BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI ... i... ii iii... iv... vi... vii ... ix... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

Indonesia Medicus Veterinus Oktober (5):

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

Gambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cacing Ascaris suum Goeze yang menyerang ternak, terutama pada babi muda

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

Kata kunci: Albumin, Cross sectional studies, Fasciolosis, Fasciola gigantica, Sapi Bali.

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6

DAYA VERMISIDAL DAN OVISIDAL BIJI PINANG (Areca catechu L) PADA CACING DEWASA DAN TELUR Ascaris suum SECARA IN VITRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

cacing kremi. Pada kasus dimana diduga atau terbukti adanya penyakit cacing pita atau Strongyloides stercoralis, dosis 400 mg

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

BAB I PENDAHULUAN. Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang. termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths

UJI IN VITRO EKSTRAK ETANOL BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr) TERHADAP DAYA MORTALITAS CACING GELANG BABI (Ascaris suum Goeze)

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak

BAB 2. TARGET LUARAN BAB 3. METODE PELAKSANAAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pengendalian berbasis pada penggunaan obat antelmintik sering gagal untuk

Cacing Gelang Babi (Ascaris suum Goeze) Secara In Vitro. Ariani, N. K. M. 1, Astuti, K.W. 1, Yadnya-Putra, A.A. G. R. 1

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing

1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penyediaan protein hewani di Indonesia. Pada tahun 2004 produksi daging unggas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS BIJI DAN INFUS DAUN PETAI CINA (Leucanea leucocephala) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Saanen adalah salah satu ternak dwiguna yang cukup potensial

Astuti dkk. Korespondensi: Ni Putu Erikarnita Sari

ABSTRAK EFEK INFUSA DAUN GANDARUSA

PENGARUH PERILAKU HIDUP SEHAT TERHADAP KEJADIAN ASCARIASIS PADA SISWA SD NEGERI SEPUTIH III KECAMATAN MAYANG KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi asli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN 2. JENIS PENYAKIT CACINGAN

Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat

Investigasi Keberadaan Cacing Paramphistomum sp. Pada lambung sapi yang berasal dari Tempat Pemotongan Hewan di Kota Gorontalo

PENDAHULUAN. Latar Belakang. merpati umumnya masih tradisional. Burung merpati dipelihara secara ekstensif,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI SENTRA TERNAK SOBANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

SKRIPSI. Oleh. Yoga Wicaksana NIM

Vermisidal dan Ovisidal Ekstrak Daun Pepaya Terhadap Cacing Ascaris suum Secara In Vitro

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

GAMBARAN KLINIS SAPI BALI YANG TERINFEKSI. CACING Fasciola spp SKRIPSI

UJI AKTIVITAS VERMISIDAL EKSTRAK ETANOL DAUN LAMTORO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

Transkripsi:

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.2 Tujuan Penelitian... 3 1.4 Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.... 4 2.1 Sapi Bali... 4 2.2 Penyakit Sapi Bali... 5 2.3 Penyakit Cacingan pada Sapi Bali... 6 2.4 Paramphistomum Sp.... 7 2.5 Telur Paramphistomum Sp.... 8 2.6 Siklus Hidup Paramphistomum Sp.... 8 2.7 Pengendalian dan Penangannan Paramphistomosis Sapi Bali... 9 2.8 Albendazole... 10 2.9 Pencitraan Scaning Elektron Mikroskop (SEM)... 11 2.10 Kerangka Konsep... 12 BAB III MATERI DAN METODE... 14 3.1 Objek Penelitian.... 14 3.2 Alat dan Bahan... 14 3.2.1 Bahan yang Dipergunakan... 14 3.2.2 Alat yang Dipergunakan... 14 3.3 Rancangan Penelitian... 14 3.3.1 Penentuan Dosis Albendazole... 15 3.4 Variabel Penelitian... 15 3.4.1 Variabel Bebas... 15 3.4.2 Variabel Terikat... 15 3.4.3 Variabel Kendali... 15 3.5 Cara Kerja dan Prosedur Penelitian... 15 3.5.1 Pengoleksian Telur Cacing Paramphistomum... 15 3.5.2 Perlakuan Inkubasi Secara Invitro... 16 3.5.3 Metode Pemeriksaan Sampel Mikroskop Elektron... 16 3.5.4 Pembuatan Preparat SEM... 17 3.6 Analisis Data... 17 3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian... 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.... 19

4.1 Hasil... 20 4.2 Pembahasan... 21 BAB V SIMPULAN DAN SARAN.... 23 5.1 Simpulan... 23 5.2 Saran... 23 DAFTAR PUSTAKA... 24 LAMPIRAN

ABSTRAK Cacing Paramphistomum spp. merupakan golongan Trematoda yang dapat menyebabkan penyakit yang disebut Paramphistomiasis atau Paramphistomosis pada ternak ruminansia termasuk sapi bali. Pengobatan menggunakan Albendazole secara peroral yang ditujukan untuk mengobati cacing Paramphistomum sp. atau juga cacing lain akan berdampak pula pada telur cacing Paramphistomum sp. yang terdapat pada rumen sapi bali. Penelitian ini menggunakan telur cacing Paramphistomum sp. sebagai objek penelitian yang dibagi menjadi 4 perlakuan dosis yang berbeda dengan lima kali ulangan. Hasil scaning elektron microscope telur cacing Paramphistomum sp. yang direndam menggunakan albendazole dengan dosis 0,006 ml / 40 ml aquades, 0,012 ml / 40 ml aquades, 0,024 ml / 40 ml aquades mengalami perubahan struktur dinding telur cacing Paramphistomum sp.. peningkatan dosis albendazole bedampak pada peningkatan kerusakan struktur dinding telur cacing Paramphistomum sp.. Kata kunci : Paramphistomum sp., Albendazole, Scaning Electron Microskope (SEM), Sapi bali.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng). Warna bulu merah bata pada usia pedet baik pedet jantan maupun pedet betina. Sapi jantan akan berubah warna menjadi hitam pada usia dewasa. Warna bulu pada bagian belakang kedua pahanya dan dibawah persendian loncat keempat kaki berwarna putih. Pada bagian punggung terdapat garis berwarna hitam (alae stipe), serta ujung ekor berwarna hitam (Darmadja, 1980). Kemurnian bangsa sapi asli Indonesia seperti sapi bali sebagai cadangan plasma nuftah asli Indonesia memiliki keunggulan berupa kemampuan adaptasi dalam lingkungan dengan ketersediaan pakan kualitas rendah dan tingkat fertilitas yang tinggi (Sulistyowati 2002, dalam Sayuti, 2007). Sapi bali sangat mungkin dikembangkan untuk membantu memenuhi target pemerintah dalam ketahanan pangan dan swasembada dading sapi sehingga diperlukan kajian dan penelitian yang lebih banyak dan mendalam terkait dengan sapi bali. Beberapa penyakit pada sapi bali secara umum dikelompokkan menjadi 2 yaitu penyakit infeksius dan penyakit non infeksius. Penyakit yang disebabkan oleh agen non ifeksius antara lain bali sekta dan defisiensi mineral. Penyakit yang disebabkan oleh agen infeksius dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu : penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan parasit (Sapi Bali, Sumberdaya Genetik Asli Indonesia, 2012). Cacingan atau helminthiasis pada sapi merupakan penyakit infeksius pada tubuh sapi yang disebabkan oleh cacing gilig (Nematoda), cacing pita (Cestoda) atau cacing daun (Trematoda) yang menyerang baik pada saluran percernaan, pernapasan, hati, maupun pada bagian tubuh lainnya. Ketiga kelompok cacing tersebut dapat menyerang sapi secara bersama-sama atau sendiri sendiri. Tidak semua spesies cacing dapat menyerang sapi (Soulsby, 1982). Cacingan pada sapi bali dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar apabila tidak ditangani secara berkelanjutan, diperlukan pengkajian penggunaan obat cacing yang efektif dan efisien serta perlakuan biosecurity. Parasit cacing Paramphistomum sp. dapat menyebabkan penyakit yang disebut Paramphistomiasis atau Paramphistomosis. Parasit cacing ini termasuk dalam golongan Trematoda dan famili Paramphistomatidae, yang dalam jumlah sedikit tidak menimbulkan gejala-gejala klinis dan tidak menunjukkan rasa sakit pada ternak. Pada infeksi yang berat dapat

menimbulkan gastroenteritis dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, terutama pada ternak muda. Sapi bali yang terinfestasi oleh parasit cacing ini biasanya memakan rumput yang telah ditempeli oleh metaserkaria yang masuk ke dalam saluran pencernaan, di usus halus akan berkembang menjadi cacing muda dan dapat menimbulkan kerusakan pada mukosa usus, karena gigitan asetabulumnya dan setelah dewasa bermigrasi ke rumen (Darmono, 1983). Cara mencegahan infeksi cacing yang paling mudah adalah tindakan biosecurity berupa memutus siklus hidup cacing, dengan cara sanitasi kandang dan lingkungan, mencuci rumput, membunuh inang antara dan lainnya. Disamping itu mutlak diperlukan tindakan medikasi dengan menerapkan program pemberian anthelmintik seperti albendazole, livamisole, ivermectin, peperasin dan lain lain secara terprogram (Ardana dkk., 2015). Albendazole adalah antihelmintik spektrum luas golongan benzimidazole dengan nama kimia methyl [5-(propylthio)-1 H- benzimidazol-2-yl] carbamate yang digunakan untuk infeksi cacing kremi, cacing gelang, cacing cambuk dan cacing tambang (Venkatesan, 1998; Horton, 2000). Secara farmakologi, Benzimidazole bekerja menghambat mitochondrial fumarate reductase, pelepasan posporilasi dan mengikat β-tubulin, sehingga menghambat kerja polimerisasi (Goodman dan Giltmants, 1996). Albendazole merupakan jenis antelmintik modern yang bersifat vermisidal, larvasidal, dan ovisidal (Brander et al., 1980; Boes et al., 1998). Albendazole memiliki efek larvasidal (membunuh larva) pada cysticercosis, ascariasis, dan infeksi cacing tambang serta efek ovicidal (membunuh telur) pada ascariasis, ancylostomiasis, dan trichuriasis (Katzung, 1989; Sukarno dkk., 1995; Goodman & Gilmants, 1996). Albendazole mempunyai daya ovisidal yang kuat terhadap cacing Ascaris suum dengan cara deformasi (merusak struktur dinding telur) (Maissoneuve et al., 1985). Penggunaan Albendazole sebagai obat cacing sudah digunakan sangat luas dikalangan dokter hewan untuk mengobati berbagai jenis cacing sekaligus pada sapi. Pemberian Albendazole secara peroral akan berdampak segaligus pada telur cacing Paramphistomum sp. yang berada pada rumen sapi bali. Maka dari itu perlu mengkaji efek ovisidal albendazole terhadap telur cacing Paramphistpmum sp. yang belum pernah dilaporkan. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kerusakan yang ditimbulkan albendazole terhadap dinding telur cacing Paramphistomum sp. dampak dari pemberian Albendazole secara invitro dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai kajian teoritis. Menggunakan metode Scaning Microscope Elektron (SEM) dapat memperlihatkan rincian dari permukaan obyek dalam kualitas tiga-dimensi

(Ardisasmita, 2000). Dengan memanfaatkan pencitraan SEM diharapkan mampu untuk mengetahui kerusakan struktur dinding telur cacing Paramphistomum dengan akurat. 1.2 Rumusan Masalah Apakah telur Cacing Paramphistomum sp. yang direndam dengan albendazole secara invitro dalam dosis yang berbeda mengalami kerusakan struktur dinding telur? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran kerusakan struktur dinding telur cacing Paramphistomum sp. yang direndam dengan albendazole dalam dosis yang berbeda. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi serta dapat dijadikan kajian teoritis efek albendazole terhadap kerusakan dinding telur cacing Paramphistomum sp.