EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE

PENDAHULUAN Latar Belakang

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PAD1 DAN PERLUASAN AREAL TANAM DAN PENGEMBANGAN UBI KAYU (P3PATPU) DI LONG MIDANG

BAB V PENUTUP. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri. Bangsal. Dalam perkembanganya norma, kepercayaan, resiprositas dan

II. TINJAUAN TEORITIS

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

IV. GAMBARAN UMUM PROGRAM KUBE SUKAMAKUR KELURAHAN MAHARATU

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

VI. GAMBARAN APKI SECARA UMUM

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan berikut ini secara rinci

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam

BAB V AKSI BERSAMA MASYARAKAT. kampung demak Jaya dan diikuti oleh ketua RT yakni Erik Setiawan (45 tahun) berkumpul di

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan selama orde baru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sangat bernuansa top-down karena

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam

BAB V MEMBONGKAR YANG MEMBELENGGU. A. Pembentukan Kelembagaan Perempuan Buruh Tani

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 8 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN BUPATI BARITO KUALA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA

Transkripsi:

53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam rangka peningkatan harkat, martabat dan kualitas hidupnya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar dan memecahkan berbagai permasalahan sosial yang timbul, dengan mengedepankan prakarsa dan kreatifitas masyarakat melalui pemanfaatan potensi dan sumber daya yang ada dan dalam prosesnya melibatkan semua unsur. Akan tetapi kenyataannya masih terdapat sebagian masyarakat yang tidak dapat berpartisipasi dalam pembangunan karena keterbatasannya. Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Pembuatan Batu Bata KUBE idealnya dibentuk atas dasar dari, oleh, dan untuk anggota. Sebagaimana KUBE yang telah terbentuk di desa Mantaren II merupakan KUBE yang dibentuk dari, oleh, dan untuk anggota. Adapun yang menjadi anggota KUBE tersebut adalah keluarga miskin yang secara bersama-sama memiliki keinginan yang sama untuk melakukan usaha secara kelompok. Dalam proses pembentukan KUBE tersebut keterlibatan Karang Taruna adalah sebagai fasilitator dalam proses pembentukan kelompok dimaksud. Secara kebetulan salah satu dari program dan kegiatan Karang Taruna adalah berperan dalam upaya pengentasan kemiskinan. Dalam moment yang bersamaan tersebut ternyata antara program Karang Taruna dan keinginan warga miskin sejalan, dan membentuk KUBE dengan mengelola kegiatan usaha pembuatan batu bata. Usaha pembuatan Batu Bata merupakan industri kecil rumah tangga dan merupakan pilihan yang tepat bagi masyarakat desa Mantaren II. Usaha tersebut dimulai sejak tahun 2001 yang lalu sebagai usaha alternatif, mengingat Kabupaten Pulang Pisau merupakan Kabupaten Pemekaran, tentunya memerlukan banyak bahan bangunan seperti batu bata, karena pada saat sekarang bahan bangunan dari kayu sudah mulai sulit diperoleh dan harga sudah tinggi. Usaha pembuatan batu bata menjadi pilihan mereka dengan pertimbangan bahwa usaha tersebut belum dilakukan oleh masyarakat dari desa

54 atau wilayah lain sedang bahan bangunan tersebut sangat diperlukan oleh masyarakat desa maupun Kabupaten. Kelompok Usaha Bersama pembuatan batu bata dibentuk dalam rangka menerobos kesempatan dan peluang usaha. Hal ini mengingat bahwa usaha pertanian bagi warga kurang meningkatkan taraf perekonomian karena kondisi lahan yang kurang mendukung karena mengandung gambut yang cukup tinggi serta sering terjadi pasang surut. Oleh karena itu tujuan membentuk KUBE tersebut adalah untuk meningkatkan taraf hidup dengan menekuni usaha pembuatan batu bata. Di samping itu dengan membentuk kelompok maka akan lebih mendukung dalam hal saling pertukaran pengalaman dan pengetahuan sesama anggota. Sampai dengan tahun 2005 telah terbentuk sebanyak empat kelompok usaha bersama (KUBE) pembuatan batu bata yang setiap kelompoknya terdiri dari antara lima sampai tujuh anggota, di mana anggota kelompok tersebut adalah keluarga-keluarga miskin. Dalam melakukan usaha pembuatan batu bata tersebut, sebagai modal awal berasal dari modal pribadi, karena untuk memproduksi batu bata tersebut tidak banyak memerlukan beaya dan bahan yang harus dibeli. Keinginan untuk menambah modal memang muncul dari beberapa anggota kelompok dengan tujuan untuk dapat menambah tenaga kerja, namun tidak ada keberanian untuk mengajukan pinjaman modal ke pihak luar, karena persyaratan yang mereka miliki kurang memenuhi syarat, disamping itu rasa takut usaha tersebut tidak berkembang sehinga tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Yang menjadi harapan bagi para pengrajin batu bata tersebut adalah ada pihak yang mau menampung hasil produk yang mereka hasilkan. Karena dengan ada penampung, maka usaha akan menjadi lancar, tidak sekedar menunggu pesanan atau untuk mengurangi hasil produk menumpuk di kelompok. Keadaan yang ada pada saat sekarang adalah sepanjang barang masih banyak menumpuk, maka kegiatan produksi biasanya untuk sementara istirahat sambil menunggu barang tersebut laku dijual. Sejauh ini kebijakan Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau belum mengarah dan berpihak kepada upaya pemberdayaan KUBE yang ada di desa Mantaren II. Hal ini ditunjukkan belum adanya pembinaan terhadap KUBE tersebut baik secara permodalan maupun motivasi kegiatan. Dengan belum tersentuhnya perhatian Pemerintah Kabupaten tersebut, maka KUBE sampai saat sekarang masih mengalami banyak kendala seperti kurangnya permodalan,

55 kurang berjalannya kepengurusan, serta belum terjalinnya hubungan dengan pihak-pihak terkait dan berwenang di Kabupaten. Di samping itu masih terkendala pada masalah pemasaran, yaitu belum terwujudnya mitra kerja sehingga pemasaran masih bersifat menunggu datangnya pembeli, dan belum ada penyalur atau penampung hasil produksi KUBE. Dari sisi permodalan, selama ini KUBE bergerak dengan menggunakan modal sendiri yang dihimpun secara iuran kelompok. Melihat kegiatan usaha KUBE tersebut dianggap lancar dan kemungkinan dapat berkelanjutan, maka Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah melalui Dinas Kesejahteraan Sosial berupaya memberikan bantuan modal yang disalurkan dari dana pembinaan Karang Taruna sebesar Rp. 50.000.000,-. KUBE di desa yang merupakan binaan karang taruna, maka bantuan dana tersebut oleh karang taruna disalurkan kepada KUBE sebagai penambahan modal usaha, di mana setiap anggota KUBE memperoleh bantuan modal sebesar Rp. 1.500.000,- Kebijakan dan program pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan selama ini masih terkesan dengan menerapkan pendekatan sentralistik. Hal ini dibuktikan bahwa Pemerintah melalui Dinas atau Kantor Sosial dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui KUBE masih sebatas mengejar target program, tetapi belum bersifat menggerakkan masyarakat secara partisipatif dalam upaya pemberdayaan keluarga miskin. Akibat kebijakan seperti ini maka kreatifitas keluarga miskin juga lemah sehingga mereka selalu mengharap bantuan dari Pemerintah, sedangkan pemerintah tidak selalu mengerti kebutuhan yang sebenarnya diperlukan oleh masyarakat atau keluarga miskin. Hal ini karena dalam pengambilan keputusan dan kebijakan dalam proses pemberdayaan tidak melibatkan masyarakat, sehingga hasil yang dicapai juga sesuai yang diharapkan. Program pemerintah Kabupaten Pulang Pisau dalam rangka penanggulangan kemiskinan melalui program KUBE, masih terbatas pembentukan-pembentukan kelompok yang telah ditargetkan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi, sepanjang adanya dana dekonsentrasi dari pusat, itu juga masih dalam jumlah yang sangat terbatas. Sejak berdirinya Kabupaten Pulang Pisau pada tahun 2002, pembentukan KUBE bagi keluarga miskin baru mencapai sebanyak 36 kelompok. Dari jumlah tersebut tersebar di delapan kecamatan sehingga program tersebut masih sangat minim dalam upaya memberdayakan keluarga miskin dengan melalui KUBE. Untuk mendukung

56 perkembangan KUBE tersebut disediakan dana dekonsentrasi yang dikelola oleh Dinas Kessos Propinsi, sedangkan Kantor Sosial Kabupaten masih sebatas menyediakan dan membentuk KUBE saja. Untuk program pengentasan kemiskinan sebagaimana program KUBE belum teranggarkan secara khusus pada Kantor Sosial dan PMD Kabupaten Pulang Pisau. Namun demikian agar KUBE-KUBE yang telah ada di wilayah Kabupaten Pulang Pisau menjadi sarana yang strategis dalam penanggulangan kemiskinan, diharapkan adanya sharing dana bahwa di Kabipaten dapat menyediakan dana pendampingan. Atas dasar kondisi di lapangan yang masih serba terbatas ini mengakibatkan KUBE-KUBE yang ada termasuk KUBE keluarga miskin di desa Mantaren II kurang mendapat perhatian dari pemerintah atau stakeholders terkait lainnya. Pengembangan Ekonomi Masyarakat Melalui KUBE Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa usaha pembuatan batu bata merupakan salah satu terobosan baru sebagai usaha masayarakat dalam menambah penghasilan keluarga. Di samping itu untuk memenuhi kebutuhan akan bahan bangunan di kabupaten Pulang Pisau yang merupakan Kabupaten Pemekaran. Dengan Kabupaten Pemekaran tersebut tentunya sangat dibutuhkan bahan bangunan yang cukup banyak. Oleh karena adanya kesempatan tersebut maka usaha pembuatan batu bata merupakan terobosan yang strategis sebagai usaha peningkatan ekonomi dan sekaligus penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Untuk menjamin agar di antara masyarakat tidak terjadi kesenjangan maupun persaingan yang kurang sehat maka atas inisiatif para tokoh masyarakat dan Karang Taruna, komunitas keluarga miskin tersebut diorganisir dalam wadah Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Dari sisi ketenagakerjaan, bahwa KUBE tersebut juga terbuka peluang bagi warga masyarakat yang memiliki waktu luang termasuk anak-anak yang putus sekolah memanfaatkan peluang tersebut dengan ikut bekerja sebagai buruh upahan dalam pembuatan batu bata dengan bergabung dalam kelompokkelompok tersebut. Upah per biji batu bata sebesar Rp. 80,- dan rata-rata sehari para buruh dapat memproduksi sebanyak 250 sampai 300 biji bata, sedang pemilik usaha menjual per biji bata seharga Rp.250,-Dengan demikian maka Kelompok Usaha Bersama (KUBE) pembuatan batu bata tersebut telah banyak

57 menampung tenaga kerja yang berarti telah berpartisipasi dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam produksi batu bata sebenarnya tidak banyak memerlukan modal finansial, hal ini karena sebagai bahan baku berupa tanah lihat diperoleh dari pekarangan mereka yang mengandung tanah lihat. Hanya saja kayu bakar sebagai pembakar batu batau setengah matang terpaksa harus dibeli dari warga yang lain seharga 35.000 per kubik, di samping itu terkait dengan untuk memproduksi batu bata lebih banyak diperlukan tenaga kerja yang banyak juga, sehingga diperlukan modal untuk upah tenaga kerja. Namun sejauh ini baik secara pribadi maupun melalui kelompok belum berani megajukan pinjaman modal karena masih merasa takut apabila mengalami kendala dalam produksi dan pengembalian modal pinjaman tersebut. Dalam upaya pemasaran hasil produksi, sejauh ini belum dilakukan dengan menjalin jejaring maupun dikelola dengan sistem penampungan hasil produksi. Para pengrajin atau pengusaha batu bata tersebut masih bersifat menunggu pesanan atau pembeli yang datang ke tempat memproduksi batu bata tersebut. Harapan mereka bahwa hasil produksi batu bata tersebut ada pihakpihak yang dapat dan mau mempromosikan hasil produksinya seperti Dinas perindagkop maupun para pengusaha dan rekanan termasuk developer sehingga produksi dapat terus berlangsung tanpa henti sehingga dapat menjadi pekerjaan tetap bagi masyarakat baik pemilik usaha maupun para buruhnya. Pengembangan Modal Sosial dalam KUBE Modal Sosial menurut Fukuyama (2000) yang dikutip Tonny (2005) diartikan sebagai seperangkat nilai nilai internal atau norma-norma yang disebarkan di antara anggota-anggota suatu kelompok yang mengijinkan mereka untuk bekerjasama antara satu dengan yang lainnya. Ia menambahkan bahwa prasarat penting untuk munculnya modal sosial adalah adanya kepercayaan (trust), kejujuran (honesty), dan timbal baik (resiprosity). Selanjutnya Fukuyama juga mengatakan bahwa modal sosial itu sendiri memeliki empat dimensi sosial, Pertama ; adanya ikatan yang kuat antara anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya yang didasari ikatanikatan kekerabatan, etnik, dan agama. Kedua; adanya pertalian yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal seperti terbentuknya jejaring atau asosiai-asosiasi. Ketiga ; Adanya integritas organisasional yaitu keefektifan dan

58 kemampuan institusi negara yang menjalankan fungsinya termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. Keempat ; adanya sinergi yaitu relasi antar pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas. Bertitik tolak dari pendapat di atas maka dalam kegiatan evaluasi terhadap kegiatan KUBE, dengan merujuk pada konsep modal sosial dapat dikatakan bahwa : a. Kelompok usaha bersama (KUBE) merupakan serangkaian norma dan jaringan yang dapat menggerakkan orang miskin di pedesaan baik sebagai perseorangan maupun keluarga untuk melakukan tindakan yang secara bersama dalam wadah kelompok usaha bersama, baik dalam kegiatan ekonomi, sosial maupun kegiatan lainnya. b. Bahwa dalam kegiatan usaha bersama dalam wadah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) pembuatan batu bata, di antara anggota didasari atas kepercayaan (trust), kejujuran, sehingga dapat membentuk kelembagaan/institusi yang cukup kuat sehingga dapat dijasdikan sebagai wadah dalam pemecahan masalah bersama termasuk dalam upaya penanggulangan kemiskinan anggotanya. c. Bahwa dalam KUBE terjalin ikatan yang kuat di antara anggota kelompok sehingga mereka dapat bekerjasama dengan baik termasuk dalam kesepakatan harga jual batu bata, sehingga tidak terdapat persaingan yang tidak sehat. Hal ini juga didasari oleh kekerabatan yang tinngi serta etnik yang sama. d. Program KUBE merupakan program pemberdayaan yang berupaya untuk mengembangkan aspek lokalitas dan menjembatani upaya penanggulangan kemiskinan di antara institusi yang terkait seperti pemerintah, swasta, pasar, maupun stakeholder yang lain sehingga tercipta sinergi dalam mewujudkan tujuan bersama dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) pembuatan batu bata tersebut merupakan sebuah gerakan sosial (Social Movement) dalam rangka upaya menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kesejahteraan sosial. KUBE dibentuk dan dibangun berangkat dari gejala kemiskinan dan pengharapan yang meningkat sehingga dengan terbentuknya KUBE tersebut memberikan momentum kemudahan dalam situasional, sehingga merupakan sebuah gerakan upaya memerangi kemisinan.

59 Ditinjau dari aspek psikologi dan gerakan sosial, bahwa dalam pelaksanaan program KUBE dapat dijelaskan melalui perspektif konvergensi yaitu bahwa perilaku anggota KUBE dapat difahami dari dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, bahwa Akibat tekanan ekonomi yang menghimpit kehidupan mereka mendorong untuk melakukan sesuatu yaitu muncul semangat berusaha yang tinggi dengan bergabung ke dalam kelompok usaha bersama untuk meningkatkan taraf ekonominya. Sedangkan faktor eksternal bahwa dengan melihat peluang ke masa depan bahwa usaha pembuatan batu bata merupakan alternatif usaha yang cukup bagus dan menjadi peluang usaha selain usaha pokok sebagai petani. Sebagai saran untuk perbaikan bahwa dalam usaha tersebut, pertama ;perlunya perbaikan sistem pengorganisasian yang baik dan peningkatan jejaring sehingga dengan demikian eksistensi usaha lebih dapat dikembangkan dan dipertahankan. Kedua; menguatkan kapasitas kelompok dengan memperkuat kepengurusan dan kelembagaan karena dengan demikian akan lebih memberikan kepercayaan terhadap pihak luar yang berkaitan dengan usaha sehingga akan memberikan kemudahan dalam berusaha secara berkelanjutan. Setelah melakukan evaluasi terhadap program KUBE dari aspek pengembangan ekonomi lokal, modal sosial dan gerakan sosial dalam upaya pengembangan masyarakat maka dapat diambil kesimpulan umum terhadap program KUBE dalam pengembangan masyarakat antara lain sebagai berikut : a. Belum adanya kerjasama dan dukungan nyata dari pihak-pihak terkait seperti Pemerintah Daerah, pengusaha, kelompok0kelompok peduli seperti LSM, Perguruan Tinggi, dan sebagainya sehingga belum terwujud suatu kerjasama yang baik dalam upaya penanggulangan kemiskinan. b. Secara lembaga, KUBE tersebut belum terakomodir secara baik karena kurang berfungsinya pengurus sehingga menimbulkan kurangnya kerjasama antar anggota, pelanggaran kesepakatan bersama seperti masalah keseragaman harga jual batu bata. Karena keterbatasan modal usaha maka volume usaha sulit untuk berkembang. Apabila kegiatan KUBE tersebut didukung dengan permodalan baik modal fisik berupa peralatan atau teknologi dan modal finansial maka usaha batu bata akan menjadi usaha yang dapat diandalkan dan berkelanjutan dan diharapkan dapat mengatasi masalah kemiskinan.