BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi pada lingkungannya. Perubahan lingkungan global tersebut tanpa kecuali tentu mempengaruhi struktur sektor pertanian yang merupakan basis perekonomian negara kita. Atas dasar itu, terus-menerus sangat diperlukan arah-arah yang tepat dalam memanfaatkan segala peluang dan mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi. Globalisasi yang mewarnai kehidupan warga dunia pada saat ini telah merupakan istilah yang selalu dipakai untuk mengacu kepada kondisi dimana kegiatan perdagangan (produksi dan pemasaran) dilakukan hampir-hampir tanpa batas. Indonesia sebagai bagian dari negara-negara ASEAN telah merupakan anggota dari WTO dan telah memberikan komitmennya pada kesempatan GATT pada Putaran Uruguay di Marrakesh, bulan April 1994 untuk menjalankan liberalisasi perdagangan. Selain itu, negaranegara ASEAN juga berpartisipasi aktif dalam APEC di Bogor pada tanggal 15Nopember 1994 yang mengupayakan kawasan perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2020. masing-masing negara dapat mengajukan rencananya dalam liberalisasi perdagangan melalui Rencana Aksi Individu (Individual Action Plan). Dalam pada itu, di antara negara-negara ASEAN sendiri bersepakat dalam AFTA yang pada dasarnya merupakan keinginan bersama dalam membentuk zona perdagangan bebas yang diupayakan melalui skema Common Effective Prefential Tariff (CEPT) akan melibatkan ekonomi Indonesia pada perdagangan global yang lebih kompetitif. Dengan demikian, terlihat paling tidak ada tiga jenis komitmen dalam menuju liberalisasi perdagangan tersebut bagi negara-negara ASEAN. Sektor pertanian, sebagai sektor yang tetap diharapkan sebagai mainstream dalam perekonomian nasional tidak terlepas dari keharusannya untuk meningkatkan daya saingnya dalam perekonomian global yang kompetitif tersebut. Apa yang diungkapkan di atas pada dasarnya menjadi pertanda bahwa keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan bebas merupakan konsekuensi pilihan negara ini dalam pergaulan dunia yang telah diperhitungkan secara matang. Indonesia yang ikut dalam penandatanganan berbagai persetujuan tersebut mau tidak mau harus mematuhi komitmen-komitmennya.
Termasuk di dalamnya, bahwa produk pertanian pun kini dalam proses untuk dimasukkan ke dalam skema CEPT. Ini berarti bahwa produk-produk kita harus dapat bersaing di pasaran internasional dengan pemasok-pemasok negara lain. Komoditas kita pun harus dapat menjadi tuan rumah di pasar domestik yang bersaing dengan barang-barang impor, karena kita pun harus membuka pasar bagi produk negara lain. Konsekuensinya bahwa kita harus memfokuskan kepada komoditas-komoditas andalan yang dapat kita produksi dengan murah, berkualitas, dan memenuhi standard baik internasional maupun domestik. Seperangkat kebijaksanaan harus dirancang untuk tujuan tersebut, baik kebijaksanaan makro maupun sektoral agar sektor pertanian menjadi sektor yang lebih vital lagi bagi perekonomian kita. Berdasarkan hal tersebut, maka arah yang kita tuju untuk meningkatkan peran ekonomi pertanian dalam abad 21 adalah mewujudkan sosok pertanian modern dengan memfokuskan komoditas-komoditas unggulan yang dapat bersaing di pasar domestik dan internasional. Kegiatan pertanian pun mulai kita pandang sebagai kegiatan industrial, dengan semua prasyaratnya. Dengan demikian, dituntut adanya keterkaitan dari keseluruhan rantai kegiatan usaha pertanian, sejak tahap pengelolaan produksi, budidaya, pasca panen, pengolahan, pemasaran, sampai dukungan kegiatan lainnya. Inilah yang kita maksudkan sebagai pendekatan pembangunan pertanian dengan berwawasan agribisnis. Dengan pendekatan demikian, jelas dibutuhkan platform kebijakan ekonomi makro yang konsisten untuk mendudukkan sektor pertanian ke dalam mainstream ekonomi nasional. Dibutuhkan dukungan sektor-sektor lain untuk mengembangkan mainstream tersebut dalam suatu kebijaksanaan nasional yang menyeluruh. Antisipasi untuk menyiapkan sektor pertanian berorientasi agribisnis dalam menyongsong era perdagangan terbuka, setidaknya harus dilihat 2 (dua) simpul krisis utama dan sangat penting, yaitu (1) bagaimana mengembangkan pasar, dan (2) bagaimana mengembangkan usaha pertanian yang berdaya saing.
1. Mengembangkan Pasar Upaya pengembangan pasar seyogyanya diawali dengan penanganan sistem pengembangan mutu yang selanjutnya secara simultan didukung oleh pengembangan mekanisme pasar dan jaringan informasinya. Beberapa langkah operasional yang seyogyanya segera dilakukan guna mengantisipasi hambatan-hambatan teknis tersebut, misalnya: 1) Identifikasi dan analisa peraturan TBT dan SPS baik negara-negara mitra bisnis maupun di Indonesia sendiri. 2) Menyusun program-program jaminan mutu dan kemaanan hasil pertanian yang terpadu. 3) Harmonisasi sistem standardisasi dan pembinaan untuk hasil pertanian dengan negaranegara mitra bisnis Indonesia. 2. Mengembangkan Usaha Pertanian Jika dilihat secara umum, banyak kendala yang masih melekat di dalam upaya pengembangan usaha dibidang pertanian, yaitu antara lain skala usaha di dalam sistem produksi yang relatif sangat kecil, sehingga menimbulkan permasalahan di dalam pasca panennya, relatif kurangnya pengetahuan terhadap perilaku pasar, kuantitas dan kualitas baik produk maupun bahan baku serta permasalahan di dalam pembentukan modal yang dirasakan masih sangat terbatas. Semua kendala tersebut jika dilihat dari sisi bisnis tidak dapat disangkal merupakan resiko yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan resiko bisnis di bidang lainnya. Melihat karakteristik agribisnis tersebut di atas, penanganan aspek pengembangan usaha dibidang pertanian khususnya di tingkat lokalita dapat dikelompokkan menjadi tiga hal, yaitu: 1) Pengembangan sumber daya manusia (SDM) Agribisnis (melalui kewirausahaan). 2) Pengembangan jaringan kelembagaaan dan kemitraan usaha. 3) Penciptaan iklim usaha dan investasi. Implikasi dan Prospek Agribisnis Masa Depan Menyongsong abad ke-21, sektor pertanian (agribisnis) sebagai bagian dari ekonomi nasional pada dasarnya harus melakukan penyelarasan dengan dinamika ekonomi global, dimana pendekatan produktivitas dan efisiensi merupakan kunci dari penguatan daya saing. Strategi pendekatan untuk meningkatkan peran ekonomi pertanian khususnya dalam memperkuat perekonomian perdesaan dan perekonomian nasional pada umumnya, berangkat dari upaya
menumbuhkan sistem agribisnis terpadu yang utuh, dengan langkah-langkah kegiatan yang diharapkan mampu menggerakkan pembangunan pertanian yang berkembang dalam berbagai pola pengembangan spesifik lokalita, dengan memperhatikan berbagai aspek seperti sifat usahatani, sumberdaya manusia, teknologi, skala usaha, sarana dan prasarana, keterkaitan/kemitraan antar subsistem, orientasi usaha dan kelestarian lingkungan.
BAB V METODE PENYUSUNAN STRATEGI 5.1 TEORI FFA Menurut Sckhain (1988) dalam Sianipar dan Entang (2003), analisis medan kekuatan adalah suatu alat yang tepat digunakan dalam merencanakan perubahan, Hanya orgnnisani yang mampu belajar dari pengalaman dan beradaptasi 7engan perbahan lingkungan yans tetap eksis, maju dan berkernbang. Pada saat menciptakan perubahan, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat. Tahapan-tahapan Force Field Analysis tersebut yaitu: I. Identifikasi Faktor Pendorong dan Penghambat Faktor pendorong dan penghambat bersumber dari intermal dan eksternal. Identifikasi faktor pendorong merupakan perpaduan antara strenghts and opportunities sedangkan faktor penghambat merupakan perpaduan antara weakness and threats. Faktor pendorong dan penghambat yang akan dinilai terdiri dari berbagai aspek yaitu SDM, teknik budidaya, modal, pemasaran dan mekanisme program Prima Tani. Aspek yang dinilai menentukan faktor keberhasilan sebagai faktor-faktor strategis atau faktor kunci keberhasiln, maka perlu dilakukan penilaian terhadap setiap faktor yang teridentifikasi. Aspek yang dinilai dari setiap faktor adalah: a. Urgensi atau bobot faktor dalam mencapai tujuan. b. Dukungan atau kontribusi tiap faktor dalam mencapai tujuan. c. Keterkaitan antar faktor dalam mencapai tujuan, Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan secara kualitatf yang dikuantitatifkan melalui metode skala Likert yaitu suatu penilaian dengan model rating scale yang selanjutnya disebut model skala nilai kemudian dikonversikan dalam angka, yaitu: Sangat baik = 5, artinya sangat tinggi nilai urgensi/ nilai dukungan/ nilai keterkaitan. Baik = 4, artinya tinggi nilai urgensi/ nilai dukungan/ nilai keterkaitan. Cukup = 3, artinya cukup tinggi nilai urgensi/ nilai dukungan/ nilai keterkaitan. Kurang = 2, artinya kurang nilai urgensi/ nilai dukungan/ nilai keterkaitan. Sangat kurang = 1, artinya sangat kurang nilai urgensi/ nilai dukungan/ nilai keterkaitan. Menilai keterkaitan antar faktor yang tidak ada kaitannya maka diberi nilai 0.
II Penilaian faktor pendorong dan penghambat Penilaian faktor pendorong dan penghambat meliputi: 1. NU (Nilai Urgensi) Penilaian NU (nilai urgensi) dilakukan dengan memakai model rating scale 1-5 atau melalui teknik komparasi, yaitu membandingkan faktor yang paling urgen antara satu faktor dengan faktor lainnya. 2. BF (Bobot Faktor) Penilaian BF (bobot faktor) dapat dinyatakan dalam bilangan desimal atau presentase. Rumus dalam menentukan BF yaitu: 3. ND (Nilai Dukungan) Nilai ND (nilai dukungan) ditentukan dengan brainstorming melalui wawancara dengan responden. 4. NBD (Nilai Bobot Dukungan) Nilai NBD (nilai bobot dukungan) dapat ditentukan dengan rumus: NBD = ND x BF 5. NK (Nilai Keterkaitan) Nilai keterkaitan ditentukan dengan keterkaitan antara faktor pendorong dan penghambat. Nilai keterkaitan tiap faktor menggunakan rentang 1-5. Apabila tidak memiliki keterkaitan diberi nilai 0 sedangkan faktor-faktor yang memiliki keterkaitan diberi nilai antara 1-5. 6. TNK (Total Nilai Keterkaitan) Total nilai keterkaitan ditentukan dari jumlah total nilai keterkaitan antar faktor pendorong dan penghambat dalam satu baris. 7. NRK (Nilai Rata-rata Keterkaitan) Nilai rata-rata keterkaitan tiap faktor dapat ditentukan dengan rumus: Keterangan TNK = total nilai keterkaitan N = jumlah faktor internal dan eksternal yang dinilai 1 = satu faktor yang tidak dapat dikaitkan dengan faktor yang sama 8. NBK (Nilai Bobot Keterkaitan)
Nilai bobot keterkaitan tiap faktor dapat ditentukan dengan rumus: NBK = NRK x BF 9. TNB (Total Nilai Bobot) Total nilai bobot tiap faktor dapat ditentukan dengan rumus: TNB = NBD + NBK III Faktor Kunci Keberhasilan dan Diagram Medan Kekuatan a. Penentuan Faktor Kunci Keberhasilan (FKK) Berdasarkan besarnya TNB pada tiap-tiap faktor maka dapat dipilih faktor yang memiliki TNB paling besar sebagai faktor kunci keberhasilan (FKK) yang dapat dijadikan sebagai penentu strategi atau solusi dari adanya faktor pendorong dan penghambat. Cara menentukan FKK adalah sebagai berikut: 1. Dipilih berdasarkan TNB terbesar 2. Jika TNB sama maka dipilih BF terbesar 3. Jika BF sama maka dipilih NBD terbesar 4. Jika NBD sama maka dipilih NBK terbesar 5. Jika NBK sama maka dipilih berdasarkan pengalaman dan rasionalitas b. Diagram Medan Kekuatan Berdasarkan besarnya TNB tiap faktor pendorong dan penghambat dapat divisualisasikan dalam suatu diagram yang bernama diagram medan kekuatan. IV Penyusunan Strategi Pengembangan Gambar 2.1 Diagram Medan Kekuatan
Strategi pengembangan dapat diwujudkan apabila tahapan penilaian sudah dilewati sehingga berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui strategi pengembangan. Penyusunan strategi pengembangan disesuaikan dengan keadaan di lapang sebagaimana tergambar dalam diagram medan kekuatan. Apabila telah diketahui faktor kunci pendorong tentu lebih mudah memproyeksikan tujuan yang rasional dan logis dicapai. Sementara untuk mencegah resiko kegagalan tentu dapat disusun strategi meminimalisir atau menghilangkan faktor kunci penghambat. 5.2 ANALISIS SWOT Menurut Rangkuti (2000), analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan juga dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Terkait dengan perencanaan strategis suatu perusahaan maka harus menganalisis berbagai kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi atau analisis SWOT. Menurut Marimin (2004), membuat keputusan untuk memilih alternative strategi perlu mengetahui posisi perusahaan berada pada kuadran sebelah mana. Posisi tersebut diperlukan untuk memilih strategi paling tepat agar sesuai dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan. Posisi perusahaan depat dikelompokkan dalam 4 kuadran, yaitu : kuadran I, II, III, dan IV. Posisi perusahaan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Jika posisi perusahaan berada pada kuadran I maka menandakan bahwa situasi ini sangat menguntungkan, perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan untuk perusahaan yang berada pada posisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. 2. Perusahaan yang berada pada kuadran II berarti perusahaan menghadapi berbagai ancaman, perusahaan masih memilliki kekuatan internal. Strategi yang harus dilakukan adalah menggunakn kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi. 3. Perusahaan yang berada pada kuadran III menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai peluang yang sangat besar, tetapi di lain pihak persahaan memiliki kelemahan internal. Fokus
yang harus diambil oleh perusahaan adalah meminimalkan masalah-masalah internal persahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik dengan strategi turn around. 4. Perusahaan yang berada pada kuadran IV menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi situasi yang sangat tidak menguntungkan, di mana selain perusahaan menghadapi berbagai ancaman juga menghadapi kelemahan internal. Stategi yang dapat diterapkan adalah strategi defensif. Berbagai Peluang Kelemahan Internal Kuadran III (mendukung strategi turn around) Kuadran IV (mendukung strategi defensif) Kuadran I (mendukung strategi agresif) Kuadran II (mendukung strategi diversifikasi) Kekuatan Internal Analisis SWOT merupakan alat analisis yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan unutuk kemudian disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan. Matriks ini dapat menggambarkan empat kemungkinan alternatif strategis yang dapat dijelaskan sebagai berikut : EFAS IFAS OPPORTUNITY (O) Faktor-faktor peluang eksternal THREATHS (T) Faktor-faktor kekuatan eksternal Berbagai Ancaman STRENGTHS (S) Faktor-faktor kekuatan internal STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Gambar 5.1 Matriks Analisis SWOT WEAKNESS (W) Faktor-faktor kelemahan internal STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WT Ciptakan strategi yang menggunakan kelemahan untuk mengatasi ancaman a. Strategi SO dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b. Strategi ST adalah strategi untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan dengan cara menghindari ancaman. c. Strategi WO adalah adalah ditetapkan dengan memanfaatkan peluang yang ada dan mengatasi kelemahan yang dimiliki. d. Strategi WT adalah suatu strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan ditujukan untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman
Tabel Force Field Analysis (FFA) Komoditas Jamur Merang Nama : NIM : Gol./Kel. : No Faktor Pendorong Nilai Keterkaitan D1 D2 D3 D4 H1 H2 H3 H4 NU BF ND NBD TNK NRK NBK TNB FKK D1 Budidaya Mudah D2 Ketersediaan Saprodi D3 Mudah Dijual D4 Minat Budidaya Tinggi Total Nilai Faktor Pendorong No Faktor Penghambat Nilai Keterkaitan D1 D2 D3 D4 H1 H2 H3 H4 NU BF ND NBD TNK NRK NBK TNB FKK H1 Pancaroba H2 Keadaan Jerami Rusak H3 Hama Tikus H4 Tenaga Kerja Kurang Total Nilai Faktor Penghambat