BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BERITA RESMI STATISTIK

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA


KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

2

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

C UN MURNI Tahun

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2015

Transkripsi:

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur taraf kualitas fisik dan non fisik penduduk. Kualitas fisik; tercermin dari angka harapan hidup, sedangkan kualitas non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan angka melek huruf; dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat yang tercermin dari nilai purchashing power parity index (ppp). Tabel 2.1 IPM menurut tahun No IPM 2012 1 DKI Jakarta 78,33 2 Sulawesi Utara 76,95 3 Riau 76,90 4 DI Yogyakarta 76,75 5 Kalimantan Timur 76,71 6 Kepulauan Riau 76,20 7 Kalimantan Tengah 75,46 8 Sumatera Utara 75,13 9 Sumatera Barat 74,70 10 Sumatera Selatan 73,99 11 Bengkulu 73,93 12 Jambi 73,78 13 Kepulauan Bangka Belitung 73,78 14 Bali 73,49 15 Jawa Tengah 73,36 16 JAWA BARAT 73,11 17 Jawa Timur 72,83 18 Sulawesi Selatan 72,70 19 Nanggroe Aceh Darussalam 72,51 20 Lampung 72,45 21 Maluku 72,42 22 Sulawesi Tengah 72,14 23 Banten 71,49 24 Gorontalo 71,31 25 Kalimantan Selatan 71,08 26 Sulawesi Tenggara 71,05 27 Sulawesi Barat 70,73 28 Kalimantan Barat 70,31 29 Papua Barat 70,22 30 Maluku Utara 69,98 31 Nusa Tenggara Timur 68,28 32 Nusa Tenggara Barat 66,89 33 Papua 65,86 INDONESIA 73,29 IPM Jabar termasuk dalam kategori MENENGAH ATAS Tahun 2012, IPM Jabar mencapai 73,11 meningkat sebesar 0,38 dari IPM 2011 yang mencapai 72,73. Jika dibandingkan antar provinsi, Jabar menempati peringkat ke-16.

Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup (secara rata-rata). Indikator ini sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk di bidang kesehatan. Tabel 2.2 AHH menurut tahun Rata-rata peningkatan AHH 33 provinsi dari 2011 ke 2012 sebesar 0,20 tahun AHH Jabar mencapai 68,60 tahun meningkat 0,20 tahun dibanding thn 2011 (68,40 tahun). No Angka Harapan Hidup (AHH) 1 DKI Jakarta 73,49 2 DI Yogyakarta 73,33 3 Sulawesi Utara 72,44 4 Jawa Tengah 71,71 5 Riau 71,69 6 Kalimantan Timur 71,58 7 Kalimantan Tengah 71,41 8 Bali 70,84 9 Sulawesi Selatan 70,45 10 Bengkulu 70,39 11 Jawa Timur 70,09 12 Sumatera Selatan 70,05 13 Lampung 70,05 14 Sumatera Barat 70,02 15 Kepulauan Riau 69,91 16 Sumatera Utara 69,81 17 Jambi 69,44 18 Kepulauan Bangka Belitung 69,21 19 Papua Barat 69,14 20 Papua 69,12 21 Nanggroe Aceh Darussalam 68,94 22 JAWA BARAT 68,60 23 Sulawesi Barat 68,27 24 Sulawesi Tenggara 68,21 25 Nusa Tenggara Timur 68,04 26 Maluku 67,84 27 Gorontalo 67,47 28 Sulawesi Tengah 67,11 29 Kalimantan Barat 66,92 30 Maluku Utara 66,65 31 Banten 65,23 32 Kalimantan Selatan 64,52 33 Nusa Tenggara Barat 62,73 INDONESIA 69,87

Indikator pendidikan yang merepresentasikan dimensi pengetahuan dalam IPM adalah Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Kedua indikator ini dapat dimaknai sebagai ukuran kualitas sumber daya manusia. AMH menggambarkan persentase penduduk umur 15 tahun ke atas yang mampu baca tulis. Tabel 2.3 AMH menurut tahun No Angka Melek Huruf (AMH) 1 Sulawesi Utara 99,53 2 DKI Jakarta 99,21 3 Riau 98,45 4 Maluku 98,17 5 Kalimantan Tengah 97,88 6 Kepulauan Riau 97,80 7 Kalimantan Timur 97,55 8 Sumatera Utara 97,51 9 Sumatera Selatan 97,50 10 Sumatera Barat 97,23 11 Nanggroe Aceh Darussalam 96,99 12 Banten 96,51 13 Kalimantan Selatan 96,43 14 Maluku Utara 96,43 15 JAWA BARAT 96,39 16 Jambi 96,20 17 Sulawesi Tengah 96,16 18 Gorontalo 96,16 19 Kepulauan Bangka Belitung 95,88 20 Bengkulu 95,69 21 Lampung 95,13 22 Papua Barat 93,74 23 Sulawesi Tenggara 92,04 24 DI Yogyakarta 92,02 25 Kalimantan Barat 91,13 26 Jawa Tengah 90,45 27 Bali 90,17 28 Jawa Timur 89,28 29 Nusa Tenggara Timur 89,23 30 Sulawesi Barat 88,79 31 Sulawesi Selatan 88,73 32 Nusa Tenggara Barat 83,68 33 Papua 75,83 INDONESIA 93,25 AMH Jabar meningkat 0,10 persen. Tahun 2011 sebesar 96,29 persen dan di tahun 2012 menjadi sebesar 96,39 Dalam skala nasional AMH Jabar relatif cukup baik, sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia dimana 18,12 persen distribusi penduduk Indonesia berada di Jabar (hasil SP2010)

Untuk menggambarkan kualitas penduduk dalam hal mengeyam pendidikan formal digunakan indikator Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tabel 2.4 RLS menurut tahun Penduduk Jabar rata-rata menempuh pendidikan formal setingkat SMP kelas 2. Demikian pula dengan ratarata tingkat pendidikan penduduk Indonesia. RLS Jabar thn 2012 mencapai 8,08 tahun atau meningkat sebesar 0,02 tahun dari thn 2011 yang mencapai 8,06 tahun No Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) 1 DKI Jakarta 10,98 2 Kepulauan Riau 9,81 3 Kalimantan Timur 9,22 4 DI Yogyakarta 9,21 5 Maluku 9,15 6 Sumatera Utara 9,07 7 Sulawesi Utara 9,00 8 Nanggroe Aceh Darussalam 8,93 9 Maluku Utara 8,71 10 Riau 8,64 11 Banten 8,61 12 Sumatera Barat 8,60 13 Bali 8,57 14 Bengkulu 8,48 15 Papua Barat 8,45 16 Sulawesi Tenggara 8,25 17 Jambi 8,20 18 Kalimantan Tengah 8,15 19 Sulawesi Tengah 8,13 20 JAWA BARAT 8,08 21 Sumatera Selatan 7,99 22 Sulawesi Selatan 7,95 23 Kalimantan Selatan 7,89 24 Lampung 7,87 25 Kepulauan Bangka Belitung 7,68 26 Gorontalo 7,49 27 Jawa Timur 7,45 28 Jawa Tengah 7,39 29 Sulawesi Barat 7,32 30 Nusa Tenggara Barat 7,19 31 Kalimantan Barat 7,14 32 Nusa Tenggara Timur 7,09 33 Papua 6,87 INDONESIA 8,08

Dimensi lain dari IPM yang menggambarkan ukuran kualitas hidup manusia adalah standar hidup layak. Dalam cakupan lebih luas standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk Domestik Bruto riil yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson. Daya beli atau pengeluaran per kapita disesuaikan merupakan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh harga-harga riil antar wilayah karena nilai tukar yang digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli. Dengan demikian kemampuan daya beli masyarakat antar satu wilayah dengan wilayah lain berbeda. Perbedaan kemampuan daya beli masyarakat antar wilayah masih belum terbanding, untuk itu perlu dibuat standarisasi. Misalnya, satu rupiah di suatu wilayah memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. Dengan standarisasi ini perbedaan kemampuan daya beli masyarakat antar wilayah dapat dibandingkan. Tabel 2.5 Daya Beli menurut tahun No Daya Beli atau Pengeluaran per Kapita Disesuaikan 1 Riau 654,48 2 DI Yogyakarta 653,78 3 Jawa Timur 651,04 4 Kalimantan Timur 649,85 5 Kepulauan Riau 648,92 6 Kepulauan Bangka Belitung 648,49 7 Nusa Tenggara Barat 645,72 8 Kalimantan Tengah 644,21 9 Kalimantan Selatan 643,66 10 Sumatera Utara 643,63 11 Sulawesi Selatan 643,59 12 Jawa Tengah 643,53 13 Sulawesi Utara 643,20 14 Sumatera Barat 641,85 15 Bali 640,86 16 Jambi 640,82 17 Sulawesi Barat 639,56 18 JAWA BARAT 638,90 19 Kalimantan Barat 638,82 20 Sumatera Selatan 637,47 21 Sulawesi Tengah 637,34 22 Banten 636,73 23 DKI Jakarta 635,29 24 Bengkulu 634,74 25 Gorontalo 630,01 26 Sulawesi Tenggara 625,81 27 Lampung 625,52 28 Maluku 620,08 29 Nanggroe Aceh Darussalam 618,79 30 Papua 611,99 31 Nusa Tenggara Timur 610,29 32 Maluku Utara 606,22 33 Papua Barat 601,56 INDONESIA 641,04 Daya beli masyarakat Jabar masih dibawah daya beli masyarakat Indonesia pada umumnya Daya beli masyarakat Jabar meningkat dari 635,80 ribu rupiah di tahun 2011 menjadi 638,90 ribu rupiah pada tahun 2012.

2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan agregat nilai tambah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh aktivitas ekonomi di suatu wilayah dalam satu kurun waktu tertentu. Manfaat PDRB : PDRB atas dasar harga kosntan (PDRB riil) digunakan untuk menunjukkan kinerja perekonomian baik secara sektoral maupun kinerja perekonomian secara keseluruhan di suatu wilayah tertentu dalam satu kurun waktu tertentu. Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). PDRB atas dasar harga berlaku (PDRB nominal) menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan di suatu wilayah dalam satu kurun waktu tertentu. Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian yang menggambarkan peranan masing-masing sektor ekonomi dalam suatu wilayah. Sektor-sektor ekonomi yang berperan besar menunjukkan basis kegiatan ekonomi yang mendominasi perekonomian wilayah tersebut. Tabel 2.6 PDRB adhb menurut tahun 2012 (miliar rupiah) Regional Jawa PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan agregat nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan. No 2012**) 1 DKI Jakarta 1.103.738 2 Jawa Timur 1.001.721 3 JAWA BARAT 946.861 4 Jawa Tengah 556.480 5 Banten 212.857 6 DI. Yogyakarta 57.034 JAWA 3.878.690 Jabar berkontribusi sebesar 24,41 persen terhadap total nilai PDRB adhb regional Jawa

Tabel 2.7 PDRB adhb menurut tahun 2012 (miliar rupiah) PDRB adhb Jabar sebesar 946,86 triliun rupiah berada di peringkat ke-3 di bawah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Dibandingkan tahun 2011, PDRB adhb Jabar meningkat sebesar 85,87 triliun rupiah atau meningkat sebesar 9,97 persen. Berdasarkan distribusi persentase PDRB adhb, Jabar menyumbang 14,07 persen. 2012**) 1 DKI Jakarta 1.103.738 2 Jawa Timur 1.001.721 3 JAWA BARAT 946.861 4 Jawa Tengah 556.480 5 Riau 469.073 6 Kalimantan Timur 419.102 7 Sumatera Utara 351.118 8 Banten 212.857 9 Sumatera Selatan 206.331 10 Sulawesi Selatan 159.427 11 Lampung 144.561 12 Sumatera Barat 110.104 13 Aceh 96.161 14 Kepulauan Riau 91.717 15 Bali 83.939 16 Papua 77.765 17 Kalimantan Selatan 75.923 18 Kalimantan Barat 75.027 19 Jambi 72.654 20 DI. Yogyakarta 57.034 21 Kalimantan Tengah 55.876 22 Sulawesi Tengah 51.062 23 Nusa Tenggara Barat 49.529 24 Sulawesi Utara 47.198 25 Papua Barat 42.760 26 Sulawesi Tenggara 36.601 27 Nusa Tenggara Timur 35.253 28 Kepulauan Bangka Belitung 34.325 29 Bengkulu 24.173 30 Sulawesi Barat 14.408 31 Maluku 11.469 32 Gorontalo 10.368 33 Maluku Utara 6.918 Jumlah 33 6.731.535

PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan agregat nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada suatu tahun tertentu (sebagai tahun dasar), tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2000. Tabel 2.8 PDRB adhk menurut tahun 2012 (miliar rupiah) No 2012**) 1 DKI Jakarta 449.821 2 Jawa Timur 393.666 3 JAWA BARAT 364.405 4 Jawa Tengah 210.848 5 Sumatera Utara 134.464 6 Kalimantan Timur 120.067 7 Riau 106.309 8 Banten 100.000 9 Sumatera Selatan 72.094 10 Sulawesi Selatan 59.709 11 Kepulauan Riau 47.405 12 Sumatera Barat 43.912 13 Lampung 43.506 14 Aceh 36.600 15 Kalimantan Selatan 34.419 16 Kalimantan Barat 34.014 17 Bali 32.804 18 DI.Yogyakarta 23.309 19 Papua 21.436 20 Kalimantan Tengah 21.420 21 Sulawesi Utara 21.287 22 Sulawesi Tengah 21.019 23 Jambi 20.374 24 Nusa Tenggara Barat 19.221 25 Sulawesi Tenggara 14.020 26 Nusa Tenggara Timur 13.972 27 Papua Barat 13.781 28 Kepulauan Bangka Belitung 12.251 29 Bengkulu 9.464 30 Sulawesi Barat 5.704 31 Maluku 4.861 32 Maluku Utara 3.445 33 Gorontalo 3.384 Jumlah 33 2.512.992 Catatan : **) Angka Sangat Sementara PDRB adhk Jabar tahun 2012 meningkat sebesar 6,21 persen dibanding tahun 2011 dengan nilai PDRB mencapai 364,4 triliun rupiah. Jabar berkontribusi sebesar 14,50 persen terhadap total nilai PDRB adhk 33 provinsi

Gambar 2.1 Grafik Perbandingan Nilai PDRB adhk dan LPE Tahun 2012 Skala Regional Jawa Dalam kurun tahun 2006-2012, perekonomian Jabar mampu tumbuh diatas 6% kecuali pada tahun 2009 yang hanya tumbuh 4,19 % Dalam skala nasional, pada tahun 2012 LPE Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat mampu tumbuh diatas 10 % Tahun 2012 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Jabar MELAMBAT dibanding tahun 2011. Tercatat LPE Jabar sebesar 6,48 % (2011) dan 6,21 % (2012)

2.3 Investasi PMDN dan PMA Data statistik penanaman modal yang disetujui pemerintah terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA), bersumber dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Data mengenai realisasi investasi penanaman modal tidak termasuk sektor minyak, asuransi dan perbankan. Data telah memperhatikan perubahan investasi yang beralih status dan juga pengurangan investasi yang dicabut izin usahanya. Berdasarkan data realisasi investasi PMDN menurut provinsi tahun 2012, nilai investasi PMDN di Jawa Barat sebesar 11.384,0 miliar rupiah atau 12,35 persen dari total nilai investasi di Indonesia yang mencapai 92.182,0 miliar rupiah. Secara nasional, peringkat investasi Jawa Barat menduduki peringkat ke-2 dibawah Jawa Timur dimana nilai investasi PMDN Jawa Timur mencapai 21.520,3 miliar rupiah. Tingginya nilai investasi PMDN Jawa Barat mencerminkan iklim investasi yang semakin membaik. Tabel 2.9 Realisasi Investasi PMDN menurut Tahun 2012 (miliar rupiah) No Investasi PMDN (miliar rupiah) 1 Jawa Timur 21,520.3 2 JAWA BARAT 11,384.0 3 DKI Jakarta 8,540.1 4 Kalimantan Timur 5,889.3 5 Jawa Tengah 5,797.1 6 Riau 5,450.3 7 Banten 5,117.5 8 Kalimantan Tengah 4,529.0 9 Kalimantan Selatan 3,509.8 10 Bali 3,108.0 11 Sumatera Selatan 2,930.6 12 Kalimantan Barat 2,811.0 13 Sumatera Utara 2,550.3 14 Sulawesi Selatan 2,318.9 15 Jambi 1,445.7 16 Sulawesi Tenggara 907.3 17 Sumatera Barat 885.3 18 Sulawesi Utara 678.5 19 Sulawesi Tengah 602.8 20 Kepulauan Bangka Belitung 533.5 21 DI Yogyakarta 334.0 22 Maluku Utara 320.5 23 Lampung 304.2 24 Sulawesi Barat 228.6 25 Gorontalo 164.9 26 Nanggroe Aceh Darussalam 60.2 27 Papua 54.7 28 Bengkulu 52.6 29 Papua Barat 45.8 30 Nusa Tenggara Barat 45.4 31 Kepulauan Riau 43.5 32 Nusa Tenggara Timur 14.4 33 Maluku 3.4 INDONESIA 92,182.0 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Dicuplik dari Statistik Indonesia 2013, BPS RI. Januari 2014

Jika dilihat dari realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA), Jawa Barat menempati peringkat ke-1 secara nasional, dengan nilai investai PMA Jawa Barat mencapai 4.210,7 juta US$ atau setara dengan 17,14 persen dari total realisasi investasi PMA Indonesia. Tabel 2.10 Realisasi Investasi PMA menurut Tahun 2012 (juta US$) No Investasi PMA (juta US$) 1 JAWA BARAT 4.210,7 2 DKI Jakarta 4.107,7 3 Banten 2.716,3 4 Jawa Timur 2.298,8 5 Kalimantan Timur 2.014,1 6 Papua 1.202,4 7 Riau 1.152,9 8 Sulawesi Tengah 806,5 9 Sumatera Selatan 786,4 10 Sumatera Utara 645,3 11 Nusa Tenggara Barat 635,8 12 Sulawesi Selatan 582,6 13 Kepulauan Riau 537,1 14 Kalimantan Tengah 524,7 15 Bali 482,0 16 Kalimantan Barat 397,5 17 Kalimantan Selatan 272,3 18 Jawa Tengah 241,5 19 Nanggroe Aceh Darussalam 172,3 20 Jambi 156,3 21 Lampung 114,3 22 Maluku Utara 90,3 23 DI Yogyakarta 84,9 24 Sumatera Barat 75,0 25 Kepulauan Bangka Belitung 59,2 26 Sulawesi Utara 46,7 27 Sulawesi Tenggara 35,7 28 Gorontalo 35,3 29 Papua Barat 32,0 30 Bengkulu 30,4 31 Nusa Tenggara Timur 8,7 32 Maluku 8,5 33 Sulawesi Barat 0,2 INDONESIA 24.564,7 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Dicuplik dari Statistik Indonesia 2013, BPS RI. Januari 2014

Gambar 2.2 Persentase Nilai Investasi PMDN menurut terhadap Total Nilai Investasi PMDN Indonesia (peringkat 10 besar) Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Dicuplik dari Statistik Indonesia 2013, BPS RI, Januari 2014 Gambar 2.3 Persentase Realisasi Investasi PMA menurut terhadap Total Realisasi Investasi PMA Indonesia (peringkat 10 besar) Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Dicuplik dari Statistik Indonesia 2013, BPS RI, Januari 2014

2.4 Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap penduduk pada kelompok usia tertentu. Sejak tahun 2007 Pendidikan Non Formal (Paket A, Paket B, dan Paket C) turut diperhitungkan. Berguna untuk menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum pada suatu tingkat pendidikan. APK yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat partisipasi sekolah, tanpa memperhatikan ketepatan usia sekolah pada jenjang pendidikannya. Jika nilai APK mendekati atau lebih dari 100 persen menunjukkan bahwa ada penduduk yang sekolah belum mencukupi umur dan atau melebihi umur yang seharusnya. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa wilayah tersebut mampu menampung penduduk usia sekolah lebih dari target yang sesungguhnya. Tabel 2.11 APK SMP sederajat menurut, 2012/2013 (persen) No APK SMP Sederajat (2012/2013) 1 DI Yogyakarta 119,43 2 DKI Jakarta 118,16 3 Sumatera Barat 112,32 4 Kepulauan Riau 111,73 5 Bali 110,84 6 Nanggroe Aceh Darussalam 108,04 7 Jawa Timur 107,89 8 Riau 106,24 9 Nusa Tenggara Barat 104,74 10 Maluku 103,63 11 Sumatera Utara 103,10 12 Jambi 102,22 13 Bengkulu 101,52 14 Sulawesi Tenggara 101,49 15 Jawa Tengah 101,32 16 Sulawesi Utara 100,16 17 Sulawesi Selatan 99,58 18 Bangka Belitung 99,07 19 Maluku Utara 98,67 20 Kalimantan Timur 97,90 21 Banten 96,08 22 Lampung 95,66 23 Sulawesi Barat 95,27 24 JAWA BARAT 95,25 25 Sumatera Selatan 94,39 26 Gorontalo 91,93 27 Sulawesi Tengah 91,62 28 Kalimantan Selatan 90,88 29 Kalimantan Tengah 88,56 30 Kalimantan Barat 88,05 31 Nusa Tenggara Timur 83,30 32 Papua 82,07 33 Papua Barat 81,23 INDONESIA 100,16 Sumber : PDSP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2014 APK SMP sederajat di Jabar untuk tahun ajaran 2012/2013 meningkat menjadi sebesar 95,25 persen dari tahun sebelumnya (2011/2012) yang sebesar 94,55 persen

Gambar 2.4 Grafik Perbandingan APK SMP sederajat menurut (2012/2013) Sumber : PDSP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2014 Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan proporsi anak sekolah pada suatu kelompok usia tertentu yang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan kelompok usianya. Tabel 2.12 APM SMP sederajat menurut, 2012/2013 (persen) APM SMP sederajat di Jabar untuk tahun ajaran 2012/2013 meningkat menjadi 74,82 persen dari tahun sebelumnya (2011/2012) 74,12 persen No APM SMP sederajat (2012/2013) 1 DKI Jakarta 95,55 2 DI Yogyakarta 92,01 3 Sumatera Barat 87,55 4 Bali 87,52 5 Kepulauan Riau 87,11 6 Nanggroe Aceh Darussalam 83,90 7 Jawa Timur 83,37 8 Riau 83,08 9 Sumatera Utara 81,96 10 Nusa Tenggara Barat 80,88 11 Maluku 80,76 12 Sulawesi Tenggara 80,70 13 Sulawesi Utara 79,74 14 Jambi 79,73 15 Bengkulu 79,57 16 Jawa Tengah 79,38 17 Sulawesi Selatan 78,08 18 Kalimantan Timur 77,37 19 Maluku Utara 77,08 20 Bangka Belitung 76,19 21 Lampung 75,10 22 JAWA BARAT 74,82 23 Banten 74,46 24 Sumatera Selatan 74,36 25 Sulawesi Barat 73,62 26 Sulawesi Tengah 71,77 27 Gorontalo 70,61 28 Kalimantan Selatan 69,44 29 Kalimantan Barat 68,83 30 Kalimantan Tengah 68,03 31 Nusa Tenggara Timur 66,98 32 Papua Barat 63,31 33 Papua 62,91 INDONESIA 78,43 Sumber : PDSP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2014

Gambar 2.5 Grafik Perbandingan APM SMP sederajat menurut (2012/2013) Sumber : PDSP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2014 Tabel 2.13 APK SMA sederajat menurut, 2012/2013 (persen) No APK SMA sederajat (2012/2013) 1 Bangka Belitung 108.45 2 Jawa Timur 105.20 3 DKI Jakarta 101.90 4 Banten 100.33 5 Sumatera Utara 97.72 6 Maluku Utara 96.09 7 Bengkulu 95.05 8 Maluku 94.13 9 Kalimantan Selatan 90.94 10 Jambi 90.24 11 Papua 86.21 12 Kalimantan Tengah 85.16 13 Sulawesi Tenggara 84.59 14 Sumatera Barat 84.59 15 Nanggroe Aceh Darussalam 81.92 16 Gorontalo 80.55 17 Nusa Tenggara Timur 80.36 18 Riau 79.07 19 Kalimantan Barat 78.21 20 Lampung 77.61 21 Sumatera Selatan 76.99 22 Sulawesi Tengah 75.65 23 Jawa Tengah 74.91 24 Bali 73.79 25 DI Yogyakarta 73.44 26 JAWA BARAT 70.19 27 Papua Barat 68.23 28 Nusa Tenggara Barat 67.75 29 Sulawesi Selatan 65.49 30 Kalimantan Timur 65.43 31 Kepulauan Riau 63.36 32 Sulawesi Barat 59.86 33 Sulawesi Utara 59.68 19 INDONESIA 78.50 Sumber : PDSP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2014 APK SMA sederajat di Jabar (2012/2013) sebesar 70,19 persen meningkat dibandingkan (2011/2012) yang sebesar 67,78 persen

Gambar 2.6 Grafik Perbandingan APK SMA sederajat menurut (2012/2013) Sumber : PDSP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2014 Tabel 2.14 APM SMA sederajat menurut, 2012/2013 (persen) No APM SMA sederajat di Jabar (2012/2013) sebesar 53,28 persen meningkat dibandingkan (2011/2012) yang sebesar 52,76 persen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Bangka Belitung DKI Jakarta Maluku Utara Bengkulu Jawa Timur Maluku Sumatera Utara Kalimantan Selatan Banten Jambi Sulawesi Tenggara Papua Sumatera Barat Kalimantan Tengah Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Gorontalo Lampung Nanggroe Aceh Darussalam Sulawesi Tengah Riau Sumatera Selatan Bali Jawa Tengah JAWA BARAT DI Yogyakarta Nusa Tenggara Barat Kepulauan Riau Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Papua Barat Sulawesi Utara Sulawesi Barat INDONESIA APM SMA sederajat (2012/2013) 82,30 77,91 73,13 72,31 71,79 71,69 70,75 69,74 68,16 67,83 66,05 63,92 63,01 62,52 62,10 59,54 59,37 58,65 58,37 57,99 57,20 55,64 55,21 55,08 53,28 53,25 52,31 49,96 48,64 48,51 46,37 46,02 43,93 58,25 Sumber : PDSP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2014

Gambar 2.7 Grafik Perbandingan APM SMA sederajat menurut (2012/2013) Sumber : PDSP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2014

2.5 Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Tabel 2.15 Produksi Padi Kualitas Gabah Kering Giling tahun 2012 (ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Jawa Timur JAWA BARAT Jawa Tengah Sulawesi Selatan Sumatera Utara Sumatera Selatan Lampung Sumatera Barat Nusa Tenggara Barat Kalimantan Selatan Banten Nanggroe Aceh Darussalam Kalimantan Barat Sulawesi Tengah DI Yogyakarta Bali Kalimantan Tengah Nusa Tenggara Timur Jambi Sulawesi Utara Bengkulu Kalimantan Timur Sulawesi Tenggara Riau Sulawesi Barat Gorontalo Papua Maluku Maluku Utara Papua Barat Kepulauan Bangka Belitung DKI Jakarta Kepulauan Riau INDONESIA Produksi Padi/GKG (ton) 12.198.707 11.271.861 10.232.934 5.008.143 3.715.514 3.295.247 3.093.422 2.368.390 2.114.231 2.086.221 1.865.893 1.788.738 1.300.100 1.024.316 946.224 865.553 755.507 698.566 625.164 615.062 581.911 553.440 516.291 512.152 412.620 245.357 138.032 84.271 65.686 30.245 22.976 11.044 1.323 69.045.141 Gambar 2.8 Grafik Perbandingan Produksi Padi (GKG) menurut. (Peringkat 10 besar) Jabar berkontribusi sebesar 16,33 persen terhadap produksi padi (GKG) Nasional

Jagung merupakan salah satu komoditas unggulan di Jabar, tahun 2012 produksi jagung di Jabar meningkat sebesar 83.549 ton dan berkontribusi sebesar 5,31% terhadap total produksi jagung di Indonesia Tabel 2.16 Produksi Jagung menurut Tahun 2011-2012 (ton) (peringkat 10 besar) Produksi (Ton) 2011 2012 Jawa Timur 5,443,705 6,295,301 Jawa Tengah 2,772,575 3,041,630 Lampung 1,817,906 1,760,275 Sulawesi Selatan 1,420,154 1,515,329 Sumatera Utara 1,294,645 1,347,124 JAWA BARAT 945,104 1,028,653 Gorontalo 605,782 644,754 Nusa Tenggara Barat 456,915 642,674 Nusa Tenggara Timur 524,638 629,386 Sumatera barat 471,849 495,497 INDONESIA 17,643,250 19,387,022 Gambar 2.9 Grafik Perbandingan Produksi Jagung menurut Tahun 2011-2012 (ton) (peringkat 10 besar)

Komoditas unggulan lainnya adalah kedelai. Dibandingkan tahun 2011, produksi Kedelai di Jabar pada tahun 2012 menurun sebesar 8.740 ton. Dalam skala nasional, produksi kedelai Jatim menyumbang 42,93% sementara Jabar sebesar 5,62% terhadap total produksi kedelai nasional Tabel 2.17 Produksi Kedelai menurut Tahun 2011-2012 (ton) (peringkat 10 besar) Produksi (Ton) 2011 2012 Jawa Timur 366.999 361.986 Jawa Tengah 112.273 152.416 Nusa Tenggara Barat 88.099 74.156 Aceh 50.006 51.439 JAWA BARAT 56.166 47.426 DI Yogyakarta 32.795 36.033 Sulawesi Selatan 33.716 29.938 Sumatera Selatan 13.710 12.162 Bali 8.503 8.210 Sulawesi Tengah 6.900 8.202 INDONESIA 851.286 843.153 Gambar 2.10 Grafik Perbandingan Produksi Kedelai menurut Tahun 2011-2012 (ton) (peringkat 10 besar)

2.6 Penduduk Miskin Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Tabel 2.18 Persentase Penduduk Miskin menurut (persen) Propinsi DKI Jakarta Bali Kali mantan selatan Bangka Belitung Banten Kali mantan Tengah Kali mantan Timur Kepulauan Riau Sulawesi Utara Kali mantan Barat Sumatera Barat Riau Mal uku Utara Jambi Sulawesi Selatan JAWA BARAT Sumatera Utara Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Jawa Timur Sumatera Selatan Sulawesi Tengah Jawa Tengah Lampung DI Yogyakarta Gorontal o Bengkulu Nusa Tenggara Barat Aceh Nusa Tenggara Timur Mal uku Papua Barat Papua INDONESIA Persentase Penduduk Miskin (%) Kota Desa Kota+Desa 3,70 0,00 3,70 3,81 4,17 3,95 3,56 6,07 5,01 3,73 6,96 5,37 4,41 8,31 5,71 4,21 7,19 6,19 3,82 10,56 6,38 6,77 7,08 6,83 6,36 8,69 7,64 5,49 9,04 7,96 6,45 8,99 8,00 6,68 8,94 8,05 2,92 9,98 8,06 10,53 7,29 8,28 4,44 12,93 9,82 8,71 12,13 9,89 10,28 10,53 10,41 10,03 13,92 13,01 4,62 16,24 13,06 8,90 16,88 13,08 13,29 13,58 13,48 9,02 16,85 14,94 13,11 16,55 14,98 11,88 16,96 15,65 13,10 21,29 15,88 4,80 23,63 17,22 16,89 17,80 17,51 21,65 15,41 18,02 12,47 20,97 18,58 12,21 22,41 20,41 8,39 28,12 20,76 5,36 36,33 27,04 5,81 39,39 30,66 8,60 14,70 11,66 Head Count Index (HCIP0), adalah persentase penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan (GK) Persentase penduduk miskin di Jabar terus menurun. Tahun 2011 tercatat sebesar 10,65 persen penduduk Jabar hidup dibawah garis kemiskinan. Jika dipilah berdasarkan karakteristik wilayah, maka pada tahun 2012 terdapat 12,13 persen penduduk miskin terdapat di wilayah perdesaan dan 8,71 persen di wilayah perkotaan

2.7 Ketenagakerjaan Gambaran mengenai kondisi ketenagakerjaan dapat dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja Tabel 2.19 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Agustus 2012 TPT (persen) Aceh 9,10 Sumatera Utara 6,20 Sumatera Barat 6,52 Riau 4,30 Jambi 3,22 Sumatera Selatan 5,70 Bengkulu 3,61 Lampung 5,18 Bangka Belitung 3,49 Kepulauan Riau 5,37 DKI Jakarta 9,87 JAWA BARAT 9,08 Jawa Tengah 5,63 DI Yogyakarta 3,97 Jawa Timur 4,12 Banten 10,13 Bali 2,04 Nusa Tenggara Barat 5,26 Nusa Tenggara Timur 2,89 Kalimantan Barat 3,48 Kalimantan Tengah 3,17 Kalimantan Selatan 5,25 Kalimantan Timur 8,90 Sulawesi Utara 7,79 Sulawesi Tengah 3,93 Sulawesi Selatan 5,87 Sulawesi Tenggara 4,04 Gorontalo 4,36 Sulawesi Barat 2,14 Maluku 7,51 Maluku Utara 4,76 Papua Barat 5,49 Papua 3,63 INDONESIA 6,14 Persentase penduduk yang menganggur di Jabar terus menurun. Tahun 2011 tercatat sebesar 9,83 persen dan tahun 2012 menjadi 9,08 persen. Namun demikian, jika dibandingkan dalam skala nasional TPT Jabar masih diatas TPT Indonesia

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja TAPK mengindikasikan besarnya persentase penduduk kerja yang aktif secara ekonomi di suatu wilayah Semakin tinggi TPAK menunjukkan bahwa semakin tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour supply) yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian Tabel 2.20 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menurut Agustus 2012 TPAK (persen) Aceh 61,77 Sumatera Utara 69,41 Sumatera Barat 64,47 Riau 62,90 Jambi 65,07 Sumatera Selatan 69,56 Bengkulu 70,07 Lampung 66,27 Bangka Belitung 65,67 Kepulauan Riau 66,25 DKI Jakarta 71,56 JAWA BARAT 63,78 Jawa Tengah 71,43 DI Yogyakarta 70,85 Jawa Timur 69,62 Banten Bali 65,03 76,97 Nusa Tenggara Barat 66,02 Nusa Tenggara Timur 70,58 Kalimantan Barat 71,11 Kalimantan Tengah 69,90 Kalimantan Selatan 71,93 Kalimantan Timur 66,64 Sulawesi Utara 61,93 Sulawesi Tengah 66,38 Sulawesi Selatan 62,82 Sulawesi Tenggara 67,35 Gorontalo 63,08 Sulawesi Barat 71,73 Maluku 63,71 Maluku Utara 66,35 Papua Barat 67,12 Papua 78,91 INDONESIA 67,88

TPAK Jabar meningkat dibanding tahun 2011 dari 62,27 persen menjadi 63,78 persen di tahun 2012. Gambar 2.11 Grafik Perbandingan TPT dan TPAK menurut Agustus 2012