BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

SATUAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK SIKLUS I

Konsep Diri Rendah di SMP Khadijah Surabaya. baik di sekolah. Konseli mempunyai kebiasaan mengompol sejak kecil sampai

BAB IV ANALISIS DATA. data-data yang sudah diperoleh dan dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Analisis

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pembahasan dari ke empat kasus

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP PETUNJUK PENGISIAN

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal

LAMPIRAN-LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LEMBAR ANGKET DISIPLIN BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING SISWA KELAS XII SMA

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING SISWA KELAS XII SMA

BAB IV ANALISIS DATA KONSELING BEHAVIOR DALAM MENANGANI SELECTIVE MUTISM SISWA SD RADEN PATAH SURABAYA

Jangan takut menjawab ya, jawaban anda sangat berarti

18 Media Bina Ilmiah ISSN No

LAMPIRAN. Universita Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

DIPA TRI WISTAPA MEMBILAS PILU. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :.

IDENTITAS Nomor : / G. 40 / 07 (Diisi oleh peneliti) Usia : Jenis kelamin :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah rangkaian bunyi-bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia

LAMPIRAN C ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

I. PENDAHULUAN. aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN. Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Adalah mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN UPAYA GURU DALAM MELATIH KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI DI TK PERTIWI PAGUMENGANMAS. A. Gambaran Umum TK Pertiwi Pagumenganmas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Hasil Pra Bimbingan Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik,

UJI VALIDITAS DUKUNGAN WALI KELAS. Koefisien Validitas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

BAB IV UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENANGANI STRES SEKOLAH

Menangani Kecemasan pada Korban Perkosaan. membandingkan data teori dengan data yang ada di lapangan.

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI EXPRESSIVE WRITING TREATMENT UNTUK MENGATASI EKSPRESI EMOSI NEGATIF PADA REMAJA DI DESA SEGORO TAMBAK SEDATI SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian ini adalah 12 siswa yang hasil pre-testnya

BAB IV ANALISIS TERAPI REALITAS UNTUK MEMBANTU PENYESUAIAN DIRI SANTRI MADRASAH DINIYAH

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DINAMIKA MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA MANDIRI DI SMPN 10 BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing orang selalu menginginkan harga diri yang tinggi.

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil observasi awal yang dilakukan di kelas XI IPS2 SMA NEGERI 1

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. inklusif MAN Maguwoharjo, D.I. Yogyakarta mengalami masalah dalam

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA. 1. Identifikasi kasus pada siswa "X" dengan self efficacy rendah.

PETUNJUK PENGISIAN ANGKET PENELITIAN. pernyataan tersebut. Selanjutnya pilihlah salah satu dari beberapa alternative

BAB IV ANALISIS DATA. Setelah diperoleh data dari lapangan melalui wawancara, observasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. mudah terpengaruh oleh orang lain terutama oleh teman sebayanya. Tidak

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1 Angket Try Out Kematangan Emosi dan Perilaku Altruisme

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus. Masing-masing siklus

Kuesioner A. PROKRASTINASI AKADEMIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TUGAS INDIVIDU PENGEMBANGAN SKALA PSIKOLOGIS DALAM BIDANG PRIBADI-SOSIAL

BAB IV ANALISIS DATA. bimbingan dan konseling Islam yang terjadi di lapangan dengan teori yang

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

ANGKET KEPERCAYAAN DIRI SISWA

BAB I PENDAHULUAN. baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan untuk memasuki

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil observasi peneliti terhadap subjek penelitian sebelum diadakan treatment. bimbingan kelompok. Ruang multimedia SMA 1 Mejobo.

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

Transkripsi:

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT) A. Teknik Latihan Asertif Latihan asertif atau sering dikenal dengan latihan keterampilan sosial adalah salah satu dari sekian bayak teknik yang ada dalam terapi tingkah laku (behavior). Latihan asertif adalah kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Latihan asertif ini diberikan kepada individu yang mengalami kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain melecehkan dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan mudah tersinggung. Latihan asertif merupakan teknik yang dapat diterapkan pada situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan diri merupakan tindakan yang benar. 1 Teknik ini dapat diterapkan pada terapi dan konseling individual maupun kelompok. Teknik latihan asertif menggunakan metode role playing atau bermain peran. Tujuan diberikannya latihan asertif ini adalah untuk mengajarkan kepada individu agar mampu menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan 1 Gerald Corey, Teori dan Praktek konseling Dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), p.213 60

61 hak-hak rang lain, meningkatkan kemampuan behavior seseorang sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkn atau tidak, mengajarkan kepada individu untuk mengungkapkan dirinya dengan cara sedemikian rupa, diberikannya latihan asertif juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi sosial dan menghindari kesalahpahaman dari lawan bicara. Latihan asertif terdiri dari 3 komponen yaitu role playing, modeling dan social reward. Tetapi dari ketiga komponen tersebut penggunaan role playing atau bermain peranlah yang banyak dipakai oleh para terapis karena dirasa lebih efektif dan membuat klien ikut terlibat didalamya, agar tidak hanya terapis yang berperan aktif selama proses terapi berlangsung. 2 B. Penerapan Teknik Latihan Asertif Dalam penerapan teknik latilhan asertif yang merupakan bagian dari terapi behavior ini, penulis menggunakan konseling kelompok untuk 4 orang siswa SMP Negeri 1 Mancak yang memiliki kepercayaan diri rendah yakni siswa dengan inisial AR, B, IS, dan U. Dalam praktek konseling kelompok ini penulis menggunakan cara dengan bermain peran yang merupakan salah satu komponen dari latihan asertif. 2 Sunardi, Latihan Asertif, https://id.scribd.com/document/161951490/latihan-asertif. (diakses pada 30 Oktober 2016 pukul 15.00 WIB)

62 Pada pertemuan pertama, yakni pada waktu pulang sekolah yang sudah disepakati terlebih dahulu dengan siswa/i yang bersangkutan. Pada pertemuan pertama ini, penulis berusaha membangun hubungan yang baik dengan cara menyambut klien, menanyakan bagaimana kabar mereka satu persatu dengan tujuan agar bisa lebih akrab dan mereka bisa nyaman bercerita. Setelah itu kamipun mulai memposisikan diri agar saat pelaksaan konseling kelompok mereka merasa nyaman dan santai. Pada pertemuan pertama, penulis menjelaskan bahwa tujuan dari konseling kelompok ini untuk bersama-sama belajar menumbuhkan rasa percaya diri dan meminta mereka untuk bekerja sama agar mendapat hasil dan mencapai tujuan yang diharapkan. Mereka mengangguk dan setuju atas apa yang disampaikan. Awalnya, penulis melempar pertanyaan kepada mereka satu persatu mengenai percaya diri, menanyakan arti percaya diri menurut mereka. Jawaban dari mereka sama saja, yaitu percaya diri mah pede katanya. Kemudian penulis meminta agar mereka menceritakan perasaannya ketika ditanya oleh guru, berada di dalam kelas, dan ketika bergaul bersama teman-temannya. Responden AR menceritakan bahwa ia merasa sangat gugup dan takut ketika ada guru yang bertanya kepadanya. Apalagi untuk bertanya kepada guru, ia merasa tidak ada keberanian sama sekali meskipun sering tidak mengerti dengan pelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut. Responden AR pun memiliki sifat yang pasif selama proses pembelajaran

63 berlangsung, ia hanya mendengarkan apa yang dibicarakan oleh gurunya, tidak ada inisiatif untuk mencatat jika tidak di suruh. Selain itu, AR mengaku bahwa ia merasa dirinya lah yang paling bodoh dan merasa tidak memiliki hak untuk berbicara di kelas. Responden B menceritakan bahwa ia tidak bisa menjawab pertanyan yang diberikan guru, tubuhnya selalu gemetaran jika guru mengadakan kuis, ia selalu ingin menghindar dari pandangan guru, seperti berpura-pura menulis, pura-pura membaca dan lain sebagainya. Ia pernah ditunjuk oleh guru untuk menjawab sebuah pertanyaan, tetapi ia tidak bisa menjawabnya dan ia merasa sangat malu kepada guru dan temantemannya di kelas. Tetapi, ketika ingin menjawab pun ia selalu merasa takut kalau jawabannya salah dan kemudian ditertawakan oleh temantemannya. Responden B mengaku bahwa dalam mengerjakan tugas atau PR yang diberikan guru, ia selalu mencontek dan merubah jawaban miliknya jika tidak sesuai dengan jawaban milik teman-temannya. Ia takut jawaban yang ia tulis tersebut salah dan ia juga takut kalau guru memintanya mengerjakan tugas tersebut di depan kelas sedangkan jawaban yang ia miliki berbeda dengan teman-temannya yang lain. Selama bercerita, responden B selalu berkata bahwa dirinya tidak bisa dan ia lebih memilih untuk mengurungkan niatnya ketika ada sesuatu yang hendak ia capai. Dalam hatinya, ia ingin sekali menjadi juara kelas, tetapi lagi-lagi ia berpikir bahwa ia tidak akan mampu mengalahkan temannya yang sudah sering mendapat juara kelas.

64 Sedangkan responden IS menceritakan bahwa ia merasa tidak akan pernah bisa untuk menjadi orang yang pintar walau bagaimanapun usahanya. Sama halnya dengan responden AR, responden IS pun mengaku bahwa ia jarang sekali bahkan hampir tidak pernah mengajukan pertanyaan kepada guru. Alasannya sama seperti responden AR dan B, ia pun takut jika pertanyaannya tidak masuk akal atau terkesan meleset dari pelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga ia takut jikalau nantinya ditertawakan oleh teman-temannya. Padahal dalam hati kecilnya, ia ingin mengajukan sebuah pertanyaan kepada guru yang mengajarnya, hanya saja belum ada keberanian yang dimiliki dan rasa malu ketika ingin mengangkat tangan untuk mengajukan pertanyaan. Menyambung dari ketiga responden tersebut, siswi yang berinisial U juga mengatakan bahwa ia merasakan hal yang sama seperti ketiga temannya itu selama berada di dalam kelas. Seringkali, ia pun memilih untuk mengambil sikap diam seribu bahasa ketika berada di kelas. Responden U mengaku bahwa ia kesulitan untuk mengucapkan sebuah kata ketika ada guru yang bertanya kepadanya, sehingga walaupun dirayu oleh teman sebangkunya untuk menjawab, ia tetap dengan pendriannya yang salah yaitu bersikap diam dan menggelengkan kepala, bahkan ia mengaku rasanya ingin menangis ketika ada guru yang menunjukknya untuk menjawab sebuah pertanyaan. Dari cerita ke empat responden diatas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan responden AR, B, IS dan U ini semuanya sama. Mereka

65 selalu merasakan takut untuk bertanya kepada guru dengan alasan takut ditertawakan oleh teman-temanya bahkan mereka juga merasa takut jikalau ada guru yang menunjukknya untuk menjawab sebuah pertanyaan yang diberikan oleh guru tersebut. Selain itu, mereka juga memiliki rasa malu yang berlebihan kepada teman-temannya sehingga mereka lebih memilih bersikap pasif selama proses pembelajaran berlangsung. Setelah berbincang-bincang dan menyimpulkan permasalahan klien, penulis memutuskan untuk mengakhiri pertemuan pertama ini dan membuat janji dengan para responden untuk bertemu dan berkumpul kembali untuk melakukan praktek konseling kelompok selanjutnya. Setelah penulis mengetahui permasalahan konseli atau responden, pada pertemuan kedua ini penulis mulai melakukan terapi, langkah pertama yang penulis lakukan adalah menanyakan kesiapan konseli untuk bersedia memupuk rasa percaya dirinya dan membuang jauh-jauh rasa takut yang tidak masuk akal dan rasa malu yang berlebihan yang kini menghinggapi diri mereka, agar mereka pun berani untuk mengungkapkan pendapat di depan umum dan percaya pada kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, diharapkan agar konseli juga mampu dan berani untuk berkata tidak pada sesuatu yang tidak sesuai dengan perasaan dan pikirannya sehingga ia pun mampu untuk menyampaikan segala sesuatu yang diinginkannya, menyampaikan apa yang dirasakannya tetapi dengan cara yang santun. Dengan demikian penulis menggunakan teknik latihan asertif dengan metode role playing atau bermain peran. Pertama-

66 tama penulis meminta salah satu konseli untuk berperan sebagai guru di kelas, penulis meminta konseli B untuk mengambil peran tersebut. Kemudian, penulis dan tiga konseli lainnya yakni AR, IS dan U berperan sebagai siswa dan mencontoh sikap mereka ketika berada di dalam kelas. Treatment ini penulis lakukan secara berulang hingga 4 kali pertemuan dengan bermain peran untuk mendapat hasil yang hendak dicapai. Pada treatment pertama dan kedua, konseli masih merasa grogi dan canggung. Penulis yang berperan menjadi konseli mencoba mencontoh sikap para konseli ketika berada di dalam kelas yaitu bersikap pasif, malu bertanya dan takut ditertawakan oleh teman. Dalam treatment ini para konseli pun terlihat masih merasa malu-malu dan takut. Penulis terus memberikan motivasi dan masukan dengan menggunakan kata-kata self-affirmation seperti saya pasti bisa, saya bangga pada diri saya sendiri, saya adalah penentu bagi hidup saya. Penulis juga meminta agar ke empat konseli ini mengulangi kata-kata tersebut secara berulang dan meminta konseli untuk selalu mengucapkan kata-kata itu dimanapun mereka berada dengan tujuan agar tertanam di benak mereka bahwa mereka itu pasti bisa melakukan sesuatu yang mereka inginkan. Selain itu, pada treatment kedua ini penulis meminta ke empat konseli untuk menilai dirinya dengan jujur, mengungkapkan keahlian yang mereka miliki dalam bidang apapun, prestasi yang pernah diraih dan halhal positif yag pernah mereka lakukan. Penulis juga terus memotivasi mereka agar tidak perlu malu ketika berbuat salah, dan tidak perlu takut

67 salah karena keduanya sangat merugikan. Selain itu penulis meminta mereka untuk mencoba bertanya kepada guru dan merasakan akibat dari bertanya tersebut. Pada treatment ketiga yakni seminggu setelah treatment kedua dilaksanakan, penulis bertemu dengan ke empat konseli dan menanyakan kabar mereka, mereka tidak lagi menjawab dengan malu-malu seperti pada treatment pertama dan kedua. Setelah itu penulis mengarahkan konseli untuk mengambil posisi duduk sesantai dan senyaman mungkin untuk melakukan relaksasi agar dalam pelaksanaan konseling kelompok ini konseli merasa tenang dan tidak canggung lagi. Pertama, penulis meminta para konseli untuk menarik nafas dalam-dalam selama 3 kali berturutturut. Kedua, penulis meminta agar konseli membayangkan dirinya ada disebuah tempat yang mereka senangi yang membuat mereka merasa nyaman dan tenang. Ketiga, penulis meminta konseli membayangkan halhal yang indah yang ingin sekali ia wujudkan. Setelah itu, penulis memberikan arahan kepada para konseli untuk kembali bermain peran, kali ini diawali dari penulis yang berperan sebagai guru dan mereka dalam peran aslinya yakni sebagai murid. Penulis mencoba untuk menjadi guru yang melempar pertanyaan kepada para konseli tersebut untuk melihat reaksi konseli, kali ini reaksi mereka masih tetap sama yaitu masih merasa malu-malu untuk menjawab pertanyaan dari penulis. Kemudian, kamipun bertukar peran, penulis menjadi mereka dan salah satu dari mereka menjadi guru, jika pada pertemuan kedua

68 responden B yang menjadi guru, kali ini penulis meminta responden AR untuk berperan sebagai guru sedangkan tiga orang responden lainnya yaitu B, IS dan U diminta agar memperhatikan sikap penulis ketika menghadapi guru (responden AR). Disini, penulis berusaha untuk menunjukkan sikap percaya diri dan percaya akan kemampuan diri sendiri dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dengan tujuan agar ke empat konseli inipun mampu meniru dan mengetahui bagaimana seharusnya mereka bersikap ketika diberi pertanyaan oleh guru di kelas. Setelah permainan peran ini selesai, penulis kembali memberikan dorongan kepada konseli konseling kelompok ini agar membuang rasa malu dan takut salah tersebut dan memotivasi konseli untuk mencoba mulai berani bertanya, karena pada dasarnya dengan berani mencoba maka akan tahu hasilnya seperti apa. Pada treatment ketiga ini, selain menggunakan permainan peran, penulis juga berusaha untuk memberikan sugesti-sugesti yang positif kepada para konseli, agar mereka semakin termotivasi. Penulispun meminta mereka membuang keinginan-keinginan yang tidak realistis seperti ingin kaya, ingin cantik, ingin populer dan lain sebagainya. Karena hal tersebut semakin menghambat seseorang untuk hidup di dunia nyata. Selain itu, penulis memberikan arahan agar mereka tidak merasa minder atas status orang tuanya yang single parent dan status ekonominya yang tergolong dibawah rata-rata. Karena pada wawancara yang penulis lakukan sebelumnya, ke empat konseli ini merasa minder dengan alasan seperti itu,

69 penulis berusaha menjelaskan bahwa setiap manusia itu berhak memiliki kehidupan yang lebih baik dan memotivasi mereka agar mau memperbaiki diri dan kehidupannya. Penulis pun menekankan kepada mereka bahwa setiap orang berhak memiliki teman yang banyak tanpa harus merasa minder untuk bergaul dengan teman yang latar belakangnya berbeda dengan kita. Karena, dimata Allah semua manusia itu sama, yang membedakan bukanlah harta tetapi iman dan taqwa nya. Pertemuan ketiga ini kemudian di akhiri dengan memberikan para konseli tugas, yaitu untuk mulai berani bertanya kepada guru dan mulai membaur bersama teman-teman yang lain. Konseli konseling kelompok inipun mengangguk dan bersedia mencoba melakukan hal tersebut. Pada pertemuan ke empat, penulis mengawali dengan menanyakan apa saja yang sudah dilakukan para konseli selama seminggu terakhir ini, konseli AR menceritakan bahwasannya ia telah mencoba bergabung dengan teman-teman sekelasnya, ia pun mengaku bahwa teman-teman sekelasnya bersikap ramah kepadanya bahkan ia sempat diajak jajan bersama dan kumpul-kumpul di depan kelas saat jam istirahat. Sedangkan responden B menceritakan bahwasannya ia pernah sekali mencoba mengerjakan soal matematika di depan kelas dengan jawaban yang ia miliki sendiri tanpa mencontek dari orang lain, meskipun jawabannya salah ketika itu, tetapi guru dan teman-temannya tidak mentertawakannya malah guru nya menuntun dan memberikan arahan

70 kepadanya. Teman-teman di kelasnya pun memberikan reaksi yang positif yaitu dengan memberikannya jempol dan adapula yang bilang hebat. Responden B mengakui ternyata anggapannya selama ini tentang guru dan teman-temannya itu salah. Selain AR dan B, IS pun bercerita bahwasannya ia pun sudah mulai bergabung dengan teman-teman sekelasnya, ia kini sudah memiliki banyak teman. Tak kalah dengan mereka, U pun menceritakan bahwa ia juga berusaha membuang jauh rasa minder yang selama ini menghinggapi dirinya, ia mencoba untuk memulai mengawali pembicaraan dengan teman-temannya yang lain, respon dari temantemannya pun cukup mengejutkan U, teman-temannya kini sering mengajaknya berkumpul dan bercanda bersama, ia merasa sangat senang sekali. Setelah mendengar cerita dari empat konseli tersebut, peningkatan yang signifikan dari para konseli, dan penulis melihat keinginan mereka bahwa mereka benar-benar ingin merubah dirinya agar menjadi seseorang yang lebih percaya diri. Kemudian penulis melakukan relaksasi dan kembali memberikan stimulus-stimulus guna menghilangkan stimulus negatif yang selama ini ada pada dirinya. Penulis melakukannya secara berulang-ulang, agar konseli-konseli tersebut dapat mengurangi perasaan malu dan takutnya itu secara perlahan serta meningkatkan stimulus yang positif. Setelah proses relaksasi selesai, penulis kembali menanyakan kesungguhan para konseli untuk merubah dirinya menjadi seseorang yang

71 lebih percaya diri, mereka menjawab bahwa mereka mau benar-benr berubah dan berusaha menjadi orang yang percaya diri karena mereka menyadari ruginya menjadi orang yang tidak percaya diri, mau melakukan apapun pasti merasa malu. Pertemuan ke empat ini diakhiri dan kembali penulis menekankan agar konseli terus mengulang kata-kata yang sebelumnya pernah penulis beritahu. Pertemuan ke empat ini penulis akhiri dan membuat janji untuk bertemu dengan konseli pada 5 hari yang akan datang. Pada pertemuan kelima, penulis bertanya kepada mereka apakah mereka sudah merasa lebih baik dari sebelumnya dan apakah mereka sudah berani untuk mengatakan sesuatu sesuai yang dirasakannya. Koselikonseli tersebut mengaku bahwasannya mereka merasa jauh lebih baik dan selalu termotivasi, ketika hendak mengurungkan niatnya untuk bertanya kepada guru, ia berpikir kembali dan pada akhirnya memberanikan diri untuk bertanya seputar materi yang disampaikan oleh gurunya itu. Mendengar cerita para konseli dan melihar gerak tubuh mereka yang semakin rileks ketika berbicara, akhirnya penulis sepakat untuk mengakhiri terapi ini. Tetapi meminta mereka untuk terus dan terus lagi memberikan motivasi pada dirinya dan meminta mereka untuk pandai dalam mensyukuri nikmat yang ada pada dirinya serta mendorong mereka untuk berani mengambil resiko. Tabel dibawah ini merupakan jadwal treatment pada ke empat konseli tersebut dengan praktek konsleing kelompok.

72 Tabel. 7 Jadwal pelaksanaan treatment pada AR, B, IS dan U INISIAL NAMA JENIS TERAPI PERTEMUAN LANGKAH- LANGKAH TERAPI TEMPA T AR, B, IS, U AR, B, IS, U AR, B, IS, U Latihan Asertif Latihan asertif Latihan Asertif 1- Sabtu, 17- Septemb er- 2016 2-Selasa, 20- September- 2016 3-Selasa, 27- September- 2016 Attending Mempersilahkan klien mengungkapkan masalahnya Empati Menyimpulkan sementara masalah untuk pertemuan selanjutnya Mengakhiri pertemuan Attending Relaksasi Bertukar pikiran Bermain peran (role playing) Mengakhiri pertemuan Attending Relaksasi Bermain peran Evaluasi klien Mengakhiri pertemuan Ruang Kelas Ruang kelas Ruang Kelas AR, B, IS, U Latihan Asertif 4- Selasa, 04- Oktober- 2016 Attending Evaluasi pertemuan sebelumnya Relaksasi Mengakhiri pertemuan Ruang Kelas

73 AR, B, IS, U Latihan Asertif 5- Sabtu, 08- Oktober- 2016 Attending Mendengarkan ungkapan klien Evaluasi Mengakhiri Ruang Kelas terapi C. Perubahan Tingkah Laku Siswa Pasca Terapi Dari keempat responden yang telah penulis tangani kasusnya selama kurang lebih satu bulan ini, terlihat perubahan tingkah laku dari ke empat responden, dari yang tadinya tidak percaya diri untuk bergaul bersama teman-temannya yang memiliki latar belakang berbeda dengan mereka, sekarang responden-responden tersebut bisa berbaur bahkan di saat jam istirahat pun mereka berkumpul dan jajan bersama. Selain itu responden kini memiliki kepercayaan diri untuk bertanya kepada guru tentang pelajaran yang tidak ia mengerti, merekapun tidak lagi merasa takut dan malu yang berlebihan ketika pertanyaan yang mereka sampaikan kepada guru meleset atau tidak berkaitan dengan materi yang disampaikan. Perubahan tingkah laku inipun terjadi saat responden berinisial B mengerjakan soal matematika dan ia mempercayai kemampuan dirinya sehingga berani tampil kedepan dan mengerjakan soal matematika sesuai dengan jawaban yang ia miliki.

74 D. Analisa Hasil Terapi Perbedaan tingkah laku siswa sebelum dan sesudah terapi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel. 8 Perubahan tingkah laku siswa pra terapi dan pasca terapi No Inisial Nama 1. AR 2. B 3. IS Perilaku Pra Terapi Bersikap pasif pada saat proses pembelajaran, malu yang berlebihan, minder Tidak percaya pada kemampuan diri sendiri, minder Tidak pernah bertanya kepada guru, pemalu Perilaku Pasca Terapi Keterangan Sifat malu yang berlebihan kini sedikit demi sedikit sudah menghilang, siswa mampu berbaur dengan teman-temannya Siswa mampu mengerjakan tugas di depan kelas dengan jawaban yang ia miliki sendiri Siswa dapat bergaul dengan teman-teman sekelasnya dan pernah mencoba untuk bertanya kepada guru tentang materi yang tidak dimengerti Pernyataan hasil wawancara dengan teman Pernyataan hasil wawancara dengan guru Pernyataan hasil wawancara dengan guru dan teman Malu yang berlebihan, Siswa mampu bergaul Pernyataan 4. U Minder, tidak percaya pada kemampuan dengan temantemannya dan sudah hasil wawancara sendiri tidak lagi mamiliki dengan

75 perasaan malu yang berlebihan. Ia juga mampu menolak ajakan teman yang tidak sesuai dengan perasaannya. temantemannya Pada tabel di atas dapat terlihat perubahan tingkah laku siswa menjadi lebih baik dari yang sebelumnya setelah diberikan treatment menggunakan teknik latihan asertif Gerald Corey dengan metode bermain peran. 4 orang responden yakni siswa-siswi SMP Negeri 1 Mancak diberikan treatment latihan asertif menggunakan metode bermain peran selama 5 kali pertemuan dari tanggal 17 September sampai dengan 08 Oktober 2016 yang bertempat di ruang kelas VIII D. Pada saat pemberian treatment, siswa-siswi ini terlihat senang dan menikmati permainan perannya terlihat dari sikap mereka saat terapi berlangsung.