III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENATAAN RUANG KAWASAN LINDUNG KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN APLIKASI GIS DAN REMOTE SENSING

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

III. METODOLOGI PENELITIAN

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Gambar 7. Lokasi Penelitian

III. METODE PENELITIAN

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

BAB III METODE PENELITIAN

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS

PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani

BAB IV METODE PENELITIAN

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

III. BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

4 Dinas Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan

III. BAHAN DAN METODE

19 Oktober Ema Umilia

10. PEMBOBOTAN (WEIGHTING)

III. BAHAN DAN METODE

Gambar 2. Lokasi Studi

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

KEADAAN UMUM WILAYAH

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PERKEBUNAN DI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 3.16 Peta RTRW Kota Bogor

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

IV. METODE PENELITIAN

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

MATERI DAN METODE. Prosedur

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

BAB III METODE PENELITIAN

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGANN PARIWISATA DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT FELIK DWI YOGA PRASETYA

Transkripsi:

16 III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian Ruang lingkup dan batasan-batasan kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wilayah kajian adalah wilayah administratif Kabupaten b. Kawasan lindung legal formal adalah yang ditetapkan berdasarkan kriteria dari Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Kawasan ini terdiri dari hutan lindung, sempadan sungai, sempadan pantai, sempadan danau, taman wisata alam, taman nasional dan kawasan rawan bencana alam c. Kawasan lindung aktual adalah yang sudah ada penetapan, terdiri dari 2 kategori: 1. Kawasan lindung aktual Distribusi Fungsi Hutan (DFH) adalah kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan distribusi fungsi hutan yang berupa kawasan konservasi dan hutan lindung di Kabupaten, diantaranya kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Taman Wisata Alam (TWA) Carita dan hutan lindung 2. Kawasan lindung aktual RTRW adalah yang ditetapkan dalam alokasi ruang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten tahun 2004-2014 d. Gap yang dibahas dalam penelitian ini yaitu selisih antara legal formal dengan aktual ( aktual DFH union dengan aktual RTRW) atau legal fomal yang belum ditetapkan dalam aktual DFH maupun aktual RTRW e. Penyimpangan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu penyimpangan yang terjadi di. Penyimpangan tersebut antara lain kawasan lindung legal formal dengan aktual DFH, legal formal dengan aktual RTRW, aktual

17 DFH dengan aktual RTRW, kawasan rawan bencana alam dengan aktual RTRW f. Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan hasil identifikasi Bapedalda Propinsi Banten, yaitu berupa kawasan rawan erosi, rawan banjir, rawan tsunami, rawan abrasi dan lahan kritis g. Dokumen RTRW yang digunakan adalah RTRW Kabupaten tahun 2004-2014 h. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya i. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional j. Luas wilayah hasil kajian merupakan hasil perhitungan di dalam peta yang telah disesuaikan dengan wilayah administrasi Kabupaten. Penghitungan dilakukan dengan software ArcGIS versi 9.3 k. Penutupan lahan adalah kenampakan lahan dari permukaan bumi. Penutupan lahan Kabupaten dibagi menjadi 10 kelas penutupan lahan, yaitu terdiri dari: 1. Hutan yaitu suatu kawasan yang berupa hutan alam dan hutan tanaman 2. Kebun campuran yaitu suatu kawasan yang terdiri dari campuran antara tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan dengan tegakan pohon 3. Perkebunan yaitu suatu kawasan yang ditanami suatu tanaman perkebunan seperti sawit, karet dan kelapa 4. Semak dan rumput yaitu suatu kawasan yang didominasi oleh tegakan berupa perdu dan semak atau berupa hamparan rumput 5. Ladang dan lahan terbuka yaitu suatu kawasan yang terdiri dari pertanian lahan kering, lahan terbuka dan lahan berpasir 6. Rawa adalah daerah yang tergenang air yang penggenangannya bersifat musiman maupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan atau vegetasi 7. Sawah yaitu suatu kawasan yang berupa areal persawahan

18 8. Lahan terbangun yaitu suatu kawasan yang berupa bangunan yang terdiri dari permukiman, perumahan maupun perkantoran 9. Tambak dan empang yaitu suatu areal yang berair yang digunakan untuk memelihara ikan dan sejenisnya 10. Badan air adalah suatu areal yang berupa sungai, danau, waduk dan laut. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 14 September sampai 21 November 2009. Penelitian lapang dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten, Propinsi Banten. Interpretasi dan analisis data dilaksanakan di laboratorium analisis spasial lingkungan, Departemen KSHE. Gambar lokasi pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 1. Kab. Serang Kab. Lebak Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data.

19 3.3 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu citra landsat ETM-7 Path/Row 123/64 tahun 2009 dan Path/Row 123/65 tahun 2009, peta penutupan lahan TNUK tahun 2008, peta distribusi, data curah hujan, peta jenis tanah dan peta rupa bumi Kabupaten tahun 2006. Selain itu sebagai data analisis diantaranya peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan, kebijakan tata ruang, tupoksi instansi terkait serta wawancara mengenai informasi yang dikumpulkan dari sumber informasi dan lokasi pengamatan itu sendiri terkait dengan bahasan dan materi penelitian. Alat yang digunakan diantaranya GPS Garmin 76, kamera digital, alat tulis, seperangkat komputer yang dilengkapi software Erdas Imagine versi 9.1, ArcView versi 3.3, ArcGIS versi 9.3 dan AutoCAD 2006. Sumber, jenis dan metode pengambilan data disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sumber, jenis dan metode pengumpulan data No. Sumber data Jenis data 1 Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupeten 2 Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kabupaten 3 Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten 4 Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) 5 Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten 6 Seksi Konservasi Wilayah III Serang, BKSDA, Jawa Barat 7 Perum Perhutani KPH Banten 8 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten a Tupoksi b Peta kawasan rawan bencana c Peta dokumen RTRW d Pandangan tentang pengelolaan a Tupoksi b Pandangan tentang pengelolaan a Tupoksi b Pandangan tentang pengelolaan a Tupoksi b Data perambahan kawasan taman nasional c Peta taman nasional d Peta penutupan lahan kawasan TNUK tahun 2008 e Pandangan tentang pengelolaan Data kependudukan dan monografi a b a b a b Tupoksi Pandangan tentang pengelolaan Tupoksi Pandangan tentang pengelolaan Tupoksi Pandangan tentang pengelolaan Metode pengumpulan data Studi pustaka dan wawancara Studi pustaka dan wawancara Studi pustaka dan wawancara Studi pustaka dan wawancara Studi pustaka Studi pustaka dan wawancara Studi pustaka dan wawancara Wawancara

20 Tabel 3 Sumber, jenis dan metode pengumpulan data (lanjutan) No. Sumber data Jenis data 9 Dinas Kehutanan Propinsi Banten Peta fungsi hutan Kabupaten 10 Balai Penelitian Tanah Peta jenis tanah Kabupaten Bogor 11 Badan Koordinasi Survei Peta rupa bumi Kabupaten dan Pemetaan Nasional 1: 50.000 tahun 2006 (Bakosurtanal) 12 BMKG Balai Besar Wilayah Data curah hujan Kabupaten II Ciputat 13 www.usgs.glovis.gov Landsat ETM-7 Path/Row 123/64 dan Path/Row 123/65 tahun 2009 Metode pengumpulan data Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka Browsing 3.4 Prosedur dan Cara Pengambilan Data 3.4.1 Data primer a. Peta penginderaan jauh dan peta tematik Interpretasi citra landsat ETM-7 tahun 2009, peta curah hujan, peta kelas lereng, peta kelas tinggi, peta buffering sungai, peta buffering pantai, peta buffering danau, peta alokasi ruang RTRW dan peta rawan bencana alam. b. Observasi/pengamatan lapang Kegiatan observasi lapang dilakukan dengan pengamatan langsung di lapang atau mengunjungi lokasi penelitian. Kegiatan observasi lapang ini dilakukan untuk melihat secara langsung kondisi lapangan dan verifikasi data citra dengan kenampakan sebenarnya di bumi. c. Wawancara Wawancara dilakukan kepada stakeholder key informan yang ada di lokasi penelitian dengan panduan wawancara terbuka. Key informan tersebut yaitu instansi Pemerintah Daerah (Pemda) yang terkait, Balai TNUK, Perum Perhutani KPH Banten dan SKW III Serang BKSDA Jawa Barat, Camat, Kepala Desa dan masyarakat. Kegiatan wawancara dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara teratur untuk mengetahui persepsi mengenai. Persepsi adalah pandangan, pengamatan dan interpretasi seseorang terhadap suatu kesan obyek yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya. Wawancara tidak terstruktur dilakukan

21 dengan pembicaraan tanya jawab untuk mendapatkan keterangan lebih jelas atau verifikasi data dan informasi. 3.4.2 Data sekunder Data sekunder didapatkan dengan studi literatur. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari data yang tidak dapat diperoleh dari pengamatan langsung di lapang atau sebagai data penunjang analisis, diantaranya peta jenis tanah, peta penutupan lahan Bakosurtanal skala tahun 2006, peta penutupan lahan TNUK tahun 2008, data monografi, kependudukan dan tupoksi instansi terkait. 3.5 Pengolahan data 3.5.1 Proses pengolahan peta Semua data spasial yang ada, diubah dalam format shapefile (shp) dengan proyeksi UTM. Peta dengan format AutoCAD (dxf) diubah menjadi format shp (Gambar 2). Peta yang diubah dari dxf yaitu peta alokasi ruang RTRW dan peta rawan bencana alam Kabupaten. AutoCAD (dxf) shapfile( shp) Screen digitzing atributing Transform UTM Peta digital shp Gambar 2 Proses konversi peta format dxf ke format shp. Pembuatan peta curah hujan dibuat berdasarkan data curah hujan dan data titik pos pengamatan dari BMKG. Proses pembuatan peta dilakukan dengan melakukan interpolasi dengan menggunakan software ArcView 3.3 (Gambar 4 ). Data curah hujan dan titik pos pengamatan Surfacing Interpolasi Clipping Atributting Peta digital Gambar 3 Proses pembuatan peta curah hujan.

22 Pembuatan peta Digital Elevation Model (DEM) merupakan proses awal untuk membuat peta kelas tinggi dan kelas lereng. Peta DEM merupakan hasil surfacing (interpolasi) dari peta kontur digital dengan menggunakan software Erdas Imagine 9.1 (Gambar. 3). Peta kontur Editing Surfacing DEM Model slope Model elevasi Peta kelas lereng Peta kelas tinggi Gambar 4 Proses pembuatan DEM. Pengolahan data citra Landsat ETM-7 dilakukan dengan menggunakan software Erdas Imagine versi 9.1 dan ArcGIS 9.3. Langkah-langkah pengolahan citra landsat ETM-7 disajikan dalam Gambar 5. Peta rupa bumi Koreksi geometrik Peta Citra Clipping Citra terkoreksi Klasifikasi tak terbimbing Pembuatan training area Peta penutupan lahan Ya tidak Diterima? Klasifikasi terbimbing Analisis akurasi Gambar 5 Proses pengolahan citra landsat. Tahapan-tahapan dalam pengolahan penutupan lahan sebagai berikut: a. Pemilihan gabungan band (5-4-3) b. Koreksi geometrik yaitu mengoreksi ketelitian citra dengan posisi yang ada dilapangan dengan menggunakan peta bumi sebagai acuan c. Penentuan lokasi penelitian (clipping) d. Klasifikasi tak terbimbing (unsupervised clasification) dengan metode isodata

23 e. Pengecekan di lapangan dan pembuatan training area f. Klasifikasi terbimbing (supervised clasification) dengan metode maximum likelihood yaitu penetapan atribut kelas terlebih dahulu kemudian diikuti dengan klasifikasi spectral kedalam kelas-kelas penutupan lahan g. Mozaik 2 hasil klasifikasi penutupan lahan Landsat ETM-7 tahun 2009 h. Akurasi yaitu melihat tingkat ketepatan data groundcheck lapang dalam penutupan lahan dengan Software Erdas Imagine 9.1. Tingkat akurasi yang diterima 85% i. Union dengan peta penutupan lahan TNUK tahun 2008 j. Striping peta penutupan lahan hasil analisis Landsat ETM-7 tahun 2009 digantikan dengan peta penutupan lahan Bakosurtanal tahun 2006. 3.5.2 Identifikasi dan klasifikasi a. Kawasan lindung aktual DFH Penentuan aktual DFH dilakukan dengan pemilihan lokasi (Query Builder) dari peta distribusi kawasan hutan Propinsi Banten. b. Kawasan lindung aktual RTRW Penentuan RTRW dilakukan dengan Query Builder dari peta alokasi ruang RTRW Kabupaten tahun 2004-2014. c. Kawasan lindung Legal formal Identifikasi legal formal dirancang berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung (Gambar 6). Penentuan legal formal dilakukan dengan melakukan pemodelan spasial. Data kriteria kawasan lindung di overlay (tumpang tindih) dengan software ArcGIS 9.3 sehingga menghasilkan legal formal. Pembagian kriteria legal formal adalah sebagai berikut : 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya Kawasan yang dikategorikan yaitu kawasan hutan lindung. Kriteria kawasan hutan lindung yaitu: a) Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40%

24 b) Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih c) Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175. d) Kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka dengan lereng>15% Kriteria Kawasan Lindung legal formal Kawasan Perlindungan Kawasan Bawahnya Kawasan Rawan Bencana Alam Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan Suaka Alam Kawsan Hutan Lindung Sempadan Sungai Kanan kiri sungai Sungai Besar: 100 m, Sungai Kecil: 50 m Sungai di permukiman: 15 m Sempadan Pantai 100 m ke arah darat Sempadan danau Lebar Sekeliling 100 m Taman Nasional, Taman Wisata Alam Tanah sangat peka dengan lereng >15% Lereng > 40% Ketinggian >2000 m Total skor lereng, Jenis tanah dan Curah hujan > 175 Gambar 6 Kriteria legal formal. Kawasan hutan lindung ditetapkan dalam suatu wilayah dengan cara menjumlahkan nilai dari sejumlah faktor setelah masing-masing dikalikan dengan nilai timbang sesuai dengan besarnya pengaruh relatif terhadap erosi. Skor untuk kelas lereng, jenis tanah dan curah hujan disajikan pada Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6. Tabel 4 Skor kelas lereng No. Kelas lereng (%) Kategori 1 0 8 Datar 2 8 15 Landai 3 15 25 Agak curam 4 25 40 Curam 5 >40 Sangat curam Tabel 5 Skor kelas jenis tanah No. Jenis tanah Kategori 1 Aluvial, glei, planosol, hidromorf laterik Tidak peka 2 Latosol Agak peka 3 Brown forest soil, non calcic, brown, mediteran Kurang peka 4 Andosol, laterit, grumusol, podsol, podsolik Peka 5 Regosol, litosol, organosol, renzina Sangat peka

25 Tabel 6 Skor berdasarkan curah hujan No. Curah hujan harian rata-rata (mm/hari hujan) Kategori 1 <13.6 Sangat rendah 2 13.6-20.7 Rendah 3 20.7 27.7 Sedang 4 27.7-34.8 Tinggi 5 >34.8 Sangat tinggi Rumus untuk menentukan fungsi hutan Skor = (20 x kelas lereng) + (15x kelas jenis tanah) + (10 x ICHT) Adapun dalam menentukan fungsi hutan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Klasifikasi fungsi hutan berdasarkan perhitungan skor No. Jumlah nilai skor Fungsi hutan 1 < 124 Hutan produksi 2 125 174 Hutan produksi terbatas 3 >175 Hutan lindung 2. Kawasan perlindungan setempat Kawasan yang termasuk dalam kawasan perlindungan setempat yaitu: a) Sempadan Pantai Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. b) Sempadan Sungai Kriteria sempadan sungai adalah: 1) Sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada diluar permukiman 2) Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi 15 meter. c) Kawasan Sekitar Danau/Waduk Kriteria kawasan sekitar danau/waduk adalah daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. 3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya Adapun kawasan-kawasan yang termasuk dalam kawasan suaka alam dan cagar budaya yaitu: a) Kawasan Suaka Alam b) Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainya

26 c) Kawasan Pantai Berhutan Bakau d) Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam e) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan 4. Kawasan rawan bencana Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Data yang digunakan berdasarkan identifikasi Badan pengendali dampak lingkungan daerah (Bapedalda) Propinsi Banten. 3.5.3 Analisis data a. Perancangan legal formal Peta tematik kriteria legal formal diolah dengan melakukan pemodelan spasial. Data kriteria tersebut kemudian di overlay (tumpang tindih) dengan software ArcGIS 9.3 sehingga menghasilkan legal formal. b. Evaluasi Proses evaluasi dilakukan pada beberapa aspek kajian. Bagan alir proses evaluasi disajikan pada Gambar 7. Analisis-analisis yang dilakukan untuk melakukan evaluasi adalah sebagai berikut: 1. Analisis tupoksi dan kebijakan Analisis data tupoksi dilakukan dengan mengelompokan tupoksi masingmasing instansi kedalam aspek manajemen dan kategori. Aspek manajemen tersebut diantaranya perencanaan, pengaturan, pengelolaan, monitoring dan evaluasi. Kategori diantaranya Kawasan Suaka alam, kawasan perlindungan setempat, kawasan perlindungan kawasan bawahnya dan kawasan rawan bencana alam. Analisis kebijakan dilakukan dengan studi pustaka dan dijabarkan secara deskriptif. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dan tanggung jawab setiap instansi dalam setiap aspek manajemen dan kategori, sehingga akan diketahui ada tidaknya kekosongan kewenangan dan tanggung jawab pada setiap aspek manajemen dan kategori. Analisis kebijakan dilakukan untuk mengetahui kebijakankebijakan daerah dan pusat dalam mendukung pengelolaan.

27 kawasan lindung aktual DFH Kondisi kawasan lindung aktual DFH Analisis data: Tupoksi instansi terkait, Kebijakan pengelolaan dan data wawancara Hasil Evaluasi Kawasan Lindung Gambar 7 Bagan alir proses evaluasi. 2. Analisis pola ruang dan struktur ruang Analisis dilakukan dengan membandingkan peta legal formal, aktual DFH dan aktual RTRW. Analisis pola ruang bertujuan untuk mengetahui konsistensi pada saat penetapan. Analisis struktur ruang bertujuan untuk mengetahui kinerja dalam pengendalian pemanfaatan ruang. 3. Analisis kemungkinan penyimpangan alokasi Analisis kemungkinan penyimpangan fungsi dilakukan dengan metode union pada analisis Summary dengan menggunakan Erdas Imagine versi 9.1. Dari analisis tersebut diketahui perubahan penggunaan sehingga diperoleh persentase kemungkinan penyimpangan ruang di Kabupaten. Data yang dianalisis yaitu: 1) Peta legal formal dengan aktual DFH

28 2) Peta legal formal dengan aktual RTRW 3) Peta aktual DFH dengan aktual RTRW 4) Peta kawasan rawan bencana dengan aktual RTRW. Rumus untuk mengetahui penyimpangan kawasan Persen Penyimpangan (%) = Luas penyimpangan areal dalam zona (Ha) Luas areal zona pemanfaatan ruang (Ha) c. Konsep strategi dan arahan kebijakan manajemen Konsep yang diajukan berupa rumusan yang dapat digunakan untuk memberikan alternatif penyelesaian masalah dalam manajemen. Konsep yang diajukan berdasarkan analisis tupoksi instansi terkait, kebijakan tata ruang, struktur ruang, pola ruang, dan analisis data wawancara. d. Penyajian hasil Data hasil analisis spasial dipetakan menggunakan software ArcGIS versi 9.3. Peta disajikan dalam format shp dengan koordinat UTM dan skala grafis (disesuaikan dengan media kertas yang digunakan). Data tabular setiap peta tematik disajikan dalam bentuk tabel.