DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA"

Transkripsi

1 KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/ PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014 JAKARTA 2013

2

3 KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/ PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undangundang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; b. bahwa Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara; c. bahwa pertimbangan atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara disampaikan secara tertulis oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selambat-lambatnya empat belas hari sebelum diambil persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden; d. bahwa Pemerintah telah menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal sebagai kerangka awal penyusunan rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan nota keuangan; e. bahwa pertimbangan atas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal serta dana transfer daerah dalam rancangan undangundang anggaran pendapatan dan belanja negara disampaikan oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sejalan dengan pembahasan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan Pemerintah; f. bahwa berdasarkan bahan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melalui Komite IV sesuai dengan lingkup tugasnya telah membahas dan merumuskan Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer Daerah dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran 533

4 Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014; g. bahwa berdasarkan ketentuan dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer Daerah dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014; Mengingat : 1. Pasal 22C, Pasal 22D ayat (2), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043); 3. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib; 4. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/ DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun ; Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-15 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang IV Tahun Sidang Tanggal 8 Juli 2013 MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN PERTIMBANGAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN PERTAMA : Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer Daerah dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan pembahasan antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah. KEDUA : Isi dan perincian pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada diktum PERTAMA dimuat dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. PIMPINAN Ketua, Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2013 Wakil Ketua, H. Irman Gusman, S.E., M.B.A. Wakil Ketua, G.K.R. Hemas Dr. Laode Ida 534

5 KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/ PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014 I. PENDAHULUAN 1. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, telah ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN ) sebagai kerangka pencapaian sasaran pembangunan hingga akhir tahun Sasaran umum tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata secara material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berkedaulan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan damai. 2. Sasaran pembangunan jangka panjang tersebut dituangkan ke dalam rencana pembangunan lima tahunan yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Berkaitan dengan RPJPN dan RPJMN, setiap daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, mempunyai sasaran pembangunan daerah yang dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Lembaga legislatif, baik DPR RI, DPD RI, maupun DPRD memiliki peran sentral dalam penetapan sasaran kebijakan pembangunan jangka panjang tersebut. 3. RPJMN telah menetapkan sasaran-sasaran indikatif berupa sasaran pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan angka kemiskinan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Tahun 2014 merupakan tahun terakhir RPJMN yang memberi kesempatan bagi usaha pencapaian sasaran pembangunan selama 5 tahun dalam RPJMN Seluruh asumsi yang mendasari penyusunan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2014 harus ditetapkan secara terukur dan realistis, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta dalam memacu percepatan pembangunan daerah sesuai dengan sasaran RPJMN Gejolak ekonomi global masih mewarnai perekonomian nasional. Oleh karena itu, penyusunan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2014 harus dapat memberi landasan kekuatan untuk mengatasi dampak negatif dari gejolak ekonomi global tersebut. 6. Salah satu harapan pembangunan otonomi daerah dan desentralisasi adalah pelayanan publik yang maju untuk memperkuat kemampuan daerah dan masyarakat menghadapi 535

6 tantangan perubahan. Tujuan ini masih harus dikembangan dalam berbagai kebijakan pengelolaan pembangunan, termasuk kebijakan fiskal yang tepat dan adil dengan mengubah dan membangun format RAPBN yang baru yang memasukan kebijakan fiskal untuk daerah. II. PERTIMBANGAN TERHADAP ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO A. Asumsi Dasar Ekonomi Makro 1. Dengan pertimbangan bahwa perekonomian nasional merupakan agregasi atau totalitas dari perekonomian daerah provinsi dan kabupaten/kota, dan menyadari adanya keterkaitan antar sektor dan antar daerah, serta memperhatikan perkiraan perkembangan ekonomi global, DPD RI mengusulkan kerangka ekonomi makro dalam penyusunan RAPBN Tahun 2014 sebagai berikut: a. pertumbuhan ekonomi 6,40%-6,60%; b. inflasi kisaran 6,00%-6,50%; c. nilai tukar Rp9.650,00-Rp9.850,00 per US$; d. tingkat suku bunga SPN 5,5%-6,5%; e. rata-rata harga minyak US$105-US$110 per barel; f. lifting minyak 860 ribu- 900 ribu barel per hari; g. lifting gas tetap mboepd; h. tingkat kemiskinan 9,0%-10,0%; i. tingkat pengangguran terbuka 5,6%-5,9%; dan j. indeks gini 0, Penyusunan kerangka ekonomi makro RAPBN TA 2014 selain memberikan pemihakan yang jelas dan tegas kepada daerah-daerah yang relatif tertinggal dan rentan terhadap gejolak perekonomian nasional dan global, juga harus ada upaya penajaman kebijakan dan program pembangunan untuk menjaga momentum percepatan pertumbuhan ekonomi. B. Pertumbuhan Ekonomi 1. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan mencapai 3,9%-4,1% pada tahun Pada tahun yang sama tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,6%. Hal itu sejalan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi yang diusulkan untuk RAPBN Tahun 2014, yakni sekitar 6,4%-6,6%. Ini lebih realistis dari target RPJMN. 2. DPD RI berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi nasional dalam tahun 2014 yang diperkirakan sekitar 6,4%-6,6% cukup realistis. Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tetap kuat, peningkatan investasi, serta peningkatan ekspor. Sektor yang diperkirakan akan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi tersebut adalah sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; serta sektor transportasi dan komunikasi. 3. Penetapan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2014 tersebut juga perlu didukung dengan peningkatan daya saing perekonomian daerah melalui peningkatan belanja modal untuk infrastruktur di daerah, peningkatan daya saing produk unggulan masingmasing daerah, dan peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. C. Inflasi 1. Pada dasarnya inflasi pada tingkat yang wajar antara 3%-5% akan mendorong hasrat berinvestasi, tetapi inflasi yang tinggi akan mengurangi daya beli masyarakat di daerah dan berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan. 2. Inflasi pada tahun 2014 diperkirakan akan berada pada kisaran 6,00%-6,50%. Proyeksi tersebut didasarkan pada dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM dan perkiraan masih tingginya harga bahan pangan dan energi di pasar internasional pada tahun mendatang. Untuk itu, Pemerintah perlu terus menjaga stabilitas harga dan mengurangi potensi kenaikan inflasi sebagai akibat kenaikan harga pangan, lambatnya pasokan bahan bakar minyak di beberapa daerah, kenaikan biaya transportasi antardaerah dan kenaikan tarif layanan publik lainnya. D. Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$1) 1. Dengan memperhitungkan perkembangan pasar uang nasional dan global, nilai tukar rupiah pada tahun 2014 berada pada kisaran Rp9.650,00-Rp9.850,00 per US$. Dalam upaya menjaga keseimbangan pasar valuta asing, Bank Indonesia harus terus mengambil langkah-langkah untuk menjaga kecukupan likuiditas pasar yang didukung dengan penguatan operasi moneter melalui pengembangan instrumen moneter valuta asing. 2. Nilai tukar rupiah diharapkan memberikan insentif yang cukup bagi para pelaku dalam kegiatan ekspor dan memberikan daya tarik investasi di dalam negeri. Di sisi lain, pengendalian nilai tukar rupiah dilakukan dengan memperhitungkan jaminan kebutuhan impor bahan baku dan barang modal bagi para pelaku usaha di dalam negeri. 536

7 E. Tingkat Suku Bunga SPN-3 Bulan 1. Berdasarkan perkembangan beberapa indikator ekonomi yang mencermati kondisi faktor-faktor yang akan berpengaruh pada tahun 2014, tingkat suku bunga SPN tahun 2014 diperkirakan sebesar 5,5%-6,5%. Hal itu dianggap cukup kompetitif dan Pemerintah perlu fokus pada penurunan suku bunga perbankan. Upaya ini hanya dapat dilakukan dengan mendorong efisiensi perbankan untuk mengurangi biaya intermediasi. 2. Penyaluran kredit perbankan lebih rendah dibandingkan mobilisasi dana masyarakat. Kondisi ini tidak kondusif bagi pengembangan UMKMK dan percepatan pembangunan daerah. Untuk itu, Pemerintah perlu mendorong pemerataan penyaluran kredit perbankan antardaerah, terutama untuk mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK) serta percepatan pembangunan daerah. Selain itu, hal yang terpenting adalah perlu pengembangan kelembagaan ekonomi berbasis komunitas. F. Harga Minyak 1. Harga minyak dalam tahun 2014 diperkirakan pada kisaran US$105-US$110 per barel. Proyeksi tersebut didasarkan pada perkembangan harga di pasar minyak internasional pada dua tahun terakhir. 2. Penetapan harga minyak tahun 2014 cukup realistis, tetapi Pemerintah harus tetap menyiapkan suatu pengaman untuk mengurangi dampak fluktuasi harga minyak di pasar internasional, termasuk penetapan subsidi. Pemerintah perlu memperhatikan kebutuhan pasokan BBM di wilayah yang terpencil agar tidak terjadi kelangkaan BBM di daerah tersebut. G. Lifting Minyak 1. DPD RI memperkirakan lifting minyak dalam tahun 2014 pada kisaran 860 ribu-900 ribu barel per hari. Untuk itu perlu pengoptimalan perolehan dari sumur minyak yang sudah ada serta percepatan produksi di sumur-sumur minyak yang baru. 2. Dalam pengelolaan penerimaan migas, Pemerintah perlu melakukan reformasi dan perubahan secara mendasar. Pemerintah harus secara tegas melakukan renegosiasi kontrak karya perusahaan migas yang tidak adil dan merugikan kepentingan bangsa. 3. Untuk menjamin ketahanan energi dalam jangka panjang, Pemerintah perlu merumuskan strategi dan kebijakan ketahanan energi dan melaksanakannya secara konsisten sebagai dasar pengembangan sumber energi alternatif dan terbarukan. H. Tingkat Kemiskinan 1. Dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8% pada tahun 2014, angka kemiskinan diperkirakan 9,0%-10,0%. Target ini kemungkinan tidak akan tercapai tanpa upaya yang sinergi dalam mengatasi akar masalah kemiskinan. Faktor utama penyebabnya adalah perkembangan tenaga kerja tidak terampil di sektor perdesaan tidak bisa berpindah ke sektor nonpertanian. Akibatnya, penguasaan lahan per petani menjadi semakin sempit. Hal itu berarti bahwa dengan tingkat teknologi tetap, produktivitas per petani menurun dan jumlah orang miskin meningkat. 2. Terkait dengan kemiskinan, perlu reformulasi ukuran kemiskinan, bukan hanya dilihat dari basic needs saja, melainkan secara keseluruhan termasuk dari aspek sosial seperti kesehatan dan pendidikan, termasuk askes dalam mendapatkan pelayanan umum. 3. Berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pengurangan kemiskinan yang dilakukan oleh kementerian/lembaga sering kali tidak terkoordinasi dengan baik sehingga tidak efektif dalam mengatasi kemiskinan struktural di daerah. Upaya pengurangan kemiskinan di beberapa daerah perlu pemahaman terhadap akar masalah kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. I. Tingkat Pengangguran Terbuka 1. Target penurunan tingkat pengangguran terbuka dalam RAPBN TA 2014 sebesar 5,6%-5,9%. Komposisi penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor ekonomi masih tetap didominasi sektor pertanian walaupun cenderung terus mengalami penurunan. 2. Target penurunan pengangguran tahun 2014 akan sulit tercapai karena adanya kemungkinan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Langkah yang harus dilakukan Pemerintah adalah mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jawa Bali untuk menciptakan kesempatan kerja baru melaui perbaikan infrastruktur dan peningkatan pelayanan perizinan untuk meningkatkan investasi. 3. Tingkat pengangguran di beberapa provinsi masih tergolong tinggi. Upaya khusus dari Pemerintah diperlukan untuk memperluas kesempatan kerja melalui fasilitasi pengembangan kegiatan usaha lokal yang disertai kebijakan relokasi tenaga kerja dan modal antardaerah. 4. Kebijakan yang terkait dengan upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan memerlukan efisiensi birokrasi yang lebih baik sehingga dana yang dialokasikan untuk keperluan tersebut lebih efisien dan efektif dalam pelaksanaannya. 537

8 J. Tingkat Kesenjangan 1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan. Untuk itu, Pemerintah perlu melakukan kebijakan yang terukur, nyata, dan sistematis untuk mengurangi kesenjangan pendapatan sehingga tingkat kesenjangan dapat diturunkan menjadi 0,40 dengan prioritas daerah-daerah dengan tingkat kesenjangan tinggi. 2. Langkah yang harus dilakukan oleh Pemerintah, selain mendorong percepatan pembangunan daerah-daerah yang relatif tertinggal adalah mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi yang lebih inklusif dan padat karya dengan melibatkan sebesar mungkin penduduk miskin. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi dapat berdampak pada pengurangan kesenjangan antardaerah dan antarkelompok masyarakat. 3. Untuk mengatasi kesenjangan yang semakin besar, diperlukan kebijakan fiskal yang terarah, terutama perhatian yang lebih besar pada peningkatan kinerja daerah yang tertinggal. II. PERTIMBANGAN TERHADAP PENDAPATAN NEGARA TAHUN Perkembangan realisasi pendapatan negara tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan sumber utama pendapatan negara berasal dari penerimaan dalam negeri, baik dari penerimaan perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak. 2. Pemerintah harus bekerja keras untuk mempertahankan dan meningkatkan penerimaan perpajakan sehingga tax ratio secara bertahap akan meningkat sekurang-kurangnya 15% dari PDB. 3. Dalam hal penerimaan negara bukan pajak (PNBP), Pemerintah perlu (a) mengoptimalkan penerimaan deviden dan pajak dari BUMN, serta pengoptimalan penerimaan dari minyak dan gas; (b) mendorong investasi perusahaan minyak dan gas atas dasar kerja sama yang solid dan saling menguntungkan dengan pemerintah daerah; (c) memperbaiki distribusi minyak dan gas antardaerah; dan (d) mendorong kontrak karya pertambangan yang lebih menguntungkan bagi peningkatan PNBP. 4. Rencana kenaikan tarif dasar listrik akan mendorong kenaikan harga barang dan jasa dan membawa dampak menurunnya daya beli rakyat, terutama rakyat miskin. Pemerintah perlu melakukan perbaikan layanan penyediaan listrik dan mempertimbangkan penerapan tarif dengan tingkat efisiensi yang tinggi dengan kondisi profit. III. PERTIMBANGAN TERHADAP BELANJA NEGARA TAHUN Persentase belanja Pemerintah Pusat cenderung lebih besar daripada dana transfer ke daerah dan tidak sejalan dengan distribusi kewenangan antara pusat dan daerah yang berarti bahwa distribusi belanja negara belum sejalan dengan semangat otonomi daerah. Dengan demikian, peningkatan persentase dana alokasi umum terhadap total APBN menjadi sangat tepat. 2. Berkaitan dengan alokasi belanja Pemerintah Pusat, kenaikan belanja pelayanan umum harus diimbangi dengan reformasi birokrasi menyeluruh dan berdampak langsung bagi peningkatan pelayanan publik yang lebih optimal. 3. Alokasi subsidi energi dianggap tidak adil karena sebagian besar subsidi, baik subsidi BBM maupun subsidi listrik dinikmati oleh kelompok penduduk berpendapatan menengah ke atas, kebijakan Pemerintah mengurangi subsidi sudah tepat dan dananya dialihkan secara bertahap untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur di daerah. 4. Peran Pemerintah dalam mendukung pembangunan pertanian, kelautan, dan perikanan selama ini masih belum optimal dalam memajukan pertanian, kelautan, dan perikanan. Pemerintah perlu lebih fokus mendukung penyediaan subsidi yang tepat sasaran dan langkah-langkah afirmatif untuk melindungi dan sekaligus mengembangkan pertanian, perikanan, dan kelautan; 5. Dalam upaya mempercepat pembangunan daerah dan mendorong pemerataan pembangunan antardaerah, format RAPBN perlu diubah sehingga mencerminkan pola alokasi dana menurut kementerian/lembaga dan pola alokasi dana menurut wilayah. 6. Kebijakan fiskal harus tetap mempertahankan prioritas belanja modal untuk pembangunan infrastruktur di berbagai daerah dan mempertahankan prioritas belanja untuk peningkatan pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. IV. PERTIMBANGAN TERHADAP KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL TAHUN Kebijakan desentralisasi fiskal yang dilaksanakan melalui anggaran transfer ke daerah merupakan salah satu instrumen fiskal yang harus dikelola secara optimal untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat, peningkatan produktivitas dan penguatan daya saing daerah, dan percepatan pembangunan daerah serta untuk mendorong pemerataan pembangunan di seluruh wilayah. 2. Rasio dana transfer daerah terhadap APBN cenderung tidak tetap, bahkan menurun, yang 538

9 seharusnya lebih besar dari kenaikan belanja kementerian/lembaga. Hal itu sejalan dengan semangat otonomi daerah. Mengingat dampak terbesar dari perlambatan pertumbuhan ekonomi dan menurunnya kegiatan ekonomi adalah rakyat yang tinggal di daerah. DPD RI menganggap penting untuk mengalihkan penambahan belanja kementerian/lembaga menjadi penambahan dana transfer ke daerah. 3. Berkaitan dengan dana transfer ke daerah, berbagai kebijakan yang ditempuh Pemerintah dalam pengelolaan dana transfer ke daerah masih belum optimal dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan dana transfer ke daerah adalah (1) terlambatnya penerbitan petunjuk teknis; (2) kurang tertatanya manajemen pengelolaan DAK; (3) terlambatnya penerbitan pedoman dan petunjuk teknis; dan (4) kurang efektifnya penggunaan DAK sebagai akumulasi permasalahan sebelumnya. 4. Penataan pengelolaan dana transfer ke daerah perlu diperbaiki sehingga mempunyai dampak nyata dan terukur bagi pengurangan kesenjangan fiskal; peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah; peningkatan daya saing daerah; perluasan kesempatan kerja; pengurangan kemiskinan; peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah; dan peningkatan penerapan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. V. PERTIMBANGAN TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN INVESTASI 1. Investasi langsung dari luar negeri yang masuk ke Indonesia, termasuk ke daerah, secara umum sangat rendah. Hal itu disebabkan lingkungan bisnis yang tidak kondusif. Faktor utama penyebabnya adalah: a. birokrasi Pemerintah yang tidak efisien; b. penyediaan infrastruktur yang tidak memadai; c. kebijakan yang berubah-ubah; d. akses pembiayaan; e. tenaga kerja yang tidak cukup terdidik; f. etika kerja yang rendah; g. Pemerintahan yang berubah-ubah; dan h. tingkat pajak dan retribusi yang tidak tepat. 2. Hambatan khusus bagi investor dalam negeri adalah lemahnya koordinasi antara pusat dan daerah serta rumitnya proses persetujuan dan pelaksanaan investasi di daerah, termasuk di antaranya (a) lambatnya prosedur dan proses untuk memulai usaha, terutama menyangkut lambatnya pemberian izin usaha, tingginya biaya perizinan, dan lemahnya dukungan permodalan; (b) rumitnya urusan di bidang ketenagakerjaan, terutama menyangkut kontrak kerja, upah minimum, jam kerja, dan jaminan pemutusan hubungan kerja; dan (c) tidak jelasnya prosedur dan proses di bidang perpajakan, termasuk jumlah jenis pajak dan proses pembayaran pajak. 3. Investasi swasta masih terpusat di Jawa--terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten--dan beberapa provinsi, Hal itu disebabkan oleh ketimpangan dalam penyediaan infrastruktur publik sebagai pendukung utama investasi swasta. DPD RI berpendapat bahwa Pemerintah perlu mengembangkan prioritas wilayah sebagai lokasi investasi swasta dengan membangun infrastruktur dan memberikan berbagai insentif fiskal bagi investasi di wilayah luar Jawa. 4. Masalah khusus bagi pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi tidak hanya memerlukan stimulan dana bergulir, tetapi juga memerlukan peningkatan kapasitas, penguasaan teknologi produksi dan pengolahan, serta perluasan jaringan pemasaran. 5. Umumnya industri tertentu membutuhkan pasokan tenaga listrik dan air bersih yang cukup besar. Kenyataannya banyak daerah tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam hal ini, PT PLN dan PDAM diharapkan dapat mendukung penyediaan listrik dan air bersih di seluruh wilayah. VI. PENUTUP 1. Selama kurun waktu tahun , pertumbuhan ekonomi daerah amat bervariasi. Pertumbuhan ekonomi rata-rata selama dari daerah-daerah kaya sumber daya alam amat rendah, jauh di bawah rata-rata nasional, seperti Riau (3,32%), Kalimantan Timur (2,44%), Nusa Tenggara Barat (1,75%), dan Papua (1,41%). Sementara itu, angka inflasinya dalam kurun waktu jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonominya. Kenyataan itu harus menjadi perhatian dalam upaya penetapan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal yang ditetapkan selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran serta kesenjangan antardaerah yang diakibatkan inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang rendah di daerah kaya sumber daya alam. Penyempurnaan kebijakan fiskal untuk tahun 2014 menjadi sangat penting untuk mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan antardaerah. 2. Kebijakan desentralisasi fiskal yang dilaksanakan melalui anggaran transfer ke daerah merupakan salah satu instrumen fiskal yang harus dikelola secara optimal untuk 539

10 mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat, peningkatan produktivitas, penguatan daya saing daerah, dan percepatan pembangunan daerah serta untuk mendorong pemerataan pembangunan di seluruh wilayah. 3. Rasio dana transfer daerah terhadap APBN cenderung tidak tetap, bahkan menurun, yang seharusnya lebih besar dari kenaikan belanja kementerian/lembaga. Hal itu tidak sejalan dengan semangat otonomi daerah sehingga perlu upaya untuk mengalihkan penambahan belanja kementerian/lembaga menjadi penambahan dana transfer ke daerah. 4. Investasi langsung dari luar negeri yang masuk ke Indonesia, termasuk ke daerah, sangat rendah secara umum disebabkan oleh lingkungan bisnis yang tidak kondusif. Penyebab permasalahannya terutama terletak pada birokrasi Pemerintah yang tidak efisien. Hal ini hampir sama dengan investor dalam negeri yakni lemahnya koordinasi antara pusat dan daerah serta rumitnya proses persetujuan dan pelaksanaan investasi di daerah. 5. Kesenjangan pembangunan antardaerah dan ketertinggalan daerah tertentu yang terjadi sampai saat ini harus secara bertahap diatasi dan dikurangi dengan berbagai langkah yang terencana, sistematis, konsisten, dan berkesinambungan. 6. Pertimbangan DPD RI terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer Daerah dalam RAPBN TA 2014 perlu menjadi perhatian Pemerintah dalam menyusun RAPBN TA 2014 sehingga memberikan stimulus bagi percepatan pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan daya saing daerah dan sekaligus daya saing nasional. 7. Usulan DPD RI terhadap tambahan format APBN yang selama ini sudah disepakati menjadi tantangan baru bagi Pemerintah. Format tambahan APBN adalah penampilan anggaran berdasarkan wilayah provinsi dan dengan target yang direncanakan dicapai untuk setiap tahunnya. 8. Perlu evaluasi dalam bentuk kajian sejauh mana implementasi Pertimbangan DPD RI terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer Daerah dalam RAPBN TA Jakarta, 8 Juli 2013 PIMPINAN Ketua, Wakil Ketua, H. Irman Gusman, S.E., M.B.A. Wakil Ketua, G.K.R. Hemas Dr. Laode Ida 540

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 15/DPD RI/I/2013 2014 TENTANG PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 21/DPD RI/I/2013 2014 HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2013 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 4/DPD RI/I/2013-2014 PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak No.44, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3

Lebih terperinci

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016 Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENYAMPAIAN KETERANGAN PEMERINTAH ATAS RANCANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 63/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDO- NESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA Disampaikan oleh: Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah Dr. Ahmad Yani, S.H., Akt., M.M., CA. MUSRENBANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA Kuliah SEI pertemuan 11 NANANG HARYONO, S.IP., M.Si DEPARTEMEN ADMINISTRASI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 Perencanaan Pembangunan Ekonomi ARTHUR LEWIS dalam buku DEVELOPMENT

Lebih terperinci

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg No.108, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun Anggaran 2012. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5426) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 50/DPD RI/III/2012 2013 HASIL PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 PERKOPERASIAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH JAKARTA

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR II/MPR/2002 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK MEMPERCEPAT PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.142, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun anggaran 2014. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5547) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

1 SUMBER :

1 SUMBER : 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1990 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1990/1991 1 NOMOR: 1 TAHUN 1990 (1/1990) TANGGAL: 14 MARET 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 68/DPD RI/IV/2012 2013 PANDANGAN DAN PENDAPAT TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT JAKARTA 2013 KEPUTUSAN NOMOR 68/DPD RI/IV/2012 2013 PANDANGAN DAN PENDAPAT TERHADAP

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN 2.1 EKONOMI MAKRO Salah satu tujuan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat, sehubungan dengan itu pemerintah daerah berupaya mewujudkan

Lebih terperinci

PIDATO MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ATAS KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2019

PIDATO MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ATAS KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2019 REPUBLIK INDONESIA PIDATO MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PENGANTAR DAN KETERANGAN PEMERINTAH ATAS KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2019 DI DEPAN RAPAT PARIPURNA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364 PERATURAN BUPATI MUKOMUKO NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI MUKOMUKO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPR mempunyai fungsi: legislasi; anggaran; dan pengawasan.

DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPR mempunyai fungsi: legislasi; anggaran; dan pengawasan. Disampaikan dalam Kunjungan Ilmiah Himpunan Mahasiswa Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Jayabaya Jakarta 18 November 2014 DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH DEFINISI Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1988 (3/1988) Tanggal: 10 MARET 1988 (JAKARTA) Sumber: LN 1988/5; TLN NO. 3370 Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Lebih terperinci

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA KEBIJAKAN FISKAL oleh: Rachmat Efendi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Prodip III Kepabeanan Dan Cukai Tahun 2015 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Kebijakan Fiskal yang

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian 205 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis atas data yang telah ditabulasi berkaitan dengan dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA Catatan atas Laporan Keuangan Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2014 dan 2013

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA Catatan atas Laporan Keuangan Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2014 dan 2013 BAB II EKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN INDIKATOR PENCAPAIAN TARGET KINERJA KEUANGAN 2.1. EKONOMI MAKRO PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI MAKRO DAERAH Pada tahun 2014, perekonomian nasional tumbuh melambat

Lebih terperinci

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6111 KEUANGAN. APBN. Tahun 2017. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 186) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Disampaikan dalam Acara: Musrenbang RKPD Provinsi Kepulauan Riau 2015 Tanjung

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

Laporan Perekonomian Indonesia

Laporan Perekonomian Indonesia 1 Key Messages Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi spillover dan gejolak pasar keuangan global. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan relatif

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA K E M E N T E R I A N K E U A N G A N PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Budget Goes To Campus UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA, 21 NOVEMBER 2017 POKOK BAHASAN PENDAHULUAN PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Kondisi yang memungkinkan dilakukan penyesuaian APBN melalui mekanisme APBN Perubahan atau pembahasan internal di Badan Anggaran berdasarkan UU No. 27/2009 1. Pasal 14 Undang-Undang No.47 Tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992. Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992

UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992. Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992 Copyright 2002 BPHN UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992 *7726 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1991 (2/1991) Tanggal: 20

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR Rl PADA RAPAT PAR1PURNA DPR-RI PEMBUKAAN MASA PERSIDAN(3AN I TAHUN SIDANX3 201D-2011 SENIN,16AGUSTUS2010 Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel

Lebih terperinci

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994 UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994 Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:3 TAHUN 1993 (3/1993) Tentang:ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN PERSIAPAN RPJMN 2015-2019 TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN Direktorat Penanggulangan Kemiskinan 29 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN 2004-2014 45 40 35 30 36.15 35.10 39.30 37.17

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 38/DPD RI/II/2013 2014 TENTANG PERTIMBANGAN TERHADAP TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEMESTER I TAHUN 2013 JAKARTA 2013 KEPUTUSAN NOMOR 38/DPD RI/II/2013 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

PERTEMUAN III ASPEK EKONOMI, POLITIK,

PERTEMUAN III ASPEK EKONOMI, POLITIK, Manajemen Proyek PERTEMUAN III ASPEK EKONOMI, POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA Aspek Politik UMUMNYA ASPEK POLITIK YANG BERKAIT DENGAN MANAJEMEN PROYEK ADALAH : A. STABILITAS POLITIK B. ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994 Copyright 2002 BPHN UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994 *8463 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1993 (3/1993) Tanggal: 10

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci