BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. Udang laut merupakan salah satu komoditas utama di sektor perikanan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan kerugian secara ekonomi pada budidaya pertanian (Li et al.,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. Segara Anakan merupakan ekosistem mangrove dengan laguna yang unik dan

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting,

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

BAB I PENDAHULUAN. ikan, sebagai habitat burung-burung air migran dan non migran, berbagai jenis

PENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

MENGGALI SUMBERDAYA GENETIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) SEBAGAI KANDIDAT UDANG BUDIDAYA DI INDONESIA

PERFORMA REPRODUKSI INDUK UDANG WINDU (Penaeus monodon Fab.) JANTAN ALAM DAN DOMESTIKASI TAMBAK

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

BAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara

I. PENDAHULUAN. air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perikanan. Produk domestik bruto (PDB) dari produk perikanan ini pada tahun

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAYA DUKUNG LAHAN TAMBAK BUDIDAYA IKAN KERAPU (Ephinepelus spp) DI KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN. Agung Pamuji Rahayu*

TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK UDANG WINDU (Penaeus monodon) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PESISIR ACEH TIMUR

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi fauna melimpah yang tersebar di

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS

I. PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa DNA Barcode dapat memberikan kontribusi yang kuat. untuk penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

OPTIMALISASI REPRODUKSI INDUK UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN POPULASI UDANG WINDU DI PERAIRAN TARAKAN KALIMANTAN UTARA

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

4. Sruktural 5. Fisiolois 6. Inang 7. Partenogenesis: perkembangan individu dari gamet yang tidak dibuahi, terutama banyak terjadi pada invertebrata.

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

Ikan Kakap merah (Red Snapper), Lutjanus malabaricus, adalah salah satu ikan

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI

BAB I PENDAHULUAN. selebihnya tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN BENIH SEBAR IKAN LELE MANDALIKA

Evolusi, Spesiasi dan Kepunahan

TEKNIK PEMBENIHAN UDANG WINDU APLIKASI PROBIOTIK. Balai Riset Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

Bimbingan Teknologi Budidaya Air Payau bagi Penyuluh Perikanan Barru, Maret 2017

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2013 TENTANG

Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari

STUDI MORFOMETRIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) DARI BEBERAPA POPULASI DI PERAIRAN INDONESIA

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil produk perikanan budidaya kategori ikan, crustacea dan moluska ketiga terbesar di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2014, produksi perikanan budidaya Indonesia sebesar 4,3 juta ton atau setara dengan 5,77% produksi dunia. Khusus produksi jenis crustacea di Indonesia sebesar 613,9 ribu ton (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus monodon sebesar 80% dari total produksi crustacea (FAO, 2016b) Spesies Litopenaeus vannamei yang merupakan jenis introduksi dari Amerika mendominasi produksi udang di Indonesia dibandingkan Penaeus monodon yang merupakan jenis asli Indo-Pasifik. Penaeus monodon Fabricius (1798) atau yang dikenal dengan udang windu di Indonesia merupakan spesies terbesar dari Famili Penaeidae yang mampu mencapai ukuran panjang 270 mm (Motoh, 1981). P. monodon sempat mendominasi produksi udang budidaya. Namun P. monodon mengalami penurunan produksi secara global yang disebabkan karena penyebaran penyakit mematikan yang berasal dari virus. Virus ini ditularkan secara vertikal dari indukan alam dan penyebaran virus tersebut semakin meluas dan cepat, karena sebagian besar hatchery masih menggunakan indukan hasil tangkapan alam untuk memproduksi benih udang. Ketergantungan pada indukan alam merupakan kendala bagi keberlanjutan produksi P. monodon dalam skala yang lebih besar. Ketergantungan pada indukan alam akan sangat mempengaruhi ketersediaan benih udang yang merupakan kunci peningkatan produksi udang. Hal ini dikarenakan ketersediaan indukan alam sangat bervariasi dari segi

kualitas dan kuantitas. Ketersediaan indukan dianggap merupakan bottleneck bagi perkembangan industri budidaya P. monodon (Marsden et al., 1997). Eksploitasi yang berlebihan akan menurunkan ketersediaan induk dengan kualitas baik dan mengganggu keseimbangan ekosistem serta tidak sesuai dengan konsep perikanan budidaya yang berkelanjutan. Domestikasi merupakan salah satu solusi bagi ketersediaan indukan. Seperti pada L. vannamei, peningkatan produksi terjadi karena keberhasilan dalam domestikasi. Peningkatan produksi L. vannamei dari 10 % ditahun 1998 menjadi 75% ditahun 2006 dari total produksi udang dunia (Wyban, 2007). Domestikasi mampu menjaga ketersediaan benih sesuai kebutuhan pembudidaya dan juga mengurangi resiko infeksi virus (Argue et al., 2002). Oleh karena itu kemampuan untuk membudidayakan P. monodon dengan siklus hidup yang lengkap (closed life cycle) merupakan suatu strategi yang penting untuk meningkatkan produksi. Program domestikasi udang windu membutuhkan dukungan informasi molekular. Informasi molekular telah secara luas dimanfaatkan untuk keperluan studi konservasi, struktur populasi, variasi genetik dan identifikasi spesies kriptik. Informasi molekular juga telah digunakan untuk menunjang program domestikasi dengan istilah molecular breeding atau marker assisted selection (Prastowo et al., 2008). Penelitian genetika molekular udang windu lebih banyak digunakan untuk mempelajari struktur populasi. Seperti yang dilakukan oleh Sugama et al. (2002) yang mempelajari variasi genetik udang windu di tujuh wilayah perairan di Indonesia berdasarkan isozim dan Nahavandi et al. (2011) yang meneliti variasi genetik udang windu alam maupun hasil domestikasi berdasarkan mikrosatelit. Penelitian yang berfokus pada aspek mendasar yaitu identifikasi spesies yang digunakan dalam program domestikasi di Indonesia belum dilakukan.

Studi molekular telah terbukti bermanfaat untuk identifikasi spesies, khususnya pada spesies laut dengan informasi karakter morfologi untuk taksonomi yang sangat sedikit (Hualkasin et al., 2003). Identifikasi sangat mendasar untuk menentukan spesies yang akan digunakan dalam domestikasi. Salah satu yang terpenting adalah menghindari penggunaan spesies kriptik dalam domestikasi. Spesies kriptik merupakan spesies yang secara morfologi serupa, namun memiliki perbedaan genetik. Penggunaan spesies kriptik dalam program domestikasi suatu spesies akan mengakibatkan hybrid breakdown atau hybrid letal. Hybrid breakdown atau bahkan gagal kawin dapat terjadi dalam pembentukan populasi dasar atau pada saat dilakukannya kawin silang (cross-breeding) untuk mempertahankan variasi genetik pada populasi hasil domestikasi. Spesies kriptik ditemukan pada beberapa spesies dari Genus Penaeus antara lain yang dilaporkan oleh Alam et al. (2015) pada Fenneropenaeus indicus, kemudian pada Penaeus merguiensis oleh Hualkasin et al. (2003), dan pada Metapenaeopsis commensalis oleh Tong et al. (2000). Ketiga penelitian tersebut menggunakan gen DNA mitokondria Cytochrome c oxidase sub unit 1 (COI) sebagai penanda molekular. Sampai saat ini produksi dan penggunaan indukan P. monodon hasil domestikasi masih sangat terbatas dan umumnya masih pada skala eksperimental (Coman et al., 2007). Hal ini dikarenakan indukan hasil domestikasi belum mencapai performa reproduksi yang diinginkan antara lain karena : jumlah telur dan daya tetas yang masih rendah untuk betina, serta kualitas sperma bagi induk jantan yang belum sebaik indukan alam (Coman et al., 2006). Berdasarkan hal tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara telah melakukan usaha domestikasi dengan menggunakan sumber genetik dari beberapa perairan di Indonesia. Namun sampai saat ini indukan yang dihasilkan belum mencapai performa reproduksi yang diharapkan.

Pada tahun 2016, BBPBAP Jepara melakukan program domestikasi indukan udang windu menggunakan sumber genetik dari empat populasi yaitu; Aceh (Ujung Batee), Jawa Tengah (Jepara), Sulawesi Selatan (Takalar) dan Indukan hasil budidaya BBPBAP (Generasi ke-9). Induk udang windu yang digunakan dalam program domestikasi di BBPBAP Jepara berasal dari beberapa wilayah perairan di Indonesia yang secara geografis berjauhan. Faktor geografis tersebut memungkinkan adanya spesies kriptik. Hal ini dikarenakan secara biologi udang windu merupakan spesies yang tidak melakukan migrasi dalam jarak yang jauh. Sehingga isolasi geografi akan mengarah pada spesiasi. Dorongan migrasi yang rendah pada udang windu disebabkan karena udang tersebut merupakan predator bagi berbagai spesies, sehingga dapat dengan mudah mendapatkan sumber makanan (Fuller et al., 2014). Udang windu juga memiliki kisaran toleransi yang luas terhadap perubahan lingkungan, sehingga tidak perlu mencari lingkungan yang sesuai untuk bertahan hidup (Motoh, 1981). Berdasarkan hal tersebut maka kemungkinan adanya spesies kriptik pada program domestikasi udang windu di BBPBAP Jepara dapat terjadi. Adanya spesies kriptik dalam populasi udang windu yang digunakan sebagai sumber genetik dalam program domestikasi akan menjadi kendala tersendiri, baik untuk pembentukan populasi dasar maupun cross-breeding, karena dapat menyebabkan hybrid letal atau hybrid breakdown. Penelitian yang mengarah pada adanya spesies kriptik udang windu di Indonesia telah dilakukan oleh Walther et al. (2011) dan Abdul Aziz et al. (2015) berdasarkan gen mt-cr (mitochondria control region). Hasil penelitian para peneliti tersebut memperlihatkan dua clade utama (haplogroup). Penelitian tersebut memperkuat kemungkinan adanya spesies kriptik pada udang windu di Indonesia. Dengan demikian penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk melengkapi data mengenai adanya spesies kriptik pada udang windu dengan menggunakan DNA barcoding.

Data molekular berupa sekuen pada gen mitokondria DNA cytochrome c oxidase subunit I (mtdna-coi) atau dikenal dengan DNA barcoding, telah banyak digunakan dalam studi taksonomi dan identifikasi organisme. Gen mt-dna seperti COI secara umum digunakan untuk mempelajari variasi genetik intraspesifik karena tingginya evolutionary rate pada gen yang diturunkan secara maternal ini (Avise et al., 1987). Gen COI telah banyak digunakan untuk studi sistematik atau taksonomi crustacea (Costa et al., 2007) dan khususnya pada Genus Penaeus (Baldwin et al., 1998). Dengan tujuan utama mendukung keberhasilan program domestikasi udang windu, maka penelitian tesis ini difokuskan pada aspek genetika dari P. monodon yang digunakan dalam kegiatan domestikasi udang windu di BBPBAP Jepara. Pemahaman tentang taksonomi udang windu dan variasi genetiknya merupakan informasi yang penting bagi manajemen budidaya yang berkelanjutan dan juga konservasi udang windu di alam. Variasi genetik sangat penting bagi suatu spesies untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Sehingga pengetahuan akan variasi genetik dari spesies di alam dari berbagai wilayah geografi sangat penting untuk merancang program budidaya yang berkelanjutan dan juga konservasi udang (Tsoi et al., 2005; Mandal et al., 2012). Dengan demikian informasi molekular yang akurat dapat digunakan sebagai pedoman bagi keberlanjutan program domestikasi udang windu di BBPBAP Jepara pada khususnya dan taksonomi udang windu di Indonesia pada umumnya. B. Permasalahan 1. Apakah terdapat spesies kriptik pada empat populasi udang windu (Penaeus monodon) di Indonesia? 2. Bagaimanakah variasi genetik udang windu (Penaeus monodon) pada empat populasi tersebut berdasarkan gen mitokondria COI?

C. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi adanya spesies kriptik pada empat populasi udang windu (Penaeus monodon) di Indonesia? 2. Menganalisis variasi genetik udang windu (Penaeus monodon) pada empat populasi berdasarkan gen mitokondria COI? D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah menyajikan informasi molekular populasi udang windu yang berasal dari Indonesia baik berupa informasi tentang spesies kriptik maupun variasi genetik udang windu Indonesia. Informasi genetik yang diperoleh dari empat populasi udang windu yang digunakan dalam program domestikasi diharapkan dapat digunakan sebagai landasan keberlanjutan program domestikasi udang windu di BBPBAP Jepara maupun pada hatchery-hatchery udang windu di Indonesia. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel dari empat populasi udang windu yang berasal dari perairan Aceh (Ujung Batee), Jawa Tengah (Jepara), Sulawesi Selatan (Takalar) dan induk udang windu hasil budidaya BBPBAP Jepara. Identifikasi molekular dengan gen mitokondria COI digunakan untuk mengidentifikasi adanya spesies kriptik dan menganalisis keanekaragaman genetik pada empat populasi tersebut.