More-Than-Human Sociology: Pentingnya Peran Materi dalam Kehidupan Sosial

dokumen-dokumen yang mirip
Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media,

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

Dead White Men and Other Important People: Sociology s Big Ideas

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara tercermin dalam keseluruhan lembaga-lembaga

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi

Dimensi Subjektif - Objektif

BAB I PENDAHULUAN. Hampir di setiap sudut kota Yogyakarta dapat dijumpai lukisan-lukisan yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

Untuk mengutip artikel ini (ASA Style): Bagaskara, Adam Kerangkeng Besi di Era Demokratisasi Total. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 20(1):

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hidupnya. Wujud dari proses belajar yaitu adanya interaksi antara

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2

DESKRIPSI MATA KULIAH PROGRAM DOKTOR SOSIOLOGI

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Embrio Sosiologi Militer di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan sumbangan referensi dan menambah wawasan bagi penulis. Kajiankajian

RUMUSAN WORKSHOP NASIONAL PENGELOLAAN JURNAL DAN PEMBELAJARAN MATAKULIAH INTI PROGRAM SARJANA DAN PASCASARJANA SOSIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. publiknya. Hal ini juga berlaku untuk universitas. Disinilah organisasi

1. PENDAHULUAN. Di era globalisasi yang semakin maju ini teknologi serba modern dan canggih, banyak hal telah

Sekalipun Dibenci, Tetapi Selalu Dirindukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

I. PENDAHULUAN. sosial. Interaksi sosial yaitu hubungan antar individu dengan individu lainnya atau

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. timur dunia. Kebudayaan barat memang sudah tidak asing lagi dan sudah lebih

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

Teori dan Ragam Tipe Teori Sosiologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Rangkuman UAS Sosiologi By:Merah Dhaka Satria/X- IIS 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Logo, sebuah istilah sejak awal dari Bahasa Yunani logos sampai

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial

METODE-METODE DALAM PENELITIAN ILMU SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. dengan konsumen. Sehingga memaksa perusahaan untuk selalu melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. polytron, dan masih banyak lagi. Perusahaan - perusahaan tersebut, merupakan salah

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan kota kecil di Joglosemar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era informasi saat ini, informasi menjadi sangat berharga dan menjadi

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

NEW MEDIA & SOCIETY. Perkembangan Media. Rahmadya Putra Nugraha, M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Broadcasting

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan yang diberikan oleh pihak customer service. Di Bank

BAB I PENDAHULUAN. khalayak luas dengan menggunakan saluran-saluran komunukasi ini.

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wahyu Handining Tyas, 2013

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan paling luar

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

Penulisan Media PR Ekternal

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New

BAB I PENDAHULUAN. internet yang Anda pakai untuk mengirim dan menjelajahi interenet,

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

TEORI, METODE, DAN APLIKASI SOSIOLOGI SASTRA

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna. Perseroan Terbatas (PT) mempunyai tanggung jawab sosial terhadap

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

HUBUNGAN ANTARA CITRA MEREK LAPTOP DENGAN MINAT MEMBELI

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya, visi pendidikan matematika mulai dari pendidikan dasar

II. PENDEKATAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. diferensiasi social yang tercipta dari relasi konsumsi. 1 Konsumsi pada era ini

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1)

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

Identitas Kewarganegaraan. By : Amaliatulwalidain

2016 PEMBELAJARAN STEM PAD A MATERI SUHU D AN PERUBAHANNYA D ENGAN MOD EL 6E LEARNING BY D ESIGNTM UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. sangat tergantung dengan teknologi itu sendiri terutama yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan negara. Di negara-negara maju, pendidikan sangat

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya berbagai media yang dapat digunakan sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika telah dituangkan untuk mempelajari matematika di tingkat sekolah lanjutan.

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

Transkripsi:

DOI: 10.7454/mjs.v22i2.8245 Resensi More-Than-Human Sociology: Pentingnya Peran Materi dalam Kehidupan Sosial Kevin Nobel Kurniawan Departemen Sosiologi UI Email: KevinNobel93@gmail.com Pyythinen, Olli. 2016. More-Than-Human Sociology: A New Sociological Imagination. Palgrave Macmillan viii+112 halaman. Buku yang ditulis oleh Pyythinen mencoba untuk mengingat dan mengembangkan konsep Imajinasi Sosiologi yang dicetuskan oleh Wright Mills dalam menganalisis peran objek materiel secara sosiologis. Imajinasi Sosiologi merupakan sebuah cara untuk memahami masalah sosial dalam ruang lingkup yang personal dan publik, dan menjadikan sosiologi sebagai sebuah ilmu yang relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebelumnya, Mills mengkritik para sosiolog yang terlalu mendalami analisis teoritik untuk menghasilkan buku yang memuat tulisan teori besar, maupun para penulis lainnya yang berputar-putar dalam mendiskusikan metodologi yang dapat menghasilkan teori sosial, yang disebut sebagai Abstracted Empiricism. Menurut Mills, para ilmuwan telah menjadikan sosiologi hanya sebagai sebuah isu untuk dipikirkan (thinking sociology), dan bukan sebagai sebuah ide yang dapat diterapkan (doing sociology). Terpisahnya kegiatan ilmiah dari dunia keseharian telah menghambat perkembangan ilmu sosiologi sendiri. Sama seperti Wright Mills, Olli Pyyhtinen, sosiolog asal Finlandia, juga mengkritisi perkembangan sosiologi yang selama ini dianggapnya kurang kreatif. Barangkali, analisis sosiologi yang dilakukan, atau lebih tepatnya, diulangi oleh para cendekiawan terjebak pada analisis hubungan antarindividu. Sedangkan, di tengah-tengah perkembangan teknologi yang semakin modern, para sosiolog telah melupakan peran materi dalam membentuk kehidupan individu dalam sebuah lingkungan sosial. Menurut Pyyhtinen, radar imajinasi sosiologi tidak berhenti pada masalah sosial pada tingkat personal maupun publik,

282 KEVIN NOBEL KURNIAWAN namun juga melibatkan peran objek, materi, atau yang disebut sebagai benda mati; imajinasi sosiologi melibatkan analisis pada hubungan sosial-personal antarindividu (relationship), tetapi juga melibatkan analisis yang lebih luas pada hubungan individu dengan materi yang bersifat impersonal (relation). Secara garis besar, struktur buku More-Than-Human Sociology dapat dibagi menjadi tiga bagian: sebuah pendahuluan yang membahas mengenai eksistensi materi dalam imajinasi sosiologi, sebuah kritik terhadap analisis makro-mikro sosiologi, dan sebuah tinjauan teoritis terhadap konsep More-Than-Human. Berdasarkan susunan tersebut, saya melihat bahwa Pyyhtinen mencoba untuk mengajak para pembaca untuk memahami imajinasi sosiologi terhadap peran objek materiel secara induktif (bottom-up). Pembabakan buku ini memberikan kesan bagaimana dengan mekarnya sudut pandang sosiologis terhadap materi dapat memberikan implikasi teoritis yang meluas. Para pembaca tidak hanya mempelajari teori maupun konsep baru, tetapi seperti yang ingin ditawarkan oleh Pyyhtinen sebelumnya, para pembaca diajak mengikuti jejak berpikir penulis untuk dapat mengimajinasikan peran non-human, yaitu materi, dalam interaksi sosial sehari-hari. Dalam memahami peran materi dalam pengalaman seorang individu berangkat dari cabang ilmu Sosiologi Relasional (Relational Sociology). Seperti judul buku ini, relasional sosiologi tidak selalu mengacu pada hubungan antarmahluk sosial, tetapi berfokus pada hubungan itu sendiri yang terbentuk antara dua entitas yang berbeda, baik itu personal maupun impersonal. Pyyhtinen menjelaskan bahwa perkembangan sosiologi yang berangkat dari pemikiran Marx, Weber, dan Durkheim akan berakhir pada bentuk analisis yang dualistis, yaitu analisis makro-mikro, sebuah kajian terhadap hubungan individu dengan struktur sosial. Analisis meso merupakan sebuah kerangka analisis sosiologi yang mencoba untuk menghubungi dualisme antara keberadaan individu dan struktur melalui institusi sosial. Tetapi, hubungan timbal balik yang dialektis kurang diperlihatkan dalam kerangka analisis seperti ini, dan kacamata analisis seperti ini belum mampu untuk menjelaskan eksistensi dan signifikansi materil secara sosiologis. Kerangka teori Simmel sosiologi kembali mendapatkan perhatian apabila kita mencoba untuk melihat hubungan, yaitu relasi yang memuat unsur dialektis/timbal-balik. Pyyhtinen meminjam istilah Rizhome dari Deleuze dan Guattari untuk menekankan konektivitas

MORE-THAN-HUMAN SOCIOLOGY 283 sebagai sebuah karakteristik yang muncul dalam sebuah interaksi. Kemudian, penulis mencetuskan istilah Sosiologi Rhizomatik sebagai sebuah upaya untuk mengubah cara berpikir kita dalam menganalisis keberadaan benda dan perannya dalam membentuk pengalaman individu dalam sebuah lingkungan sosial. Pengalaman merupakan satuan (assemblage) dari berbagai arus interaksi yang telah terkumpul dalam diri seorang individu. Tentu, interaksi dapat dibagi menjadi dua jenis: personal (sosial) dan impersonal (materi), tetapi sebagaimana telah dijelaskan oleh penulis, kita perlu memerhatikan interaksi yang seringkali sudah diterima dengan cuma-cuma (taken-for-granted). Keberadaan benda mati bukanlah tidak signifikan terhadap kehidupan kita. Contoh yang diberikan oleh Simmel adalah uang, setiap hari kita menggunakan uang dengan frekuensi yang cukup tinggi sampai saja kita tidak menyadari bahwa keberadaan sebuah kertas dapat mengubah pengalaman fenomenologis seorang individu. Sekarang, perkembangan teknologi yang semakin modern telah memberikan semakin banyak keberadaan materi yang baru (seperti smartphone) yang dapat membentuk tindakan (practices) dalam keseharian kita. Seorang manusia purba harus berurusan dengan api dan air, seorang manusia modern berurusan dengan uang, dan manusia post-modern berurusan dengan teknologi yang sudah terjaring pada tingkat global. Pengalaman internal yang terbentuk melalui hubungan relasional tersebut telah mendefinisikan kapabilitas individu dalam menggunakan perangkat teknologi tersebut. Dengan menggunakan daya imajinasi sosiologi seperti ini, seolah-olah benda mati (materi) telah menjadi mahluk sosial yang baru. Pyyhtinen menawarkan terhadap materi sebagai sebuah terobosan baru dalam imajinasi sosiologi bagi para pembacanya, tetapi implikasi teoritis masih belum diangkat secara signifikan untuk menjelaskan dampak bila hubungan relasional bersama benda-benda materil dianggapnya sama pentingnya hubungan antarindividu. Mengingat bahwa konsep more-than-human Pyyhtinen yang sungguh menarik dan relevan ketika kita melihat maraknya perkembangan teknologi pada saat ini, saya akan mencoba untuk menambahkan beberapa poin penting. Pertama, saya setuju bahwa relasi individu tidak lagi tertutup dengan mahluk persona saja, namun juga dengan benda-benda materiel. Hal ini menjadi semakin sulit untuk dibantahkan ketika interaksi keseharian kita menjadi semakin melekat dengan perangkat-perangkat teknologi di lingkungan sekitar. Kita menggunakan telepon genggam

284 KEVIN NOBEL KURNIAWAN untuk bangun, menggunakan mobil/kereta/motor untuk berangkat ke tempat kerja, menggunakan laptop untuk berinteraksi dengan individu di tempat yang jauh, dan seterusnya. Bahkan, Pyyhtinen sempat menyinggung bahwa manusia bukanlah individu dengan teknologi, tetapi individu merupakan perangkat-perangkat materil yang mengindikasikan bahwa individu sudah menyatu dengan teknologi melalui frekuensi dalam interaksi sehari-hari. Kedua, keberadaan benda materiel bukanlah tanpa kepentingan kelompok, sehingga unsur humansitis tetap diperlukan dalam analisis sosiologi. Kelemahan dari tulisan Pyyhtinen adalah upayanya untuk menyadarkan kita mengenai pentingnya keberadaan materiel belum cukup menyinggung aspek sosiologis di dalam sebuah materi. Materi merupakan sebuah representasi dari sebuah kepentingan kelompok. Interaksi individu dengan sebuah materi mengindikasikan ketergantungan individu terhadap kepentingan kelompok yang membuat objek-objek tersebut. Kita tidak perlu jauh-jauh membicarakan bagaimana sebuah materi yang mewah memuat simbol sosial, materi yang sederhana pun juga memuat kepentingan sosial. Bila kita harus kritis, frekuensi interaksi individu dengan benda mati ini telah diregulasikan oleh kelompok-kelompok tertentu yang telah mendapatkan keuntungan darinya. Dengan kata lain, ketergantungan individu terhadap materi merupakan sarana bagi kelompok elit untuk memperkuat kontrol sosial. Ketiga, interaksi merupakan sebuah hubungan timbal-balik yang bersifat resiprokal, dan hubungan tersebut mendefinisikan identitas dan peran individu. Identitas individu dikonstruksikan melalui relasi. Kembali pada tesis Simmel yang melihat bahwa budaya telah diwarnai dengan sebuah tragedi, relasi antarindividu yang personal telah digantikan dengan objek impersonal, dan hal tersebut mengubah mekanisme masyarakat dalam memberikan definisi sosial terhadap individu. Sebelumnya, individu didefinisikan melalui relasi sosial dengan komunitasnya. Kemudian, individu dibagi menjadi superordinat dan subordinat melalui jumlah uang yang dapat ditransaksikan. Pada saat ini, individu dapat ditransaksikan sebagai sebuah materi yang mengambil bentuk gambar ketika ditampilkan dalam dunia digital. Dan hal tersebut menjelaskan bahwa keberadaan materi yang semakin beragam telah melahirkan penilaian sosial (social currency) yang baru untuk dipertaruhkan dalam arena sosial. Materi muncul, maka relasi sosial menjadi ada.

MORE-THAN-HUMAN SOCIOLOGY 285 Berangkat dari cabang ilmu sosiologi relasional, Pyyhthinen menawarkan sebuah imajinasi sosiologis yang baru untuk menjawab perkembangan teknologi pada era saat ini. Pyyhthinen melihat bahwa hubungan timbal balik dalam sebuah relasi tidak tertutup pada relasi sosial antarindividu tetapi juga melibatkan hubungan dengan objek materil. Objek-objek tersebut membentuk pengalaman individu, seolah-olah benda-benda mati telah menjadi aktor-aktor sosial layaknya seorang manusia. Personifikasi keberadaan materil tersebut dilahirkan melalui frekuensi individu dalam menggunakan perangkat teknologi. Buku More-Than-Human Sociology telah memberikan banyak temuan dan cara pandang yang menarik, namun belum cukup menjelaskan secara jauh apa implikasi teoritis terhadap perkembangan ilmu sosiologi relasional. Adapun dengan menganggap materi sebagai objek yang berbagian dalam kehidupan sosial, individu tidak terlepas dari fenomena perubahan sosial, kepentingan kelompok penguasa, dan transaksi sosial yang bersifat personal maupun impersonal. Dampak dari kerangka analisis terhadap materiel dapat mengubah wajah berbagai disiplin sosiologi seperti Sosiologi Budaya, Sosiologi Perubahan Sosial, Sosiologi Komunitas, dan lain sebagainya.