BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seluruh lapisan masyarakat indonesia. Kebutuhan akan minyak goreng setiap tahun mengalami peningkatan karena makanan yang digoreng lebih digemari dari pada yang direbus, dikarenakan lebih gurih dan renyah. (Aminah, 2010). Cara menyiapkan makanan dengan menggoreng juga telah diperkenalkan didunia sejak berabad-abad yang lalu. (Gupta,2005). Dikarenakan menggoreng merupakan salah satu cara memasak yang cepat dan praktis.(sunisa, 2011). Minyak goreng berperan sebagai pemberi nilai kalori paling besar diantara zat gizi lainnya serta dapat memberikan rasa gurih, tekstur dan penampakan bahan pangan lebih menarik serta permukaan yang kering.(winarno,1995 ). Akan tetapi, dibalik itu semua ada masalah terkait penggunaan minyak goreng secara berulang, dan sayangnya masalah ini tidak ditanggapi dengan serius, padahal minyak yang berulang kali digunakan dapat merusak kualitas minyak goreng tersebut, dan dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Akibat penggunaan minyak goreng berulang kali dapat dijelaskan oleh penelitian Rukmini yaitu terjadi kerusakan pada sel hevar (lever), jantung, pembuluh darah maupun ginjal. (Rukmini,2007) Faktor penyebab kerusakan mutu minyak goreng, selain penggunaan minyak goreng yang berulang kali, Penggunaan suhu pada saat penggorengan juga mempengaruhi kualitas minyak yang telah digunakan. Selama proses pemanasan terjadi proses oksidasi,degradasi,dehidrasi pada minyak goreng. Proses tersebut dapat membentuk senyawa radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. Bila suhu pemanasan diatas suhu normal (168-198 0 C), akan terjadi percepatan proses degradasi dan oksidasi minyak goreng. Ketaren menyebutkan bahwa kerusakan minyak akibat penggorengan terjadi pada suhu tinngi 200-250 0 C.
Minyak goreng yang digunakan berulang kali konsentrasi logam pada minyak goreng tersebut juga akan meningkat, karena komponen logam yang terdapat pada bahan pangan yang digoreng akan terdispersi kedalam minyak goreng yang digunakan sehingga dapat meningkatkan kandungan logam pada minyak goreng tersebut, tapi tergantung dari komponen logam apa yang terkandung didalam bahan pangan yang digoreng tersebut, selain itu kandungan logam juga dapat meningkat yang diakibatkan melarutnya logam dari kuali penggorengan dengan minyak goreng panas yang digunakan. Dan apabila kandungan logam pada minyak goreng telah meningkat maka logam tersebut juga akan terakumulasi kedalam tubuh karena hasil bahan pangan yang digoreng mengandung 5-40 % minyak, dengan demikian minyak bersama dengan logam juga akan ikut terkonsumsi kedalam tubuh bersama bahan pangan yang digoreng. (LPPOM, 2010 ). Menurut Badan Standarisasi Indonesia ( SNI ), didalam minyak goreng terkandung logam logam, yaitu merkuri (Hg),tembaga (Cu),Arsen (As), timbal (Pb), timah (Sn), seng (Zn), dan besi (Fe). Kadar maksimal dari logam tembaga (Cu), Arsen (As),dan merkuri (Hg) adalah 0.1 mg/kg, kadar maksimal dari logam timbal (Pb) 40.0 mg/kg, kadar maksimal timah (Sn) dan dan seng (Zn) adalah 0.05Maks mg/kg dan 40.0/250.0* mg/kg, Sedangkan kadar maksimal logam besi (Fe) adalah 1.5 mg/kg. Kadar maksimal logam ini dilihat pada minyak yang belum dipakai atau minyak baru. Pada penelitian yang telah dilakukan Chairunisa (2013) melakukan penelitian tentang kandungan logam Cd dan Pb pada minyak goreng pada pedagang gorengan, dimana kandungan logam Cd adalah 0.0005-0.0001 mg/kg sedangkan kandungan logam Pb adalah 0.0019-0.0004 mg/kg. Pada tahun 2012, Mahasiswa FKM USU bersama dengan Departemen Kesehatan lingkungan melakukan pemantauan terhadap kandungan timbal pada minyak sebelum dan sesudah penggorengan yang digunakan pedagang gorengan sekitar kawasan Traffic Light kota Medan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kadar logam timbal pada minyak setelah 7-12 jam penggorengan mengalami
peningkatan sebesar 165-702%. Hal ini sangat dipengaruhi oleh teradsorpsinya logam timbal yang terkandung pada asap-asap kendaraan bermotor (Hasibuan, dkk.2012). Betra indri Yanti (2010) juga telah meneliti tentang pengaruh pengulangan pemakaian minyak goreng bekas terhadap kandungan logam Pb,Cu,Hg. yang menunjukkan bahwa kandungan logam Pb pada minyak jelantah campur adalah 0.676 ppm,kandungan logam Cu pada minyak jelantah campur adalah 1.001 ppm. sedangkan kandungan logam Hg pada minyak jelantah campur adalah 8.387 ppb. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui kandungan logam berat besi yang terdapat dalam minyak goreng curah yang digunakan secara berulang kali sehingga dapat diketahui apakah minyak goreng curah sudah memenuhi SNI sebagai bahan pangan yang layak untuk dikonsumsi. 1.2 Permasalahan 1. Berapakah kandungan ion Besi ( Fe 3+ ) pada minyak goreng curah yang belum digunakan, dan pada minyak goreng curah yang digunakan sebanyak 2,4,6,8 kali penggorengan dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah? 2. Apakah kandungan ion besi ( Fe 3+ ) pada minyak goreng curah yang belum digunakan,pada minyak goreng curah yang digunakan sebanyak 2,4,6,8 kali penggorengan dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI?
1.3 Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada : 1. Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng curah yang belum digunakan, minyak goreng curah yang digunakan sebanyak 2,4,6, 8 kali penggorengan dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah yang didapat dari kantin FMIPA USU. 2. Penentuan kandungan ion besi ( Fe 3+ ) dilakukan dengan Spektrofotometri Serapan Atom. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kandungan ion Besi ( Fe 3+ ) pada minyak goreng curah yang belum digunakan, minyak goreng curah yang digunakan sebanyak 2,4,6, 8 kali penggorengan dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah. 2. Untuk mengetahui apakah kandungan ion besi ( Fe 3+ ) pada minyak goreng curah yang belum digunakan, dan pada minyak goreng curah yang digunakan sebanyak 2,4,6,8 kali penggorengan dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI. 1.5 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang kandungan logam besi yang terdapat pada minyak goreng curah yang digunakan secara berulang kali, dan seberapa aman minyak goreng curah dapat digunakan berulang kali sehingga aman untuk dikonsumsi.
1.6 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU dan analisia ion Fe 3+ dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dilakukan di laboratorium Badan Riset dan Standarisasi (BARISTAND) Medan. 1.7 Metodologi Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, yang meliputi beberapa tahapan : 1. Sampel minyak goreng yang diambil berupa minyak goreng curah yang belum digunakan, yang telah digunakan 2,4,6,8 kali penggorengan, dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah. 2. Sampel minyak goreng terlebih dahulu diarangkan diatas hot plate sampai asapnya hilang. 3. Destruksi sampel minyak goreng dilakukan dengan destruksi kering dengan pemanasan dalam tanur pada suhu 500 0-550 0 C, sampai abu bewarna putih. Selanjutnya dilarutkan dengan 5 ml HCl 6 N. 4. Uji kuantitatif untuk penentuan kandungan ion Besi ( Fe 3+ ) pada minyak goreng dilakukan dengan metode SSA dengan λ spesifik = 248,3 nm.