LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN KASUS DEFISIT PERAWATAN DIRI 1.1 KONSEP PERAWATAN DIRI A. Definisi Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya. Klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2000). Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah, 2000). Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (higiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAK/BAB (Fitria, 2009). Defisit perawatan diri juga dapat diartikan sebagai keadaan ketika individu mengalami suatu kerusakan fungsi kognitif atau fungsi motorik, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan perawatan diri (NANDA, 2009). B. Etiologi Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), penyebab defisit perawatan diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Sementara menurut Depkes (2000) penyebab defisit perawatan diri adalah sebagai berikut: 1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu. b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri. c. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemam-puan dalam perawatan diri. 2. Faktor Presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang atau penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah sebagai berikut: a. Body image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. b. Praktik sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. c. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memer-lukan uang untuk menyediakannya. d. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada klien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. e. Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. f. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan pada individu yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo, pasta gigi, dan lain-lain. g. Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu atau sakit, kemampuan seseorang untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan orang lain untuk melakukannya. C. Jenis-Jenis Defisit Perawatan Diri 1. Kurang perawatan diri: mandi/kebersihan. Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri. 2. Kurang perawatan diri: berdandan/berhias. Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri. 3. Kurang perawatan diri: makan. Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan. 4. Kurang perawatan diri: toileting.
Kurang perawatan diri (toiletting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri. D. Manifestasi Klinis dan Batasan Karakteristik Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri menurut Depkes (2000) adalah: 1. Fisik Badan bau, pakaian kotor. Rambut dan kulit kotor. Kuku panjang dan kotor. Gigi kotor disertai mulut bau. Penampilan tidak rapi. 2. Psikologis Malas, tidak ada inisiatif. Menarik diri, isolasi diri. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina. 3. Sosial Interaksi kurang. Kegiatan kurang. Tidak mampu berperilaku sesuai norma. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri. Batasan karakteristik dari defisit perawatan diri yaitu: 1. Disorientasi. 2. Kesulitan mengenali benda-benda yang digunakan dalam perawatan. 3. Kotor atau berpakaian yang tidak tepat. 4. Tidak dapat merapikan rambut atau kuku. 5. Tidak makan, makan makanan basi, atau tidak dimasak.
E. Dampak Defisit Perawatan Diri Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene yaitu: 1. Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa, infeksi pada mata dan telinga, serta gangguan pada kuku. 2. Dampak Psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa aman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial. 1.2 PROSES KEPERAWATAN A. Pengkajian dan Proses Terjadinya Masalah 1. Data Subjektif a. Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin, atau di RS atau di rumah tidak tersedia alat mandi. b. Klien mengatakan dirinya malas berdandan. c. Klien mengatakan ingin disuapi makan. d. Klien mengatakan jarang mmebersihkan alat kelaminnya setelah BAK maupun BAB. e. Klien mengatakan kalau merasa lelah/lemah atau tidak berdaya. f. Klien mengatakan malas untuk melakukan aktivitas. 2. Data objektif a. Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan berbau, serta kuku panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai dengan rambut acakacakan, pakaian kotor atau tidak rapi, pakaian tidak sesuai, tidak bercukur (laki-laki), atau tidak berdandan (wanita). c. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makanan sendiri, makanan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya. d. Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK. 3. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. a. Faktor Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu mela-kukan perawatan diri seperti stroke. b. Faktor Psikologis Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu. Pada individu yang mengalami kelemahan untuk melakukan perawatan diri sering kali keluarga membiarkan individu tersebut untuk tergantung dengan orang lain saat memenuhi perawatan dirinya sehingga individu tersebut terbiasa dengan kondisi tersebut. c. Faktor Sosiobudaya Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri. 4. Stresor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan dan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. a. Sifat Sifatnya berupa aspek psikologis dan sosial. Dari aspek psiko-logis kemungkinan diakibatkan karena seseorang yang menderita penyakit kronis ataupun gangguan kejiwaan lain sehingga secara psikologis mereka mengalami penurunan motivasi dan kecemasan. Dari aspek sosial dapat berasal dari keluarga atau lingkungan sekitar. Dari aspek biologis berupa kerusakan kognisi atau persep-tual dan kelemahan. b. Asal Sumber penyebab defisit perawatan diri bisa berasal dari faktor internal seperti keluarga yang memanjakan atau justru malah membiarkan dalam hal perawatan diri. c. Waktu Yang perlu dikaji adalah lamanya klien tidak mampu melakukan perawatan diri. Biasanya hal ini terjadi jika seseorang telah lama menderita penyakit kronis. d. Jumlah Pengkajian mengenai kuantitas atau seberapa besar defisit perawatan diri yang dialami dalam satu periode. 5. Penilaian Terhadap Stresor Penilaian stresor adalah suatu evaluasi tentang makna stresor bagi kesejahteraan seseorang dimana stresor mempunyai arti, intensitas dan kepentingannya.
a. Penilaian Kognitif Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita DM ia harus menjaga kebersihan kakinya. b. Respon Afektif Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri, misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. c. Respon Fisiologik Pada keadaan tertentu atau sakit, kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya. d. Respon Perilaku Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. e. Respon Sosial Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. 6. Sumber Koping Sumber koping adalah evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi yang digunakan seseorang. a. Kemampuan Personal Kemampuan personal merupakan keterampilan yang dimiliki klien. Kurangnya kemampuan seseorang untuk menjaga kebersihan diri biasanya disebabkan karena menderita suatu penyakit sehingga mengalami kelemahan untuk menjaga kebersihan diri. b. Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah dukungan emosional dan bantuan yang didapatkan untuk penyelesaian tugas. Keluarga berperan penting dalam membantu klien dalam menjaga kebersihan diri anggota keluarga yang mengalami kelemahan karena sakit.
c. Aset Material Aset material merupakan modal ekonomi yang dimiliki klien. Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. d. Keyakinan Positif Keyakinan positif adalah teknik pertahanan dan motivasi. Ada-nya keyakinan bahwa dengan menjaga kebersihan diri akan membantu proses penyembuhan suatu penyakit/gangguan. 7. Mekanisme Koping Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping yang dapat dilakukan oleh klien dengan defisit perawatan diri, antara lain: a. Regresi, yaitu kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini. b. Penyangkalan, yaitu menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Merupakan mekanisme pertahanan yang paling sederhana dan primitive. c. Isolasi diri, menarik diri dan memisahkan komponen emosional dari pikiran, yang dapat bersifat sementara atau jangka panjang. d. Intelektualisasi, yaitu penggunaan logika atau alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya. B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri adalah sebagai berikut: 1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri. 2. Defisit perawatan diri: mandi, berdandan/berhias, makan, toileting.
3. Isolasi sosial. Pohon Masalah: Isolasi sosial Defisit perawatan diri: mandi, berhias, makan, toiletting Menurunnya kemampuan dan motivasi merawat diri Kelelahan fisik Penurunan kesadaran C. Perencanaan Tindakan Keperawatan Secara umum, asuhan keperawatan yang dapat dilakukan berfokus pada: 1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri klien a. Bina hubungan saling percaya. b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan diri. c. Kuatkan kemampuan klien untuk merawat diri. 2. Membimbing dan menolong klien merawat diri a. Bantu klien merawat diri. b. Ajarkan keterampilan secara bertahap. c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari untuk melatih klien. 3. Menciptakan lingkungan yang mendukung a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk perawatan diri. b. Dekatkan peralatan agar mudah dijangkau klien. c. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien.
Selain kepada klien, tindakan keperawatan juga ditujukan kepada keluarga sehingga keluarga juga mampu mengarahkan klien dalam melakukan perawatan diri. Diagnosa: Defisit perawatan diri Tujuan Umum: Klien menunjukkan peningkatan perawatan diri. Tujuan khusus untuk klien: 1. Klien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri dengan baik. 2. Klien mampu melakukan berhias/berdandan secara mandiri dengan baik. 3. Klien mampu melakukan makan secara mandiri dengan baik. 4. Klien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri dengan baik. Tujuan khusus untuk keluarga: 1. Keluarga mampu memahami masalah yang dialami anggota keluarga. 2. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah defisit perawatan diri. 3. Keluarga mampu membuat perencanaan perawatan dan aktivitas berkelanjutan pada anggota keluarga yang mengalami masalah defisit perawatan diri. Rencana Intervensi a. Untuk klien 1. Melatih klien melakukan cara-cara perawatan kebersihan diri a) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri. b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri. c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri. d) Melatih klien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri. 2. Melatih klien berhias/berdandan
a) Menjelaskan alat-alat untuk berhias/berdandan. b) Menjelaskan cara untuk berhias/berdandan. c) Melatih klien mempraktekkan cara berhias/berdandan. 3. Melatih klien makan secara mandiri a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan. b) Menjelaskan cara makan yang tertib. c) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan. d) Melatih klien mempraktekkan cara makan sesuai tahapan yang baik. 4. Melatih klien BAB/BAK secara mandiri a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai. b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK. c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB/BAK. d) Melatih klien mempraktekkan cara BAB/BAK secara mandiri. b. Untuk keluarga 1. Keluarga mampu memahami masalah yang dialami anggota keluarga a) Menjelaskan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien. b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, jenis-jenis, dan proses terjadinya defisit perawatan diri yang dialami klien. c) Menjelaskan cara merawat klien dengan defisit perawatan diri. d) Diskusikan dengan keluarga untuk mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan klien untuk menjaga perawatan diri. 2. Keluarga mampu merawat anggota keluarga a) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan defisit perawatan diri b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien dengan defisit perawatan diri. c) Menganjurkan keluarga terlibat langsung dalam aktivitas perawatan diri klien dan mengingatkan klien untuk merawat diri sesuai jadwal yang disepakati.
d) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan klien dalam merawat diri. 3. Keluarga mampu membuat perencanaan perawatan dan aktivitas berkelanjutan (discharge planning) a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat. b) Menjelaskan follow up klien setelah pulang. D. Implementasi Implementasi rencana tindakan dilakukan sesuai dengan strategi pelaksanaan atau disesuaikan dengan keadaan klien saat interaksi (strategi dapat berubah sewaktu-waktu). Tgl/ No Dx Tindakan Keperawatan Untuk Pasien SP 1 1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri 2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri 3. Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan SP 2 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Menjelaskan cara makan yang baik 3. Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP 3 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Menjelaskan cara elimi- Tindakan Keperawatan untuk keluarga SP 1 1. Menjelaskan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien, serta proses terjadinya 3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri SP 2 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan diri SP 3 1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
nasi yang baik 3. Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP 4 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Menjelaskan cara berdandan 3. Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan 4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian obat (dischange planning) 2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang E. Evaluasi Berikut merupakan kriteria evaluasi pada asuhan keperawatan yang diberikan, antara lain: 1. Klien dapat menyebutkan: a. Penyebab tidak merawat diri. b. Manfaat menjaga perawatan diri. c. Tanda-tanda bersih dan rapi. d. Masalah yang akan dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan. 2. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri dalam hal: a. Kebersihan diri/mandi. b. Berhias/berdandan. c. Makan. d. Toileting. 3. Keluarga memberikan dukungan dalam melakukan perawatan diri klien: a. Memahami masalah yang dialami klien. b. Menyediakan alat-alat untuk kebutuhan perawatan diri. c. Ikut serta mendampingi, membantu dan mengingatkan dalam aktivitas perawatan diri klien.
d. Memberikan pujian saat klien berhasil melakukan perawatan diri. e. Memahami rencana perawatan, aktivitas dan follow up untuk discharge. Lembar checklist ( ) evaluasi kemampuan klien No. Kemampuan Yang Dievaluasi 1. Klien mampu berinteraksi 2. Klien mampu membina hubungan saling percaya 3. Klien mampu mengidentifikasi secara mandiri kemampuannya dalam melakukan kebersihan diri, berdandan, makan dan toileting. 4. Klien mampu menjelaskan pentingnya kebersihan diri, berdandan, makan dan toileting. 5. Klien mampu menjelaskan cara menjaga kebersihan diri, berdandan, makan dan toileting. 6. Klien mampu menyebutkan peralatan yang dibutuhkan untuk menjaga kebersihan diri, berdandan, makan dan toileting. 7. Klien mampu mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri, berdandan, makan dan toileting secara mandiri. 8. Klien mampu melakukan latihan sesuai jadwal kegiatan yang sudah disepakati. Keterangan Ya Tidak Lembar checklist ( ) evaluasi kemampuan keluarga No. Kemampuan Yang Dievaluasi 1. Keluarga mampu memahami masalah yang dihadapi klien. 2. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas atau peralatan yang dibutuhkan untuk perawatan diri klien. 3. Keluarga mampu menyediakan peralatan kebutuhan perawatan diri klien. 4. Keluarga mampu merawat klien dengan defisit perawatan diri. 5. Keluarga ikut terlibat dalam kegiatan perawatan diri klien. 6. Keluarga memberikan pujian atau dukungan saat klien berhasil melakukan tindakan perawatan diri. 7. Keluarga mampu membuat perencanaan aktivitas dan follow up untuk discharge klien. Keterangan Ya Tidak
DAFTAR PUSTAKA Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta Gondohutomo, Amino. 2008. Defisit perawatan diri. http://rsamino.jatengprov.go.id/index.php/home-rsj/1-latest-news/1-defisit-perawatandiri. Diakses tanggal 10 November 2011 Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. EGC. Jakarta Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI. EGC. Jakarta Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. EGC. Jakarta Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Momedia. Yogyakarta Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC. Jakarta Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba Medika. Jakarta Taylor, Ralph. 2010. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Edisi 10. EGC. Jakarta Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3. EGC. Jakarta Wilkinson,J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC, Ed. 7 Alih bahasa Widyawati. EGC. Jakarta Wilkinson, Judith M. 2000. Nursing Diagnosis Handbook with NIC Interventions and NOC Outcomes. Alih bahasa oleh Widyawati, dkk. 2007. EGC. Jakarta Yosep,Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama. Bandung