BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh Yunanto (1998) dalam skripsinya yang berjudul Perencanaan Layout

Perancangan Tata Letak

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS

PERANCANGAN TATA LETAK GUDANG DENGAN METODE SHARED STORAGE

PERANCANGAN ULANG TATALETAK FASILITAS DENGAN PENDEKATAN GROUP TECHNOLOGY BERDASARKAN RANK ORDER CLUSTERING (ROC) DAN ALGORITMA

PERANCANGAN ULANG TATALETAK FASILITAS DENGAN PENDEKATAN GROUP TECHNOLOGY BERDASARKAN RANK ORDER CLUSTERING (ROC) DAN ALGORITMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Tata Letak Pabrik

Perancangan Tata Letak

TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT

Landasan Teori BAB II

SISTEM PENANGANAN MATERIAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

GROUP TECHNOLOGY(GT)

I. PENDAHULUAN. 37 Jurnal Rekayasa Sistem & Industri Volume 1, Nomor 1, Juli 2014

USULAN PERBAIKAN TATA LETAK FASILITAS LANTAI PRODUKSI PRODUK SEPATU PERLENGKAPAN DINAS HARIAN (STUDI KASUS PADA CV. MULIA)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Usulan Perbaikan Tata Letak Fasilitas dengan Menggunakan Algoritma CRAFT

PENDAHULUAN DEFINISI, RUANG LINGKUP, TUJUAN, DAN PROSEDUR PERANCANGAN FASILITAS

MACAM/TIPE TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI & POLA ALIRAN PEMINDAHAN BAHAN

ONGKOS MATERIAL HANDLING

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

TATA LETAK PABRIK KULIAH 1: INTRODUCTION

Perancangan Ulang Tata Letak Pabrik untuk Meminimalisasi Material Handling pada Industri Pembuat Boiler

BAB II LANDASAN TEORI. Teknik tata cara kerja adalah suatu ilmu yang terdiri atas teknik-teknik dan prinsipprinsip

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS DAN ALGORITMA BLOCPLAN

PERANCANGAN TATA LETAK LANTAI PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN GROUP TECHNOLOGY

PERANCANGAN TATALETAK GUDANG DENGAN METODA DEDICATED STORAGE LOCATION POLICY (Studi Kasus : PT. X)

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Perusahaan yang dapat. jumlah konsumennya. Salah satu usahanya adalah dengan

PERBAIKAN TATA LETAK PABRIK DENGAN METODE CLUSTERING (Studi Kasus : PT.SBS)

Perancangan Ulang Tata Letak Mesin pada Lantai Produksi di Biro Workshop PT. Semen Padang

Aplikasi Metode Group Technology dalam Memperbaiki Tata Letak Mesin untuk Meminimalkan Jarak Perpindahan Bahan (Studi Kasus di Perusahaan Mebel Logam)

BAB II LANDASAN TEORI

SILABUS MATA KULIAH. Pengalaman Pembelajaran. 1. Mendiskusikan pentingnya. perancangan tata

APLIKASI ALGORITMA BLOCK PLAN DAN ALDEP DALAM PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PABRIK PENGOLAHAN KARET

PERANCANGAN TATALETAK TEKNOLOGI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE BASED SORTED ALGORITHM DAN SIMILARITY COEFFICIENT PADA PT. BAJA PERTIWI INDUSTRI

DAFTAR ISI. Daftar Isi

Metode Dasar Group Technology Karakteristik Metode-Metode Group Technology Metode Rank Order Clustering 2...

PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PABRIK PEMBUATAN RANGKA MEJA PING-PONG PADA CV SHIAMIQ TERANG ABADI

3. Masukkan alasan setiap pasangan departemen pada peta keterkaitan yang. didasarkan pada informasi karyawan dan pihak manajemen atau

BAB I PENDAHULUAN. lama, maka kesalahan di dalam analisis dan perencanaan layout akan

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI 2

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix ABSTRAK...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS DENGAN PENDEKATAN CELLULAR MANUFACTURING SYSTEM (STUDI KASUS DI PT. MALANG INDAH)

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh

PERENCANAAN TATA LETAK GUDANG PENYIMPANAN PRODUK PT PIPA BAJA DENGAN METODE DEDICATED STORAGE

BAB 1 PENDAHULUAN. secara umum ditinjau dari sudut pandang produksi adalah susunan fasilitas produksi

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN TIPE TATA LETAK PABRIK PADA INDUSTRI MANUFAKTUR PLASTIK

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING (SLP) PERTEMUAN #3 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS

Relayout Gudang Produk Polypropylene Dengan Metode Dedicated Storage

Usulan Tata Letak Gudang Untuk Meminimasi Jarak Material Handling Menggunakan Metode Dedicated Storage

TINJAUAN PUSTAKA. perencanaan dan integrasi pada aliran komponen-komponen suatu produk untuk

PANDUAN PRAKTIKUM PENANGANAN BAHAN DAN PERENCANAAN TATA LETAK FASILITAS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembahasan

SIMULASI GROUP TECHNOLOGY SYSTEM UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA MATERIAL HANDLING DENGAN METODE HEURISTIC

BAB 2 LANDASAN TEORI. konsep, dan mewujudkan sistem pembuatan barang atau jasa. Rancangan ini pada

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Job Shop Make to order Process Layout dan seluler Fixed Site Engineer to order Fixed Layout

Definisi ilmu seni memindahkan menyimpan melindungi mengontrol/ mengawasi material

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan hadirnya persaingan global di bidang bisnis sekarang ini, dunia

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI PT MITRA PRESISI PLASTINDO

Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian proses produksi menurut beberapa ahli diantaranya adalah:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Perancangan Ulang Fasilitas Produksi Menggunakan 2-OptAlgorithm Di PT. XYZ ABSTRAK

Ratih Wulandari, ST., MT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PDF Compressor Pro KATA PENGANTAR. Tekinfo --- Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi -- 1

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kelancaran aliran produksi harus diperhatikan dalam perencanaan tata letak

PENGATURAN ULANG URUTAN TATA LETAK SERI ANTAR ETALASE

APLIKASI SIMULATED ANNEALING UNTUK PENENTUAN TATA LETAK MESIN

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN & PENGENDALIAN OPERASI

Systematic Layout Planning

BAB I PENDAHULUAN. meliputi pengaturan tataletak fasilitas produksi seperti mesin-mesin, bahan-bahan,

PERENCANAAN FASILITAS

Usulan Perbaikan Tata Letak Gudang Produk Drum Oli Menggunakan Metode Dedicated Storage Di PT XYZ

Optimalisasi Tata Letak Mesin Produksi Terhadap Kinerja Karyawan Pada CV. ABC Aceh Besar

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PERBAIKAN TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN SISTEM MANUFAKTUR SELULER PADA PT. SIEMENS INDONESIA

USULAN RANCANGAN TATA LETAK FASILITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE AUTOMATED LAYOUT DESIGN PROGRAM (ALDEP) DI EDEM CERAMIC *

BAB I PENDAHULUAN. ini tentunya dapat dilakukan dengan cara mengatur layout pabrik sedemikian rupa

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tata Letak Fasilitas Tata letak fasilitas adalah susunan fasilitas-fasilitas produksi untuk memperoleh efisiensi pada suatu produksi. 1 Perancangan tata letak mengikuti pengaturan tata letak fasilitas-fasilitas operasi dengan memanfaatkan area yang tersedia untuk penempatan mesin-mesin, bahan-bahan, perlengkapan untuk operasi, personalia dan semua peralatan serta fasilitas yang digunakan dalam proses produksi. Perancangan tata letak juga harus menjamin kelancaran aliran bahan-bahan, penyimpanan bahan, baik bahan baku, bahan setengah jadi, maupun produk-produk jadi. Tata letak fasilitas yang dirancang dengan baik pada umumnya akan memberi kontribusi yang positif dalam optimalisasi proses operasi perusahaan dan pada akhirnya akan menjaga kelangsungan hidup perusahaan serta keberhasilan perusahaan. Perancangan sistem fasilitas, perancangan tata letak, dan perancangan material handling pada dasarnya mempunyai ikatan dasar yang tak terpisahkan. Yang sering terjadi adalah bahwa perancangan tata letak dan material handling dilakukan terlebih dahulu, sedang perancangan sistem fasilitas menyesuaikan dengan tata letak yang dirancang. Untuk itu, perancangan tata letak diusahakan sefleksibel mungkin, karena dengan adanya perubahan permintaan, penemuan 1 Hari Purnomo. 2004. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal: 117-118.

produk baru, proses baru, metode kerja baru dan sebagainya, perusahaan terpaksa harus melakukan perancangan tata letak ulang. Untuk itu, perancangan harus melihat jauh ke depan agar perubahan-perubahan tata letak dapat diminimalkan, karena biaya yang digunakan dalam proses perancangan ini relatif cukup besar. Untuk mengetahui apakah tata letak fasilitas produksi baik atau tidak, dapat dilihat dari beberapa gejala berikut: 2 1. Lantai pabrik dipenuhi oleh work in progress 2. Pemindahan bahan terjadi secara berlebihan 3. Jarak tempuh dalam pemindahan bahan-bahan relatif besar 4. Para operator dan supervisor banyak melakukan jalan-jalandi lantai pabrik 5. Aliran bahan dalam lintasan produksi sering mengalami bottleneck 6. Pengawasan kegiatan di lantai pabrik mengalami kesulitan Jika salah satu atau lebih gejala di atas diteukan maka dapat dipastikan rancangan layout perusahaan bersangkutan sedang bermasalah sehingga perlu dilakukan perbaikan. Masalah yang ditimbulkan oleh layout yang tidak dirancang dengan baik bukan hanya pada biaya produksi yang tinggi tetapi juga berkontribusi dalam peningkatan waktu proses sehingga mengancam waktu ketepatan pengiriman produk kepada pelanggan. 2 Sukaria Sinulingga. 2008. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal:194.

Beberapa tujuan perancangan tata letak fasilitas yaitu: 3 1. Memanfaatkan area yang ada. Perancangan tata letak yang optimal akan memberikan solusi dalam penghematan penggunaan area yang ada, baik area untuk produksi, gudang, service dan untuk departemen lainnya. 2. Pendayagunaan pemakatabelian mesin, tenaga kerja dan fasilitas produksi lebih besar. Pengaturan yang tepat akan dapat mengurangi investasi di dalam peralatan dan perlengkapan produksi. Peralatan-peralatan dan perlengkapan dalam proses produksi dapat dipergunakan dalam tingkat efisiensi yang cukup tinggi. Begitu juga dengan fasilitas produksi lainnya akan dapat berdaya guna. 3. Meminimumkan material handling. Selama proses produksi akan selalu terjadi aktivitas perpindahan baik itu bahan baku, tenaga kerja, mesin ataupun peralatan produksi lainnya. Proses perpindahan ini memerlukan biaya yang cukup besar. Dengan demikian, perancangan tata letak yang baik harus mampu meminimalkan aktivitasaktivitas pemindahan bahan. Tata letak sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga jarak angkut dari masing-masing fasilitas dapat diminimalisir. 4. Mengurangi waktu tunggu dan mengurangi kemacetan. Waktu tunggu dalam proses produksi yang berlebihan dapat dikurangi denganpengaturan tata letak yang terkoordinasi dengan baik. Banyaknya 3 Opcit. Hari Purnomo. Hal: 118-120.

perpotongan dari suau lintasan produksi menyebabkan terjadinya kemacetankemacetan. 5. Memberikan jaminan keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi tenaga kerja. Para tenaga kerja tentu saja menginginkan bekerja di dalam lingkungan yang aman, nyaman dan menyenangkan. Hal-hal yang dianggap membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan kerja harus dihindari. 6. Mempersingkat proses manufaktur. Dengan memperpendek jarak antara operasi satu dengan operasi berikutnya, maka waktu yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya dapat dipersingkat pula. Dengan demikian, total waktu produksi juga dapat dipersingkat. 7. Mengurangi persediaan setengah jadi. Persediaan barang setengah jadi (work in process inventory) terjadi karena belum selesainya proses produksi dari produk yang bersangkutan. Persediaan barang setengah jadi yang tinggi, tidak menguntungkan perusahaan karena dana yang tertanam tersebut sangat besar. Perancangan tata letak yang baik hendaknya memperhatikan kesinambungan lintasan (line balancing), karena menumpuknya barang setengah jadi salah satunya disebabkan oleh tidak seimbangnya lintasan produksi. 8. Memperudah aktivitas supervisi. Penempatan ruangan supervisor yang tepat akan memberikan keleluasaan bagi supervisor untuk mengawasi aktivitas yang sedang berlangsung di area kerja.

3.2. Jenis Tata Letak Berdasarkan Fasilitas Sistem Produksi 3.2.1. Fasilitas Sistem Produksi Bervolume Rendah Jenis fasilitas produksi yang biasanya terkait dengan sebaran kuantitas produksi antara 1 hingga 100 unit/tahun adalah jenis job-shop yang menghasilkan produk khusus dan unik dalam jumlah produksi yang rendah. 4 Produk yang dihasilkan biasanya kompleks misalnya kapsul ruang angkasa, pesawat terbang dan mesin-mesin khusus. Produksi job-shop juga meliputi proses pembuatan komponen produk. Order dari pelanggan jenis ini sering bersifat khusus dan order berulang hampir tidak pernah terjadi. Job-shop harus dirancang hingga mencapai fleksibilitas yang maksimum untuk menghadapi banyaknya macam dan banyaknya variasi produk. Bila produksinya berat dan besar sehingga sulit berpindah dalam pabrik, maka produk ini tetap berada di lokasi yang sama, setidaknya selama proses perakitan akhir berlangsung. Pekerja dan peralatan produksi mendatangi produk, bukan produk yang mendekati peralatan produksi seperti pada umumnya. Jenis tataletak pabrik semacam ini dikenal dengan istilah fixed-position layout (tata letak posisi tetap). Komponen-komponen kecil yang membentuk produk besar sering dibuat dalam suatu pabrik yang memiliki tata letak proses, yang mana peralatan produksi diatur berdasarkan fungsinya. Masing-masing komponen itu umumnya memerlukan urutan proses yang berbeda. Tata letak proses ini ditekankan pada fleksibilitasnya, artinya dapat mengakomodasi tingginya variasi urutan operasi untuk konfigurasi komponen yang berbeda. 4 Mikell P Groover. 2005. Otomasi Sistem Produksi dan Computer-Integrated Manufacturing. Surabaya: Guna Widya. Hal: 5-8

3.2.2. Fasilitas Sistem Produksi Bervolume Medium Dalam sebaran kuantitas produksi menengah (100-10.000 unit/tahun), dikenal dua jenis fasilitas yang berbeda, tergantung pada variasi produk. Bila terdapat variasi produk yang banyak maka pendekatan tradisional yang dipakai adalah jenis produk batch, dimana salah satu batch produk selesai dibuat fasilitas produksi diubah untuk produksi selanjutnya, dan seterusnya. Pesanan utnuk masing-masing produk biasanya berulang. Laju produksi lebih besar dari laju permintaan dari tiap jenis produk. Demikian juga satu peralatan dapat dipakai untuk beragam jenis produk. Proses produksi ini dipakai biasanya pada kasus make to stock, dimana sejumlah produk harus dibuat untuk memenuhi kapasitas gudang yang secara perlahan mulai berkurang seiring dengan permintaan. Peralatan produksi biasanya diatur dalam tataletak proses. Pendekatan alternatif yang memungkinkan untuk proses produksi medium ini bila variasi produknya bersifat lemah. Dalam hal ini tidak diperlukan banyak penggantian dan untuk proses berikutnya mungkin tidak diperlukan pergantian lagi. Seringkali dimungkinkan untuk menata konfigurasi peralatan sehingga sekelompok produk atau komponen sejenis dapat dibuat pada mesin yang sama tanpa harus kehilangan waktu pergantian yang signifikan. Pemrosesan atau perakitan suatu komponen/produk dapat diselesaikan dalam sel-sel yang terdiri dari sejumlah mesin atau stasiun kerja. Istilah cellular manufacturing seringkali dikaitkan dengan jenis produk ini. Setiap sel dirancang untuk memproduksi produk dengan variasi konfigurasi komponen yang terbatas, tapi lebih

dikhususkan dalam memproduksi satu set komponen/produk jenis mengikuti prinsip-prinsip teknologi kelompok (group technology). 3.2.3. Fasilitas Sistem Produksi Bervolume Banyak Produksi dengan sebaran kuantitas banyak (antara 10.000 hingga jutaan unit/tahun) dikenal dengan nama produksi massal (mass production). Kondisi seperti ini dicirikan oleh laju permintaan produk yang banyak dan fasilitas produksinya memang diperuntukkan bagi pembuatan produk tersebut. Umumnya dikenal dua kategori dalam produksi massal yaitu produksi kuantitas dan produksi mengalir. Produksi kuantitas meliputi produksi massal untuk pembuatan komponen tunggal pada satu unit peralatan. Metode produksi biasanya menggunakan mesin-mesin standar yang dilengkapi dengan perkakas potong khusus, karenanya mesin-mesin tersebut khusus dipakai memproduksi satu macam komponen saja. Tata letak pabrik yang khusus untuk jenis produksi kuantitas tinggi adalah tataletak proses. Sistem produksi mengalir mencakup penyusunan stasiun kerja multiple secara berurutan dimana komponen atau produk rakitan secara fisik berpindah melewati urutan proses yang ada hingga selesai menjadi produk. Stasiun kerja terdiri dari mesin-mesin produksi dan atau pekerja yang dilengkapi dengan peralatan khusus. Kumpulan dari stasiun-stasiun itu dirancang spesifik untuk memaksimalkan efesiensi proses pembuatan produk tersebut. Tata letak untuk produksi ini dikenal dengan nama tata letak produk (product layout) dan stasiun

kerja disusun mengikuti satu aliran yang panjang atau dalam rangkaian segmensegmen stasiun yang saling terkait. Tipe-tipe fasilitas dan tata letak yang digunakan untuk berbagai tingkat kuantitas produksi dan variasi produk dapat dilihat pada Gambar 3.1. Tata letak posisi tetap Variasi Produk Job Shop Tata letak proses Batch Production Cellular Manufacturing Tata letak cellular Tata letak produk Kuantitas Mengalir Produksi Massa 100 10.000 1.000.000 Kuantitas Produksi Sumber: Mikell P Groover. Otomasi Sistem Produksi dan Computer-Integrated Manufacturing. Gambar 3.1. Tipe-Tipe Fasilitas dan Tata Letak yang Digunakan untuk Berbagai Tingkat Kuantitas Produksi dan Variasi Produk 3.3. Tipe-Tipe Tata Letak Pabrik 3.3.1. Perencanaan Tata Letak Fasilitas dengan Pendekatan Process Layout Dalam Process/Functional Layout semua operasi dengan sifat yang sama dikelompokkan dalam departemen yang sama pada suatu pabrik/industri. 5 Mesin, peralatan yang mempunyai fungsi yang sama dikelompokkan menjadi satu, misalnya semua mesin bubut dijadikan satu departemen, mesin bor dijadikan satu departemen dan mill dijadikan satu departemen. Dengan kata lain, material 5 Opcit. Hari Purnomo. Hal 69-75.

dipindah menuju departemen-departemen sesuai dengan urutan proses yang dilakukan. Process Layout dilakukan bila volume produksi kecil, dan terutama untuk jenis produk yang tidak standar, biasanya berdasarkan order. Kondisi ini disebut sebagai job-shop. Tata letak tipe Process Layout banyak dijumpai pada sektor industri manufaktur maupun jasa, misal, bank, rumah sakit, perguruan tinggi dan industri jasa lainnya yang mengatur segala fasilitas berdasarkan kelompokkelompok fungsionalnya. Begitu pula pada sektor industri manufaktur, beberapa bengkel permesinan akan mengatur tata letak mesinnya berdasarkan kelompokkelompok mesin yang memiliki fungsi sejenis. Kelebihan atau keuntungan menggunakan layout tipe ini antara lain adalah, total investasi yang rendah karena digunakan mesin yang umum (general purpose). Tenaga kerja dan fasilitas produksi lebih fleksibel karena sanggup mengerjakan berbagai macam jenis dan model produk. Pengendalian dan pengawasan lebih mudah dan lebih baik, khususnya untuk pekerjaan yang sulit dan memerlukan ketelitian tinggi, dan yang terakhir adalah mudah untuk mengatasi breakdown dari pada mesin, yaitu dengan cara memindahkannya ke mesin yang lain dan tidak menimbulkan hambatan-hambatan dalam proses produksi. Process Layout digambarkan seperti pada Gambar 3.2.

Saw Lathe Mill Storage Grind Lathe Mill Assembly Warehouse Weld Drill Drill Paint Sumber: Richard L Francis, dkk. Facility Layout and Location: An Analytical Approach. Gambar 3.2. Process Layout Sedangkan sisi kelemahannya adalah terjadi aktiviatas pemindahan material, karena tata letak mesin tergantung pada macam proses atau fungsi kerjanya dan tidak tergantung pada urutan proses produksi. Juga memerlukan penambahan space area untuk work-in-process-storage. Waktu yang diperlukan untuk proses produksi pun lebih lama. Selain itu banyaknya macam produk yang harus dibuat menjadikan proses dan pengendalian produksi menjadi lebih kompleks dan diperlukan pula skill operator yang tinggi untuk menangani berbagai macam aktivitas produksi yang memiliki bermacam-macam variasi. Model penyelesaian masalah tata letak diklasifikasikan menjadi dua yaitu pendekatan optimasi dan heuristik. 6 Semua algoritma optimasi untuk masalah tata letak memiliki keterbatasan berkaitan dengan kebutuhan memori serta waktu komputasi yang sangat tinggi dan meningkat secara eksponensial sesuai dengan meningkatnya ukuran masalah. Berdasarkan hal ini, pendekatan heuristik banyak dikembangkan. Pendekatan heuristik terbagi menjadi beberapa metode yaitu: 6 Rika Ampuh Hadiguna ST, MT dan Heri Setiawan ST, MT. 2008. Tata Letak Pabrik. Yogyakarta: ANDI. Hal: 101-119.

1. Metode Pembobotan Kedekatan Metode pembobotan kedekatan sebenarnya sebuah pendekatan coba-coba. Namun, teknik yang digunakan memanfaatkan score atau bobot sesuai dengan tingkat kedekatan susunan mesin atau fasilitas. Metode demikian merupakan metode untuk pengaturan mesin atau fasilitas pada tata letak berdasarkan produk. 2. Metode Hoiller Metode Hoiller menggunakan data from to chart perpindahan bahan antar fasilitas. Metode demikian tidak membutuhkan data dimensi fasilitas serta tidak membutuhkan penetapan urutan awal fasilitas atau mesin yang ditata letak. 3. Metode Modified Spanning Tree Metode Modified Spanning Tree merupakan metode untuk menentukan urutan fasilitas. Data yang diperlukan adalah from to chart simetris dan ukuran panjang fasilitas. Metode ini mengurutkan fasilitas berdasarkan nilai bobot. 4. Metode Pertukaran Berpasangan Metode pertukaran berpasangan merupakan metode untuk mennetukan urutan fasilitas. Metode demikian membutuhkan from to chart simetris dan ukuran panjang fasilitas. Fungsi objektif metode ini adalah total jarak perpindahan bahan atau dapat pula total biaya perpindahan bahan. Cara kerjanya menjajangi seluruh kemungkinan urutan fasilitas dan memilih urutan yang memiliki total jarak perpindahan terkecil.

5. Metode Pembobotan Berbasis Graph Pengenalan mengenai teori graph sebagai alat matematis dalam menyelesaikan masalah tata letak telah muncul pada tahun 1960-an. Konsep dasar dalam metode ini adalah membangun graph kedekatan yang diwakili simpul sebagai departemen yang dihubungkan busur antar kedua simpul. Perancangan tataletak dengan menggunakan metode grafik pada dasarnya hampir sama dengan metode SLP. 7 Sebagai dasar pembuatan rancangan tataletak ini seperti halnya SLP menggunakan peta keterkaitan aktivitas atau peta dari-ke (from-to chart). Dalam metode grafik ini ada beberapa lambang atau simbol yang digunakan antara lain, untuk departemen atau aktivitas dilambangkan oleh sebuah node, untuk menghubungkan antara departemen yang satu dengan departemen lainnya digunakan suatu busur, sedangkan untuk tingkat kedekatan (closeness) digunakan angka-angka untuk menggantikan huruf yang dipakai pada SLP. Metode grafik merupakan metode perancangan tata letak yang menggunakan grafik kedekatan (adjacency graph) sebagai penghubung antara departemendepartemen atau fasilitas-fasilitas yang ada, dengan tujuan memperoleh bobot terbesar. Bobot terbesar diperoleh dengan menjumlahkan masing-masing nilai dari busur-busur yang dibuat. Prosedur metode grafik yang sering digunakan dalam membangun metode grafik adalah dengan membuat metode grafik kedekatan yang dilakukan secara tahap demi tahap dengan mendahulukan pasangan departemen yang 7 Opcit. Hari Purnomo. Hal 137-143.

mempunyai bobot kedekatan terbesar. Langkah-langkah dalam metode grafik yaitu: a. Dari peta dari-ke pada Tabel 3.1, dipilih pasangan departemen yang mempunyai bobot terbesar. Bobot terbesar adalah departemen 1 dan departemen 3, yaitu sebesar 100. Buat garis penghubung antara node 1 dan node 3. Tabel 3.1. Peta Dari-Ke Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. 1 3 Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Gambar 3.3. Grafik Kedekatan Departemen 1 dan 3 b. Langkah selanjutnya adalah memilih departemen yang akan masuk ke dalam grafik. Dengan cara menjumlahkan bobot masing-masing departemen yang belum terpilih dengan departemen 1 dan departemen 3. Kemudian dipilih pasangan departemen yang mempunyai bobot terbesar.

Tabel 3.2. Pembobotan untuk Memilih Stasiun Kerja Ketiga Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Nilai terbesar adalah pasangan departemen 4 dengan 1 dan 3 yaitu sebesar 130, maka departemen 4 dipilih untuk masuk ke dalam grafik. Dari Gambar 3.3, tarik garis untuk dihubungkan dengan node 4 sehingga terbentuk grafik berbentuk bidang segitiga. 4 50 80 1 3 100 Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Gambar 3.4. Bidang Segitiga c. Dari langkah kedua di atas terbentuk suatu bidang segitiga yang dibatasi oleh busur-busur pembatas 1-3, 3-4 dan 4-1. Kita menamai bidang segitiga tersebut sebagai bidang 1-3-4. Berikutnya adalah memilih departemen yang akan dimasukkan dalam bidang grafik tersebut, dengan menambahkan bobot departemen yang belum terpilih, yaitu departemen 2 dan 5.

Tabel 3.3. Pembobotan untuk Memilih Stasiun Kerja Keempat Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Departemen 2 terpilih untuk dimasukkan ke dalam bidang 1-3-4 karena mempunyai nilai yang lebih besar yaitu 165. Penempatan departemen 2 pada bidang segitiga ditempatkan di tengah bidang segitiga untuk menghindari perpotongan busur. 4 50 65 2 60 40 80 1 3 100 Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Gambar 3.5. Departemen 2 Masuk dalam Grafik d. Karena tinggal 1 departemen yang tersisa (departemen 5) yang belum masuk ke dalam grafik, maka tugas selanjutnya adalah menentukan bidang yang akan dijadikan tempat untuk memasukkan departemen 5 tersebut. Terdapat 4 bidang segitiga yang terbentuk yaitu bidang 1-2-3, 1-2-4, 1-3-4, dan 2-3-4.

Tabel 3.4. Pembobotan untuk Memilih Stasiun Kerja Kelima Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Terdapat dua bidang dengan nilai yang sama, yaitu bidang 1-2-4 dan bidang 2-3-4. Kita pilih bidang 1-2-4 maka gambar grafik akhir adalah sebagai berikut. 4 10 65 50 5 30 80 0 2 60 40 1 3 100 Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Gambar 3.6. Grafik Kedekatan Terakhir e. Langkah terakhir adalah menyusun ulang block layout yang sesuai. Cara yang dilakukan untuk menyusun block layout dianalogikan seperti metode SLP. Suatu rancangan block layout yang didasarkan atas grafik kedekatan dapat ditunjukkan pada Gambar 3.7.

4 10 65 50 5 30 80 0 2 60 40 1 3 100 Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Gambar 3.7. Block Layout dengan Grafik Kedekatan 3.3.2. Perencanaan Tata Letak Fasilitas dengan Pendekatan Group Technology Layout Tipe tata letak ini, biasanya komponen yang tidak sama di kelompokkan ke dalam satu kelompok berdasarkan kesamaan bentuk komponen, mesin atau peralatan yang dipakai. Pengelompokkan bukan didasarkan pada kesamaan penggunaan akhir. Mesin-mesin di kelompokkan dalam satu kelompok dan ditempatkan dalam sebuah manufacturing cell. Kelebihan tata letak berdasarkan kelompok teknologi ini adalah dengan adanya pengelompokan produk sesuai dengan proses pembuatannya maka akan dapat diperoleh pendayagunaan mesin yang maksimal. Juga lintasan aliran kerja menjadi lebih lancar dan jarak perpindahan material akan lebih pendek bila dibandingkan tata letak berdasarkan fungsi atau macam proses (process layout). Tata letak berdasarkan kelompok teknologi atau produk dapat pula menciptakan suasana kerja yang lebih baik. Selain itu karena pada dasarnya pengaturan tata

letak tipe kelompok ini merupakan kombinasi dari Product Layout dan Process Layout maka secara otomatis memiliki keuntungan-keuntungan yang bisa diperoleh dari Product Layout dan Process Layout. Seperti halnya tipe tata letak fasilitas yang lain, tipe tata letak fasilitas berdasarkan kelompok produk juga mempunyai kekurangan-kekurangan diantaranya adalah diperlukannya tenaga kerja dengan kemampuan dan keterampilan tinggi untuk mengoperasikan semua fasilitas produksi yang ada. Kelancaran kerja sangat tergantung pada kegiatan pengendalian produksi khususnya dalam hal menjaga keseimbangan aliran kerja yang bergerak melalui individu-individu sel yang ada. Bila tidak maka diperlukan buffer dan work-inprocess-storage. Selain itu, akan dijumpai kerugian-kerugian seperti halnya dalam Product dan Process Layout. Yang perlu diperhatikan pula adalah sulitnya mengaplikasikan fasilitas produk tipe khusus. Dengan demikian tata letak berdasarkan kelompok produk atau produk teknologi itu mencoba mengkombinasikan efisiensi aliran dari tipe Product Layout dan fleksibilitas dari tipe Process Layout. Group Technology Layout dilihat pada Gambar 3.8.

Lathe Mill Drill Saw Paint Group A Storage Group B Assembly Warehouse Weld Lathe Paint Grind Mill Drill Sumber: Richard L Francis, dkk. Facility Layout and Location: An Analytical Approach. Gamabar 3.8. Group Technology Layout Group Technology (GT) adalah sebuah filosofi manajemen yang mencoba mengelompokkan produk dengan kesamaan desain atau karakteristik manufaktur atau keduanya. 8 Cellular Manufacturing (CM) dapat didefenisikan sebagai sebuah aplikasi dari GT yang meliputi pengelompokan mesin yang didasarkan pada komponen yang diproduksi. Tujuan utama dari CM adalah untuk mengidentifikasi sel mesin dan kelompok komponen secara simultan, dan untuk mengalokasikan kelompok produk ke sel mesin dengan meminimasi pergerakan intersellular dari komponen-komponen. Untuk mengimplementasikan konsep CM secara sukses, analisis harus dikembangkan dari tata letak mesin dalam sel sehingga meminimasi inter- dan intrasellular biaya pemindahan bahan. CM merupakan sebuah konsep yang baru dan telah sukses diaplikasikan di banyak lingkungan manufaktur dan dapat mencapai keuntungan yang signifikan. Perusahaan yang disurvei di Wemmerlov dan Hyer telah mengalami hasil sebagai berikut: 8 Sunderesh S. Heragu. 2006. Facilities Design. New York: iuniverse, Inc. Hal: 291.

1. Pengurangan waktu setup 2. Pengurangan persediaan work in process 3. Pengurangan biaya material handling 4. Pengurangan biaya pekerja langsung dan tidak langsung 5. Peningkatan kualitas 6. Peningkatan aliran material 7. Peningkatan utilitas mesin 8. Peningkatan utiitas ruang 9. Peningkatan moral pekerja Sebuah part family adalah sekelompok komponen yang memiliki beberapa kesamaan spesifikasi dan kesamaan karakteristik rancangan atau proses produksi. 9 Sebuah part family dapat dikelompokkan dengan komponen yang memiliki kesamaan karakteristik rancangan seperti bentuk geometrik, ukuran, material dan lain-lain sedangkan sebuah part family yang dikelompokkan atas kesamaan proses produksi berdasarkan mesin-mesin, proses-proses, operasi-operasi, peralatan dan lain-lain. Untuk aplikasi produksi dari konsep Grup Technology, sebuah kelompok mesin untuk sebuah part family atau lebih dibentuk untuk memproses komponen-komponen yang memiliki kesamaan operasi-operasi menggunakan mesin-mesin. 10 Pada umumnya, perencanaan grup technology layout mencakup tiga jenis masalah yang akan diselesaikan yaitu: 11 1. Pembentukan kelompok mesin. 2. Permasalahan tata letak dari kelompok mesin yang ditetapkan. 9 Inyong Ham, dkk. 1985. Group Technology. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing. Hal: 9. 10 Ibid. Hal: 15. 11 Ibid. Hal: 159.

3. Permasalahan tata letak dari individual mesin untuk masing-masing kelompok mesin. Model tata letak matematik yang mencakup tiga masalah tata letak untuk grup technology belum dikembangkan. Di antara tiga masalah dalam perencanaan tata letak berdasarkan grup technology, masalah dalam pembentukan kelompok mesin dipertimbangkan sebagai masalah yang paling penting oleh banyak peneliti. Pada dasarnya, masalah pengelompokan mesin didefenisikan sebagai berikut: disediakan matriks komponen-mesin yang menunjukkan mesin yang dibutuhkan untuk memproses masing-masing komponen, temukan kelompok mesin dan part family dengan cara masing-masing komponen di dalam sebuah family dapat diproses sepenuhnya di dalam sebuah kelompok mesin. Metode yang paling sederhana untuk memcahkan masalah ini adalah menyusun ulang baris dan kolom dari matriks berdasarkan trial and error hingga sebuah solusi yang baik diperoleh. Metode ini berguna untuk masalah yang memiliki jumlah mesin dan komponen yang relatif sedikit. Namun, metode ini memiliki dua kesulitan karena didasarkan oleh heuristik dan membutuhkan beberapa usaha komputerisasi untuk menentukan kelompok mesin dan part family yang tepat untuk masalah yang besar. Untuk menanggulangi masalah ini, beberapa metode yang berguna telah dikembangkan. Satu yang terutama adalah metode berdasarkan pengelompokan (cluster).

Metode pengelompokan dalam Grup Technology dibagi menjadi dua bagian yaitu: 12 1. Metode klasifikasi Metode klasifikasi digunakan untuk membuat kelompok komponen berdasarkan bentuk desainnya. Metode ini terbagi menjadi beberapa jenis. Jenis pertama adalah metode inspeksi visual yaitu metode dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap bentuk komponennya secara visual. Penggunaan metode inspeksi visual mudah namun untuk jumlah komponen yang banyak penggunaannya sangat terbatas. Jenis kedua adalah metode pengkodean, yaitu pengelompokan komponen berdasarkan bentuk geometri dan kompleksitas, dimensi, tipe material yang digunakan, bentuk bahan baku serta kebutuhan akurasi komponen akhir. 2. Metode pengklasteran. Metode pengelompokkan berusaha untuk menemukan dan menunjukkan kesamaan cluster atau kelompok pada objek yang diinput atau objek atribut dari data matriks. 13 Teknik ini bertujuan untuk menyusun ulang baris dan kolom dari matriks masukan, khususnya sebuah matriks biner yang menentukan ada atau tidaknya sebuah komponen yang diproses pada sebuah mesin khusus. Metode pengklasteran lebih terbatas pada metode mengenai identifikasi sel mesin, famili komponen yang memiliki kemiripan, atau keduanya. Beberapa metode utama yang termasuk metode pengklasteran yaitu: 12 Opcit. Rika Ampuh Hadiguna ST, MT dan Heri Setiawan ST, MT. Hal 129-148. 13 Opcit. Sunderesh S. Heragu. Hal: 297-298.

a. Rank Order Clustering (ROC) Algorithm Metode Rank Order Clustering yang dikembangkan oleh King adalah metode yang sederhana dan merupakan teknik analisis yang efektif untuk membentuk kelompok komponen-mesin. 14 Metode Rank Order Clustering (ROC) menentukan sebuah bilangan biner untuk setiap baris dan kolom, menyusun baris dan kolom secara menurun berdasarkan bilangan binernya, kemudian mengidentifikasi kelompok. 15 Setiap kelompok mendefinisikan kelompok mesin dan kelompok komponen yang sesuai. Dalam langkah algoritma ROC di bawah ini, m dan n menunjukkan jumlah mesin dan komponen. Langkah dari metode ROC adalah sebagai berikut:\ 1) Tetapkan bobot biner BW j =2 m-j untuk masing-masing kolom j dari matriks indikator proses komponen-mesin. 2) Tentukan desimal ekuivalen DE dari nilai biner untuk setiap baris i menggunakan formula: DE i = mm jj =1 2 m j a ij 3) Urutkan baris secara menurun berdasarkan nilai DE-nya. Susun kembali baris sesuai peringkat ini. Jika tidak ada penyusunan ulang yang dibutuhkan, berhenti, lanjut ke langkah 4. 4) Untuk setiap penyusunan ulang baris dari matriks, tetapkan bobot biner BW i =2 n-i. 5) Tentukan desimal ekuivalen DE dari nilai biner untuk setiap kolom j menggunakan formula: 14 Opcit. Inyong Ham, dkk. Hal: 164. 15 Opcit. Sunderesh S. Heragu. Hal: 298-305.

DE i = mm jj =1 2 m j a ij 6) Urutkan kolom secara menurun berdasarkan nilai DE-nya. Susun kembali kolom sesuai peringkat ini. Jika tidak ada penyusunan ulang yang dibutuhkan, berhenti, lanjut ke langkah 1. Contoh berdasarkan matriks indikator proses komponen-mesin pada Tabel 3.5. Tentukan diagonal blok dari penyusunan ulang baris dan kolom matriks menggunakan algoritma ROC. Tabel 3.5. Matriks Indikator Proses Komponen-Mesin Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design. Penyelesaian dapat dilihat sebagai berikut. Bobot biner untuk setiap kolom dan desimal ekuivalen DE dari nilai biner setiap baris dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Nilai Biner dan Bobot Setiap Baris dan Kolom dari Matriks Indikator Proses Komponen-Mesin Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design.

Bobot biner untuk setiap kolom dan desimal ekuivalen DE dari nilai biner setiap kolom dapat dilihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7. Penyusunan Ulang Baris dari Matriks Tabel 3.6 berdasarkan Nilai DE dan Penentuan Nilai dan Bobot Biner Selanjutnya Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design. Proses dengan langkah 1 hingga 3 dari algoritma ROC diperoleh matriks pada Tabel 3.8. Tabel 3.8. Penyusunan Ulang Kolom dari Matriks Tabel 3.7 berdasarkan Nilai DE dan Penentuan Nilai dan Bobot Biner Selanjutnya Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design. Proses dengan langkah 4 hingga langkah 6 dari algoritma ROC diperoleh matriks pada Tabel 3.8. Karena penyusunan ulang tidak dibutuhkan maka algoritma dihentikan. Matriks akhir pada Tabel 3.9 menunjukkan struktur blok diagonal.

Tabel 3.9. Penyusunan Ulang Akhir Baris dari Matriks Tabel 3.8 berdasarkan Nilai DE Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design. Metode dalam pengurutan urutan mesin yang cukup praktis dan populer digunakan adalah metode Hollier. 16 Metode Hollier menggunakan data from to chart perpindahan bahan antar fasilitas. Metode demikian tidak membutuhkan data dimensi fasilitas serta tidak memerlukan penetapan urutan awal fasilitas atau mesin yang akan ditata letak. Ada dua metode Hollier, yaitu Hollier 1 dan Hollier 2. Perbedaan keduanya hanyalah untuk mempermudah proses pengaturan urutan mesin atau efisiensi dalam proses dalam proses perhitungan. Metode Hollier 1 menggunakan jumlah aliran from and to setiap fasilitas yang akan diurutkan. Langkah-langkah metodenya sebagai berikut: 1) Buatlah from to chart dari data routing part. Data yang digunakan dari routing part menunjukkan indikasi jumlah komponen yang berpindah antar fasilitas dan akan ditata letak. 16 Opcit. Rika Ampuh Hadiguna ST, MT dan Heri Setiawan ST, MT. Hal: 108-109.

2) Hitung jumlah baris from dan kolom to. Caranya adalah dengan menjumlahkan setiap kolom dan setiap baris. Untuk menempatkan hasil penjumlahan, tambahkan baris dan kolom baru. 3) Berdasarkan hasil penjumlahan kolom dan baris, tentukan cara menata fasilitas dengan memilih nilai penjumlahan terkecil. Jika nilai minimum diperoleh pada to maka fasilitas ditempatkan pada awal urutan. Jika nilai minimum diperoleh pada from maka fasilitas ditempatkan di akhir urutan. Jika hasil penjumlahan memiliki nilai-nilai yang khusus maka aturan pemecahan sebagai berikut: a) Jika menemui jumlah to minimum atau jumlah from minimum, maka pilihlah fasilitas dengan rasio from atau to terkecil. b) Jika jumlah from dan to adalah sama untuk fasilitas terpilih, maka fasilitasnya diabaikan dan fasilitas yang memiliki nilai terkecil berikutnya yang dipilih. c) Jika jumlah to minimum adalah sama untuk dengan jumlah from, maka fasilitasnya dipilih dan ditempatkan masing-masing di awal dan di akhir urutan. 4) Perbaiki from to chart, setelah fasilitas yang dipilih ditata, maka from to chart direstrukturisasi dengan cara menghilangkan baris dan kolom fasilitas yang terpilih. Hitung kembali baris dan kolom dan lakukan langkah 2 dan 3 hingga seluruh fasilitas tertata. Metode Hollier 2 merupakan metode yang memperbaiki kinerja metode Hollier 1. Prinsip kerja metode Hollier 2 masih berdasarkan penjumlahan

baris dan kolom dari from to chart. Langkah-langkah metode Hollier 2 sebagai berikut: 1) Buatlah from to chart dengan prinsip yang sama dengan Hollier 1. 2) Hitung rasio from atau to setiap fasilitas. Caranya adalah dengan menjumlahkan semua perpindahan from dan perpindahan to setiap fasilitas. Penjumlahan from dilakukan dengan menjumlahkan baris, sedangkan to dilakukan dengan menjumlahkan kolom. Setelah memperoleh nilai penjumlahan di setiap kolom dan di setiap baris, lakukan perhitungan rasio from atau to dengan membagi nilai from dengan to. Hasil perhitungan rasio ditempatkan pada kolom tambahan baru. 3) Langkah selanjutnya adalah menata fasilitas berdasarkan nilai rasio terbesar hingga terkecil. Fasilitas yang memiliki rasio from atau to tertinggi berarti mendristribusikan banyak perpindahan dan menerima pekerjaan lebih sedikit dari fasilitas lain, demikian sebaliknya. Pengaturan fasilitas berdasarkan hal demikian artinya fasilitas dengan rasio tertinggi ditempatkan di awal urutan, sedangkan fasilitas dengan rasio terendah ditempatkan di akhir urutan. Dalam kasus tertentu dimana rasio sama besarnya, pemilihannya adalah dengan memilih fasilitas dengan nilai from tertinggi yang ditempatkan di depan fasilitas yang memiliki nilai from terkecil.

b. Bond Energy (BE) Algorithm Bond Energy (BE) Algorithm adalah sebuah metode heuristik yang berusaha untuk memaksimalkan jumlah dari bond energy untuk masingmasing elemen dalam matriks mesin-komponen. Jika ada satu atau banyak elemen yang bottleneck yang mencegah pembnetukan struktur diagonal blok, metode ini tidak berjalan dengan baik. Keuntungan dari metode ini adalah kelompok akhir yang teridentifikasi tidak terpengaruh dengan matriks awal. c. Row and Column Masking (R&CM) Algorithm Metode pengelompokan ini dimulai dari sebuah baris yang terpilih secara acak dan mencakup semua kolom yang memiliki sebuah masukan pada baris itu. Kemudian, akan mencakup semua baris dengan sebuah masukan pada cakupan kolom. Prosedur ini akan berlanjut hingga tidak memungkinkan untuk beranjak ke baris atau kolom yang tidak tercakup yang baru dan kemudian sebuah kelompok mesin dan famili komponen yang memiliki kesamaan terbentuk. Prosedur ini akan berulang untuk menemukan kelompok lainnya. Sebuah kelemahan utama dari metode ini adalah jika ada satu atau lebih mesin yang bottleneck atau exceptional part, metode ini akan memberikan solusi dengan semua mesin di dalam sebuah sel dan semua komponen akan berada dalam sebuah famili komponen.

d. Similarity Coeficient (SC) Algorithm Similarity Coeficient Algorithm diperoleh dari sistem pengklasifikasian menurut angka dan berusaha untuk mengukur koefisien similaritas diantara masing-masing pasangan mesin dan komponen. Metode ini menambahkan sebuah mesin ke sebuah sel yang ada jika nilai koefisien similaritas di antara mesin baru dan mesin yang ada dalam sel melewati tingkat yang ditetapkan. Kelemahan yang nyata dari pendekatan ini adalah bahwa mesin yang memiliki koefisien similaritas yang tinggi dengan mesin yang ada di dalam sel akan secara otomatis masuk ke dalam sel meskipun koefisien similaritas diantara mesin baru dan mesin lainnya yang ada dalam sel sangat rendah. 3.4. Permasalahan Material Handling Masalah utama dalam proses produksi ditinjau dari segi kegiatan atau proses produksi adalah bergeraknya material dari suatu tingkat ke tingkat proses produksi berikutnya. 17 Hal ini terlihat sejak material diterima di tempat penerimaan kemudian dipindahkan ke tempat pemeriksaan dan selanjutnya disimpan dalam gudang. Pada bagian produksi juga terjadi perpindahan material yang diawali dengan mengambil material dari gudang, kemudian diproses pada proses pertama dan berpindah pada proses berikutnya sampai akhirnya dipindah ke gudang barang jadi. Untuk memungkinkan proses produksi dapat berjalan dibutuhkan adanya kegiatan pemindahan material yang disebut material handling. 17 Opcit. Hari Purnomo. Hal: 239-240.

Pada sebuah pabrik, material handling menyerap tenaga kerja sekitar 25% dari seluruh tenaga kerja, menggunakan ruangan sekitar 55% dari seluruh ruangan dan 87% dari waktu produksi. Penanganan material diperkirakan menggunakan 15% sampai dengan 70% dari total biaya manufaktur. Oleh sebab itu, penanganan material menjadi masalah yang penting untuk dianalisis dalam rangka melakukan pengurangan biaya. Di samping itu, penanganan material juga menyebabkan baik atau tidaknya kualitas material dan diperkirakan antara 3% sampai 5% dari seluruh material yang ditangangi mengalami kerusakan. 3.4.1. Material Handling Pengertian pemindahan bahan (material handling) berdasarkan American Material Handling Society (AMHS), yaitu sebagai suatu seni dan ilmu yang meliputi penanganan (handling), pemindahan (moving), pembungkusan/ pengepakan (packaging), penyimpanan (storing) sekaligus pengendalian pengawasan (controlling) dari bahan atau material dengan segala bentuknya. 18 Dalam kaitannya dengan pemindahan bahan, maka proses pemindahan bahan ini akan dilaksanakan dari satu lokasi ke lokasi yang lain baik secara vertikal, horizontal maupun lintasan yang membentuk kurva. Demikian pula lintasan ini dapat dilaksanakan dalam suatu lintasan yang tetap atau berubah-ubah. Selanjutnya, material yang dipindah dapat berbentuk gas, cairan ataupun padat. Dalam pengertian umum, aktivitas pemindahana bahan lebih ditujukan untuk pemindahan material dalam bentuk fisik dan padat. 18 Sritomo Wignjosoebroto. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya: Guna Widya. Hal: 212-213.

3.4.2. Tujuan Kegiatan Material Handling Tujuan kegiatan pemindahan bahan yaitu: 19 1. Menaikkan kapasitas 2. Memperbaiki kondisi kerja 3. Memperbaiki pelayanan para pelanggan 4. Meningkatkan pemanfaatan ruang dan peralatan 5. Mengurangi ongkos 3.4.3. Minimasi Material Handling Masalah pemindahan bahan mencakup bahwa sumber atau tujuan dapat dipergunakan sebagai titik antara dalam mencari hasil optimal. 20 Minimasi material handling adalah kegiatan untuk memperkecil jumlah perpindahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Min Mp = nn ii=1 nn jj xx iiii dd iiii Dimana: xx iiii = frekuensi perpindahan material dari mesin i ke mesin j. dd iiii = jarak perpindahan dari mesin i ke mesin j. n = jumlah mesin. 19 James M. Apple. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Bandung: ITB. Hal:378. 20 Mega Helprita Saragih. 2012. Perancangan Ulang Tataletak Fasilitas dengan Pendekatan Group Technology Berdasarkan Rank Order Clustering (Roc) dan Algoritma Bloclpan di Pt. Apindowaja Ampuh Persada.

3.4.4. Sistem Pengukuran Jarak Material Handling Sistem pengukuran jarak material handling dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 21 1. Jarak Euclidean Jarak euclidean adalah jarak yang diukur lurus antara pusat fasilitas satu dengan pusat fasilitas lainnya. Sistem pengukuran dengan jarak euclidean sering digunakan karena lebih mudah dimengerti dan mudah digunakan. Contoh aplikasi dari jarak euclidean misalnya pada beberapa model conveyor, dan juga jaringan transportasi dan distribusi. Formula yang digunakan yaitu: D ij = [(x i -x j ) 2 + (y i -y j ) 2 ] 1/2 Dimana: x i = kordinat x pada pusat fasilitas i y i = kordinat y pada pusat fasilitas i d ij = jarak antara pusat fasilitas i dan j 2. Jarak Rectilinear Jarak rectilinier sering disebut juga dengan jarak Manhattan merupakan jarak yang diukur mengikuti jalur tegak lurus. Disebut juga dengan jarak Manhattan, mengingatkan jalan-jalan di kota Manhattan yang berbentuk garisgaris paralel dan saling tegak lurus antara satu jalan dengan jalan lainnya. Pengukuran dengan jarak rectilinier sering digunakan karena mudah perhitungannya, mudah dimengerti dan untuk beberapa masalah lebih sesuai, misalnya untuk menentukan jarak antar kota, jarak antar fasilitas dimana 21 Opcit. Hari Purnomo. Hal: 80-84.

peralatan pemindahan bahan hanya dapat bergerak secara tegak lurus. Formula yang digunakan yaitu: D ij = x i -x j + y i -y j 3. Square Euclidean Square euclidean merupakan ukuran jarak dengan mengkuadratkan bobot terbesar suatu jarak antara dua fasilitas yang berdekatan. Relatif untuk beberapa persoalan terutama menyangkut persoalan lokasi fasilitas diselesaikan dengan penerapan square euclidean. Formula yang digunakan yaitu: D ij = [(x i -x j ) 2 + (y i -y j ) 2 ] 4. Aisle Aisle distance akan mengukur jarak sepanjang lintasan yang dilalui alat pengangkut pemindah bahan. Dari Gambar 3.9 (a) ukuran jarak aisle antara departemen K dan M merupakan jumlah dari a, b dan d. Sedang Gambar 3.9 (b) jarak aisle departemen 1 dengan departemen 3 merupakan jumlah dari a, c, f dan h. Aisle distance pertama kali diaplikasikan pada masalah tata letak dari proses manufaktur.

a Dept K c Dept L Dept 1 Dept 2 Dept 3 a d h d Dept M b c e f g Dept 4 Dept 5 Dept 6 (a) Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. (b) Gambar 3.9. Aisle Distance 5. Adjacency Adjacency merupakan ukuran kedekatan antara fasilitas-fasilitas atau departemen-departemen yang terdapat dalam suatu perusahaan. Dalam perancangan tata letak dengan metode SLP, sering digunakan ukuran adjacency yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat kedekatan antara departemen satu dengan departemen lainnya. Kelemahan ukuran jarak adjacency adalah tidak dapat memberi perbedaan secara riil jika terdapat dua pasang fasilitas di mana satu dengan lainnya tidak berdekatan. Sebagai contoh (Gambar 3.10) jarak antara departemen K dan departemen N yang tidak saling berdekatan berjarak 40 m, dan jarak antara departemen M dan departemen N yang berjarak 75 m, hal ini bukan berarti antara departemen K dan departemen N mempunyai tingkat kedekatan yang lebih tinggi. Dalam hal ini keduaduanya baik d kn (tingkat kedekatan departemen K dan N) dan d mn (tingkat

kedekatan departemen M dan N) dalam adjacency akan sama-sama diberi nilai 0. Sebaliknya meskipun departemen M dan departemen N masing-masing jika diukur dengan jarak rectilinear maupun jarak euclidean sama dengan departemen L, bukan berarti mempunyai nilai adjacency yang sama. Bisa saja antara departemen M dan departemen L mempunyai jarak adjacency yang lebih dibandingkan jarak adjacency antara departemen N dan departemen L. Misalkan antara departemen M dan L nilai adjacency sebesar 3, sedang antara departemen N dan L nilai adjacency sebesar 1. Dept K Dept M Dept L Dept N Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Gambar 3.10. Adjacency Distance

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Barata Indonesia (Persero) Medan yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Km 7,5 No. 273 Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada November 2016 hingga Januari 2017. 4.2. Objek Penelitian Objek penelitian yang diamati adalah tata letak lantai produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Medan. 4.3. Jenis Penelitian Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian terapan (applied research) karena penelitian ini memecahkan masalah tata letak lantai produksi yang dihadapi perusahaan (Sukaria Sinulingga, 2014) dan memberikan rancangan tata letak lantai produksi usulan yang mengurangi momen perpindahan bahan. 4.4. Variabel Penelitian Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis produk dan volume produksi Variabel ini menunjukkan banyaknya jenis produk dan jumlah produk yang diproduksi dalam satu tahun terakhir (2016).

2. Jenis dan jumlah mesin Variabel ini menunjukkan banyaknya jenis mesin dan jumlah mesin yang memiliki fungsi kerja yang sama di lantai produksi. 3. Jenis dan jumlah komponen Variabel ini menunjukkan banyaknya jenis komponen dalam sebuah produk dan jumlah komponen yang memiliki bentuk, ukuran, dan fungsi yang sama. 4. Luas mesin dan stasiun kerja Variabel ini menunjukkan luasan yang terbentuk dari garis terluar dari mesin yang membentuk area persegi atau persegi panjang dan luasan yang terbentuk dengan mengikutsertakan luas mesin, luas bahan, dan luas operator. 5. Proses produksi Variabel ini menunjukkan aliran bahan yang terbantuk dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja berikutnya. 6. Ukuran dan bentuk ruangan produksi Variabel ini menunjukkan luasan yang terbentuk dari dinding terluar ruangan bagian produksi sementara bentuknya persegi panjang yang terbagi menjadi tiga bagian dimana terdapat departemen lain di dalamnya. 7. Jarak perpindahan Variabel ini menunjukkan besarnya jarak antar stasiun kerja satu dengan stasiun kerja lainnya yang berhubungan membentuk aliran bahan dalam proses produksi.

8. Frekuensi perpindahan Variabel ini menunjukkan jumlah perpindahan yang dilakukan dari stasiun kerja satu dengan stasiun kerja lainnya yang berhubungan membentuk aliran bahan dalam proses produksi berdasarkan kapasitas pengangkut.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 5.1. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. 5.1.1. Data Primer Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Data jenis dan jumlah komponen masing-masing produk tahun 2016 2. Luas mesin dan stasiun kerja 3. Proses produksi komponen masing-masing produk tahun 2016 4. Block layout bagian produksi 5.1.2. Data Sekunder Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Data jenis produk dan volume produksi tahun 2016 2. Data jenis dan jumlah mesin 3. Block layout pabrik 5.2. Pengolahan Data 5.2.1. Perhitungan Frekuensi Perpindahan Frekuensi perpindahan diperoleh dari pembangian antara volume produksi dengan kapasitas alat angkut. Contoh perhitungan frekuensi perpindahan dari

stasiun kerja A menuju stasiun kerja C untuk komponen A1 yaitu: 4/1 = 4 kali/tahun. Perhitungan frekuensi perpindahan untuk stasiun kerja lainnya dilakukan dengan cara yang sama seperti contoh di atas. 5.2.2. Perhitungan Jarak Perpindahan Awal Jarak perpindahan dihitung dengan menggunakan metode aisle. Lintasan yang dilalui pemindah bahan pada tata letak awal lantai produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Medan dapat dilihat pada Gambar 5.1. Jarak antar stasiun kerja pada layout awal lantai produksi di PT. Barata Indonesia (Persero) Medan dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Jarak Antar Stasiun Kerja pada Layout Awal Lantai Produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Medan Jarak (Meter) i/j A1 A2 B C1 C2 D1 D2 E F G H I J K L M A1 48,25 46,51 48,96 48,66 42,9 A2 40,16 28,15 38,31 20,6 32,55 B 38,02 41,58 28,27 38,43 36,63 20,72 32,67 14,12 C1 28,1 17,75 C2 42,31 D1 48,96 40,19 43,61 37,61 D2 18,35 30,3 24,3 E 37,67 15,06 18,61 40,46 F 42,98 G 28,03 H 22,75 I 24,71 J 18,4 K 37,42 L 21,17 M Sumber: Pengolahan Data

Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.1. Lintasan Pemindah Bahan pada Layout Awal Lantai Produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Medan

5.2.3. Perhitungan Momen Perpindahan Awal Momen perpindahan merupakan hasil perkalian antara jarak dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja berikutnya dengan frekuensi perpindahan. Rumus: nn nn ZZ 0 = ff iiii dd iiii ii=1 jj =1 Keterangan: ZZ 0 ff iiii = nilai total momen perpindahan awal (meter/tahun) = frekuensi perpindahan dari stasiun i ke j dd iiii = jarak antar stasiun i dengan j Contoh perhitungan momen perpindahan untuk perpindahan dari stasiun kerja A1 ke C1 sebagai berikut. Frekuensi perpindahan dari A1 ke C1 Jarak perpindahan dari A1 ke C1 Momen perpindahan = 4 kali/tahun = 48,25 meter = 4 x 48,25 = 193 meter/tahun Perhitungan momen perpindahan untuk stasiun kerja lainnya dilakukan dengan cara yang sama seperti contoh di atas. Total jarak dan momen perpindahan pada layout awal lantai produksi PT. Barata Indonesia (Persero) adalah sebesar 8041,6 meter dan 17537,47 meter per tahun. 5.2.4. Perancangan Ulang Tata Letak Lantai Produksi dengan Pendekatan Process Layout Perancangan ulang tata letak lantai produksi dengan pendekatan process layout dilakukan dengan menggunakan metode Grafik.

5.2.4.1. Pembentukan From To Chart From To Chart digunakan untuk memperlihatkan data frekuensi perpindahan total antar stasiun kerja dari masing-masing komponen. From To Chart yang dibentuk menjumlahkan frekuensi perpindahan stasiun kerja yang sejenis. From To Chart frekuensi perpindahan antar stasiun kerja dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. From To Chart Frekuensi Perpindahan Antar Stasiun Kerja Frekuensi Perpindahan (Kali/Tahun) To From A B C D E F G H I J K L M A 40 63 6 9 35 B 4 22 5 9 2 6 3 C 2 43 D 1 8 40 36 6 E 6 9 5 F 8 G 9 H 53 I 9 J 186 K 9 L 9 M Sumber: Pengolahan Data 5.2.4.2. Pembentukan Grafik Kedekatan Langkah-langkah pembentukan grafik kedekatan dengan metode grafik adalah sebagai berikut: 1. Pasangkan stasiun kerja yang memilki nilai frekuensi perpindahan yang terbesar. Bobot terbesar adalah frekuensi perpindahan dari stasiun kerja J ke stasiun kerja K yaitu 186. Buat garis penghubung antara stasiun kerja J ke stasiun kerja K, seperti Gambar 5.2.

J 186 K Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.2. Grafik Kedekatan Stasiun Kerja J dan K 2. Pilih stasiun kerja ketiga yang akan masuk ke dalam grafik Caranya adalah dengan menjumlahkan frekuensi perpindahan masing-maasing stasiun kerja yang belum terpilih dengan stasiun kerja J dan K. Kemudian dipilih stasiun kerja yang mempunyai bobot terbesar, seperti ditunjukkan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Pembobotan untuk Memilih Stasiun Kerja Ketiga Stasiun Stasiun Kerja J-K Kerja Ketiga A 35+0=35 - B 6+3=9 - C 43+0=43 - D 36+6=42 - E 5+0=5 - F 8+0=8 - G 0+0=0 - H 53+0=53 Terpilih I 0+9=9 - L 0+9=9 - M 0+0=0 - Sumber: Pengolahan Data Nilai terbesar adalah pasangan stasiun kerja H dengan stasiun kerja J dan K yaitu sebesar 53, maka stasiun kerja H dipilih untuk memasuki grafik sehingga dapat ditarik garis untuk dihubungkan dengan stasiun kerja H membentuk segitiga seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.3.

H 53 0 Sumber: Pengolahan Data J 186 K Gambar 5.3. Bidang Segitiga Stasiun Kerja J-K-H 3. Pilih stasiun kerja berikutnya hingga stasiun kerja terakhir yang akan masuk ke dalam grafik Caranya adalah sama dengan langkah kedua. Iterasi berakhir di stasiun kerja akhir yaitu stasiun kerja M. Grafik kedekatan akhir diperlihatkan pada gambar berikut. Grafik kedekatan akhir dan block layout dapat dilihat pada Gambar 5.4 (a) dan (b). H 2 9 J 53 43 35 C 40 A 40 6 0 0 E 63 5 6 0 8 M 9 F 8 36 L 0 0 0 D 6 G 9 22 0 9 B 6 0 186 I 3 9 0 0 (a) K

H 2 9 J 53 43 35 C 40 A 40 6 0 0 E 63 5 6 0 M 8 9 F 8 36 L 0 0 0 D 6 G 9 22 0 9 B 6 0 I 186 3 9 0 0 K Sumber: Pengolahan Data (b) Gambar 5.4. (a) Grafik Kedekatan Akhir dan (b) Block Layout Karena stasiun kerja sudah memiiki ukurannya masing-masing maka penyusunan stasiun kerja dilakukan berdasarkan grafik kedekatan akhir dengan memperhatikan frekuensi perpindahan dan ruangan produksi. Tata letak lantai produksi usulan dengan dengan pendekatan Process Layout dapat dilihat apada Gambar 5.5.

Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.5. Tata Letak Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Process Layout

Jarak perpindahan dihitung dengan menggunakan metode aisle. Lintasan yang dilalui pemindah bahan pada tata letak lantai produksi usulan dengan pendekatan Process Layout dapat dilihat pada Gambar 5.6. Jarak antar stasiun kerja pada layout lantai produksi usulan dengan pendekatan Process Layout dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Jarak Antar Stasiun Kerja pada Layout Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Process Layout Jarak (Meter) i/j A B C D E F G H I J K L M A 33 31,5 22,38 24,74 15,13 B 21,63 38,89 27,15 7,95 32,13 13,84 29,19 C 43,96 25,67 D 50,72 56,25 11,1 25,06 19,06 E 36,2 27 15,05 F 31,2 G 12,45 H 18,3 I 45,18 J 15,36 K 22,18 L 21,52 M Sumber: Pengolahan Data

Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.6. Lintasan Pemindah Bahan pada Tata Letak Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Process Layout

Momen perpindahan merupakan hasil perkalian antara jarak dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja berikutnya dengan frekuensi perpindahan. Rumus: nn nn ZZ 0 = ff iiii dd iiii ii=1 jj =1 Contoh perhitungan momen perpindahan untuk perpindahan dari stasiun kerja A ke C untuk komponen A1 sebagai berikut. Frekuensi perpindahan dari A ke C Jarak perpindahan dari A ke C Momen perpindahan = 4 kali/tahun = 33 meter = 4 x 33 = 132 meter/tahun Perhitungan momen perpindahan stasiun kerja lainnya dilakukan dengan cara yang sama seperti contoh di atas. Total jarak dan momen perpindahan pada pada layout lantai produksi usulan dengan pendekatan Process Layout adalah sebesar 6267,7 meter dan 14252,11 meter per tahun. 5.2.5. Perancangan Ulang Tata Letak Lantai Produksi dengan Pendekatan Group Technology Layout Perancangan ulang tata letak lantai produksi dengan pendekatan Group Technology Layout dilakukan dengan menggunakan metode Rank Order Clustering (ROC). 5.2.5.1. Pembentukan Kelompok Komponen Mesin Langkah-langkah pembentukan kelompok komponen-mesin dengan metode Rank Order Clustering (ROC) adalah sebagai berikut:

1. Tetapkan bobot biner untuk masing-masing kolom dari matriks insiden komponen-mesin. Matriks insiden berisi bobot biner (0 dan 1) dimana nilai 0 menyatakan bahwa mesin j tidak mengerjakan komponen i sedangkan nilai 1 menyatakan bahwa mesin j mengerjakan komponen i. Matriks insiden dapat dilihat pada Tabel 5.5. 2. Tentukan desimal ekuivalen DE dari nilai biner untuk setiap baris i menggunakan formula: DE i = mm jj =1 2 m j a ij Dimana: a ij = bobot biner yang terdapat pada baris ke-i kolom ke-j m = nomor urut komponen Desimal ekuivalen untuk A1 Dari matriks insiden, didapat bahwa bobot biner A1 adalah: 1-0-1-0-0-0-0-0-0-1 Maka: DE A1 = 1 x 2 9 + 0 x 2 8 + 1 x 2 7 + 0 x 2 6 + 0 x 2 5 + 0 x 2 4 + 0 x 2 3 + 0 x 2 2 + 0 x 2 1 + 1 x 2 0 = 641 Hal yang sama juga dilakukan untuk menghitung nilai desimal ekuivalen pada komponen selanjutnya. Nilai desimal ekuivalen untuk semua komponen dapat dilihat pada Tabel 5.6. 3. Urutkan baris secara menurun berdasarkan nilai DE-nya. Susun kembali baris sesuai peringkat ini. Setiap penyusunan ulang baris dari matriks, tetapkan

bobot biner. Urutan baris sesuai dengan peringkat dapat dilihat pada Tabel 5.7. 4. Tentukan desimal ekuivalen DE dari nilai biner untuk setiap kolom j menggunakan formula: DE i = mm jj =1 2 n j a ij Dimana: a ij = bobot biner yang terdapat pada baris ke-i kolom ke-j n = nomor urut mesin Perhitungan desimal ekivalen kolom sama dengan perhitungan desimal ekivalen baris. Nilai desimal ekuivalen untuk semua komponen dapat dilihat pada Tabel 5.8. 5. Urutkan kolom dari kiri ke kanan berdasarkan nilai DE-nya. Susun kembali kolom sesuai peringkat ini. Setiap penyusunan ulang kolom dari matriks, tetapkan bobot biner. Urutan kolom sesuai dengan peringkat dapat dilihat pada Tabel 5.9. 6. Setelah diperoleh urutan DE baris dan kolom, terdapat urutan yang berbeda pada baris, maka penyusunan ulang dibutuhkan sehingga dilakukan kembali langkah 3. Urutan baris hasil penyusunan ulang sesuai dengan peringkat dapat dilihat pada Tabel 5.10. 7. Urutan DE baris dan kolom sudah sesuai dengan peringkat dan tidak membutuhkan penyusunan ulang sehingga iterasi berhenti.

V-104 Komponen Tabel 5.5. Matriks Insiden Komponen-Mesin Mesin M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 A1 1 1 1 A2 1 1 1 A3 1 1 A4 1 1 1 A5 1 1 1 A6 1 1 1 A7 1 1 A8 1 1 A9 1 1 A10 1 1 1 A11 1 1 1 A12 1 1 1 A13 1 1 1 A14 1 1 1 A15 1 1 1 A16 1 1 1 A17 1 1 1 A18 1 1 1 A19 1 1 1 A20 1 1 1 A21 1 1 1 A22 1 1 1 A23 1 1 A24 1 1 A25 1 1 A26 1 1 1 A27 1 1 1 A28 1 1 1 A29 1 1 1 A30 1 1 1 A31 1 1 1 A32 1 1 A33 1 1 1 A34 1 1 1 I-1

Tabel 5.5. Matriks Insiden Komponen-Mesin (Lanjutan) Mesin M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 B1 1 1 1 1 B2 1 1 1 B3 1 1 1 B4 1 1 1 B5 1 1 1 B6 1 1 1 B7 1 1 1 B8 1 1 1 B9 1 1 1 B10 1 1 B11 1 1 1 B12 1 1 1 B13 1 1 1 B14 1 1 1 B15 1 1 B16 1 1 B17 1 1 1 B18 1 1 1 B19 1 1 1 B20 1 1 1 B21 1 1 B22 1 1 1 B23 1 1 1 B24 1 1 1 B25 1 1 1 B26 1 1 1 B27 1 1 B28 1 1 C1 1 1 1 C2 1 1 1 C3 1 1 C4 1 1 1 C5 1 1 1 C6 1 1 1

Tabel 5.5. Matriks Insiden Komponen-Mesin (Lanjutan) Mesin M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 C7 1 1 1 C8 1 1 C9 1 1 1 C10 1 1 1 C11 1 C12 1 C13 1 D1 1 1 1 1 D2 1 1 D3 1 1 1 D4 1 1 1 D5 1 1 1 1 D6 1 1 1 D7 1 1 1 1 D8 1 1 1 1 D9 1 1 1 D10 1 1 D11 1 1 1 1 D12 1 1 1 1 D13 1 1 1 1 D14 1 1 1 1 D15 1 1 1 1 D16 1 1 1 D17 1 1 1 D18 1 1 1 1 Sumber: Pengolahan Data

Komponen Tabel 5.6. Nilai Desimal Ekuivalen untuk Semua Komponen Mesin Desimal M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 Ekuivalen 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 A1 1 1 1 641 A2 1 1 1 641 A3 1 1 513 A4 1 1 1 641 A5 1 1 1 385 A6 1 1 1 641 A7 1 1 513 A8 1 1 513 A9 1 1 513 A10 1 1 1 321 A11 1 1 1 321 A12 1 1 1 321 A13 1 1 1 289 A14 1 1 1 577 A15 1 1 1 577 A16 1 1 1 289 A17 1 1 1 321 A18 1 1 1 641 A19 1 1 1 577 A20 1 1 1 641 A21 1 1 1 577 A22 1 1 1 641 A23 1 1 513 A24 1 1 513 A25 1 1 513 A26 1 1 1 321 A27 1 1 1 321 A28 1 1 1 321 A29 1 1 1 289 A30 1 1 1 577 A31 1 1 1 577 A32 1 1 513 A33 1 1 1 289 A34 1 1 1 321

Tabel 5.6. Nilai Desimal Ekuivalen untuk Semua Komponen (Lanjutan) Mesin Desimal M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 Ekuivalen 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 B1 1 1 1 1 645 B2 1 1 1 608 B3 1 1 1 577 B4 1 1 1 577 B5 1 1 1 641 B6 1 1 1 608 B7 1 1 1 608 B8 1 1 1 641 B9 1 1 1 641 B10 1 1 513 B11 1 1 1 577 B12 1 1 1 641 B13 1 1 1 608 B14 1 1 1 641 B15 1 1 513 B16 1 1 513 B17 1 1 1 577 B18 1 1 1 641 B19 1 1 1 608 B20 1 1 1 577 B21 1 1 513 B22 1 1 1 577 B23 1 1 1 577 B24 1 1 1 261 B25 1 1 1 577 B26 1 1 1 577 B27 1 1 513 B28 1 1 513 C1 1 1 1 641 C2 1 1 1 641 C3 1 1 513 C4 1 1 1 385 C5 1 1 1 641 C6 1 1 1 608

Tabel 5.6. Nilai Desimal Ekuivalen untuk Semua Komponen (Lanjutan) M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 C7 1 1 1 577 C8 1 1 513 C9 1 1 1 577 C10 1 1 1 261 C11 1 256 C12 1 256 C13 1 256 D1 1 1 1 1 705 D2 1 1 257 D3 1 1 1 321 D4 1 1 1 321 D5 1 1 1 1 298 D6 1 1 1 321 D7 1 1 1 1 298 D8 1 1 1 1 337 D9 1 1 1 321 D10 1 1 513 D11 1 1 1 1 298 D12 1 1 1 1 298 D13 1 1 1 1 581 D14 1 1 1 1 581 D15 1 1 1 1 581 D16 1 1 1 517 D17 1 1 1 517 D18 1 1 1 1 581 Sumber: Pengolahan Data Mesin Desimal Ekuivalen

Komponen Tabel 5.7. Urutan Baris Sesuai Dengan Peringkat Mesin Desimal M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 Ekuivalen 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 D1 1 1 1 1 705 B1 1 1 1 1 645 A1 1 1 1 641 A2 1 1 1 641 A4 1 1 1 641 A6 1 1 1 641 A18 1 1 1 641 A20 1 1 1 641 A22 1 1 1 641 B5 1 1 1 641 B8 1 1 1 641 B9 1 1 1 641 B12 1 1 1 641 B14 1 1 1 641 B18 1 1 1 641 C1 1 1 1 641 C2 1 1 1 641 C5 1 1 1 641 B2 1 1 1 608 B6 1 1 1 608 B7 1 1 1 608 B13 1 1 1 608 B19 1 1 1 608 C6 1 1 1 608 D13 1 1 1 1 581 D14 1 1 1 1 581 D15 1 1 1 1 581 D18 1 1 1 1 581 A14 1 1 1 577 A15 1 1 1 577 A19 1 1 1 577 A21 1 1 1 577 A30 1 1 1 577 A31 1 1 1 577

Tabel 5.7. Urutan Baris Sesuai Dengan Peringkat (Lanjutan) Mesin Desimal M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 Ekuivalen 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 B3 1 1 1 577 B4 1 1 1 577 B11 1 1 1 577 B17 1 1 1 577 B20 1 1 1 577 B22 1 1 1 577 B23 1 1 1 577 B25 1 1 1 577 B26 1 1 1 577 C7 1 1 1 577 C9 1 1 1 577 D16 1 1 1 517 D17 1 1 1 517 A3 1 1 513 A7 1 1 513 A8 1 1 513 A9 1 1 513 A23 1 1 513 A24 1 1 513 A25 1 1 513 A32 1 1 513 B10 1 1 513 B15 1 1 513 B16 1 1 513 B21 1 1 513 B27 1 1 513 B28 1 1 513 C3 1 1 513 C8 1 1 513 D10 1 1 513 A5 1 1 1 385 C4 1 1 1 385 D8 1 1 1 1 337 A10 1 1 1 321

Tabel 5.7. Urutan Baris Sesuai Dengan Peringkat (Lanjutan) M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 A11 1 1 1 321 A12 1 1 1 321 A17 1 1 1 321 A26 1 1 1 321 A27 1 1 1 321 A28 1 1 1 321 A34 1 1 1 321 D3 1 1 1 321 D4 1 1 1 321 D6 1 1 1 321 D9 1 1 1 321 D5 1 1 1 1 298 D7 1 1 1 1 298 D11 1 1 1 1 298 D12 1 1 1 1 298 A13 1 1 1 289 A16 1 1 1 289 A29 1 1 1 289 A33 1 1 1 289 B24 1 1 1 261 C10 1 1 1 261 D2 1 1 257 C11 1 256 C12 1 256 C13 1 256 Sumber: Pengolahan Data Mesin Desimal Ekuivalen

Tabel 5.8. Nilai Desimal Ekuivalen untuk Semua Mesin Mesin M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 B1 2 91 1 1 1 1 645 A1 2 90 1 1 1 641 A2 2 89 1 1 1 641 A4 2 88 1 1 1 641 A6 2 87 1 1 1 641 A18 2 86 1 1 1 641 A20 2 85 1 1 1 641 A22 2 84 1 1 1 641 B5 2 83 1 1 1 641 B8 2 82 1 1 1 641 B9 2 81 1 1 1 641 B12 2 80 1 1 1 641 B14 2 79 1 1 1 641 B18 2 78 1 1 1 641 C1 2 77 1 1 1 641 C2 2 76 1 1 1 641 C5 2 75 1 1 1 641 B2 2 74 1 1 1 608 B6 2 73 1 1 1 608 B7 2 72 1 1 1 608 B13 2 71 1 1 1 608 B19 2 70 1 1 1 608 C6 2 69 1 1 1 608 D13 2 68 1 1 1 1 581 D14 2 67 1 1 1 1 581 D15 2 66 1 1 1 1 581 D18 2 65 1 1 1 1 581 A14 2 64 1 1 1 577 A15 2 63 1 1 1 577 A19 2 62 1 1 1 577 A21 2 61 1 1 1 577 A30 2 60 1 1 1 577 Desimal Ekuivalen

Tabel 5.8. Nilai Desimal Ekuivalen untuk Semua Mesin (Lanjutan) Mesin M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 A31 2 59 1 1 1 577 B3 2 58 1 1 1 577 B4 2 57 1 1 1 577 B11 2 56 1 1 1 577 B17 2 55 1 1 1 577 B20 2 54 1 1 1 577 B22 2 53 1 1 1 577 B23 2 52 1 1 1 577 B25 2 51 1 1 1 577 B26 2 50 1 1 1 577 C7 2 49 1 1 1 577 C9 2 48 1 1 1 577 D16 2 47 1 1 1 517 D17 2 46 1 1 1 517 A3 2 45 1 1 513 A7 2 44 1 1 513 A8 2 43 1 1 513 A9 2 42 1 1 513 A23 2 41 1 1 513 A24 2 40 1 1 513 A25 2 39 1 1 513 A32 2 38 1 1 513 B10 2 37 1 1 513 B15 2 36 1 1 513 B16 2 35 1 1 513 B21 2 34 1 1 513 B27 2 33 1 1 513 B28 2 32 1 1 513 C3 2 31 1 1 513 C8 2 30 1 1 513 D10 2 29 1 1 513 A5 2 28 1 1 1 385 C4 2 27 1 1 1 385 Desimal Ekuivalen

Tabel 5.8. Nilai Desimal Ekuivalen untuk Semua Mesin (Lanjutan) Mesin M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 D8 2 26 1 1 1 1 337 A10 2 25 1 1 1 321 A11 2 24 1 1 1 321 A12 2 23 1 1 1 321 A17 2 22 1 1 1 321 A26 2 21 1 1 1 321 A27 2 20 1 1 1 321 A28 2 19 1 1 1 321 A34 2 18 1 1 1 321 D3 2 17 1 1 1 321 D4 2 16 1 1 1 321 D6 2 15 1 1 1 321 D9 2 14 1 1 1 321 D5 2 13 1 1 1 1 298 D7 2 12 1 1 1 1 298 D11 2 11 1 1 1 1 298 D12 2 10 1 1 1 1 298 A13 2 9 1 1 1 289 A16 2 8 1 1 1 289 A29 2 7 1 1 1 289 A33 2 6 1 1 1 289 B24 2 5 1 1 1 261 C10 2 4 1 1 1 261 D2 2 3 1 1 257 C11 2 2 1 256 C12 2 1 1 256 C13 2 0 1 256 Desimal Ekuivalen 9,90 x 10 27 5,37 x 10 8 9,9 x 10 27 4,95 x 10 27 3,72 x 10 22 67108864 15360 2,48 x 10 27 15360 9,9 x 10 27 Sumber: Pengolahan Data Desimal Ekuivalen

Komponen Tabel 5.9. Urutan Kolom Sesuai Dengan Peringkat Mesin M1 M10 M3 M4 M8 M5 M2 M6 M7 M9 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 D1 2 92 1 1 1 1 960 B1 2 91 1 1 1 1 928 A1 2 90 1 1 1 896 A2 2 89 1 1 1 896 A4 2 88 1 1 1 896 A6 2 87 1 1 1 896 A18 2 86 1 1 1 896 A20 2 85 1 1 1 896 A22 2 84 1 1 1 896 B5 2 83 1 1 1 896 B8 2 82 1 1 1 896 B9 2 81 1 1 1 896 B12 2 80 1 1 1 896 B14 2 79 1 1 1 896 B18 2 78 1 1 1 896 C1 2 77 1 1 1 896 C2 2 76 1 1 1 896 C5 2 75 1 1 1 896 B2 2 74 1 1 1 592 B6 2 73 1 1 1 592 B7 2 72 1 1 1 592 B13 2 71 1 1 1 592 B19 2 70 1 1 1 592 C6 2 69 1 1 1 592 D13 2 68 1 1 1 1 864 D14 2 67 1 1 1 1 864 D15 2 66 1 1 1 1 864 D18 2 65 1 1 1 1 864 A14 2 64 1 1 1 832 A15 2 63 1 1 1 832 A19 2 62 1 1 1 832 A21 2 61 1 1 1 832 Desimal Ekuivalen

Tabel 5.9. Urutan Kolom Sesuai Dengan Peringkat (Lanjutan) Mesin M1 M10 M3 M4 M8 M5 M2 M6 M7 M9 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 A30 2 60 1 1 1 832 A31 2 59 1 1 1 832 B3 2 58 1 1 1 832 B4 2 57 1 1 1 832 B11 2 56 1 1 1 832 B17 2 55 1 1 1 832 B20 2 54 1 1 1 832 B22 2 53 1 1 1 832 B23 2 52 1 1 1 832 B25 2 51 1 1 1 832 B26 2 50 1 1 1 832 C7 2 49 1 1 1 832 C9 2 48 1 1 1 832 D16 2 47 1 1 1 800 D17 2 46 1 1 1 800 A3 2 45 1 1 768 A7 2 44 1 1 768 A8 2 43 1 1 768 A9 2 42 1 1 768 A23 2 41 1 1 768 A24 2 40 1 1 768 A25 2 39 1 1 768 A32 2 38 1 1 768 B10 2 37 1 1 768 B15 2 36 1 1 768 B16 2 35 1 1 768 B21 2 34 1 1 768 B27 2 33 1 1 768 B28 2 32 1 1 768 C3 2 31 1 1 768 C8 2 30 1 1 768 D10 2 29 1 1 768 Desimal Ekuivalen

Tabel 5.9. Urutan Kolom Sesuai Dengan Peringkat (Lanjutan) Mesin M1 M10 M3 M4 M8 M5 M2 M6 M7 M9 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 A5 2 28 1 1 1 392 C4 2 27 1 1 1 392 D8 2 26 1 1 1 1 332 A10 2 25 1 1 1 328 A11 2 24 1 1 1 328 A12 2 23 1 1 1 328 A17 2 22 1 1 1 328 A26 2 21 1 1 1 328 A27 2 20 1 1 1 328 A28 2 19 1 1 1 328 A34 2 18 1 1 1 328 D3 2 17 1 1 1 328 D4 2 16 1 1 1 328 D6 2 15 1 1 1 328 D9 2 14 1 1 1 328 D5 2 13 1 1 1 1 27 D7 2 12 1 1 1 1 27 D11 2 11 1 1 1 1 27 D12 2 10 1 1 1 1 27 A13 2 9 1 1 1 280 A16 2 8 1 1 1 280 A29 2 7 1 1 1 280 A33 2 6 1 1 1 280 B24 2 5 1 1 1 296 C10 2 4 1 1 1 296 D2 2 3 1 1 264 C11 2 2 1 8 C12 2 1 1 8 C13 2 0 1 8 Desimal Ekuivalen 9,90 x 10 27 9,9 x 10 27 9,9 x 10 27 4,95 x 10 27 2,48 x 10 27 3,72 x 10 22 5,37 x 10 8 67108864 15360 15360 Sumber: Pengolahan Data Desimal Ekuivalen

Komponen Tabel 5.10. Urutan Baris Hasil Penyusunan Ulang Sesuai Dengan Peringkat Mesin Desimal Ekuivalen M1 M10 M3 M4 M8 M5 M2 M6 M7 M9 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 D1 2 92 1 1 1 1 960 B1 2 91 1 1 1 1 928 A1 2 90 1 1 1 896 A2 2 89 1 1 1 896 A4 2 88 1 1 1 896 A6 2 87 1 1 1 896 A18 2 86 1 1 1 896 A20 2 85 1 1 1 896 A22 2 84 1 1 1 896 B5 2 83 1 1 1 896 B8 2 82 1 1 1 896 B9 2 81 1 1 1 896 B12 2 80 1 1 1 896 B14 2 79 1 1 1 896 B18 2 78 1 1 1 896 C1 2 77 1 1 1 896 C2 2 76 1 1 1 896 C5 2 75 1 1 1 896 D13 2 74 1 1 1 1 864 D14 2 73 1 1 1 1 864 D15 2 72 1 1 1 1 864 D18 2 71 1 1 1 1 864 A14 2 70 1 1 1 832 A15 2 69 1 1 1 832 A19 2 68 1 1 1 832 A21 2 67 1 1 1 832 A30 2 66 1 1 1 832 A31 2 65 1 1 1 832 B3 2 64 1 1 1 832 B4 2 63 1 1 1 832 B11 2 62 1 1 1 832 B17 2 61 1 1 1 832 B20 2 60 1 1 1 832

Tabel 5.10. Urutan Baris Hasil Penyusunan Ulang Sesuai Dengan Peringkat (Lanjutan) Mesin Desimal Ekuivalen M1 M10 M3 M4 M8 M5 M2 M6 M7 M9 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 B22 2 59 1 1 1 832 B23 2 58 1 1 1 832 B25 2 57 1 1 1 832 B26 2 56 1 1 1 832 C7 2 55 1 1 1 832 C9 2 54 1 1 1 832 D16 2 53 1 1 1 800 D17 2 52 1 1 1 800 A3 2 51 1 1 768 A7 2 50 1 1 768 A8 2 49 1 1 768 A9 2 48 1 1 768 A23 2 47 1 1 768 A24 2 46 1 1 768 A25 2 45 1 1 768 A32 2 44 1 1 768 B10 2 43 1 1 768 B15 2 42 1 1 768 B16 2 41 1 1 768 B21 2 40 1 1 768 B27 2 39 1 1 768 B28 2 38 1 1 768 C3 2 37 1 1 768 C8 2 36 1 1 768 D10 2 35 1 1 768 B2 2 34 1 1 1 592 B6 2 33 1 1 1 592 B7 2 32 1 1 1 592 B13 2 31 1 1 1 592 B19 2 30 1 1 1 592 C6 2 29 1 1 1 592 A5 2 28 1 1 1 392 C4 2 27 1 1 1 392

Tabel 5.10. Urutan Baris Hasil Penyusunan Ulang Sesuai Dengan Peringkat (Lanjutan) Mesin Desimal Ekuivalen M1 M10 M3 M4 M8 M5 M2 M6 M7 M9 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 D8 2 26 1 1 1 1 332 A10 2 25 1 1 1 328 A11 2 24 1 1 1 328 A12 2 23 1 1 1 328 A17 2 22 1 1 1 328 A26 2 21 1 1 1 328 A27 2 20 1 1 1 328 A28 2 19 1 1 1 328 A34 2 18 1 1 1 328 D3 2 17 1 1 1 328 D4 2 16 1 1 1 328 D6 2 15 1 1 1 328 D9 2 14 1 1 1 328 B24 2 13 1 1 1 296 C10 2 12 1 1 1 296 A13 2 11 1 1 1 280 A16 2 10 1 1 1 280 A29 2 9 1 1 1 280 A33 2 8 1 1 1 280 D2 2 7 1 1 264 D5 2 6 1 1 1 1 27 D7 2 5 1 1 1 1 27 D11 2 4 1 1 1 1 27 D12 2 3 1 1 1 1 27 C11 2 2 1 8 C12 2 1 1 8 C13 2 0 1 8 Desimal Ekuivalen 9,90352 x 10 27 9,9 x 10 27 9,9 x 10 27 4,95 x 10 27 2,48 x 10 27 3,38 x 10 10 5,37 x 10 8 67108864 120 120 Sumber: Pengolahan Data

Komponen Tabel 5.11. Hasil Pengelompokan Mesin Mesin M1 M10 M3 M4 M8 M5 M2 M6 M7 M9 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 D1 1 1 1 1 B1 1 1 1 1 A1 1 1 1 A2 1 1 1 A4 1 1 1 A6 1 1 1 A18 1 1 1 A20 1 1 1 A22 1 1 1 B5 1 1 1 B8 1 1 1 B9 1 1 1 B12 1 1 1 B14 1 1 1 B18 1 1 1 C1 1 1 1 C2 1 1 1 C5 1 1 1 D13 1 1 1 1 D14 1 1 1 1 D15 1 1 1 1 D18 1 1 1 1 A14 1 1 1 A15 1 1 1 A19 1 1 1 A21 1 1 1 A30 1 1 1 A31 1 1 1 B3 1 1 1 B4 1 1 1 B11 1 1 1 B17 1 1 1 B20 1 1 1 B22 1 1 1

Tabel 5.11. Hasil Pengelompokan Mesin (Lanjutan) Mesin M1 M10 M3 M4 M8 M5 M2 M6 M7 M9 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 B23 1 1 1 B25 1 1 1 B26 1 1 1 C7 1 1 1 C9 1 1 1 D16 1 1 1 D17 1 1 1 A3 1 1 A7 1 1 A8 1 1 A9 1 1 A23 1 1 A24 1 1 A25 1 1 A32 1 1 B10 1 1 B15 1 1 B16 1 1 B21 1 1 B27 1 1 B28 1 1 C3 1 1 C8 1 1 D10 1 1 B2 1 1 1 B6 1 1 1 B7 1 1 1 B13 1 1 1 B19 1 1 1 C6 1 1 1 A5 1 1 1 C4 1 1 1 D8 1 1 1 1 A10 1 1 1

Tabel 5.11. Hasil Pengelompokan Mesin (Lanjutan) Mesin M1 M10 M3 M4 M8 M5 M2 M6 M7 M9 2 9 2 8 2 7 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2 1 2 0 A11 1 1 1 A12 1 1 1 A17 1 1 1 A26 1 1 1 A27 1 1 1 A28 1 1 1 A34 1 1 1 D3 1 1 1 D4 1 1 1 D6 1 1 1 D9 1 1 1 B24 1 1 1 C10 1 1 1 A13 1 1 1 A16 1 1 1 A29 1 1 1 A33 1 1 1 D2 1 1 D5 1 1 1 1 D7 1 1 1 1 D11 1 1 1 1 D12 1 1 1 1 C11 1 C12 1 C13 1 Sumber: Pengolahan Data

Adapun susunan kelompok komponen dan mesin dengan menggunakan metode Rank Order Clustering dapat dilihat pada Tabel 5.12. Tabel 3.12. Susunan Komponen- Mesin Menggunakan Metode ROC Kelompok Komponen Mesin I D1, B1, A1, A2, A4, A6, A18, A20, M1, M10, M3, M4, A22, B5, B8, B9, B12, B14, B18, C1, M8, M5 C2, C5, D13, D14, D15, D18, A14, A15, A19, A21, A30, A31, B3, B4, B11, B17, B20, B22, B23, B25, B26, C7, C9, D16, D17, A3, A7, A8, A9, A23, A24, A25, A32, B10, B15, B16, B21, B27, B28, C3, C8, D10, B2, B6, B7, B13, B19, C6. II A5, C4, D8, A10, A11, A12, A17, M2, M6 A26, A27, A28, A34, D3, D4, D6, D9, B24, C10, A13, A16, A29, A33, D2, C11, C12, C13. III D5, D7, D11, D12. M7, M9 Sumber: Pengolahan Data Dari pengelompokan di atas dapat dilihat bahwa terdapat mesin yang mengalami bottleneck artinya mesin digunakan pada lebih dari suatu kelompok. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah mesin yang mengalami bottleneck adalah sebagai berikut: 1. Membagi mesin yang memiliki jumlah lebih dari satu ke dalam kelompok mesin yang terbentuk. 2. Apabila mesin yang bottleneck hanya satu maka mesin tersebut ditempatkan pada satu sel mesin sedangkan produk yang membutuhkan mesin tersebut yang terdapat pada sel mesin lain akan berpindah ke sel mesin yang sudah ditempatkan.

Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi mesin yang bottleneck dalam penelitian ini adalah: 1. M10 terdiri dari 2 unit, dimana terdapat 58 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok I dan 22 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok II sehingga M10 sebanyak 1 unit ditempatkan pada kelompok I dan 1 unit ditempatkan pada kelompok II. 2. M3 terdiri dari 2 unit, dimana terdapat 18 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok I dan 2 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok II sehingga M3 sebanyak 1 unit ditempatkan pada kelompok I dan 1 unit ditempatkan pada kelompok II. 3. M4 terdiri dari 2 unit, dimana terdapat 28 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok I dan 13 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok II sehingga M4 sebanyak 1 unit ditempatkan pada kelompok I dan 1 unit ditempatkan pada kelompok II. 4. M8 terdiri dari 1 unit, dimana terdapat 7 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok I dan 2 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok II sehingga M8 ditempatkan pada kelompok I. 5. M5 terdiri dari 3 unit, dimana terdapat 6 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok I, 4 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok II, dan 4 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok III sehingga M5 sebanyak 1 unit ditempatkan pada kelompok I, 1 unit ditempatkan pada kelompok II, dan 1 unit ditempatkan pada kelompok III.

6. M2 terdiri dari 1 unit, dimana terdapat 22 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok II dan 7 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok III sehingga M2 ditempatkan pada kelompok II. 7. M6 terdiri dari 1 unit, dimana terdapat 1 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok II sehingga M6 ditempatkan pada kelompok II. 8. M7 terdiri dari 1 unit, dimana terdapat 4 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok III sehingga M7 ditempatkan pada kelompok III. 9. M9 terdiri dari 2 unit, dimana terdapat 4 jenis komponen yang dikerjakan di kelompok III sehingga M9 ditempatkan pada kelompok III. Susunan kelompok komponen-mesin beserta jumlah mesin yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.13. Tabel 3.13. Susunan Kelompok Komponen-Mesin Kelompok Komponen Mesin I D1, B1, A1, A2, A4, A6, A18, A20, M1(2), M10(1), A22, B5, B8, B9, B12, B14, B18, C1, M3(1), M4(1), M8(1), C2, C5, D13, D14, D15, D18, A14, M5(1) A15, A19, A21, A30, A31, B3, B4, B11, B17, B20, B22, B23, B25, B26, C7, C9, D16, D17, A3, A7, A8, A9, A23, A24, A25, A32, B10, B15, B16, B21, B27, B28, C3, C8, D10, B2, B6, B7, B13, B19, C6. II A5, C4, D8, A10, A11, A12, A17, A26, A27, A28, A34, D3, D4, D6, D9, B24, C10, A13, A16, A29, A33, D2. M2(1), M6(1), M10(1), M3(1), M4(1), M5(1) III D5, D7, D11, D12. M7(1), M9(2), M5(1) Sumber: Pengolahan Data

Angka yang berada dalam kurung menunjukkan jumlah mesin yang dibutuhkan pada kelompok tertentu. Contohnya pada kelompok I, M10 (1) menunjukkan bahwa pada kelompok I dibutuhkan mesin M10 sebanyak 1 unit. 5.2.5.2. Pembentukan Urutan Kedekatan Mesin Pengurutan kedekatan mesin dilakukan dengan menggunakan metode Hollier II dengan alasan karena lebih efisien dimana penentuan kedekatan ditentukan oleh rasio from dan to. Nilai from merupakan penjumlahan nilai baris sedangkan nilai to merupakan penjumlahan nilai kolom. Nilai rasio merupakan perbandingan antara nilai from dan to. Contoh pada kelompok I untuk M1, nilai from (jumlah baris M1) adalah 153 dan nilai to (jumlah kolom M1) adalah 0 maka nilai rasio M1 adalah 153/0=. Perhitungan nilai rasio selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.14 hingga Tabel 5.19. Tabel 5.14. From To Chart Kelompok Mesin I Frekuensi Perpindahan (Kali/Tahun) To From M1 M10 M3 M4 M8 M5 Total M1 35 40 63 9 6 153 M10 0 0 0 0 0 0 M3 0 39 0 2 0 41 M4 0 22 1 40 0 63 M8 0 53 0 0 0 53 M5 0 0 0 6 0 6 Total 0 149 41 69 51 6 316 Sumber: Pengolahan Data

Tabel 5.15. From To Ratio Kelompok Mesin I Mesin From To Ratio Urutan M1 153 0 1 M10 0 149 0 6 M3 41 41 1 3 M4 63 69 0,913043 5 M8 53 51 1,039216 2 M5 6 6 1 4 Sumber: Pengolahan Data Tabel 5.16. From To Chart Kelompok Mesin II Frekuensi Perpindahan (Kali/Tahun) To From M2 M6 M10 M3 M4 M5 Total M2 0 6 4 22 5 37 M6 0 8 0 0 0 8 M10 0 0 0 0 0 0 M3 0 0 4 0 0 4 M4 0 8 14 0 0 22 M5 0 0 5 0 0 5 Total 0 8 37 4 22 5 76 Sumber: Pengolahan Data Tabel 5.17. From To Ratio Kelompok Mesin II Mesin From To Ratio Urutan M2 37 0 1 M6 8 8 1 2 M10 0 37 0 6 M3 4 4 1 3 M4 22 22 1 4 M5 5 5 1 5 Sumber: Pengolahan Data

Tabel 5.18. From To Chart Kelompok Mesin III Frekuensi Perpindahan (Kali/Tahun) To From M7 M9 M5 Total M7 0 9 9 M9 0 0 0 M5 0 9 9 Total 0 9 9 18 Sumber: Pengolahan Data Tabel 5.19. From To Ratio Kelompok Mesin III Mesin From To Ratio Urutan M7 9 0 1 M9 0 9 0 3 M5 9 9 1 2 Sumber: Pengolahan Data Perancangan layout disesuaikan dengan urutan yang diperoleh pada from to chart ratio. Tata letak lantai produksi usulan dengan pendekatan Group Technology Layout dapat dilihat pada Gambar 5.7.

Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.7. Tata Letak Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Group Technology Layout

Jarak perpindahan dihitung dengan menggunakan metode aisle. Lintasan pemindah bahan pada tata letak lantai produksi usulan dengan pendekatan group technology layout dapat dilihat pada Gambar 5.8. Jarak antar stasiun kerja pada layout lantai produksi usulan dengan Pendekatan Group Technoloy Layout dapat dilihat pada Tabel 5.20. Tabel 5.20. Jarak Antar Stasiun Kerja pada Layout Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Group Technoloy Layout Jarak (Meter) To From A B C1 C2 D1 D2 E1 E2 E3 F G H I J1 J2 K L M A 13,71 38,75 33,75 13,98 43,25 B 21,75 11,7 15,1 20,75 27,25 18,6 43,55 C1 5,35 22,05 C2 10,05 D1 17,55 22,9 12,5 16,8 D2 9,9 15,1 E1 12 E2 3,75 E3 6,6 F 14,75 G 4,5 H 27,4 14,05 I 52,15 J1 11,8 J2 30,35 K 26,77 L 22,07 M Sumber: Pengolahan Data

Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.8. Lintasan Pemindah Bahan pada Tata Letak Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Group Technology Layout

Momen perpindahan merupakan hasil perkalian antara jarak dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja berikutnya dengan frekuensi perpindahan. Rumus: nn nn ZZ 0 = ff iiii dd iiii ii=1 jj =1 Contoh perhitungan momen perpindahan untuk perpindahan dari stasiun kerja A ke C1 sebagai berikut. Frekuensi perpindahan dari A ke C1 Jarak perpindahan dari A ke C1 Momen perpindahan = 4 kali/tahun = 13,71 meter = 4 x 13,71 = 54,84 meter/tahun Perhitungan momen perpindahan untuk stasiun kerja lainnya dilakukan dengan cara yang sama seperti contoh di atas. Total jarak dan momen perpindahan pada pada layout lantai produksi usulan dengan pendekatan Group Technoloy Layout adalah sebesar 5721,44 meter dan 13805,9 meter per tahun.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 6.1. Analisis Kondisi Awal Tata letak lantai produksi awal perusahaan memiliki penyusunan stasiun kerja membentuk jarak yang tidak diperlukan yang disebabkan adanya area yang tidak digunakan di antara dua stasiun kerja yang bersebelahan. Area yang tidak diperlukan ini seharusnya dihilangkan karena mempengaruhi jarak perpindahan bahan. Area yang tidak diperlukan tersebut terdapat diantara stasiun kerja A1 (Gas Cutting 1) dengan stasiun kerja B (Cutting Profil), stasiun kerja B (Cutting Profil) dengan stasiun kerja K (Assembling), stasiun kerja D1 (Drilling 1) dengan stasiun kerja D2 (Drilling 2), sasiun kerja D2 (Drilling 2) dengan stasiun kerja F (Turning Besar), dan stasiun kerja E (Turning Kecil) dengan stasiun kerja I (Milling). Penyusunan stasiun kerja juga tidak memperhatikan hubungan proses produksi sementara proses produksi merupakan faktor yang diperlukan dalam perancangan tata letak misalnya stasiun kerja K (Assembling) dengan stasiun kerja L (Sandblasting) dipisahkan oleh bagian tengah lantai produksi sehingga mempengaruhi jarak perpindahan bahan. Jarak perpindahan bahan untuk produk yang diproduksi pada tahun 2016 (vertical sterilizer, nut cyclone, feed tank, dan pintu air) yaitu 8041,6 meter dimana momen perpindahan yang dihasilkan yaitu 17537,47 meter per tahun. Tata letak lantai produksi awal PT. Barata Indonesia (Persero) Medan dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Sumber : Pengolahan Data Gambar 6.1. Tata Letak Lantai Produksi Awal PT. Barata Indonesia (Persero) Medan

6.2. Analisis Tata Letak Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Process Layout dan dengan Pendekatan Group Technology Layout Tata letak lantai produksi usulan dengan pendekatan Proses Layout tidak memiliki jarak yang tidak diperlukan yang disebabkan adanya area yang tidak digunakan di antara dua stasiun kerja yang bersebelahan. Area yang tidak digunakan tersebut terdapat diantara stasiun kerja F (Turning Besar) dengan stasiun kerja C (Rolling) digunakan untuk keperluan memudahkan pemindahan bahan dari dan ke stasiun kerja F (Turning Besar) dan dari stasiun kerja A (Gas Cutting), stasiun kerja B (Cutting Profil), dan stasiun kerja D (Drilling) menuju stasiun kerja C (Rolling). Selain itu area kosong antar dua stasiun kerja yang bersebelahan juga terdapat diantara stasiun kerja D (Drilling) dengan stasiun kerja K (Assembling) yang digunakan untuk kemudahan operasi dan mencegah kemungkinan terjadi kecelakaan kerja. Penyusunan stasiun kerja juga telah memperhatikan hubungan proses produksi dimana penyusunan dilakukan berdasarkan frekuensi perpindahan bahan. Stasiun kerja K (Assembling) dengan stasiun kerja L (Sandblasting) tidak lagi dipisahkan oleh bagian tengah lantai produksi namun stasiun kerja K (Assembling) sudah diletakkan di bagian tengah lantai produksi sehingga bersebelahan dengan stasiun kerja L (Sandblasting). Stasiun kerja L (Sandblasting) memiliki letak yang sama seperti pada tata letak lantai produksi awal. Hal dikarenakan stasiun kerja L (Sandblasting) harus berdekatan dengan stasiun kerja M (Painting) sesuai hubungan proses produksi sementara stasiun kerja M (Painting) harus diletakkan di luar ruangan karena prosesnya

berhubungan dengan cahaya matahari. Jarak perpindahan bahan untuk produk yang diproduksi pada tahun 2016 (vertical sterilizer, nut cyclone, feed tank, dan pintu air) yaitu 6267,7 meter dimana momen perpindahan yang dihasilkan yaitu 14252,11 meter per tahun. Besar pengurangan jarak dari jarak awal yaitu sebesar 1773,9 meter dan besar pengurangan momen perpindahannya dari momen perpindahan awal yaitu sebesar 3285,36 meter per tahun. Tata letak lantai produksi usulan dengan pendekatan Process Layout dapat dilihat pada Gambar 6.2. Tata letak lantai produksi usulan dengan pendekatan Grup Technology Layout tidak memiliki jarak yang tidak diperlukan yang disebabkan adanya area yang tidak digunakan di antara dua stasiun kerja yang bersebelahan. Area yang tidak digunakan tersebut terdapat diantara stasiun kerja B (Cutting Profil) dengan stasiun kerja D2 (Drilling 2) digunakan untuk keperluan memudahkan pemindahan bahan dari stasiun kerja B (Cutting Profil). Penyusunan stasiun kerja juga telah memperhatikan hubungan proses produksi dimana penyusunan dilakukan berdasarkan frekuensi perpindahan bahan. Bahkan penyusunan stasiun kerja juga telah memperhatikan perpindahan antar stasiun kerja dalam sel mesin. Sel mesin yang terbentuk terdiri dari tiga bagian dimana setiap bagian memiliki kelompok komponen yang diproses. Stasiun kerja K (Assembling) dengan stasiun kerja L (Sandblasting) juga tidak lagi dipisahkan oleh bagian tengah lantai produksi namun stasiun kerja K (Assembling) sudah diletakkan di bagian tengah lantai produksi sehingga bersebelahan dengan stasiun kerja L (Sandblasting). Stasiun kerja L (Sandblasting) memiliki letak yang sama

seperti pada tata letak lantai produksi awal. Hal dikarenakan stasiun kerja L (Sandblasting) harus berdekatan dengan stasiun kerja M (Painting) sesuai hubungan proses produksi sementara stasiun kerja M (Painting) harus diletakkan di luar ruangan karena prosesnya berhubungan dengan cahaya matahari. Jarak perpindahan bahan untuk produk yang diproduksi pada tahun 2016 (vertical sterilizer, nut cyclone, feed tank, dan pintu air) yaitu 5721,44 meter dimana momen perpindahan yang dihasilkan yaitu 13805,9 meter per tahun. Besar pengurangan jarak dari jarak awal yaitu sebesar 2320,16 meter dan besar pengurangan momen perpindahannya dari momen perpindahan awal yaitu sebesar 3731,57 meter per tahun. Tata letak lantai produksi usulan dengan pendekatan Group Technology Layout dapat dilihat pada Gambar 6.3. Perancangan tata letak lantai produksi usulan menghasilkan tata letak lantai produksi dengan pendekatan Group Technology Layout memiliki momen perpindahan yang lebih kecil dibandingkan dengan tata letak lantai produksi awal dan tata letak lantai produksi usulan dengan pendekatan Process Layout sehingga tata letak lantai produksi yang menjadi perbaikan tata letak lantai produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Medan adalah tata letak lantai produksi dengan pendekatan Group Technology Layout.

Sumber : Pengolahan Data Gambar 6.2. Tata Letak Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Process Layout

Sumber : Pengolahan Data Gambar 6.3. Tata Letak Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Group Technology Layout