BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

1 of 8 18/12/ :11

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

1. Tinjauan Umum

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

2011, No Menetapkan : 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (Lembaran Negara R

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

Analisis Perkembangan Industri

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

Perekonomian Suatu Negara

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

BAB III PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH

Analisis Perkembangan Industri

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

Catatan : Kebijakan Transfer ke Daerah Dalam rangka RAPBNP Tahun 2011 Kebijakan belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Pemerintah Provinsi Bali

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN APBN TAHUN 2017

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

KEBIJAKAN DAK BIDANG KESEHATAN 2010

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

8.1. Keuangan Daerah APBD

Transkripsi:

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012 memberi gambaran tentang perkembangan ekonomi makro tahun 2010, perkiraannya pada tahun 2011, sasaran-sasaran pokok yang akan dicapai pada tahun 2012, serta kebutuhan pembiayaan pembangunan yang diperlukan. Sasaran tahun 2012 tersebut dicapai melalui berbagai kegiatan dan kebijakan pembangunan sesuai dengan prioritas yang telah digariskan. 3.1. KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 DAN PERKIRAAN TAHUN 2011 Secara garis besar, kondisi ekonomi makro tahun 2010 dan perkiraannya pada tahun 2011 adalah sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi sepanjang tahun 2010 terjaga di dalam proses pemulihan ekonomi dunia. Dalam tahun 2010, rata-rata harian nilai tukar rupiah mencapai Rp 9.087 per dolar AS atau menguat 12,6 persen dibandingkan rata-rata tahun sebelumnya serta cadangan devisa mencapai USD 96,2 miliar, naik USD 30,1 miliar dibandingkan tahun 2009. Laju inflasi pada tahun 2010 terjaga sebesar 7,0 persen dengan harga-harga komoditi dunia yang mulai meningkat tajam dan cuaca ekstrem di berbagai wilayah. Dalam tahun 2011, stabilitas ekonomi diupayakan tetap terjaga dihadapkan resiko eksternal terutama dari potensi krisis utang Eropa yang masih besar, meningkatnya harga komoditi dunia termasuk minyak mentah, resiko terkait dengan perubahan iklim global, serta dampak dari tsunami di Jepang. Kedua, ekonomi dalam tahun 2010 tumbuh 6,1 persen, lebih tinggi dari tahun 2009 (4,6 persen). Pertumbuhan ekonomi yang membaik didukung oleh investasi yang meningkat, kemampuan ekspor barang dan jasa, serta daya beli masyarakat yang tetap terjaga. Pada tahun 2010, pembentukan modal tetap bruto tumbuh 8,5 persen; ekspor barang dan jasa naik 14,9 persen; dan konsumsi masyarakat meningkat 4,6 persen. Dalam tahun 2011, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 6,4 persen didukung oleh penguatan permintaan domestik yang lebih baik dengan berbagai resiko eksternal yang dihadapi. Ketiga, kualitas pertumbuhan ekonomi membaik dengan terjaganya stabilitas dan momentum pertumbuhan. Pada bulan Maret 2010, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 31,0 juta orang (13,3 persen) atau berkurang 1,8 juta orang dibandingkan tahun 2009. Jumlah pengangguran terbuka menurun dari 9,0 juta orang (7,9 persen) pada tahun 2009 menjadi 8,3 juta orang (7,1 persen) pada tahun 2010. Dalam tahun 2011, kualitas pembangunan diupayakan lebih baik. RKP 2012 I.3-1

3.1.1. EKONOMI DUNIA Sampai dengan awal tahun 2011, pemulihan ekonomi dunia dari krisis keuangan dan resesi global pada tahun 2008 berlangsung lebih baik dari yang diperkirakan. Meskipun demikian, beberapa resiko yang dapat mengganggu pemulihan ekonomi dunia tetap tinggi dengan masih besarnya kekuatiran terhadap krisis fiskal dan utang di Eropa, meningkatnya harga komoditi dunia termasuk harga minyak mentah, memburuknya situasi politik di Korea, Afrika Utara, dan Timur Tengah, serta perubahan iklim global dan bencana alam di berbagai belahan dunia. Dalam keseluruhan tahun 2010, perekonomian dunia tumbuh 5,0 persen setelah turun 0,5 persen pada tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi ini terutama didorong oleh percepatan ekonomi di kawasan Asia dan pemulihan ekonomi di kawasan Amerika Utara. Ekonomi Cina, India dan Jepang masing-masing tumbuh 10,3 persen, 8,7 persen dan 3,9 persen pada tahun 2010 setelah mengalami perlambatan dan penurunan pada tahun 2009. Ekonomi Amerika Serikat pada keseluruhan tahun 2010 tumbuh 2,9 persen setelah turun 2,6 persen pada tahun 2009. Pada triwulan I tahun 2011, ekonomi Amerika Serikat tumbuh 2,3 persen (y-o-y), adapun ekonomi Cina tumbuh 9,7 persen pada periode yang sama. Sementara itu, pemulihan ekonomi di kawasan Eropa berlangsung lambat dengan beberapa negara masih mengalami resesi dan kekuatiran terhadap utang yang besar. Dalam tahun 2010, ekonomi Kawasan Eropa tumbuh 1,7 persen setelah mengalami penurunan 4,1 persen pada tahun 2009. Sampai dengan triwulan IV/2010, ekonomi Yunani dan Irlandia masih mengalami resesi dengan beban utang dan defisit anggaran yang sangat besar. Stok utang Pemerintah Yunani mencapai 142,8 persen PDB pada tahun 2010 serta defisit anggaran Pemerintah Irlandia meningkat menjadi 32,4 persen PDB pada tahun 2010. Upaya untuk meningkatkan ketahanan fiskal di Kawasan Eropa diperkirakan membutuhkan waktu lama dan akan dicermati mengingat potensinya yang membahayakan bagi stabilitas keuangan global. Pemulihan ekonomi dunia yang kuat dan perubahan iklim global mendorong permintaan terhadap komoditi dunia termasuk energi. Indeks harga komoditi non-energi terus meningkat sejak pertengahan tahun 2010 dan sudah melampaui tingkat harga pada pertengahan tahun 2008. Pada bulan Februari 2011, harga komoditi non-energi naik 43,0 persen (y-o-y) dan tetap tinggi hingga bulan April 2011 didorong oleh kelompok komoditi pangan dan komoditi bahan baku industri. Sejalan dengan kenaikan harga komoditi nonenergi, harga minyak mentah meningkat cukup tajam. Sejak bulan Oktober 2010, harga rata-rata minyak mentah (Brent, Dubai, dan WTI) meningkat di atas USD 90 per barel per bulan dan mencapai sekitar USD 116,2 per barel pada bulan April 2011. Selain didorong oleh permintaan yang meningkat, tingginya harga minyak mentah dunia juga didorong oleh kenaikan produksi minyak yang sangat terbatas dari negara-negara non-opec. Seiring dengan peningkatan harga komoditi dunia dan pemulihan ekonomi, inflasi di banyak negara meningkat cukup tajam. Laju inflasi Cina meningkat dengan 5,4 persen (y-oy) pada bulan Maret 2011. Demikian juga di banyak negara lainnya, termasuk negara maju, laju inflasi meningkat seperti pada pertengahan tahun 2008. Laju inflasi di Jepang pada bulan Maret 2011 mencapai 0,0 persen sedangkan laju inflasi di Kawasan Eropa pada bulan April 2011 mencapai 2,8 persen setelah masing-masing mengalami deflasi 1,7 persen dan inflasi 0,9 persen pada tahun 2009. Secara keseluruhan, inflasi di banyak negara kembali ke pola normal tahunan sebagaimana sebelum terjadi krisis keuangan global dan berpotensi lebih besar dengan meningkatnya harga komoditi dunia termasuk minyak mentah. I.3-2 RKP 2012

Guna mengatasi peningkatan laju inflasi, bank sentral di beberapa negara menempuh kebijakan moneter yang lebih ketat. Sejak bulan Oktober 2010, Cina telah menaikkan suku bunga acuan empat kali hingga menjadi 6,3 persen pada bulan Februari 2011. Demikian pula dengan suku bunga di Korea dan India yang masing-masing mencapai 3,00 persen dan 6,0 persen pada bulan April tahun 2011, naik dibandingkan akhir tahun 2009 yang mencapai 2,0 persen dan 4,75 persen. Sementara itu negara-negara maju masih mempertahankan suku bunga rendah untuk membantu mendorong pemulihan ekonominya dengan tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyesuaian guna mengendalikan ekspektasi inflasi yang tinggi. Terjaganya pertumbuhan ekonomi dan stabilitas moneter mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan global. Indeks harga saham di berbagai pasar bursa dunia meningkat. Indeks saham Dow Jones di Amerika Serikat mencapai 11.578 pada akhir bulan Desember 2010 dan terus meningkat hingga mencapai 12.811 pada bulan April 2011, lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 2009 yang mencapai 10.428. Demikian pula dengan indeks bursa FTSE 100 di London, Hang Seng di Hongkong serta STI di Singapura yang masing-masing mencapai 5.900, 23.035, 3.190 pada akhir bulan Desember 2010, naik dibandingkan akhir tahun sebelumnya yang masing-masing mencapai 5.413, 21.873 dan 2.898. Hingga akhir bulan April 2011, indeks FTSE 100 di London, Hang Seng di Hongkong serta STI di Singapura masing-masing mencapai 6.070, 23.721, dan 3.180. Secara keseluruhan, ekonomi dunia pada tahun 2011 diperkirakan tumbuh 4,4 persen (IMF, World Economic Outlook, April 2011) didorong oleh ekonomi Asia yang tumbuh kuat dan ekonomi negara-negara maju yang pulih secara bertahap dengan berbagai resiko yang harus dicermati dan diantisipasi. 3.1.2. MONETER, PERBANKAN DAN PASAR MODAL Memasuki tahun 2010, kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah terus berlanjut. Rata-rata bulanan nilai tukar rupiah menguat dari Rp 9.458 per USD pada bulan Desember 2009, menjadi Rp 9.027 per USD pada bulan April 2010. Pada bulan Mei 2010, rata-rata bulanan nilai tukar rupiah melemah hingga mencapai Rp 9.183 per USD akibat kekhawatiran krisis finansial di Eropa. Meredanya kekuatiran pada ketahanan fiskal di Eropa dan meningkatnya arus modal ke negara-negara emerging termasuk Indonesia selanjutnya menguatkan kembali rata-rata bulanan nilai tukar Rupiah hingga mencapai Rp 9.018 per USD pada bulan Desember 2010. Secara keseluruhan tahun 2010, rata-rata harian nilai tukar rupiah mencapai Rp 9.087 per USD atau menguat 12,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2009. Dengan respon kebijakan moneter yang tepat, kinerja ekspor yang meningkat, serta arus masuk modal asing, nilai tukar Rupiah menguat menjadi Rp 8.574 per USD pada akhir bulan April 2011. Kenaikan harga komoditi dunia serta cuaca ekstrem pada beberapa wilayah memberi tekanan pada laju inflasi di dalam negeri. Laju inflasi pada bulan Januari 2010 mencapai 3,7 persen (y-o-y) dan terus meningkat hingga mencapai 6,4 persen (y-o-y) pada bulan Agustus 2010 didorong oleh kenaikan harga bahan makanan. Secara keseluruhan, laju inflasi pada tahun 2010 mencapai 7,0 persen (y-o-y) persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 2,8 persen. Dari sisi komponen pembentuknya laju inflasi tahun 2010 disebabkan oleh inflasi inti sebesar 4,3 persen, inflasi volatile foods RKP 2012 I.3-3

sebesar 17,7 persen dan inflasi administered prices sebesar 5,4 persen. Tekanan terhadap inflasi dari bahan makanan berlanjut hingga Februari 2011, namun kemudian terjadi panen raya padi/beras, sehingga pada bulan Maret dan April 2011 terjadi deflasi. Inflasi pada bulan April 2011 menurun menjadi 6,2 persen (y-o-y). Dengan tetap terjaganya kepercayaan terhadap Rupiah di tengah meningkatnya laju inflasi, dalam keseluruhan tahun 2010, Bank Indonesia masih mempertahankan tingkat suku bunga BI rate pada tingkat 6,50 persen. Terjaganya tingkat suku bunga BI rate sepanjang tahun 2010 memberikan ruang bagi perbankan nasional untuk menurunkan suku bunga. Hingga Maret 2011, tingkat suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing mencapai 12,3 persen; 12,2 persen dan 14,8 persen turun dari 13,7 persen, 13,0 persen, dan 16,4 persen pada akhir tahun 2009. Menurunnya suku bunga pinjaman dan membaiknya perekonomian domestik mendorong kinerja penyaluran kredit perbankan. Hingga Maret 2011, penyaluran kredit meningkat hingga mencapai Rp1.835 triliun atau tumbuh 24,7 persen (y-o-y), terutama didorong oleh pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi yang masingmasing mencapai 26,8 persen, 27,0 persen, dan 20,5 persen (y-o-y). Peningkatan penyaluran kredit tetap didukung oleh kesehatan perbankan yang kuat. Hingga Februari 2011, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio CAR) bank umum relatif terjaga dan mencapai 18,1 persen. Selain itu, rasio kredit bermasalah bank umum berhasil diturunkan dari 3,3 persen pada akhir tahun 2009 menjadi sekitar 2,6 persen pada akhir tahun 2010 yang merupakan tingkat terendah dalam lima tahun terakhir. Meskipun demikian, pada awal tahun 2011, rasio kredit bermasalah sedikit meningkat dan mencapai 2,78 persen pada Februari 2011. Dalam rangka menjaga meningkatnya ekspektasi inflasi, sejak bulan Februari 2011, suku bunga acuan (BI rate) dinaikkan 25 bps menjadi 6,75 persen. Dalam keseluruhan tahun 2011, kebijakan moneter terus diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan yang sudah dicapai. Terjaganya stabilitas ekonomi dan meningkatnya kinerja pasar modal regional ikut mendorong kinerja pasar modal dalam negeri. Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia meningkat dari 2.534,4 pada akhir tahun 2009 menjadi 3.703,5 pada akhir tahun 2010. Pada akhir bulan April 2011, indeks harga saham gabungan mencapai 3.824,1, naik 28,7 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. 3.1.3. NERACA PEMBAYARAN. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dunia dan harga-harga komoditi dunia pada tahun 2010 mendorong penerimaan ekspor nasional. Pada tahun 2010, total penerimaan ekspor mencapai USD 158,1 miliar, naik 32,1 persen dibandingkan tahun 2009. Kenaikan tersebut didorong oleh ekspor migas dan nonmigas yang meningkat masing-masing sebesar 39,3 persen dan 30,7 persen. Terjaganya momentum pertumbuhan ekonomi dan membaiknya pendapatan masyarakat meningkatkan kebutuhan impor. Dalam tahun 2010, pengeluaran impor meningkat menjadi USD 127,4 miliar, atau naik 43,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh impor migas dan nonmigas yang masingmasing naik sebesar 58,8 persen dan 38,9 persen. Dengan defisit jasa-jasa (termasuk I.3-4 RKP 2012

pendapatan dan transfer berjalan) yang mencapai USD 25,0 miliar, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2010 mencapai sekitar USD 5,7 miliar. Investasi langsung asing (neto) pada tahun 2010 mencapai surplus sebesar USD 10,6 miliar, lebih tinggi dari tahun 2009, didorong oleh investasi langsung asing yang masuk sebesar USD 134,3 miliar. Arus masuk investasi portfolio (neto) meningkat mencapai USD 13,2 miliar, dengan investasi portofolio yang masuk sebesar USD 15,7 miliar. Dengan surplus investasi lainnya yang mencapai sebesar USD 2,2 miliar, neraca modal dan finansial dalam keseluruhan tahun 2010 mengalami surplus sebesar USD 26,1 miliar. Cadangan devisa pada akhir tahun 2010 mencapai USD 96,2 miliar atau cukup untuk membiayai kebutuhan 7,0 bulan impor. Pada triwulan I/2011, penerimaan ekspor meningkat mencapai USD 45,7 miliar, sedangkan pengeluaran impor mencapai USD 37,3 miliar. Dengan defisit jasa-jasa yang termasuk pendapatan dan transfer berjalan yang tetap tinggi yaitu sebesar USD 6,5 miliar maka surplus neraca transaksi berjalan pada triwulan I/2011 mencapai USD 1,9 miliar, relatif sama dengan triwulan I/2010. Pada periode yang sama, arus masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung asing (neto) mencapai USD 3,0 miliar, sedangkan investasi berupa portfolio mencapai USD 3,6 miliar. Dengan investasi lainnya yang masih defisit, neraca transaksi modal dan finansial mencapai surplus USD 6,2 miliar. Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan I/2011 mecapai surplus USD 7,7 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I/2010. Cadangan devisa hingga akhir triwulan I/2011 mencapai USD 105,7 miliar dan terus meningkat hngga mencapai USD 113,8 miliar pada akhir bulan April 2011. Dalam keseluruhan tahun 2011, cadangan devisa diperkirakan mencapai USD 123,7 miliar. 3.1.4. KEUANGAN NEGARA. Dalam tahun 2010, kebijakan fiskal diarahkan untuk memberikan dorongan kepada perekonomian, baik melalui sisi penerimaan maupun dari sisi belanja dengan tetap menjaga ketahanan fiskal yang berkelanjutan. Pendapatan negara dan hibah pada tahun 2010 mencapai Rp 1.017,1 triliun (15,8 persen PDB) atau meningkat 19,8 persen dibandingkan tahun 2009. Peningkatan pendapatan negara terus didukung oleh penerimaan pajak melalui penyempurnaan administrasi dan peraturan perundang-undangan. Dengan berbagai langkah yang ditempuh, penerimaan perpajakan pada tahun 2010 mencapai Rp 744,4 triliun (11,6 persen PDB) atau menyumbang 73,4 persen dari total penerimaan dalam negeri. Di sisi pengeluaran, belanja negara tahun 2010 mencapai Rp 1.062,9 triliun (16,5 persen PDB). Realisasi ini lebih rendah Rp 63,2 triliun dibandingkan rencana APBN-P. Tidak terserapnya secara maksimal belanja negara disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja pemerintah pusat yang hanya mencapai Rp 718,2 triliun atau 91,9 persen dari APBN-P. Dalam belanja pemerintah pusat, peningkatan yang besar terjadi pada subsidi energi. Pada tahun 2010, subsidi energi meningkat menjadi Rp 140,0 triliun, dengan rincian Rp 82,4 triliun untuk subsidi BBM, LPG, dan BBN, serta Rp 57,6 triliun untuk subsidi listrik. RKP 2012 I.3-5

Meningkatnya subsidi energi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga minyak dunia dan konsumsi BBM bersubsidi sepanjang tahun 2010 dibandingkan tahun 2009. Dengan pendapatan negara dan hibah yang lebih baik dan penyerapan anggaran belanja yang lebih rendah, defisit anggaran menjadi lebih kecil dari yang direncanakan. Dalam tahun 2010, defisit anggaran mencapai 0,7 persen PDB atau sebesar Rp 45,8 triliun, lebih rendah dari APBN-P, yakni sebesar 2,1 persen PDB. Dengan perkembangan ini, stok utang pemerintah pada tahun 2010, turun menjadi 26,1 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya (28,4 persen). Dalam tahun 2011 kebijakan fiskal tetap diarahkan untuk mempercepat proses percepatan pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal. Pendapatan negara dan hibah ditargetkan sebesar Rp 1.104,9 triliun (15,7 persen PDB), terdiri atas penerimaan dalam negeri Rp 1.101,2 triliun dan hibah Rp 3,7 triliun. Dalam rangka memberikan dorongan kepada perekonomian, belanja negara pada tahun 2011 ditingkatkan sebesar Rp 103,5 triliun menjadi Rp 1.229,6 triliun (17,5 persen PDB), terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 836,6 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 393,0 triliun. Dengan perkembangan sisi penerimaan dan belanja negara tersebut, defisit anggaran pada tahun 2011 diperkirakan terjaga pada tingkat 1,8 persen PDB dengan pembiayaan defisit terutama dari sumber dalam negeri. 3.1.5. PERTUMBUHAN EKONOMI Stabilitas ekonomi yang pulih dari gejolak tahun 2008 serta langkah-langkah yang ditempuh untuk mendorong kegiatan ekonomi mampu memulihkan kembali momentum pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2010 perekonomian tumbuh sebesar 6,1 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya (4,6 persen). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 terutama didorong oleh ekspor barang dan jasa dan investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang masing-masing tumbuh sebesar 14,9 persen dan 8,5 persen. Konsumsi masyarakat tumbuh sebesar 4,6 persen dan konsumsi pemerintah meningkat sebesar 0,3 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 terutama didorong oleh sektor industri pengolahan terutama nonmigas yang tumbuh sebesar 5,1 persen dan sektor tersier terutama pengangkutan dan komunikasi; perdagangan, hotel dan restoran; serta bangunan yang masing-masing tumbuh sebesar 13,5 persen; 8,7 persen, dan 7,0 persen. Adapun sektor pertanian serta pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 2,9 persen dan 3,5 persen. Pada triwulan I 2011, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 6,5 persen (y-o-y). Dari sisi produksi, sektor pengangkutan dan komunikasi; perdagangan, hotel dan restoran; serta industri pengolahan merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi yang masing-masing tumbuh sebesar 13,8 persen; 7,9 persen; dan 5,0 persen. Sedangkan sektor pertanian tumbuh sebesar 3,4 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh ekspor barang dan jasa serta pengeluaran konsumsi rumah tangga yang tumbuh masing-masing sebesar 12,3 persen dan 4,5 persen. Sejalan dengan investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Bruto yang meningkat 7,3 persen, impor barang dan jasa mengalami peningkatan sebesar 15,6 persen. Adapun pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 3,0 persen (y-o-y). I.3-6 RKP 2012

Dengan membaiknya pemulihan ekonomi dunia dan penguatan ekonomi domestik, dalam keseluruhan tahun 2011, sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen diperkirakan tercapai. Dari sisi pengeluaran, investasi serta ekspor barang dan jasa terus didorong sebagai penggerak perekonomian dengan perkiraan pertumbuhan masingmasing sebesar 10,5 persen dan 9,8 persen. Kegiatan ekonomi yang terus meningkat didukung oleh langkah-langkah untuk menstabilkan harga kebutuhan pokok masyarakat diperkirakan akan meningkatkan konsumsi masyarakat dan pemerintah masing-masing sebesar 5,2 persen dan 6,4 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi akan digerakkan oleh industri yang diperkirakan tumbuh 5,1 persen seiring dengan perbaikan iklim investasi dan meningkatnya ekspor; sektor pertanian yang tumbuh 2,8 persen; sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh 2,4 persen; serta sektor tersier yaitu listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, jasa usaha; serta jasa-jasa yang meningkat masingmasing 8,5 persen; 7,3 persen; 8,8 persen; 13,4 persen; 6,3 persen; dan 6,2 persen. 3.1.6. PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN Momentum pertumbuhan ekonomi yang terjaga pada tahun 2010 telah menciptakan lapangan kerja yang cukup besar dan sekaligus menurunkan pengangguran terbuka. Dalam tahun 2010,jumlah pengangguran terbuka menurun menjadi 8,3 juta orang (7,1 persen) dan jumlah penduduk miskin menurun menjadi 31,0 juta orang (13,3 persen). Pada Februari 2011, jumlah pengangguran terbuka telah menurun menjadi 6,8 persen dan jumlah penduduk miskin berkurang menjadi 11,5 12,5 persen. 3.2. LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2012 diperkirakan relatif sama dengan tahun 2011 dengan resiko yang tetap besar antara lain berasal dari kekuatiran yang masih besar terkait krisis fiskal dan utang di Eropa, meningkatnya harga komoditi dunia termasuk minyak mentah, krisis politik di Afrika Utara dan Timur Tengah, serta perubahan iklim global. Resiko global yang masih besar tersebut akan berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri. Dalam pada itu, berbagai hambatan di dalam negeri yang belum terselesaikan serta kemungkinan cuaca ekstrem di dalam negeri akan dihadapi dengan berbagai langkah yang tepat. Secara keseluruhan momentum pembangunan yang sudah dicapai pada tahun 2010 dapat ditingkatkan pada tahun 2012. 3.3. TANTANGAN POKOK Dengan kemajuan yang dicapai pada tahun 2010 dan masalah yang diperkirakan masih dihadapi hingga tahun 2012, tantangan pokok yang dihadapi pada tahun 2012 adalah sebagai berikut. RKP 2012 I.3-7

1. MENDORONG PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI. Dorongan akan diberikan pada peningkatan investasi, industri pengolahan nonmigas, daya saing ekspor, penguatan penyerapan belanja negara, serta pemantapan ketahanan pangan dan energi. 2. MENJAGA STABILITAS EKONOMI. Perhatian akan diberikan pada langkah-langkah yang terpadu untuk menjaga stabilitas harga di dalam negeri dan nilai tukar dihadapkan pada tingginya resiko harga komoditi baik migas maupun non-migas serta arus modal yang dapat membahayakan perekonomian. 3. MEMPERCEPAT PENGURANGAN PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN. Langkah-langkah akan dipusatkan pada upaya-upaya yang mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih besar serta menjangkau masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan program-program pemberdayaan yang tepat. 3.4. ARAH KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO Kebijakan ekonomi makro pada tahun 2012 diarahkan sejalan dengan tema pembangunan nasional RKP 2012, yakni Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi Yang Inklusif dan Berkeadilan Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat. Pelaksanaan kebijakan ekonomi makro didasarkan pada prioritas pembangunan sebagaimana tertuang dalam Bab 2 Buku I RKP tahun 2012. 3.5. SASARAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2012 Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan memperhatikan lingkungan eksternal dan internal, pertumbuhan ekonomi tahun 2012 diperkirakan 6,5 6,9 persen, mengarah pada 6,7 persen dan laju inflasi diperkirakan sebesar 5,0 6,0 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas ekonomi yang terjaga tersebut, pengangguran terbuka akan menurun menjadi berkisar antara 6,4-6,6 persen dari angkatan kerja dan jumlah penduduk miskin menjadi berkisar antara 10,5-11,5 persen pada tahun 2012. 3.5.1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEBUTUHAN INVESTASI Pertumbuhan ekonomi didorong dengan meningkatkan investasi, menjaga ekspor nonmigas, serta memberi dorongan fiskal dalam batas kemampuan keuangan negara dengan mempertajam belanja negara. Koordinasi antara kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil, ditingkatkan untuk mendorong peran masyarakat dalam pembangunan ekonomi. Dalam tahun 2012, perekonomian diperkirakan tumbuh sebesar 6,7 persen, lebih tinggi dibandingkan sasaran tahun 2011 (6,4 persen). Investasi berupa pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa didorong agar tumbuh masing-masing sebesar 11,5 persen dan 10,2 persen. Dengan meningkatnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan tumbuh 12,0 persen. Dalam keseluruhan tahun 2012, dengan terjaganya stabilitas ekonomi konsumsi masyarakat diperkirakan tumbuh 5,4 persen, sedangkan pengeluaran pemerintah diperkirakan tumbuh sebesar 6,8 persen. I.3-8 RKP 2012

Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 3,2 persen. Adapun industri pengolahan diperkirakan tumbuh 5,6 persen didorong oleh industri nonmigas yang meningkat dengan 6,3 persen. Sektor tersier yang meliputi listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan telekomunikasi; keuangan, real estat, dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa diperkirakan tumbuh berturut-turut sebesar 9,0 persen; 8,2 persen;8,9 persen;13,0 persen; 6,2 persen; serta 6,3 persen. Secara keseluruhan, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,7 persen pada tahun 2012 membutuhkan investasi sebesar Rp 2.875 triliun. Pembiayaan investasi diperkirakan sekitar 11,1 persen berasal dari pemerintah dan 88,9 persen dari masyarakat termasuk swasta. 3.5.2. MONETER Kebijakan moneter terus diarahkan untuk menjaga likuiditas perekonomian agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Efektivitas kebijakan moneter akan terus ditingkatkan guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Rupiah. Dengan nilai tukar Rupiah yang stabil serta pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang terjaga, laju inflasi pada tahun 2012 diperkirakan sekitar 5,0 6,0 persen. 3.5.3. NERACA PEMBAYARAN Penerimaan ekspor tahun 2012 diperkirakan meningkat sebesar 12,8 persen, didorong oleh peningkatan ekspor migas dan non-migas yang masing-masing naik 10,1 persen dan 13,5 persen. Sementara itu impor non-migas dan migas diperkirakan naik masing-masing sebesar 16,0 persen dan 5,6 persen. Dengan defisit sektor jasa-jasa yang diperkirakan masih tetap tinggi, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2012 diperkirakan menurun menjadi USD 2,1 miliar. Sementara itu surplus neraca modal dan finansial diperkirakan sebesar USD 20,1 miliar didorong oleh meningkatnya investasi langsung asing (neto) sebesar USD 13,0 miliar dan investasi portfolio (neto) sebesar USD 9,8 miliar, sedangkan investasi lainnya (neto) diperkirakan defisit sebesar USD 2,8 miliar. Secara keseluruhan, surplus neraca pembayaran pada tahun 2012 diperkirakan meningkat sebesar USD 22,2 miliar dan cadangan devisa diperkirakan naik menjadi USD 145,9 miliar atau cukup untuk membiayai sekitar 8,0 bulan impor termasuk pembayaran utang luar negeri pemerintah. 3.5.4. KEUANGAN NEGARA Pada tahun 2012 pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp 1.259,5 trilliun, yang didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp 997,0 trilliun dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 261,4 trilliun. Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai Rp 1.370,5 trilliun, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 924,7 trilliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 445,8 trilliun. Dengan perkiraan penerimaan dan belanja tersebut, ketahanan fiskal yang mampu memberikan dorongan terhadap perekonomian diperkirakan tetap terjaga. Pada tahun 2012, defisit APBN diperkirakan sekitar 1,4 persen PDB, yang akan ditutup oleh pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Ketahanan fiskal yang terjaga juga tercermin dari stok utang pemerintah yang diperkirakan menurun menjadi 25,0 persen PDB pada RKP 2012 I.3-9

tahun 2012. 3.5.5. PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, stabilitas ekonomi yang terjaga, serta berbagai kegiatan pembangunan yang diarahkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan pengangguran, jumlah penduduk miskin dan pengangguran terbuka menurun. Pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin diperkirakan turun menjadi sekitar10,5-11,5 persen dan pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi berkisar antara 6,4-6,6 persen dari angkatan kerja. Dengan harapan ekonomi tumbuh sebesar 6,7 persen, maka secara ringkas gambaran ekonomi makro dan neraca pembayaran tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.1. dan Tabel 3.2. TABEL 3.1 GAMBARAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2011 2012 2009 2010 2011 Perkiraan 2012 Proyeksi PERTUMBUHAN EKONOMI (%) 4,6 6,1 6,4 6,5 6,9 LAJU INFLASI (%) 2,8 7,0 6,0 5,0 6,0 PENGANGGURAN TERBUKA (%) 7,9 7,1 6,8 6,4-6,6 PENDUDUK MISKIN (%) 14,1 13,3 11,5-12,5 10,5-11,5 TABEL 3.2 GAMBARAN NERACA PEMBAYARAN TAHUN 2011 2012 (USD MILIAR) 2009 2010 2011 Perkiraan 2012 Proyeksi Transaksi Berjalan 10,6 5,7 3,9 2,1 Ekspor 119,6 158,1 182,5 205,8 - Migas 20,6 28,7 37,5 41,3 - Non-migas 99,0 129,4 144,9 164,5 Impor -88,7-127,4-148,2-168,6 - Migas -15,2-25,4-31,9-33,7 - Non-migas -73,5-102,0-116,3-134,9 Jasa-jasa*) -20,3-25,0-30,4-35,1 Transaksi Modal dan Finansial 4,9 26,1 23,6 20,1 Transaksi Modal 0,1 0,0 0,1 0,1 Transaksi Finansial 4,8 26,1 23,5 20,0 - Investasi Langsung (neto) 2,6 10,6 11,5 13,0 - Investasi Portfolio 10,3 13,2 13,0 9,8 - Investasi Lainnya (neto) -8,2 2,2-1,0-2,8 Total 15,5 31,8 27,5 22,2 Selisih Perhitungan -3,0-1,5 0,0 0,0 Neraca Keseluruhan 12,5 30,3 27,5 22,2 Cadangan Devisa 66,1 96,2 123,7 145,9 *) Termasuk pendapatan (neto) dan transfer I.3-10 RKP 2012

3.6. PENDANAAN MELALUI TRANSFER KE DAERAH Pendanaan melalui transfer ke daerah terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus. Dana transfer ke daerah ini merupakan wujud dukungan pemerintah pusat terhadap kegiatan pembangunan di daerah. Kebijakan pengalokasian dana ke daerah pada tahun 2012 masih melanjutkan kebijakan tahun sebelumnya yaitu diarahkan untuk mendukung kesinambungan pembangunan di daerah serta peningkatan kualitas pelaksanaan program/kegiatan prioritas nasional di daerah. Sedangkan tujuan dari dana transfer ke daerah ini adalah untuk: (1) meningkatkan kapasitas fiskal daerah serta mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat, daerah dan antardaerah; (2) menyelaraskan besaran kebutuhan pendanaan di daerah sesuai pembagian urusan pemerintahan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota; (3) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; (4) meningkatkan daya saing daerah; (5) mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam kerangka kebijakan ekonomi makro; (6) meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi lokal daerah; serta (7) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional dan meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah. 3.6.1 DANA PERIMBANGAN Berdasarkan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, didefinisikan bahwa Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dalam hal ini, alokasi Dana Perimbangan dimaksudkan termasuk untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta antar-pemerintah Daerah. Dana perimbangan diklasifikasikan menjadi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang ditetapkan nilainya menggunakan formula penghitungan tertentu. Pendelegasian tugas pada pemerintah daerah yang semakin besar dalam era desentralisasi berimplikasi pada peningkatan transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah yang di dalamnya termasuk dana perimbangan. Untuk ini, peningkatan alokasi dana perimbangan perlu disertai peningkatan kualitas pengelolaannya. Langkah peningkatan kualitas tersebut antara lain melalui penyempurnaan formula penghitungan dan peningkatan koordinasi perencanaan dengan para pemangku kepentingan. Sesuai dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka dalam perencanaan penganggaran di daerah juga perlu mendorong penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework). Selain itu, ketepatan waktu dan kepastian nilai alokasi dana perimbangan untuk masing-masing daerah diperlukan oleh Pemerintah Daerah dalam menyusun APBD yang berkualitas, efektif dan efisien. Dengan demikian ketidakpastian dalam perencanaan dan penganggaran APBD dapat dihindari. Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Umum. DAU merupakan instrumen untuk mewujudkan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah yang formula dan mekanisme pengalokasiannya diatur dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan RKP 2012 I.3-11

Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Jumlah alokasi DAU sekurangkurangnya 26 persen pendapatan netto yang ditetapkan APBN. Penentuan besar dana yang mencakup kebutuhan fiskal daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dasar layanan umum, harus mengacu pada tujuan desentralisasi dan otonomi daerah itu sendiri yaitu mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang merata di daerah. Sedangkan arah kebijakan DAU menekankan pada penyempurnaan mekanisme penetapannya agar mengurangi porsi/ unsur belanja pegawai sehingga tidak memicu inefisiensi pegawai pemerintah daerah ataupun memicu pendirian daerah otonom baru. Proxy variables dalam penghitungan kebutuhan fiskal terus disempurnakan agar semakin mendekati kebutuhan pelayanan minimal (kesehatan, pendidikan) dan belanja infrastruktur sehingga menimbulkan multiplier effect yang signifikan. Arah kebijakan DAU adalah penyempurnaan formula alokasi melalui mekanisme peningkatan koordinasi antar instansi terkait, peningkatan akurasi basis penghitungan, serta akuntabilitas pengguna dana DAU. Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil (DBH) bersumber dari pajak penghasilan dan sumber daya alam (kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, gas dan panas bumi). DBH dialokasikan untuk mengatasi masalah ketimpangan vertikal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam hal kemampuan keuangan (kapasitas fiskal). Setiap daerah perlu mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber penerimaan DBH disertai dengan peningkatan efektivitas penggunaan dana tersebut. Arah kebijakan DBH adalah penyempurnaan formula alokasi DBH dan peningkatan ketepatan waktu penyaluran DBH. Langkah tersebut sejalan dengan RPJMN 2010-2014 yang menekankan pada pelaksanaan tata kelola keuangan yang tepat waktu, tepat sasaran, efisien dan akuntabel. Perlu adanya suatu sistim atau peraturan yang menjadi landasan mekanisme, perhitungan, dan alokasi DBH sedemikian sehingga dapat meminimalkan terjadinya keterlambatan atau kurang bayar DBH ke Daerah. Arah Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran nasional. Alokasi DAK ke daerah ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut: a) Kriteria Umum, yang ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, diprioritaskan untuk daerah-daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau di bawah rata-rata nasional; b) Kriteria Khusus, yang dirumuskan berdasarkan peraturan perundangundangan yang mengatur kekhususan daerah; c) Kriteria Teknis, disusun berdasarkan indikator-indikator teknis yang didukung data-data teknis masing-masing bidang dan ditentukan oleh kementerian teknis. Secara umum, arah kebijakan DAK tahun 2012 adalah: (a) mendukung pencapaian prioritas nasional dalam RKP 2012 termasuk program-program prioritas nasional yang bersifat lintas sektor/kewilayahan; (b) mendukung perencanaan DAK sesuai dengan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) dan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting); dan (c) membantu daerahdaerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik dalam rangka pemerataan pelayanan dasar dan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Sedangkan terkait dengan perencanaan penganggaran dan pelaksanaan DAK maka arah kebijakannya sebagai berikut: (i). menetapkan jumlah alokasi DAK harus jelas dan transparan serta menggunakan kapasitas fiskal sebagai dasar utama; (ii) I.3-12 RKP 2012

mewujudkan APBD yang efektif, efisien dan akuntabel melalui penetapan alokasi DAK yang tepat waktu sebelum periode penyusunan rencana APBD di daerah dilakukan. (iii). meningkatkan koordinasi penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) sehingga tepat sasaran dalam rangka mewujudkan outcome yang ditentukan; (iv) meningkatkan koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan daerah sehingga terwujud sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai APBN dan APBD; (v). meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan DAK di daerah; (vi) memberikan disinsentive bagi pengelola DAK di daerah yang tidak melaporkan pelaksanaan kegiatan DAK di daerahnya, sesuai peraturan yang berlaku; (vii) meningkatkan penyediaan data-data teknis yang terpercaya sebagai basis kebijakan kementerian dan lembaga dalam rangka meningkatkan keserasian dan menghindari duplikasi kegiatan antar Bidang DAK; dan (viii). mendorong kementerian teknis untuk mengalihkan dekon dan tugas perbantuan kepada daerah sesuai dengan kewenangannya. Kebijakan bidang DAK tahun 2012 ditentukan berdasarkan pada: (i) dukungan terhadap pencapaian prioritas nasional 2012; (ii) arah kebijakan DAK dalam RPJMN 2010-2014 yang fokus pada outcome oriented dan (iii) penekanan pada klaster IV ( program pro rakyat). Selanjutnya sesuai dengan maksud dan tujuan DAK yang sesuai dengan prioritas nasional, khusus dan untuk daerah tertentu, maka dalam RKP 2012 dilakukan pengelompokan (regrouping) bidang menjadi 12 (dua belas) Kelompok Bidang DAK. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan keterkaitan bidang DAK dengan (a). prioritas nasional, (b). pendekatan outcome serta (c). kedekatan substansi teknis. Dengan adanya pengelompokan ini maka dimungkinkan untuk membatasi penambahan bidang DAK terkecuali sesuai dengan prioritas nasional, pelaksanaan monitoring dan evaluasi DAK yang berdasarkan outcome serta meningkatnya koordinasi penyusunan petunjuk teknis oleh masing-masing kementerian teknis terkait sehingga tidak terjadi overlapping atau duplikasi.meskipun dilakukan pengelompokan, namun tata kelola DAK yang selama ini sudah berjalan tidak berubah yaitu misalnya petunjuk teknis tetap dilakukan oleh masingmasing kementerian/ lembaga, tidak merubah mata anggaran dan seterusnya. Selanjutnya dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas dan dalam rangka mendukung tema RKP 2012 yaitu Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan bagi Kesejahteraan Rakyat, maka terdapat 19 (sembilan belas) bidang DAK sebagai berikut: (1) Prasarana Pemerintahan Daerah; (2) Pendidikan; (3) Kesehatan; (4) Keluarga Berencana; (5) Infrastruktur Air Minum; (6) Infrastruktur Sanitasi; (7). Pertanian; (8) Infrastruktur Irigasi; (9) Kelautan dan Perikanan; (10) Infrastruktur Jalan; (11) Transportasi Perdesaan; (12) Keselamatan Transportasi Darat; (13) Perumahan dan Kawasan Permukiman; (14) Sarana Perdagangan; (15) Listrik Perdesaan; (16) Kehutanan; (17) Lingkungan Hidup; (18) Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan; dan (19) Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal. Arah kebijakan bidang-bidang DAK tersebut di atas sesuai dengan kelompok bidangnya adalah sebagai berikut: I. Kelompok Bidang DAK Prasarana Pemerintah Daerah (PN: Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola) terdiri dari Bidang DAK Prasarana Pemerintahan Daerah. Arah kebijakan Bidang DAK Prasarana Pemerintahan Daerah adalah untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran sampai dengan tahun RKP 2012 I.3-13

2009 dan daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya belum layak dan memadai. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, dan daerah non pemekaran tertentu dengan cara arah kebijakan umum adalah meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan pemerintah serta meningkatnya kualitas pelayanan publik di Daerah Pemekaran dan Non Pemekaran tertentu. Lingkup kegiatannya adalah: Pembangunan kantor Bupati,Walikota, Setda, DPRD, Sekertariat DPRD, Dinas, Badan dan Kantor SKPD lainnya. Sedangkan sasaran tahun 2012 adalah Percepatan peningkatan kualitas pelayanan masyarakat melalui penyediaan pembangunan dan rehabilitasi kantor pemerintahan di daerah Pemekaran dan Non Pemekaran tertentu. II. Kelompok Bidang DAK Pendidikan (PN: Pendidikan) terdiri dari Bidang DAK Pendidikan. Arah kebijakan Bidang DAK Pendidikan adalah untuk meningkatkan pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun untuk memastikan semua anak Indonesia dapat mengikuti pendidikan dasar yang bermutu, dan meningkatkan mutu pendidikan dasar melalui penyediaan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan yang lebih baik dan lengkap untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), serta secara bertahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Lingkup kegiatannya adalah kegiatan di jenjang SD/SDLB pada tahun 2012 akan diprioritaskan untuk menuntaskan rehabilitasi ruang kelas rusak berat dan pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya dan sarana untuk peningkatan mutu pendidikan. Pada jenjang SMP/SMPLB, kegiatan DAK bidang pendidikan akan difokuskan untuk:(1) Rehabilitasi ruang kelas (RK) rusak sedang dan berat, membangun ruang kelas baru (RKB) untuk memenuhi kesenjangan antara jumlah rombongan belajar (rombel) dengan jumlah RK yang ada dan memenuhi target APK di tahun 2015; (2)Membangun ruang perpustakaan beserta perabotnya; dan (3) Membangun ruang belajar lainnya termasuk penyediaan alat pendidikan untuk laboratorium IPA, komputer, bahasa, dan ruang ketrampilan/serbaguna.sasaran tahun 2012 adalah untuk menunjang ketercapaian indikator pendidikan: (1) Persentase Kabupaten dengan Angka Partisipasi Murni (APM) SD 94% menjadi 82%; (2) Persentase Kota dengan APM SD 96% menjadi 80%; (3) Persentase Kabupaten dengan APK SMP 90% menjadi 73%; (4) Persentase Kota dengan APK SMP 115% menjadi 65,2%; (5) Meningkatnya persentase SD yang memiliki perpustakaan menjadi 64%; (6) Meningkatnya persentase SMP yang memiliki perpustakaan menjadi 91,8%; (7) Meningkatnya APM jenjang SD/SDLB menjadi 85,1%; dan (8) Meningkatnya APM jenjang SMP/SMPLB menjadi 60,58%. III. Kelompok Bidang DAK Kesehatan dan Keluarga Berencana (PN: Kesehatan) terdiri dari Bidang DAK Kesehatan dan Bidang DAK Keluarga Berencana Arah kebijakan Bidang DAK Kesehatan adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak, dukungan program jaminan persalinan dan jaminan kesehatan di Puskesmas dan kelas III Rumah Sakit, melalui peningkatan sarana dan prasarana di Puskesmas dan jaringannya, Poskesdes dan Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten dan Kota serta penyediaan obat dan sarana pendukung pengelolaan obat, perbekalan kesehatan dan vaksin yang berkhasiat, aman, bermutu dan bermanfaat, terutama untuk pelayanan kesehatan I.3-14 RKP 2012

penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan. Lingkup kegiatannya adalah: (1) Pelayanan kesehatan dasar yakni pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan bagi puskesmas dan jaringannya, meliputi: (a) Peningkatan puskesmas mampu menjalankan persalinan normal; (b) Peningkatan puskesmas menjadi puskesmas perawatan/puskesmas mampu PONED, termasuk rumah dinas nakes terutama di DTPK; (c) Pembangunan puskesmas baru termasuk rumah dinas nakes; (d)pembangunan Poskesdes; (2) Pelayanan kesehatan rujukan, meliputi: (a) Pemenuhan fasilitas tempat tidur kelas III RS; (b) Pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan PONEK RS; (c) Pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan IGD RS; (d) Pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan untuk pelayanan darah; (3) Pelayanan kefarmasian, meliputi: (a) Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan; (b) Pembangunan baru/rehabilitasi dan penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi kabupaten dan kota, dan (c) Pembangunan baru instalasi farmasi gugus pulau/satelit dan sarana pendukungnya. Sedangkan sasaran tahun 2012 adalah: (1) Jumlah puskesmas yang menjadi puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk 86 puskesmas; (2) Persentase puskesmas mampu PONED 80%; (3) Jumlah puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan dasar sebanyak 9.236 puskesmas; (4) Persentase RS kabupaten dan kota yang melaksanakan PONEK 90%; (5) Persentase RS yang melayani pasien penduduk miskin peserta Jamkesmas 85%; (6) Pembangunan Poskesdes sebanyak 3.000 Poskesdes; (7) Mendukung persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 90%. Arah kebijakan Bidang DAK Keluarga Berencana adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana, melalui peningkatan: (1) daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, dan pembinaan program KB tenaga lini lapangan; (2) sarana dan prasarana fisik pelayanan KB; (3) sarana fisik pelayanan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) program KB; serta (4) sarana fisik pembinaan tumbuh kembang anak; dan (5) sarana pengolahan data dan informasi. Lingkup kegiatannya adalah: (1) Penyediaan sarana mobilitas (motor) dan sarana pengelolaan data berbasis teknologi informasi (Personal computer) bagi PKB/PLKB/PPLKB. Personal computer tersebut akan ditempatkan di kantor kecamatan. Penyediaan sarana tersebut pada dasarnya untuk mendukung semua kegiatan prioritas RKP 2012, mengingat PKB/PLKB/PPLKB merupakan petugas KB di lini lapangan (desa/kelurahan dan kecamatan) yang mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab melakukan kegiatan penyuluhan, penggerakan, pelayanan, pendataan, dan pelaporan rutin, serta pengembangan program KB di wilayah kerjanya; (2) Pemenuhan sarana pelayanan KB di Klinik KB statis (Implant Kit, IUD Kit) dan sarana Pelayanan KB Keliling (MUYAN) dan pembangunan Gudang Alat/Obat Kontrasepsi dimaksudkan untuk mendukung kegiatan prioritas RKP 2012 dalam upaya (1) penyediaan pelayanan KB berkualitas, khususnya kontrasepsi gratis bagi peserta KB miskin; (b) peningkatan jejaring pelayanan KB pemerintah dan swasta/non pemerintah; dan (c) pembangunan/pengadaan/peningkatan sarana dan prasarana program KB; (3) Penyediaan sarana dan prasarana penerangan KB keliling (MUPEN), pengadaan Public Adress dan KIE Kit dimaksudkan untuk mendukung kegiatan prioritas RKP 2012 dalam upaya (a) intensifikasi pelaksanaan advokasi dan KIE Program KB Nasional, (b) penguatan jejaring operasional lini lapangan, dan (c) peningkatan akses informasi dan pelayanan program ketahanan dan pemberdayaan keluarga; (4) Penyediaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit dimaksudkan untuk mendukung kegiatan prioritas RKP 2012 dalam upaya peningkatan akses informasi dan pelayanan program ketahanan dan pemberdayaan keluarga; (5) Penyediaan Sarana Kerja PPLKB/PLKB/PKB dimaksudkan untuk mendukung kegiatan RKP 2012 I.3-15

prioritas RKP 2012 dalam upaya peningkatan pembinaan kesertaan KB di lini lapangan; (6) Pembangunan Balai Penyuluhan KB Kecamatan dimaksudkan untuk mendukung kegiatan prioritas RKP 2012 dalam upaya pembinaan tenaga lini lapangan KB dan KIE program KB. Sedangkan sasaran tahun 2012 adalah: (1) Terpenuhinya kekurangan sepeda motor bagi PPLKB sebanyak 1.447 unit; (2) Terpenuhinya kekurangan sepeda motor bagi PLKB/PKB sebanyak 1.518 unit; (3) Terpenuhinya kekurangan mobil pelayanan KB sebanyak 151 unit; (4) Terpenuhinya kekurangan mobil penerangan sebanyak 82 unit; (5) Terpenuhinya sarana IUD Kit sebanyak 3.862 set;terpenuhinya sarana Implant Kit sebanyak 5.305 set; (6) Terpenuhinya sarana Obgyn Bed sebanyak 2.753 unit; (7) Terpenuhinya sarana bina keluarga balita (BKB) Kit sebanyak 10.807 set; (8) Terpenuhinya sarana public adress sebanyak 992 unit; (9) Terpenuhinya sarana komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Kit sebanyak 10.069 set; (10) Terbangunannya gudang alat/obat kontrasepsi sebanyak 100 unit; (11) Terbangunnya balai penyuluhan KB tingkat kecamatan sebanyak 339 unit; (12) Terpenuhinya sarana kerja PPLKB/PLKB/PKB sebanyak 7.420 set; dan (13) Terpenuhinya Personal Computer sebanyak 3.878 unit bagi PPLKB/PLKB/PKB. IV. Kelompok Bidang DAK Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi (PN: Kesehatan) terdiri dari Bidang DAK Infrastruktur Air Minum dan Bidang DAK Sanitasi. Arah kebijakan Bidang DAK Infrastruktur Air Minum adalah meningkatkan cakupan pelayanan air minum dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dalam rangka memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) penyediaan air minum. Lingkup kegiatannya adalah: (1) Peningkatan sambungan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perkotaan; (2) Pemasangan master meter untuk masyarakat MBR perkotaan; (3) Peningkatan pelayanan air minum di lokasi rawan air dan/atau terpencil. Sasaran tahun 2012 adalah meningkatnya pelayanan air minum melalui penambahan SR sebanyak 100.000 unit dan 200 lokasi rawan air/atau terpencil. Arah kebijakan Bidang DAK Infrastruktur Sanitasi adalah untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan sanitasi. Lingkup kegiatannya adalah pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal, pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle), dan pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan, ecodrainage, drainase skala kawasan. Sasaran tahun 2012 adalah meningkatnya pelayanan sanitasi bagi 200.000 jiwa penduduk. V. Kelompok Bidang DAK Pertanian dan Irigasi (PN: Ketahanan Pangan) terdiri dari Bidang DAK Pertanian dan Bidang DAK Infrastruktur Irigasi Arah kebijakan Bidang DAK Pertanian adalah untuk mendukung pengamanan dan peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional. Lingkup kegiatannya adalah: (1) Perluasan Areal Pertanian; (2) Penyediaan Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air; (3) Penyediaan Prasarana dan Sarana Pengelolaan Lahan; (4) Penyediaan Lumbung Pangan Masyarakat dan atau Gudang Pangan Pemerintah; (5) Pembangunan / Rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan dan penyediaan sarana dan prasarana Balai Penyuluhan Tingkat Kecamatan; (6) Penyediaan I.3-16 RKP 2012