I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat dan waktu penelitian. memperhatikan teknik pengemasan dan suhu penyimpanan (Iflah dkk, 2012).

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

PENANGANAN PASCA PANEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

BAB I PENDAHULUAN. biologi tanah untuk mengoptimalkan produksi tanaman (Budiasa, 2014). Pertanian

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PASCA PANEN CABE MERAH Oleh : Isnawan BP3K Nglegok. 1.. Pengangkutan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

PENANGANAN PASCA PANEN

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAB III SARANA PRASARANA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

Penanganan Hasil Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik berarti melakukan budidaya tanaman tanpa media tanah. Dalam

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

Variasi Kemasan Plastik Polipropilen Berperforasi pada Pengemasan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis Osb.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

I. PENDAHULUAN. mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Analisis Tataniaga Kubis (Brasica Olereacea) Organik Bersertifikat Di Nagari Koto Tinggi Kecamatan Baso Kabupaten Agam

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu jenis buah segar yang disenangi masyarakat. Pisang

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang

TINJAUAN PUSTAKA. 42 Karbohidrat (g) 9.30 Lemak (g) 0.30 Protein (g) 1.20 Kalsium (mg) 39 Phosphor (mg) 37 Besi (mg) 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt menciptakan alam dan isinya seperti hewan dan tumbuh. tumbuhan mempunyai hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pertanian menurut A.T. Mosher (1965) adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

Faktor Yang Berpengaruh. Mutu komoditas Metode pemanenan dan penanganannya Pendinginan awal (pre-cooling) Sanitasi ruangan penyimpanan

PLASTIK SEBAGAI BAHAN KEMASAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN (oleh: Bambang S. Ariadi)

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

METODOLOGI PENELITIAN

Kajian Pengaruh Berbagai Jenis Kemasan Terhadap Kehilangan Hasil Cabai Selama Pengangkutan

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013

KAJIAN TEKNOLOGI PASCAPANEN SAWI (Brassica juncea, L.) DALAM UPAYA MENGURANGI KERUSAKAN DAN MENGOPTIMALKAN HASIL PEMANFAATAN PEKARANGAN

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK

TEKNOLOGI PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN

Tahun Bawang

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa sebesar ton (Badan Pusat Statistik, 2014).

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

SOP PENANGANAN PASCAPANEN MENTIMUN

TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1)

Transkripsi:

I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat dan waktu penelitian. 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan produk yang mudah mengalami kerusakan (perishable) yang dapat menyebabkan susut secara kuantitas maupun kualitas. Kerusakan tersebut semakin besar apabila tindakan pascapanen yang dilakukan tidak sesuai. Salah satu tindakan untuk memperbaiki mutu produk adalah dengan memperhatikan teknik pengemasan dan suhu penyimpanan (Iflah dkk, 2012). Saat ini tren hidup sehat mulai muncul kembali di kalangan sebagian masyarakat. Di Indonesia salah satu dari sekian usaha untuk kembali hidup sehat juga telah dilakukan termasuk dengan memperkenalkan makanan organik. Secara umum makanan organik merupakan makanan yang mempunyai standar kesehatan yang direkomendasikan (Ririn, 2008). Menurut Chinnici dkk (2002), telah terjadi peningkatan permintaan konsumen untuk produk-produk pertanian yang dihasilkan dengan proses yang ramah terhadap lingkungan, khususnya yang dihasilkan secara organik. Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca 1

2 panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi (International Federation of Organic Agricultural Movement, 2008). Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) Pertanian Organik merupakan salah satu dari sekian banyak cara yang dapat mendukung pelestarian lingkungan. Sistem produksi pangan organik didasarkan pada standar produksi yang spesifik dan teliti dengan tujuan untuk menciptakan agroekosistem yang optimal dan lestari berkelanjutan baik secara sosial, ekologi maupun ekonomi dan etika. Peristilahan seperti biologi dan ekologis juga digunakan untuk mendiskripsikan sistem organik secara lebih jelas. Persyaraan untuk pangan yang diproduksi secara organik berbeda dengan produk pertanian lain, di mana prosedur produksinya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari identifikasi dan pelabelan, serta pengakuan dari produk organik tersebut. Organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar sistem pangan organik dan disertifikasi oleh lembaga sertifikasi organik yang telah terakreditasi. Pertanian organik didasarkan pada penggunaan bahan input eksternal secara minimal serta tidak menggunakan pupuk dan pestisida sintetis. Praktek pertanian organik tidak dapat menjamin bahwa produk yang dihasilkan sepenuhnya bebas dari residu karena adanya polusi lingkungan secara umum seperti cemaran udara, tanah dan air, namun beberapa cara dapat digunakan untuk mengurangi polusi lingkungan. Untuk menjaga integritas produk pertanian operator. Pengolah dan pedagang pengecer pangan organik harus megacu pada standar ini. Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk mengoptimalkan produktivitas komunitas organisme di tanah,

3 tumbuhan, hewan dan manusia yang saling tergantung satu sama lain (BSN, 2010). Buah timun sebagai bahan pangan sangat baik untuk menjaga kesehatan tubuh, misalnya untuk kesehatan mata, jaringan epitel (jaringan yang ada di permukaan kulit), kulit, gigi, tulang, jaringan tubuh, meningkatkan energi, dan untuk mencegah berbagai macam penyakit (beri-beri, sariawan, radang lidah, pelagra, dan lain-lain) (Cahyono, 2003). Mentimun berasal dari bagian utara India kemudian masuk ke wilayah mediteran, yaitu Cina. Pada tahun 1882, de Condolle memasukkan tanaman ini ke dalam daftar tanaman asli India. Pada akhirnya, tanaman ini menyebar ke seluruh dunia, terutama di daerah tropika. Mentimun dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah, dataran menengah, sampai dengan dataran tinggi. Mentimun di usahakansebagai tanaman utama dan sebagai tanaman sela setelah panen padi dan palawija. Di dataran tinggi mentimun diusahakan setelah tanaman cabai atau tomat (Sumpena, 2001). Berdasarkan data yang diperoleh Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Holtikultura (2016) produksi sayuran mentimun di Indonesia sejak tahun 2010 hingga tahun 2014 setiap tahunnya mengalami penurunan. Tahun 2010 sebanyak 547,141 ton/tahun, Tahun 2011 penurunannya menjadi 521,535 ton/tahun, tahun 2012 sebanyak 511,525 ton/tahun, tahun 2013 sebanyak 491,636 ton/tahun dan tahun 2014 sebanyak 477,976 ton/tahun. Salah satu penyebab menurunnya produksi sayuran mentimun yaitu karena mentimun masih dianggap sebagai usaha sampingan. Namun menurut Sumpena (2001) penurunan dapat

4 disebabkan karena faktor iklim, teknik bercocok tanam seperti pengolahan tanah, pemupukan, pengairan, serta adanya serangan hama dan penyakit. Sayuran dan buah-buahan merupakan komoditi yang mudah mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik kerusakan fisik, mekanis, maupun kerusakan mikrobiologis. Padahal sebagian besar dari sayuran atau buah-buahan lebih disukai dikonsumsi dalam keadaan segar (Afrianti, 2008). Pengemasan merupakan kegiatan sebelum dilakukan pemasaran.kegiatan pengemasan bertujuan untuk mencegah kerusakan, kehilangan hasil, dan menjaga mutu dan penampilan tetap menarik. Jenis kemasan yang ideal adalah mudah diangkut, aman, dan ekonomis. Jenis kemasan yang biasa digunakan untuk mentimun yaitu peti (dari bahan kayu dan plastik), keranjang bambu, kardus, karung jala, dan karung plastik. Prinsip penggunaan kemasan adalah ekonomis, bahan banyak tersedia, mudah dibuat, ringan, kuat dan dapat melindungi, mempunyai ventilasi, tidak menyerap bau, dan mudah dibuang (Sumpena, 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan. Pada golongan pertama, kerusakan lebih ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan dapat dicegah dengan pengemasan saja. Kerusakan golongan kedua tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan. Kerusakan golongan pertama termasuk perubahan-perubahan fisik, biokima dan kimia, serta mikrobiologi yang dapat dikontrol seluruhnya dengan pengemasan. Kerusakan golongan kedua adalah kerusakan mekanis, perubahan

5 kadar air bahan pangan, absorpsi, dan interaksi dengan oksigen, serta kehilangan dan penambahan cita rasa yang tidak diinginkan (Winarno, 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu : Kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik, biokimia, dan kimia seta mikrobiologis) dan kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambahan cita rasa yang tidak diinginkan) (Syarief dkk, 1989). Menurut Cahyono (2003) buah timun termasuk komoditas yang mudah atau cepat mengalami kerusakan setelah di panen. Apabila buah timun dibiarkan dalam kondisi normal (tanpa perlakuan khusus) maka dalam waktu 3-4 hari timun sudah menjadi keriput atau layu (penampilan tidak segar). Pada kondisi ini kualitas buah timun sudah menurun, struktur buah lembek, ukuran buah mengecil, dan kandungan gizi menurun. Menurunnya kualitas buah setelah lepas panen ini dikenal sebagai gangguan fisiologis. Gangguan fisiologis setelah panen timbul karena hasil tanaman yang telah dipanen masih melakukan proses kehidupan, dimana didalam proses kehidupan tersebut proses pernafasan (respirasi) dan proses penguapan (transpirasi) pada hasil tanaman masih berjalan. Secara tidak langsung gangguan fisiologis menyebabkan hasil tanaman yang telah dipanen

6 lebih mudah mengalami kerusakan mekanis dan kerusakan oleh parasit. Gangguan parasit akan mempercepat proses kerusakan buah timun yang telah dipanen. Untuk mempertahankan kesegaran buah timun dan meningkatkan daya simpan yang lebih lama diperlukan penanganan lepas panen atau pasca panen buah timun meliputi kegiatan-kegiatan sortasi dan grading, pencucian, pengemasan, dan penyimpanan. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Apakah suhu penyimpanan berpengaruh terhadap karakteristik mentimun organik? 2. Apakah jenis kemasan berpengaruh terhadap karakteristik mentimun organik? 3. Bagaimana pengaruh interaksi suhu penyimpanan dan jenis kemasan terhadap karakteristik mentimun organik? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk menetapkan suhu penyimpanan sebagai suhu terbaik terhadap karakteristik mentimun organik dan untuk menentukan kemasan terbaik sebagai bahan pelindung terhadap karakteristik mentimun organik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan dan jenis kemasan terhadap karakteristik mentimun organik.

7 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui suhu penyimpanan yang tepat serta dapat dilihat perubahan yang terjadi pada mentimun organik selama penyimpanan 2. Untuk mengetahui jenis kemasan yang tepat untuk pengemasan mentimun organik 3. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi pilihan dalam memilih suhu penyimpanan dan jenis kemasan yang tepat dalam penyimpanan serta mempertahankan mutu dan mempertahankan nilai gizi mentimun organik 1.5. Kerangka Pemikiran Mentimun yang disimpan pada suhu 7,2 C-10 C dengan RH 90%-95% dapat disimpan 10-14 hari. Pada penyimpanan mentimun dengan suhu rendah yaitu 7,2 C dapat mengalami keruskakan dingin (Chilling injury) yaitu kulit buah melepuh, terdapat lubang noda dan busuk (Soesarsono, 1976). Menurut Sumpena (2001) mentimun pada penyimpanan di tempat yang bersuhu 12-14 C akan tahan sampai 14 hari. Sedangkan menurut Pantastico (1989) buah timun yang disimpan pada suhu rendah (50 F-53 F) dengan kelembaban nisbi 92% tahan disimpan sampai 2 minggu dan kehilangan berat selama penyimpanan tersebut 7,2%. Pengemasan buah timun dalam plastik polyetilen dapat memperlambat proses pematangan, sehingga penyimpanan buah timun yang dikemas dalam plastik polyetilen dapat mempertahankan kesegaran buah lebih lama (3 hari) dari buah timun yang tidak dikemas dalam plastik (Cahyono, 2003).

8 Menurut Wills dkk (1981) mentimun yang disimpan pada suhu penyimpanan minimum 7 C gejala kerusakan adalah terjadi perubahan warna menjadi gelap dan jaringan yang bonyok. Berdasarkan penelitian Darsana dkk (2003) pada mentimun Jepang, suhu rendah dapat menghambat susut berat, mempertahankan kadar air dan vitamin C, dan memperpanjang umur simpan. Pada suhu kamar, mentimun dapat bertahan selama 6 hari, suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan mentimun. Pada suhu penyimpanan 12 C dapat bertahan selama 11 hari, pada suhu penyimpanan 14 C dapat bertahan 12 hari, dan pada suhu penyimpanan 16 C dapat bertahan 9,5 hari. Mentimun yang disimpan pada suhu rendah (5 C) dan suhu ruang (25 C) menunjukkan bahwa persentase ion leakage untuk mentimun yang disimpan pada suhu rendah lebih tinggi dibandingkan pada suhu kamar pada periode penyimpanan 3, 6, dan 9 hari. Kecenderungan kenaikan ph terlihat pada mentimun yang disimpan pada suhu rendah dengan nilai lebih besar pada hari ke 9 dibandingkan dengan mentimun yang disimpan pada suhu kamar. Kenaikan ph menunjukkan terjadinya perubahan kandungan asam yang mengindikasikan terjadinya gejala chilling injury (Purwanto dkk, 2012). Mentimun disimpan pada suhu 1 C dengan RH 90%-95% dapat bertahan selama 15 hari dan mentimun yang disimpan pada suhu kamar (29 C-33 C dengan RH 65%-70%) dapat bertahan selama 5 hari dengan retensi maksimum warna hijau, tidak mengalami pembusukan, susut berat dan kesegaran serta atribut kualitas sensorik yang baik (Dhall dkk, 2012).

9 Menurut Robertson (1993) dalam Johansyah dkk (2014) HDPE lebih tahan terhadap zat kimia dibandingkan dengan LDPE dan memiliki ketahanan yang baik terhadap minyak dan lemak. Polipropilen memiliki densitas yang lebih rendah dan memiliki titik lunak lebih tinggi dibandingkan polietilen, permeabilitas gas sedang, tahan terhadap lemak dan bahan kimia, Rochman (2007) menjelaskan bahwa Plastik propilen lebih kaku, terang dan kuat dibanding polietilen. Berdasarkan penelitian yang dilakukanoleh Suhelmi (2007) perubahan mutu selama penyimpanan maupun uji organoleptik, perubahan kualitas kangkung, kacang panjang, dan wortel yang disimpan dalam plastik polypropylene rigid kedap udara dengan sirkulasi terbuka lebih kecil. Oleh karena itu, kemasan polypropylene rigid kedap udara dengan sirkulasi terbuka lebih efektif mengurangi perubahan kualitas kangkung, kacang panjang, dan wortel selama penyimpanan dingin dibanding HDPE perforated, pp rigid kedap udara sirkulasi tertutup dan sirkulasi setengah terbuka. Jenis kemasan dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap laju respirasi, susut bobot dan kekerasan sedangkan tingkat kecerahan (L*) hanya dipengaruhi oleh jenis kemasan. Interaksi antara jenis kemasan dan suhu penyimpanan hanya berpengaruh nyata terhadap susut bobot. Nilai susut bobot paling tinggi (21.06%±0.4) dihasilkan dari penyimpanan cabai keriting dengan kemasan jala plastik pada suhu ruang. Sedangkan susut paling rendah (0.12%±0.1) dihasilkan dari penyimpanan dalam plastik film PP pada suhu 10 C. Cabai keriting yang disimpan dengan menggunakan plastik film PP dan pada suhu

10 penyimpanan 10 C dapat mempertahankan kualitas cabai sampai 29 hari (Lamona dkk, 2015). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Takaendengan dkk (2015) menunjukkan bahwa kubis disimpan pada kisaran suhu 5-10 C menggunakan kemasan stretch film memberi penyusutan terendah 1,59 % setelah disimpan selama 20 hari. Kubis dikemas dengan stretch film disampaikan tingkat produksi terendah CO2 yang 36,14 mg/jam.kg pada hari 1 dengan nilai kekerasan kubis di atas 0,061 mm/g dan di dasar 0,063 mm/g, dan tingkat produksi CO 2 dari 55,53 mg/jam.kg diperoleh pada hari ke-20 dengan kekerasan di bagian atas kubis dari 0,063 mm/g dan di dasar 0,065 mm/g dengan tingkat kecerahan 80,78 yaitu tingkat warna putih. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna dkk (2014) bertujuan untuk melihat pengaruh kemasan dan lama pre-cooling terhadap mutu simpan buah tomat yang dikemas dalam kemasan plastik polietilen. Selama penyimpanan perlakuan terbaik mampu mengurangi kehilangan susut bobot dan kekerasan buah tomat terdapat pada perlakuan pre-cooling 60 menit dan kemasan polietilen tanpa ventilasi. Uji organoleptik perlakuan yang paling disukai responden yaitu perlakuan pre-cooling 60 menit dan kemasan plastik polietilen tanpa ventilasi. Secara umum perlakuan terbaik yang mampu mempertahankan mutu simpan buah tomat yaitu perlakuan pre-cooling 60 menit dan kemasan polietilen tanpa ventilasi.

11 1.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang dan didukung oleh kerangka pemikiran dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga suhu penyimpanan berpengaruh terhadap karateristik mentimun organik 2. Diduga jenis kemasan berpengaruh terhadap karateristik mentimun organik 3. Diduga interaksi antara suhu penyimpanan dan jenis kemasan berpangaruh terhadap karakteristik mentimun organik 1.7. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian BALITSA (Balai Penelitian Tanaman Sayuran) jalan Tangkuban Perahu No. 517 Lembang, Bandung pada bulan Juni sampai selesai.