BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa. Pada anak, pertumbuhan dan perkembangan terjadi pada saat mereka memasuki rentang umur 6 sampai mendekati 12 tahun, yang masing-masing menguraikan karakteristik penting dari periode tersebut. Periode usia pertengahan ini sering disebut usia sekolah atau masa sekolah (Wong et al., 2009). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, secara nasional prevalensi anak pendek pada rentang umur 5-12 tahun adalah 30,7 persen dan prevalensi anak kurus pada umur 5-12 tahun yaitu 11,2 persen. Untuk itu perlu adanya penanganan khusus agar tidak berdampak buruk pada anak dimasa yang akan datang. Terlebih pada negara berkembang anak yang memiliki nilai z-score untuk BB/TB kurang dari -2 Z memiliki risiko kematian yang lebih besar (Kemenkes, 2013; Fawzi, 1997). Asupan makan anak merupakan segala bentuk makanan maupun minuman yang dikonsumsi anak sebagai sumber zat gizi. Jenis makanan dan jumlah yang diasup akan menentukan tumbuh kembang anak nantinya. Menurut Hidayati (2014) terdapat hubungan bermakna antara asupan makan anak dengan status gizi anak usia sekolah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa status gizi seseorang dipengaruhi oleh dua hal yaitu asupan makan 1
dan penyakit infeksi. Keduanya merupakan faktor langsung yang dapat mempengaruhi status gizi (UNICEF, 1998). Masalah gizi kurang dan gizi buruk perlu ditangani khususnya dalam hal asupan makan sebagai faktor langsung yang mempengaruhi status gizi. Jenis makanan yang dikonsumsi sebaiknya mengandung energi dan protein tinggi agar dapat membantu memenuhi kebutuhan sehari. Salah satu jenis produk makanan yang memiliki formulasi padat gizi, aman dikonsumsi, mudah dicerna adalah bahan makanan campuran (BMC) (Suhardjo, (1988) dalam Hamid, (2002)). BMC merupakan perpaduan bahan makanan yang secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan anak dalam hal kecukupan gizi pada umumnya (Winarno, (1984) dalam Nataliningsih, (2007)). Target atau sasaran dari BMC adalah golongan rawan seperti anak-anak yang tengah membutuhkan energi dan protein tinggi untuk tumbuh kembang. Oleh karena itu, komposisi bahan-bahan yang terkandung di dalamnya perlu diperhatikan. Energi dan protein tinggi dapat diperoleh dari bahan makanan sumber karbohidrat dan bahan makanan hewani. Selain sumber energi dan protein, BMC juga dapat ditambahkan sumber vitamin dan mineral yaitu dengan cara menambahkan sayuran ke dalamnya. Salah satu bahan makanan yang menjadi sumber karbohidrat adalah ubi. Jenis ubi jalar yang tengah marak di pasaran adalah ubi jalar cilembu. Ubi ini memiliki keunikan yaitu rasanya yang manis seperti madu dan merupakan sumber karbohidrat penting. Oleh karena itu ubi jalar ini dapat dijadikan alternatif dari penggunaan beras ataupun gandum sebagai solusi ketahanan pangan. Namun, pengolahan ubi jalar cilembu sebagai produk 2
makanan mayoritas masih sebatas dalam bentuk rebus atau panggang. Sehingga untuk meningkatkan keanekaragaman produk pangan berbahan dasar lokal, ubi jalar cilembu ini dapat diinovasi menjadi produk makanan lain. Penggunaan ubi jalar cilembu yang dijadikan tepung dalam produk olahan pangan memiliki banyak kelebihan, yakni lebih cocok untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi, lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri dan harga lebih stabil, memberi nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri perdesaan serta meningkatkan mutu produk (Heriyanto dan Winarto, 1998). Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang relatif tinggi dan berkualitas prima. Selain itu juga memiliki tekstur yang lebih halus dan lebih lunak jika dibandingkan dengan daging sapi dan ternak lain, sehingga memudahkannya untuk dicerna tubuh (Murtidjo, 2003). Penggunaan daging ayam pada produk olahan makanan sudah banyak dilakukan seperti sebagai isian roti, abon ayam, dan lain sebagainnya. Daging ayam ini akan meningkatkan citarasa makanan menjadi lebih gurih. Kecukupan vitamin dan mineral tubuh dapat diperoleh dengan mengkonsumsi sayuran seperti wortel. Wortel kaya akan beta karoten yang membantu sistem kekebalan, sistem pencernaan, sistem pernafasan, serta membangun gigi, rambut, serta tulang yang kuat. Wortel ini berisi gula alami yang akan dilepaskan perlahan-lahan ke dalam tubuh untuk memberi energi yang tahan lama (Selby, 2004). Ketiga bahan makanan ini dapat dicampur menjadi satu sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Pencampuran ketiganya dapat menghasilkan suatu bahan makanan 3
campuran (BMC) yang bernilai gizi tinggi. BMC ini berupa tepung yang nantinya diolah menjadi produk olahan makanan yang beraneka ragam. BMC dapat dibuat menjadi nugget, cake, kue kering, biskuit, brownies, bolu dan lain-lain (Sarbini, 2008). Pembuatan produk BMC berupa biskuit dinilai menarik untuk anak usia sekolah. Selain menarik, biskuit juga praktis dan mudah dibuat. Teksturnya yang keras dan padat memudahkan pula untuk tercapainya nilai gizi yang tinggi. Untuk memaksimalkan produk BMC ini, perlu diketahui perubahanperubahan yang terjadi selama penyimpanan produk. Perubahan yang terjadi pada produk dapat mengindikasikan bahwa mutu produk berkurang dan menjadi parameter kelayakan produk untuk masih dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, mengetahui perubahan mutu pada produk pangan menjadi sangat penting berkaitan dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu kepada konsumen. Perubahan mutu pada biskuit dapat dilihat dari aktivitas air (Aw) biskuit. Aw ini menunjukkan banyaknya air bebas dalam bahan pangan yang dapat memicu reaksi biologis dan kimiawi (Arisman, 2009). Selain itu, Aw bersama kadar air juga mempengaruhi kestabilan dari produk pangan kering berupa sifat-sifat fisik yaitu kekerasan dan kekeringan (kerenyahan) dan sifat-sifat fisikokimia seperti pencoklatan non enzimatis (warna) (Winarno, 2004). Selain Aw, perubahan kimia selama proses penyimpanan dapat dilihat dari nilai TBA (thiobarbituric acid) yang merupakan parameter ketengikan karena berasal dari hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh (PUFA) yang dapat mempengaruhi stabilitas flavour (Ketaren, 1986). Selama proses penyimpanan dapat terjadi penurunan mutu produk yang dapat dilihat 4
dari perubahan Aw, nilai TBA, sifat organoleptik yaitu warna dan kerenyahan (Hutasoit, 2009). Perubahan ini dapat mengindikasikan bahwa produk sudah tidak layak dikonsumsi. Perubahan mutu pada produk pangan dapat dipengaruhi oleh kemasan produk. Salah satu kemasan yang banyak digunakan dalam industri pangan kini tidak hanya terdiri dari kombinasi antara berbagai plastik namun kombinasi antara plastik dengan aluminium. Kemasan seperti ini disebut dengan metalized plastic. Kemasan ini bersifat tidak meneruskan cahaya, menghambat masuknya oksigen, menahan bau, memberikan efek mengkilap, dan mampu menahan gas (Brown, 1992). Berdasarkan hal tersebut, peneliti memilih judul penelitian yaitu Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Biskuit BMC (Bahan Makanan Campuran) untuk Anak Usia Sekolah Berbahan Dasar Ubi Jalar Cilembu, Wortel, dan Daging Ayam. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terjadi perubahan Aw biskuit BMC formulasi 50% selama penyimpanan? 2. Apakah terjadi perubahan warna biskuit BMC formulasi 50% selama penyimpanan? 3. Apakah terjadi perubahan tekstur/kerenyahan biskuit BMC formulasi 50% selama penyimpanan? 4. Apakah terjadi perubahan nilai TBA (thiobarbituric acid) biskuit BMC formulasi 50% selama penyimpanan? 5
C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengevaluasi perubahan mutu biskuit BMC selama penyimpanan. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perubahan Aw biskuit BMC formulasi 50% selama penyimpanan 2. Mengetahui perubahan warna biskuit BMC formulasi 50% selama penyimpanan 3. Mengetahui perubahan tekstur/kerenyahan biskuit BMC formulasi 50% selama penyimpanan 4. Mengetahui perubahan nilai TBA (thiobarbituric acid) biskuit BMC formulasi 50% selama penyimpanan D. Manfaat Penelitian 1. Bagi program Studi Gizi Kesehatan Sebagai bahan pustaka dalam rangka menambah informasi tentang perubahan mutu biskuit BMC (bahan makanan campuran) untuk anak usia sekolah. 2. Bagi masyarakat Untuk meningkatkan diversifikasi makanan berbahan ubi jalar cilembu dan menjadi referensi produk makanan tinggi energi dan protein yang baik dikonsumsi oleh anak usia sekolah. 6
3. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti, sarana dalam melakukan penelitian ilmiah dan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dalam perkuliahan. 4. Bagi pihak lain Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa. E. Keaslian Penelitian 1. Kusumo, M. E. (2013) Pendugaan Umur Simpan Kue Kering Jagung Dalam Kemasan Plastik OPP-PP dan Metalized Plastic Dengan Metode Accelerated Shelf-Life Testing Berdasarkan Persamaan Arrhenius. Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan dan menentukan indikator kerusakan mutu pada kue kering jagung. Untuk menduga umur simpan kue kering tersebut, semua sampel dikemas dalam kemasan yang berbeda (metalized dan plastik OPP-PP dengan ketebalan 60 µm) dan disimpan pada suhu 25 o C, 35 o C, dan 45 o C selama 6 minggu. Hasil penelitian menunjukan bahwa selama 6 minggu penyimpanan kualitas mutu kue kering jagung mengalami penurunan yang ditunjukan dengan peningkatan keempat parameter yaitu nilai TBA, kekerasan, kadar air, dan Aw. Kue kering yang dikemas dalam kemasan metalized plastic memiliki umur simpan lebih lama (2,4 bulan) dibandingkan kue kering yang dikemas dalam kemasan OPP-PP (2 bulan). 7
Persamaan dengan penelitian ini yaitu subjek yang diamati berupa produk makanan kering dengan parameter yang diukur yaitu nilai TBA, kekerasan, dan Aw. Sedangkan perbedaannya yaitu pada penelitian ini juga mengukur kadar air dan mengestimasi umur simpan produk. 2. Priyanto, G., et al. (2008) Profil dan Laju Perubahan Mutu Tepung Kecambah Kacang Hijau Selama Penyimpanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil mutu dan laju perubahan mutu fisik tepung kecambah kacang hijau dalam kemasan selama penyimpanan. Hasil dari penelitian ini adalah lama penyimpanan dan jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap mutu fisik tepung yaitu kadar air, volume spesifik, kelarutan, indeks kecoklatan, dan sudut repos, sedangkan untuk mutu sensoris hanya berbeda pada aroma, dan perbedaan yang tidak nyata untuk warna dan tekstur. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama mengamati perubahan mutu produk selama menyimpanan dengan parameter yang diamati yaitu warna dan tekstur. Kemasan yang digunakan juga sama yaitu metalized plastic. Namun, terdapat beberapa perbedaan yaitu dari produk yang diamati berupa tepung dan tidak mengamati parameter perubahan Aw dan TBA selama penyimpanan. 3. Hutasoit. (2009) Penentuan Umur Simpan Fish Snack (produk ekstrusi) Menggunakan Metode Akselerasi Dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan produk fish snack dengan pendekatan kadar air kritis yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan membandingkannya dengan umur simpan yang ditentukan melalui perhitungan secara manual. 8
Hasil dari penelitian yaitu umur simpan fish snack melalui pendekatan kurva sorpsi isotermis berkisar 2,9 4,3 bulan untuk snack tanpa flavor dan 0,4 0,9 bulan untuk snack dengan flavor. Pada penyimpanan dengan metode konvensional, fish snack sudah menunjukkan terjadinya kemunduran mutu hingga penyimpanan empat minggu namun masih layak dikonsumsi. Persamaan pada penelitian ini yaitu mengamati parameter nilai kerenyahan dan kadar TBA. Selain itu, juga memperhitungkan aktivitas air dan perubahan warna. Sedangkan perbedaan penelitian ini yaitu menghitung umur simpan produk serta kemasan yang digunakan berupa plastik PP (polypropylene). 9