Titik Poin Agribisnis Kedelai Prof. Dr. Ir. Sony Heru Priyanto, MM. Dekan Fakultas Pertanian & Bisnis UKSW Ketua KP3K Jawa Tengah 11 Juni 2014 di Purwokerto sonecid@yahoo.com
Pengantar Salah satu komoditi palawija yang memiliki peranan yang penting di Indonesia adalah Kedelai. Nilai nutrisi kedelai sangat baik untuk kesehatan manusia, terutama kandungan protein nabati yang dikandung kedelai cukup tinggi. Tanaman kedelai memiliki potensi dan prospek yang baik untuk diusahakan, karena tanaman ini relatif mudah dibudidayakan. Selain itu permintaan terhadap produksi kedelai terus meningkat baik untuk kebutuhan pangan maupun untuk industri. Namun produksi & produktivitas kedelai di Indonesia masih relatif rendah dan masih belum dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang cenderung terus meningkat. Penyebabnya diantaranya seperti teknologi bercocok tanam yang masih kurang baik, kesiapan dan ketrampilan petani kedelai yang masih kurang, penyediaan sarana produksi yang masih belum tepat serta kurangnya permodalan petani kedelai untuk melaksanakan proses produksi sampai ke pemasaran hasil. Rendahnya produksi kedelai ini berimplikasi pula terhadap pendapatan usahatani kedelai itu sendiri. Upaya-upaya selama ini yang dapat ditempuh untuk mendorong peningkatan produksi kedelai dan sekaligus meningkatkan pendapatan usahatani kedelai adalah dengan program pengembangan agribisnis kedelai dengan kepastian harga, pembatasan impor, mengintensifkan dalam proses produksi, penanganan pasca panen dan pemasaran hasil. Upaya ini dapat dilakukan melalui pengelolaan usahatani kedelai secara komersial
Dari sisi konsumsi, beras menempati 19% pengeluaran rumah tangga Indonesia, sedangkan tahu dan tempe hanya 3,8%. Bila ditambah dengan kecap, oncom, tauco dan kacang kedelai, angkanya menjadi 6,8% (Susenas, 2011). Kebutuhan kedelai nasional 2,2 juta ton, dengan produksi 0,75 juta ton dan impor 1,37 juta ton (Subandi dan Marwoto, 2011). Data dari Perum Bulog Div Reg. Jateng (2013) kebutuhan kedelai untuk memenuhi 36 KOPTI di Jateng sebesar 9.653.967 kg/bln atau 115.845 ton/th dan kebutuhan riil mencapai 750.000 ton/th dengan rincian 500.000 ton untuk industry dan 250.000 ton untuk konsumsi. Produksi kedelai di Jateng th 2012 sebesar 152.416 ton, 2013 sebesar 135.785 ton, sementara kebutuhan konsumsinya: 749785 ton sehingga masih defisit 614.000 ton/th. Menurut Wamentan (2013), bahwa swasembada kedelai sulit dicapai antara lain disebabkan; luas lahan sangat terbatas 570.000 ha, dengan produksi 750.000 t/tahun Produktivitas kedelai di Indonesia sangat rendah 1,57 t/ha Harga kedelai lokal sangat rendah Rp 4.000,-/kg Pembebasan bea masuk impor Jawa Tengah masih memiliki potensi lahan seluas 95.000 ha, dengan produktivitas 1,56 t/ha. Kata kunci keberhasilan untuk swasembada kedelai adalah KEPASATIAN HARGA, HARGA YANG LAYAK, INOVASI TEKNOLOGI dan POLITICAL WILL dari pemerintah.
Konsumsi Kedelai Indonesia Konsumsi kedelai di Indonesia terus meningkat, ini berarti permintaan juga terus meningkat. Ada peluang untuk usahatani ini. Selama ini sebagian besar dipenuhi dari impor
Perkembangan Harga Perkembangan harga memang terus meningkat, namun secara ekonomis belum menyebabkan petani tertarik untuk menjalankan usahatani ini. Masih kalah dengan harga jagung. Jika dibandingkan dengan harga impor, juga kurang bersaing. Harga impor lebih rendah. Ini yang menyebabkan barang masuk ke Indonesia. Aspek harga menjadi perhatian utama oleh petani karena aspek produktifitas belum bisa diandalkan
Potensi Daerah di Indonesia Beberapa propinsi memiliki potensi untuk dikembangkan. Di Jawa Tengah, ada beberapa daerah yang potensial seperti Purworejo, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Demak, Boyolali, Sukoharjo, Sragen,Karanganyar, Wonogiri, Kudus, Jepara, Pati, Blora, Grobogan Namun sayangnya didaerahdaerah ini belum dimanfaatkan secara intensif menjadi sentra kedelai
Produk Turunan dari Kedelai Kedelai memiliki banyak produk turunannya Dilihat dari aspek ini, kedelai sangat prospek dari aspek permintaannya Ini berarti keberlanjutan usaha bisa dijamin
Gambaran Mikro Usahatani Kedelai Dari tabel disamping bisa dilihat bahwa produksi petani sangat rendah Produktivitasnya juga rendah Luas usahataninya kecilkecil dan biasanya terpencar Biaya usahatani menjadi mahal Usahatani tidak efisien
Struktur Biaya & Keuntungan Usaha Dari hasil riset tampak bahwa usahatani kedelai kurang kompetitif. Lebih menguntungkan ditanam jagung. Ini disebabkan produktivitas rendah (1,7 ton); harga rendah; biaya tenaga kerja tinggi
Sebenarnya dari rantai tataniaganya tidak rumit, pemainnya relatif jelas Ada personifikasi konsumen yaitu KOPTI. Mereka membutuhkan banyak sekali kedelai untuk anggotanya Jika ini dilakukan, bisa memotong rantai nilai yang ada, margin keuntungan usaha bisa meningkat Rantai Pasar
Perkembangan Harga Harga merupakan satu instrumen penting dari usahatani kedelai Harga relatif meningkat terus, namun karena aspek lain belum maksimal, harga tinggi kurang berarti
Mulai dari Titik Point Mana? Kepastian Harga Pertama adalah kepastian harga. Jika kita ingin produksi kedelai meningkat, harga harus lebih menarik, lebih dari Rp 8500,-/kg Untuk mencapainya, pemerintah bisa membeli produk petani Kepastian Usaha Perlu ada kepastian usaha. Untuk mencapai harga tersebut, keran impor harus dikendalikan (dikurangi secara bertahap). Bea masuk impor harus dinaikkan. Untuk UMKM, diberi subsidi dari negara
Pemanfaatan Lahan Kurang Produktif Mulai dari lahan-lahan marginal dan menganggur. Kalau langsung berkompetisi dengan tanaman yang sudah ada, relatif sulit untuk mencapai swasembada kedelai Perlu peta mengenai lahan yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal Efisiensi Usahatani Penggunaan Bibit unggul spesifik lokasi (Grobogan, Gepak Kuning) Perlu penangkar benih unggul, menggunakan metode JABALSIM Penerapan teknologi budidaya berbiaya rendah (bila bisa tanpa olah tanah)
Upaya Pemasaran Pasar kedelai sebenarnya relatif jelas. KOPTI membutuhkan kedelai dalan jumlah yang besar setiap harinya Perlu kerjasama dengan KOPTI untuk memenuhinya. Ini bisa dilakukan oleh Gapoktan. Buat MOU, kontrak kerja dan penuhi kebutuhan mereka Kerjasama Usaha Pada umumnya skala usahatani petani kecil dan terpencar, tidak efisien. Perlu dilakukan kerjasama usaha antar petani Perlu dibentuk Badan Usaha Milik Desa untuk menjalankan usaha di desa Perlu dibentuk Badan Usaha Milik Petani untuk menjalankan kerjasama usaha Perlu pendampingan untuk itu
Benih unggul Lahan Kerjasama usaha BUMD & BUMP Input Proses Teknologi budidaya Pengendalian OPT Produktif Berkualitas Berkelanjutan Output Kepastian harga Kepastian usaha Akses Perbankan Akses Teknologi Akses Pasar Pendampingan usaha
Terima Kasih Maju Kita Semua-Maju Indonesia