BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Di Indonesia, budidaya tanaman kedelai telah lama dilakukan oleh masyarakat sebagai bahan baku masakan atau tempe. Saat ini, kedelai tidak hanya diposisikan sebagai bahan baku industri pangan, namun juga ditempatkan sebagai bahan baku industri nonpangan. Beberapa produk yang dihasilkan antara lain tempe, tahu, es krim, susu kedelai, tepung kedelai, minyak kedelai, pakan ternak, dan bahan baku industri. Sifat multiguna yang ada pada kedelai menyebabkan tingginya permintaan kedelai di dalam negeri. Selain itu, manfaat kedelai sebagai salah satu sumber protein murah membuat kedelai semakin diminati oleh masyarakat. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri olahan kedelai, jumlah kebutuhan kedelai nasional setiap tahun cenderung meningkat. Data Balitbang Kementrian Pertanian (Kementan) menunjukan bahwa kebutuhan kedelai akan terus meningkat mulai dari 2,02 juta ton pada tahun 2003 menjadi 2,7 juta ton pada tahun 2005 dan diperkirakan akan mencapai 3,35 juta ton pada tahun 2025. Pada tahun 2014, kementan menargetkan 90 % kebutuhan kedelai Indonesia dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri yaitu sebesar 2,7 juta ton. Namun BPS dan Kementan menyatakan sampai saat ini produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memproduksi 700.000 800.000 ton kedelai kering untuk 1
2 mencukupi kebutuhan kedelai Indonesia dan 1,9 juta ton sisanya diimpor dari berbagai negara penghasil kedelai (Saputro, 2014). Hal ini merupakan masalah nasional yang mengancam ketahanan negara. Ketergantungan impor Indonesia terhadap kedelai dapat menyebabkan dampak negatif kepada keberlangsungan usahatani kedelai di dalam negeri. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan peningkatan produksi kedelai, namun pencanangan tersebut ternyata belum dapat membuahkan hasil. Produksi kedelai nasional selama tahun 2013 hanya mencapai 780.160 ton. Jumlah produksi tersebut turun 62.990 ton atau 7,47 % dari tahun 2012. Tabel 1.1 menggambarkan terjadinya penurunan produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2011 hingga 2013 dan kembali meningkat produksinya pada tahun 2014.. Tabel 1.1. Produksi Kedelai Kering Indonesia Tahun Luas Panen(ha) Produktivitas(ton/ha) Produksi(ton) 2011 622.254 1,368 851.286 2012 567.624 1,485 843.153 2013 550.793 1,416 779.992 2014 615.685 1,551 954.997 Sumber : Data BPS 2014 Kegagalan pemerintah dalam mengusahakan peningkatan produksi dipengaruhi oleh banyak faktor. Andriani (2014) menyatakan bahwa faktor menurunnya produksi kedelai diakibatkan cuaca yang kurang baik, kedelai impor yang murah dan mudah didapat, serta Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang tidak pasti sehingga petani lebih memilih komoditas lain untuk dibudidayakan. Kenyataan produktivitas yang terus menurun akan sangat menyulitkan target pemerintah untuk dapat mencapai swasembada kedelai pada tahun 2018.
3 Dalam usaha mencapai swasembada, hal yang pokok adalah mengenali daya saing usahatani kedelai dalam negeri. Hal ini penting karena daya saing merupakan tolok ukur dalam persaingan pasar yang semakin global. Daya saing merupakan dasar dalam keberlanjutan dari suatu usahatani. Dengan diketahuinya tingkat daya saing, maka pemerintah dapat merumuskan strategi yang tepat untuk peningkatan produksi kedelai. Kebijakan pemerintah yang tepat merupakan salah satu alat untuk dapat meningkatkan produktivitas produksi kedelai. Secara teoritis, kebijakan akan efisien apabila pemerintah dapat menciptakan kebijakan yang mampu menghapuskan kegagalan pasar. Apabila masih terjadi kegagalan pasar, kemungkinan besar petani akan berpindah dari usahatani kedelai ke usahatani komoditas palawija lain yang lebih menguntungkan. Untuk dapat menghilangkan kegagalan pasar, kebijakan pemerintah harus mampu meningkatkan daya saing usahatani kedelai ditengah banyaknya kedelai impor. Apabila daya saing usahatani kedelai lokal tidak didukung atau ditingkatkan, maka dapat dipastikan produktivitas kedelai akan menurun dan kebutuhan impor pun akan semakin besar. Untuk menanggulangi hal tersebut, kebijakan pemerintah yang mendukung peningkatan daya saing usahatani kedelai harus dirumuskan secara matang. Salah satu daerah penghasil kedelai adalah Provinsi DI Yogyakarta. Provinsi DI Yogyakarta merupakan pemasok 4,6 % dari produksi kedelai nasional pada tahun 2013. Produksi tersebut menurun 5 % dari tahun 2012. Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah penghasil kedelai kering di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Bantul dengan luas area tanam kedelai lebih dari 1.100 hektar mampu memproduksi 4.000 ton lebih kedelai kering dalam
4 setahun. Dari data statistik BPS Bantul, diketahui pada tahun 2011, Kabupaten Bantul ikut menyumbang 4.355 ton kedelai kering untuk mencukupi kebutuhan nasional Indonesia. Namun pada tahun 2012 produksi kedelai kering di daerah Bantul menurun menjadi 3.987 ton saja, atau menurun 8,5 % dari tahun sebelumnya. Dari hasil wawancara dengan pengelola Gapoktan Kecamatan Pandak, petani kedelai di daerah Bantul hanya mengelola lahan kurang dari 1 hektar, sehingga pendapatan yang diperoleh petani akan sangat kecil atau bahkan merugi jika tidak didukung oleh kebijakan pemerintah yang menguntungkan petani. Kebijakan pemerintah dengan menurunkan bea massuk impor kedelai dari 5 % - 0 % misalnya, secara tidak langsung kebijakan tersebut menurunkan harga kedelai di pasaran sehingga harga kedelai lokal pun ikut turun, namun tanpa disertai penurunan biaya produksi. Kebijakan tersebut secara tidak langsung menurunkan pendapatan petani atau bahkan mengakibatkan petani kedelai merugi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian atau kajian mengenai aspek daya saing (keunggulan komparatif dan kompetitif) untuk komoditas kedelai di Kabupaten Bantul serta pengaruh beberapa asumsi perubahan harga input maupun output agar dapat dirumuskan kebijakan yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas usahatani kedelai di Kabupaten Bantul. Policy Analysis Matrix (PAM) merupakan sebuah metode analisis ekonomi dalam menilai proyek investasi publik serta kebijakan publik di sektor pertanian. PAM dapat digunakan untuk menganalisis kebijakan harga maupun investasi pertanian yang diberlakukan oleh pemerintah. Keuntungan dalam menggunakan metode PAM adalah hasil analisis metode ini dapat menunjukan
5 pengaruh kebijakan harga dan atau faktor domestik terhadap daya saing suatu produk pertanian pada tingkat individu maupun kolektif. Selain itu PAM juga dapat menjawab pertanyaan apakah suatu usahatani memiliki daya saing pada tingkat harga dan teknologi aktual. Metode ini merupakan metode yang lebih banyak digunakan untuk menganalisis daya saing pada negara berkembang termasuk Indonesia (Pearson dkk, 2005). Oleh karena itu, metode ini dipilih untuk menganalisis daya saing serta pengaruh kebijakan yang berlaku pada usahatani kedelai di Kabupaten Bantul. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan gambaran tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1.2.1. Bagaimana tingkat keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani kedelai Kabupaten Bantul? 1.2.2. Bagaimana pengaruh divergensi akibat distorsi pasar maupun kebijakan terhadap usahatani kedelai Kabupaten Bantul? 1.2.3. Bagaimana pengaruh perubahan harga input dan output terhadap usahatani kedelai Kabupaten Bantul? 1.3. Batasan Masalah Ruang lingkup serta batasan-batasan permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1. Jenis kedelai yang diusahakan dalam usahatani kedelai pada penelitian ini adalah kedelai kuning
6 1.3.2. Responden adalah penduduk Kabupaten Bantul yang bermatapencaharian sebagai petani kedelai kuning baik utama maupun sampingan. 1.3.3. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data usahatani musim tanam tahun 2014. 1.3.4. Petani dianggap rasional, artinya akan berusaha mendapatkan keuntungan maksimal dengan mempertimbangkan nilai produksi dan biaya produksi yang dikeluarkan. 1.3.5. Daya saing yang dianalisis adalah keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani kedelai di Kabupaten Bantul. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1.4.1. Mengetahui keunggulan komparatif dan kompetitif dari usahatani kedelai di Kabupaten Bantul ditinjau dari penggunaan sumberdaya lokal. 1.4.2. Mengetahui dampak kebijakan yang sedang berlaku terhadap usahatani kedelai Kabupaten Bantul. 1.4.3. Mengetahui pengaruh perubahan harga input dan output terhadap usahatani kedelai Kabupaten Bantul. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1.5.1. Memberikan informasi keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani kedelai sebagai acuan pemerintah membuat kebijakan dalam upaya meningkatkan produktivitas usahatani kedelai di Kabupaten Bantul dan mengurangi ketergantungan impor.
7 1.5.2. Memberikan sumbangan informasi kepada pemerintah tentang pengaruh kebijakan yang telah berjalan terhadap daya saing usahatani kedelai di Kabupaten Bantul. 1.5.3. Penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau pertimbangan bagi peneliti yang aspek penilitiannya relevan dengan penelitian ini.