a 20.66±0.41 a 21.23±0.43 a AB 20.00±0.61 a 21.13±0.61 a 22.12±0.61 a 22.92±0.56 a 4 AA 22.63±0.45 a 23.41±0.45 a 23.13±0.45 a 24.63±0.47 a AB 22.22±0.67 a 23.59±0.67 a 24.51±0.67 a 26.77±0.61 a 5 AA 24.73±0.50 a 25.83±0.50 a 25.42±0.50 a 26.30±0.52 a AB 24.20±0.74 a 26.04±0.74 a 26.42±0.74 a 28.61±0.67 a Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0.05). Hasil uji t berdasarkan bobot badan untuk menguji perbandingan antar rumpun ayam baik pada genotip AA maupun AB dari umur 1 bulan sampai 5 bulan disajikan pada Lampiran 6. Pada Lampiran tersebut terlihat bahwa genotip AA dan AB pada ayam sentul, kedu dan kampung tidak berbeda nyata (ns). Selanjutnya antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal pada genotip AB tidak berbeda nyata, sedangkan genotip AA antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal lainnya berbeda nyata, kecuali pada ayam sentul. Tabel 11. Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata panjang punggung ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan Umurb ulan) Genotip Sentul (g) Kedu (g) Kampung (g) Pelung (g) 1 AA 7.78±0.21 a 7.56±0.21 a 7.34±0.21 a 13.20±0.22 a AB 7.81±0.32 a 7.59±0.32 a 7.39±0.32 a 13.74±0.29 a 2 AA 11.07±0.19 a 10.21±0.19 a 10.76±0.19 a 14.55±0.20 a AB 11.45±0.28 a 10.56±0.28 a 10.87±0.28 a 14.85±0.25 a 3 AA 13.00±0.12 a 13.08±0.12 a 12.77±0.12 a 17.89±0.12 a AB 13.18±0.17 a 13.09±0.17 a 13.07±0.17 a 18.62±0.16 a 4 AA 15.40±0.15 a 15.03±0.15 a 15.96±0.15 a 19.92±0.15 a AB 15.52±0.22 a 15.28±0.22 a 16.81±0.22 a 20.75±0.20 a 5 AA 17.83±0.18 a 16.94±0.18 a 18.48±0.18 a 21.83±0.19 a AB 17.88±0.27 a 17.05±0.27 a 18.75±0.27 a 22.90±0.25 a Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05). Uji t perbandingan antar rumpun ayam genotip AA maupun AB berdasarkan bobot badan pada umur 2 bulan menunjukkan bahwa dari ke 3 rumpun ayam yaitu kedu, kampung dan sentul menunjukkan tidak terdapat

25 perbedaan baik genotip AA maupun AB. Selanjutnya antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal lain menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada genotip AB. Namun pada genotip AA berbeda nyata dengan ayam kampung dan kedu. Selanjutnya genotip AB pada ayam pelung umur tiga, empat dan lima bulan memiliki bobot badan lebih tinggi dari ke tiga ayam lokal lainnya (P<0.05). Namun antara ayam sentul, kedu dan kampung tidak menunjukkan perbedaan bobot badan baik pada genotip AA maupun AB pada umur dua sampai lima bulan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nagaraja et al. (2000) bahwa genotip IGF-1 tidak memberikan perbedaan bobot badan pada ayam umur 140, 265 dan 365 hari. Perbandingan antar rumpun ayam pada genotip AA maupun genotip AB setelah diuji dengan uji t berdasarkan lingkar dada disajikan pada Lampiran 7. Hasil analisis pada bulan ke 1 dan ke 2 menunjukkan bahwa pada genotip AA maupun AB antar rumpun ayam kedu, sentul dan kampung tidak terdapat perbedaan (ns). Tetapi antara ayam pelung dengan kampung berdasarkan lingkar dada terdapat perbedaan pada genotip AA dan genotip AB pada ayam sentul. Selanjutnya pada umur 3 5 bulan pada genotip AB antara ayam pelung dengan ketiga ayam lokal lain menunjukkan perbedaan yang nyata, sedangkan pada genotip AA tidak menunjukkan perbedaan. Uji t untuk mengetahui perbedaan antar rumpun ayam pada genotip AA maupun genotip AB berdasarkan panjang punggung disajikan pada Lampiran 8, dapat diketahui bahwa pada umur 1 sampai 2 bulan pada ayam kedu, pelung dan sentul antara genotip AA maupun AB tidak terdapat perbedaan kecuali antara ayam sentul dan kampung pada genotip AA dan antara kedu dan kampung pada genotip AA dan AB. Selanjutnya pada umur 3 sampai 5 bulan baik genotip AA maupun AB pada ayam pelung berbeda dengan ke 3 ayam lokal lainnya. SIMPULAN Adanya variasi genetik pada gen IGF-1 sehingga setiap individu dapat dipilah-pilah berdasarkan genotip yang berbeda. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya mutasi titik pada situs restriksi Pst-1 dari basa Guanin (G) menjadi basa Thymin (T). Hanya terdapat dua genotip IGF-1 pada ayam lokal yaitu genotip AA dan AB dengan frekuensi berturut-turut sebesar 68.75 dan 31.25%. Frekuensi alel A pada ayam lokal (0.83) lebih tinggi dibandingkan ayam broiler (0.59). Genotip AB ayam pelung pada umur empat dan lima bulan memiliki penampilan bobot badan lebih besar dari pada bergenotip AA baik pada sesama rumpun maupun rumpun yang berbeda (Ayam sentul, ayam kampung, ayam kedu). SARAN Disarankan untuk menggunakan ayam bergenotip AB dan BB dalam persilangan ayam lokal, karena kedua genotip tersebut memiliki penampilan bobot badan lebih besar, terutama pada ayam pelung.