BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bulan Februari 230 Sumber : Balai Dinas Pertanian, Kota Salatiga, Prov. Jawa Tengah.

dokumen-dokumen yang mirip
I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kawasan Rumah Pangan Lestari

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

RESPON TANAMAN ANGGREK BULAN TERHADAP JENIS MEDIA TANAM DAN LETAK TANAMAN PADA SISTEM PERTANIAN ORGANIK SECARA VERTIKULTUR

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

HIDROPONIK SUBSTRAT TOMAT DENGAN BERAGAM UKURAN DAN KOMPOSISI SERAT BATANG AREN. Dwi Harjoko Retno Bandriyati Arniputri Warry Dian Santika

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2014 di Laboratorium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. aquades, larutan hara hidroponik standart AB Mix (KNO 3, Ca(NO 3 ) 2,K 2 SO 4,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan. Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK HAYATI (Bio organic fertilizer) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomea reptans Poir)

III. TATA CARA PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

PENGARUH PEMBERIAN MULSA ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kembaran Kabupaten Banyumas mulai Februari sampai Maret 2017.

PELAKSANAAN PENELITIAN

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

Gambar 2. Regresi antara bahan organik eceng gondok (Eichornia crassipes) pada berbagai perlakuan (X) dengan kadar air pada pf 1 (Y)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan dan pemberian berbagai macam pupuk hijau (azolla, gamal, dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman yang bersifat tak terbalikkan (irreversible) Bertambah besar ataupun

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

BAHAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

III. BAHAN DAN METODE

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

III. METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan di Green House Laboratorium Pertanian

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas adalah pengamatan yang digunakan untuk mendukung hasil pengamatan utama. Pengamatan selintas tidak dianalisis secara statistika. Dilain pihak, pengamatan utama dianalisis secara statistika. 4.1 Pengamatan Selintas Pengamatan selintas yang dilakukan terdiri dari Curah Hujan tabel 4.1. Volume air yang diterima per polybag per satu kali pengairan, frekuensi pengairan per hari, durasi waktu tiap pengisian air keseluruh paralon, durasi air habis dari masing masing paralon tabel 4.2. munculnya lumut pada selang, jumlah tetes air per menit ketika pompa air dinyalakan atau pun dimatikan Tabel 4.3. Tabel 4.1. Curah Hujan selama Penelitian Data curah hujan (mm) Jumlah (mm) Bulan Februari 230 Sumber : Balai Dinas Pertanian, Kota Salatiga, Prov. Jawa Tengah. Dalam pengamatan ini curah hujan tidak berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman selada, karena adanya plastik UV atau naungan yang melindungi tanaman selada tersebut dari panasnya terik matahari mau pun hujan. Bahwa sesungguhnya penelitian ini mengamati pengairan pada setiap tanaman, jadi dalam pengairannya hanya mendapat air dari model sistem rekayasa pengairan tanpa ada tambahan dari air hujan atau pun air dari sekeliling tempat penelitian. 4.2 Pengamatan Utama Pengamatan utama dibagi menjadi dua komponen yaitu komponen pertumbuhan dan komponen hasil. Komponen pertumbuhan meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun dari tiap minggu hingga panen, sedangkan komponen hasil meliputi berat segar dan berat kering daun per tanaman. 1

4.2.1. Komponen Pertumbuhan Tabel 4.2. menunjukan rata rata tinggi per tanaman dan jumlah daun per tanaman selada dari 7 HST sampai 21 HST. Dari 7 HST sampai 21 HST, tinggi tanaman selada antara masing masing model rekayasa pengairan dengan kontrol tidak berbeda nyata. Pada 21 HST, tinggi tanaman berkisar antara 15-17 cm. Deskripsi tinggi tanaman selada dengan varietas Grand Rapid adalah 27-32 cm (Lampiran Keputusan Menteri Pertanian, 2006). Jika dibandingkan komoditi tinggi tanaman selada rata rata di pasaran adalah 17-20 cm (survey dilakukan dipengepul selada yang sama komoditinya), tampak bahwa tinggi tanaman hasil penelitian relatif masih belum menyamai tinggi tanaman yang beredar di pasaran. Hal ini diduga media pada tanaman selada memiliki kemampuan yang tinggi untuk menahan air dan pengairan yang diberikan dalam rekayasa pengairan relatif lebih dari cukup, sehingga media sering jenuh air yang membuat tanah pada media tersebut menjadi kekurangan oksigen. Diduga karena adanya kejenuhan tanah oleh air yang sehingga menyebabkan pori pori tanah tidak ada oksigen yang menyebabkan akar pada tanaman susah untuk melakukan respirasi sehingga pertumbuhan tanaman akan terhambat (Silea, 2014). Hal ini yang mengakibatkan terjadinya penghambatan tinggi tanaman. Hal serupa sama yang diungkapkan oleh (Jumin, 1989) menyatakan bahwa jika air dalam media terlalu banyak justru menghambat pertumbuhan. Tabel 4.2. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Rata-rata Tinggi Tanaman Model Rata-rata Jumlah Daun (helai) (cm) Rekayasa Hari Setelah Tanam (HST) Pengairan 7 14 21 7 14 21 P0 Kontrol 6,51 a 10,39 a 15,7 a 2,50 a 4,06 a 5,72 a P1 7,71 a 10,56 a 16,7 a 2,83 a 4,33 ab 6,38 ab P2 7,84 a 11,29 a 16,9 a 3,09 a 4,21 a 6,62 ab P3 8,25 a 11,67 a 17 a 3,08 a 4,59 ab 6,13 ab P4 8,00 a 11,44 a 16,8 a 3,42 a 5,13 b 7,21 b P5 8,14 a 11,17 a 17,1 a 3,25 a 4,67 ab 7,08 b P6 8,02 a 10,70 a 16,3 a 3,34 a 4,71 ab 6,21 ab Keterangan : Tanam bibit tanggal 4 februari 2016. Minggu I adalah 11 Februari 2016, Minggu II adalah 18 Februari 2016, Minggu III adalah 25 februari 2016. 2

Rata rata jumlah daun pada 7 HST menunjukan tidak berbeda nyata dari setiap model. Dugaan penyebab jumlah daun pada 7 HST tidak berbeda nyata adalah karena umur selada yang masih muda kebutuhan air yang masih sedikit, membuat antar model setiap rekayasa mendapatkan kebutuhan air setiap tanaman sudah mencukupi atau memenuhi kebutuhannya, beda halnya tanaman selada tersebut jika sudah berumur 14-21 HST yang membutuhkan air lebih banyak. Hal ini sama yang dikemukakan oleh (Istiana, 1991) fase pertumbuhan lambat terjadi antara umur 4-20 HST. Fase tersebut tanaman belum dapat membutuhkan air dalam jumlah yang banyak, hal ini disebabkan organ organ tanaman belum terbentuk secara sempurna, sehingga tanaman belum menunjukkan respon pertumbuhan yang berbeda nyata antar model rekayasa. Pada 14 dan 21 HST, jumlah daun tanaman selada yang mendapat pengairan model P4 nyata lebih banyak daripada kontrol. Model kontrol diberi 200 ml air per hari yang diberikan sekali pada pagi hari. Model P4 diberi 180 ml air per hari yang diberikan dua kali pada pagi dan sore. Tampak bahwa volume air yang diberikan pada model P0 lebih banyak daripada volume air P4. Ini berarti volume pengairan yang lebih banyak tidak menjamin mampu menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak pula. Diduga frekuensi penyiraman dua kali sehari menjadi penyebab jumlah daun lebih banyak daripada frekuensi penyiraman satu kali. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh (Sulistyono, 2005) bahwa frekuensi penyiraman dua kali sehari menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan lebar daun lebih tinggi daripada frekuensi penyiraman sekali dalam sehari. Model P1, pada awal tanam bibit mendapat volume penyiraman 180 ml per hari dan frekuensi penyiraman sebanyak dua kali sehari. Seharusnya Model P1 juga menghasilkan jumlah daun yang nyata lebih banyak daripada kontrol atau tidak berbeda nyata dengan model P4. Kenyataanya, P1 menghasilkan jumlah daun yang tidak beda nyata dengan kontrol, hal ini diduga volume air yang diberikan pada P1 tidak mencapai 180 ml air per hari sejak tanggal 15 februari 2016 (11 HST). Diduga pada model P1, aliran air yang melalui selang bening mulai terhambat oleh adanya lumut yang sudah tumbuh dalam selang bening sejak 15 februari 2016 (11 HST). Dugaan yang sama juga terjadi pada model P2 dan P3. 3

Dugaan ini diperkuat dengan semakin cepat penuhnya air dalam paralon instalasi model P1, P2, dan P3 ketika pompa air beroperasi. Hal ini dapat dilihat melalui semakin cepatnya air keluar dari selang monitor pada ujung paralon instalasi Model P1, P2, dan P3. Sayangnya tidak ada informasi volume air yang keluar pada model P1, P2, dan P3 setelah muncul lumut dalam selang bening. Pada 14 HST, jumlah daun tanaman selada yang mendapat pengairan model P5 dan P6 tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini diduga model P5 dan P6 mendapat volume air yang berlebihan sehingga pori makro dan mikro dalam media tanah dipenuhi oleh air. (Munandar dkk, 1995, lihat Jasminarni, 2008) mengatakan bahwa kelebihan air dalam tanah menyebabkan kurangnya aerase dalam tanah yang akan berdampak hampir sama dengan kekurangan air terhadap tanaman yang menyebabkan pori tanah terisi oleh air. Tanaman yang mengalami kondisi seperti ini akan berdampak negatif terhadap pertumbuhannya karena mengganggu proses fotosintesa dan metabolisme dari tanaman. Pada 21 HST, P5 menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dengan P4, namun nyata lebih banyak daripada kontrol. Hal ini diduga karena model rekayasa P5 walaupun mendapat air lebih banyak daripada P4, namun proses pencucian hara relatif diduga belum terjadi. Dengan kata lain, hara yang tersedia dalam media model P5 relatif masih menyamai hara hara yang tersedia pada model P4. Sementara itu model P6 menghasilkan jumlah daun yang cenderung lebih sedikit dibanding model P4 dan P5. Hal ini diduga pada model rekayasa P6 sudah terjadi pencucian hara dari media tanam. (Tukey, 1962 lihat Irwan 2002) Pencucian hara adalah kehilangan bahan organik dan anorganik pada permukaan tanah atau lapisan top soil oleh aktifitas akibat pelarutan air. Sehingga hara pada media P6 tersedia lebih sedikit daripada hara yang tersedia pada P4 dan P5. Dugaan tercucinya hara didukung oleh terjadinya tetesan tetesan air yang keluar dari lubang-lubang drainase polybag dari media model P6 Tabel 4.3. menyajikan hasil analisis rata rata berat segar dan kering akar. Model P0 menghasilkan berat segar akar yang nyata lebih berat dibanding dengan model rekayasa lainya. Hal ini diduga bahwa frekuensi penyiraman pada tanaman selada P0 yang hanya sekali penyiraman (200ml/hari) menyebabkan media kekurangan air. Hal ini berdampak akar dipaksa mencari air dalam media tersebut, 4

sehingga pertumbuhan lebih difokuskan ke akar daripada ke tajuk. Menurut (Fitter, 1991) akar pucuk meningkat dengan rendahnya suplai air. Jika akar pucuk meningkat maka berat segar akar juga meningkat. Diduga peningkatan akar pucuk pada P0 lebih banyak daripada P4, sehingga berat segar akar P0 nyata lebih berat daripada P4. Pernyataan ini sama hal yang diutarakan oleh (Sitompul dan Guritno, 1995) Tanaman yang tumbuh dalam keadaan kurang air akan membentuk akar yang lebih banyak dengan hasil yang lebih rendah dari tanaman yang tumbuh dalam cukup air. Tabel 4.3. Rata rata Berat Segar dan Kering Akar Model Akar Kadar Air Rekayasa Pengairan Berat Segar Berat Kering P0 (Kontrol) 3,09 c 0,26 abc 91,59 P1 2,02 b 0,34 bcd 83,17 P2 0,97 a 0,20 a 79,39 P3 0,95 a 0,21 ab 76,29 P4 2,19 b 0,44 d 79,91 P5 1,60 a 0,35 cd 78,12 P6 1,54 a 0,27 abc 82,46 Berat segar akar model P1 dan P4 nyata lebih berat dibandingkan model rekayasa lainnya kecuali P0. Hal ini diduga karena waktu penyiramannya (durasi waktu) pada model P1 dan P4 yang lebih singkat daripada P2, P3, P5,dan P6. Sehingga media pada model P1 dan P4 lebih tinggi aerasinya dibanding P2, P3, P5, dan P6. Ini berarti P1 dan P4 lebih mampu menyediakan media dengan aerasi yang lebih baik daripada P2, P3, P5, dan P6. Dengan demikian oksigen dalam media tersedia untuk mendukung pertumbuhan akar. (Kuncoro, 1995) menyatakan bahwa udara atau oksigen yang yang tersedia bagi akar pada tanamaan akan mendorong pembentukan cabang - cabang akar akan meningkat pertumbuhannya. Berat kering akar model rekayasa P4 nyata lebih berat dibandingkan model P0. Hal ini diduga karena frekuensi penyiraman dua kali sehari pada model P4 lebih baik daripada frekuensi sekali sehari pada model P0. Hal ini berdampak tanaman selada pada model P0 tingkat ketersediaan air didalam tanah semakin berkurang. Jika tanaman kekurangan air maka dampak tanaman tersebut mengalami cekaman air. Cekaman air terjadi karna kurang tersedianya air dalam 5

media tanam. Oleh karena itu, jika terjadi devisit air pada tanaman, maka tanaman akan mengalami cekaman yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi. Semakin lama interval pemberian air, maka tingkat ketersediaan air di dalam tanah semakin berkurang (Sarawa et al, 2014). Berat kering akar pada model rekayasa P5 tidak berbeda nyata dengan model P1 dan P4. Hal ini diduga karena model rekayasa P5 walaupun mendapatkan air lebih banyak daripada P1 dan P4, namun berat kering akar tanaman selada pada model rekayasa P5 masih men tolerir jumlah air yang diberikan atau belum terjadi pencucian hara dari media, sehingga menghasilkan berat kering akar yang tidak berbeda nyata dengan model rekayasa P1. 4.2.2. Komponen Hasil Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa rekayasa model P4 menghasilkan berat segar daun nyata lebih berat dibandingkan pada model rekayasa lainnya kecuali model P0. Hal ini diduga, pada umumnya rekayasa model P4 menghasilkan jumlah daun pada 21 HST dan berat segar akar, serta berat kering akar yang nyata lebih tinggi daripada P1, P2, P3, P5, dan P6. Dengan semakin tingginya jumlah daun, berat segar akar, dan berat kering akar maka dapat diinterpretasikan bahwa semakin banyak hasil fotosintesisnya. Tabel 4.4. Rata rata Berat Segar dan Kering Daun Model Rekayasa Pengairan Rata rata Berat Daun per Tanaman Berat Segar Berat Kering (gram) (gram) Kadar Air% P0 (Kontrol) 31,24 b 0,26 a 30,98 P1 26,34 a 1,47 ab 20,75 P2 17,37 a 1,17 a 10,63 P3 17,32 a 1,35 a 9,52 P4 31,60 b 2,45 c 23,84 P5 26,32 a 2,02 bc 18,64 P6 20,73 a 1,51 ab 13,44 Berat segar daun selada model P4 tidak berbeda nyata atau sama beratnya dengan model P0. Dari data jumlah daun pada 21 HST (tabel 4.4) menunjukan bahwa jumlah daun pada model P0 paling sedikit. Hal ini diduga bahwa tanaman selada pada model P4 memiliki kadar air (23,84%) yang lebih rendah daripada kadar air P0 (30,98%). Disamping itu model P4 menghasilkan daun yang diduga 6

lebih tipis atau daun lebih sempit luasnya dibanding model P0. Sayangnya, tidak ada pengukuran tebal daun dan luas daun. (Salisbury dan Ross 1995; Sitompul dan Guritno,1995) menyatakan bahwa berat segar tanaman menunjukkan aktivitas metabolisme tanaman dan nilai berat segar tanaman dipengaruhi oleh kandungan air. Berat kering daun pada model rekayasa P4 nyata lebih berat dibandingkan dengan berat kering daun model P1, P2, P3, dan P6. Hal ini diduga model rekayasa P4 memiliki berat segar daun lebih berat di banding model rekayasa P1, P2, P3, dan P6. Berat kering diperoleh dari berat segar dikurangi kadar airnya. Berat kering daun pada model P4 tidak berbeda nyata dengan model rekayasa P5. Hal ini diduga kadar air tanaman selada pada model P4 (23,84%) lebih tinggi dari pada kadar air model P5 (18,64%) yang mengakibatkan susut bobot P4 menjadi lebih banyak daripada susut bobot P5. Pada hasil berat kering daun model rekayasa P4 nyata lebih berat dibandingkan dengan berat kering model P0. Sedangkan berat segar daun P4 tidak berbeda nyata dengan berat segar daun P0. Hal ini diduga kadar air tanaman model P4 (23,84%) yang lebih sedikit dibanding kadar air tanaman model P0 (30,98%) sehingga mengakibatkan susut bobot P4 menjadi lebih sedikit daripada susut bobot P0. 4.3. Efisiensi Rekayasa Pengairan Selama Penanaman hingga Panen Pada tabel 4.5. disajikan jumlah air yang diberikan pada tanaman selada dari awal mulai pindah tanam hingga panen. Pada proses penyiraman secara manual membutuhkan tenaga kerja tiap hari, sementara dengan sistem rekayasa tenaga kerja hanya dibutuhkan pada saat pengisian tandon air. Dikarenakan pemberian dilakukan oleh sistem pengairan yang sudah direkayasa, bahkan untuk pengisian air kedalam tandon tidak harus tiap hari menuang air dalam tandon, tetapi tergantung mulut pipa penyedot air menyentuh air dalam tandon. Dalam penelitian ini, tandon air yang digunakan sekitar 100 liter. Tandon diisi setiap 2 hari sekali atau ketika mulut pompa air tidak mampu menyedot lagi. 7

Tabel 4.5. Perhitungan Jumlah Air yang Diberikan Selama Pindah Tanam Hingga Panen Model Rekayasa Pengairan Jumlah air per hari Jumlah hari pelaksaan Jumlah air keseluruhan P0 Kontrol 200 ml 25 Hari 5000 ml Paralon 1 inci P1 dan P4 Paralon 1,5 inci P2 dan P5 Paralon 2 inci P3 dan P6 180 ml 25 Hari 4500 ml 400 ml 25 Hari 10000 ml 720 ml 25 Hari 18000 ml Berdasarkan tabel 4.5. tampak bahwa pemberian air paling sedikit ada pada rekayasa pengairan model P1 dan P4. Selanjutnya dari tabel 4.6 tampak bahwa model P4 mampu menghasilkan berat segar daun nyata lebih berat daripada model P1. Oleh karena itu model pengairan yang paling efisien adalah model pengairan P4. Menurut (James, 1988) pengairan yang lebih efektif dan efisien dalam pemanfaatan air dapat meningkatkan produksi tanaman yang lebih. Tabel 4.6 Tabel Efisiensi Model Rekayasa Pengairan Berat Segar Daun (gram) Jumlah Volume Air per Hari (ml) Nilai Efisiensi (%) P0 Kontrol 31,24 200 15,6 P1 26,34 180 14,6 P2 17,37 400 4,3 P3 17,32 720 2,4 P4 31,60 180 17,6 P5 26,32 400 6,6 P6 20,73 720 2,9 Nilai efisiensi diperoleh dengan cara menghitung berat segar daun dibagi dengan jumlah volume air per hari, selanjutnya dikalikan 100%. Komponen yang menjadi pembilang adalah berat segar daun, sedangkan komponen yang menjadi penyebut adalah jumlah volume air per hari. Komponen pembilang hanya 8

digunakan berat segar daun karena komponen inilah yang marketable (laku dipasar). Tampak terlihat pada tabel 4.6 bahwa perolehan perhitungan nilai efisiensi yang tertinggi terdapat pada model rekayasa P4. Dengan pemberian air yang paling terendah dari antara model rekayasa tetapi mampu menghasilkan berat segar tanaman yang paling berat dibandingkan dengan model rekayasa lainya. 9