BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut"

Verawati Sudirman
7 tahun lalu
Tontonan:

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya ditemukan tersebar di beberapa kawasan dengan populasi yang tidak begitu besar (Adnyana,2003). Wilayah di Indonesia yang penting bagi perkembang biakkan spesies penyu laut adalah Paloh, Kalimantan Barat. Daerah pesisir Paloh terletak di bagian utara Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Dengan pantai berpasirnya membentang seluas lebih dari 100 km di mana 63 km (sekitar 79% dari total garis pantai) merupakan habitat peneluran bagi penyu hijau dan penyu sisik (Suprapti,2012). Penyu hijau merupakan satwa liar yang terancam kepunahannya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepunahan penyu diantaranya degradasi habitat, interaksi dengan aktivitas perikanan, pemanfaatan berlebihan penyu dewasa dan atau telurnya, serta faktor-faktor alamiah lainnya seperti penyakit dan perubahan iklim (Tomascik et al, 1997). Jenis penyu hijau mengalami eksploitasi yang paling intensif dibandingkan jenis lainnya (Rebel, 1974). International Union for Conservation of Nature and Natural Resource (IUCN) menyatakan penyu termasuk dalam Appendix I

2 2 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) yang berarti dilarang diperdagangkan secara internasional. Dalam upaya perlindungan penyu diperlukan pemahaman mengenai siklus hidup penyu secara komperhensif, Hal ini dikarenakan penyu memiliki siklus hidup yang terbilang komplek. Secara umum siklus hidup penyu dibagi menjadi pantai peneluran, migrasi, ruaya pakan, dan ruaya kawin. Tekanan yang terjadi di daerah peneluran juga dapat mengancam keberlangsungan populasi di ruaya pakan dan jalur migrasi. Dewasa ini teknik yang umum dilakukan untuk mengetahui siklus hidup penyu, dua diantaranya dengan penelusuran Satelit Telemetri dan Biologi Molekuler. Teknik genetik molekuler berguna untuk identifikasi hubungan antar struktur populasi penyu pada suatu pantai peneluran dengan pantai peneluran lainnya. Dengan teknik ini juga dapat ditentukan pola migrasi penyu sejak masih berupa tukik hingga dewasa (FitzSimmons et al., 1999). Penelitian yang telah dilakukan oleh FitzSimmons et al. (1997) tentang mitokondria DNA (mtdna) merupakan materi genetik yang diturunkan secara maternal dan dapat digunakan sebagai penanda genetik dalam studi genetika populasi penyu. Mitokondria DNA (mtdna) digunakan untuk menentukan asal dari perkembangan penyu muda yang ditemukan pada habitat pakan, habitat

3 3 perkembangan sepanjang jalur migrasinya (Bass et al., 2000; Bowen et al., 1996; Lahanaet al., 1998; Luke et al., 2004). Penandaan secara molekuler digunakan untuk membuktikan teknik sebelumnya metal tag yang selama ini dilakukan. Beberapa penelitian telah menyediakan data mengenai komposisi genetik populasi penyu laut di beberapa tempat di Australasia (Annisa,2010). Dengan menggunakan mtdna, Moritz et al. (2002) telah mengidentifikasi 17 satuan populasi peneluran yang secara genetik berbeda di Asia Tenggara dan Pasifik Barat, juga tiga habitat pakan (KepulauanAru- Indonesia, Ashmore Reef Australia dan Fogg Bay-Australia) dan dua lokasi perdagangan (termasuk di dalamnya Pulau Bali) dan tambahan dua satuan populasi peneluran di Indonesia (Derawan dan Sukamade). Salah satu dari populasi peneluran tersebut adalah Pangumbahan yang memiliki karakteristik genetik berupa haplotipe C5 dan C3 (Moritz et al., 2002). Sejauh ini, informasi tentang habitat peneluran dan habitat pakan penyu laut, utamanya penyu hijau di Pantai Paloh Kalimantan Barat, masih sangat terbatas. Hubungan genetik dari populasi penyu hijau di berbagai pantai peneluran di Indonesia sangat dibutuhkan agar memperjelas hubungan keterkaitan genetik dalam pantai peneluran lainnya di Australasia dan akan digunakan sebagai landasan penentuan majemen unit yang tepat. Disinilah pengetahuan mengenai genetika populasi akan sangat membantu dalam menentukan jejaring area perlindungan penyu.

4 4 Untuk itu studi tentang genetika populasi penyu di Paloh perlu dilakukan, yang akan membantu dalam menentukan strategi konservasi penyu di pantai peneluran tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana komposisi genetik penyu hijau di habitat peneluran pantai Paloh Kalimantan Barat? 2. Bagaimana keterkaitan genetik populasi penyu hijau di habitat peneluran pantai Paloh dengan beberapa habitat peneluran di Australasia? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui komposisi genetik penyu hijau di habitat peneluran pantai Paloh Kalimantan Barat. 2. Mengetahui ada tidaknya keterkaitan genetik penyu hijau di habitat peneluran pantai Paloh dengan habitat peneluran lainnya di Australasia.

5 5 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah 1. Tersedianya informasi mengenai komposisi genetik penyu hijau di pantai Paloh, Kalimantan Barat, dan sebagai dasar penentuan unit pengelolaan penyu hijau di pantai tersebut. 2. Tersedianya basis data untuk mengestimasi kisaran geografis pergerakan penyu hijau yang bertelur di pantai Paloh, Kalimantan Barat.

dokumen-dokumen yang mirip

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI xi Halaman HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN PENGESAHAN...i BERITA ACARA... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...v ABSTRAK...