ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE"

Transkripsi

1 60 ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE Untuk meminimalisai kekeliruan dalam menganalisis kelembagaan KUBE, diperlukan data dan informasi secara lengkap. Adapun data dan informasi yang diperlukan mengenai manfaat KUBE, masalah yang dialami, harapan yang diinginkan, serta faktor pendukung dan penghambat perkembangan KUBE. Dalam memperoleh data dan informasi tersebut dilakukan melalui wawancara terhadap anggota KUBE, masyarakat bukan anggota KUBE, serta pihak luar yang terkait serta melalui observasi lapangan, dokumentasi, serta diskusi-diskusi tentang keberadaan KUBE. Performa KUBE Berdasarkan hasil kajian lapangan yang dilakukan dengan melalui beberapa tahapan mulai dari wawancara kepada anggota kelompok, wawancara kepada masyarakat bukan anggota kelompok, pemerintah desa sampai dengan pemerintah kabupaten serta para tokoh masyarakat, maka diperoleh data dan informasi bahwa dalam rangka upaya pemberdayaan keluarga miskin dinilai sangat baik apabila dilakukan dengan melalui KUBE. Oleh karena itu untuk mewujudkan kesejahteraan bagi keluarga miskin harus terlebih dahulu dilakukan upaya pemberdayaan KUBE sebagai wadah usaha ekonomi secara kelompok. Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang keadaan KUBE di desa Mantaren II, maka dalam kajian ini akan melihat dari berbagai aspek sebagai berikut : Keorganisasian Performa pengurus merupakan kondisi dinamis yang dimiliki pengurus KUBE yang ditunjukkan dengan dengan tinggi rendahnya tingkat pendidikan dan tinggi rendahnya kemampuan mengelola atau mamajemen yang dimiliki. Hasil kajian di lapangan bahwa pengurus KUBE di desa Mantaren II berpendidikan SMA. Pada waktu berdirinya KUBE yaitu pada tahun 2001 telah ditetapkan kepengurusan yang meliputi ketua, sekretaris, dan dan bendahara. Pengurus tersebut dipilih berdasarkan tingkat pendidikan dengan harapan dapat dan mampu mengelola manajemen dalam KUBE. Di samping itu rata-rata pengurus

2 61 telah memiliki usaha pembuatan batu bata dengan harapan dapat berperan sebagai penggerak bagi anggota dalam berusaha. Namun demikian dari hasil kajian di lapangan ternyata manajemen mereka masih tergolong rendah, yaitu ditunjukkan dengan peran ketua yang tidak optimal dalam memimpin kelompoknya, yaitu bahwa kegiatan KUBE masih terkesan sendiri-sendiri, serta tidak pernah melakukan pertemuan secara rutin. Hal ini dimungkinkan karena pengurus KUBE belum memiliki pengalaman dalam bidang manajemen usaha. Di samping itu sebagai pengurus belum mampu melakukan usaha menjalin hubungan dengan pihak luar dengan menjalin hubungan kerja atau permodalan. Dengan demikian Organisasi atau kelompok KUBE tersebut dapat dikatakan tidak berfungsi. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab kurang berkembangnya KUBE. Keanggotaan Anggota KUBE merupakan warga desa yang rata-rata dalam kondisi perekonomian yang lemah atau dikategorikan miskindan tingakt pendidikan rendah yaitu rata-rata berpendidikan SD dan SMP. Tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah ternyata berpengaruh terhadap tingkat partisipasi. Oleh karena itu menjadi kesulitan bagi pengurus untuk untuk mengakomodir anggota dalam kegiatan. Tidak mudah bagi pengurus untuk melakukan sosialisasi tentang manfaat dan tujuan usaha secara kelompok. Oleh karena itu ada beberapa orang anggota KUBE yang tidak patuh dengan aturan main yang diterapkan dalam kelompoknya seperti masalah pemasaran, tidak secara kompak sesuai kesepakatan dalam kelompok. Dari keempat KUBE, jumlah anggota antar lima sampai tujuh orang anggota kelompok. Pada umumnya, anggota KUBE tersebut bermata pencaharian pokok sebagai petani dan rata-rata memiliki tanggungan antara tiga sampai empat orang anak. Mereka melakukan kegiatan usaha secara sendirisendiri karena usaha pembuatan batu bata kiranya sulit dilakukan secara kelompok. Namun dalam pengelolaan kegiatan termasuk aturan-aturan telah ditetapkan oleh kelompok. hal ini disebabkan bahwa sebagai bahan baku pembuatan batu bata dimiliki oleh setiap anggota seperti tanah lihat. Selama kurang lebih lima tahun, keanggotaan KUBE tidak mengalami peningkatan yaitu tetap sebanyak 24 orang anggota. Namun demikian telah banyak warga yang ikut terlibat dalam kegiatan KUBE yaitu sebagai buruh kerja pada KUBE.

3 62 Permodalan Modal merupakan faktor yang sangat berperan dalam kegiatan usaha KUBE pembuatan batau- bata. Pada awal kegiatannya, KUBE menggunakan modal secara swadaya. Para anggota KUBE memiliki modal berupa bahan baku yang dapat dikatan melimpah. Bahan baku untuk pembuatan batu bata sebenarnya sangat sederhana, yaitu berupa tanah lihat yang didapatkan dari lahan pekarangan mereka. Sedangkan peralatan yang dibutuhkan terdiri dari cangkul dan alat pencetak batu bata yang terbuat dari kayu dan dapat dibuat sendiri oleh mereka. Sedangkan bahan lain yang harus dibeli seperti sekam dan kayu bakar. Kemudian, karang taruna memperoleh bantuan dana pembinaan karang taruna dari dinas sosial propinsi, yang kemudian dana tersebut digunakan untuk meningkatkan usaha KUBE dengan diberikan kepada anggota KUBE yang masing-masing memperoleh Rp ,-. Dengan tambahan modal tersebut para anggota KUBE dapat mempekerjakan buruh dengan memberi upah sebesar Rp. 80,- untuk satu biji batu bata. Dengan bertambahnya tenaga kerja tersebut maka produksi meningkat. Namun demikian sejalan dengan perkembangannya, ternyata modal saat sekarang dirasakan kurang karena permintaan batu bata terus bertambah sedang produksi tidak mengalami perkembangan. Jika memiliki modal yang lebih besar mereka berharap ingin berusaha dengan teknologi yang lebih maju seperti alat pengaduk tanah lihat dan alat pencetak. Dengan demikian produksi akan meningkat dan akan diperoleh mutu yang baik sehingga mampu bersaing dipasaran. Perkembangan Usaha Usaha pembuatan batu bata merupakan usaha alternatif yang dilakukan oleh KUBE dengan pertimbangan bahwa bahan bangunan tersebut sangat diminati oleh masyarakat. Di samping itu dengan tersedianya bahan baku pokok seperti tanah lihat. Kondisi bahan baku tersebut cukup melimpah karena tanah lihat tersedia di pekarangan dan sawah yang tidak dimanfaatkan. Di samping itu terdapatnya peluang pasar yang luas. Oleh karena itu mereka optimis bahwa usaha pembuatan batu bata ini adalah usaha jangka panjang. Kendala yang dialami dari aspek jenis usaha ini antara lain masalah pemasaran, karena belum terciptanya jalinan kerja dengan pihak lain, dan masih kalah persaingan dengan produk dari luar daerah.

4 63 Dengan kondisi KUBE yang ada saat sekarang ini maka untuk mencapai KUBE yang semakin berkembang, maju, atau mandiri ke depan diperlukan pembenahan-pembenahan baik dari segi organisasi atau kepengurusan, pemasaran, serta peningkatan permodalan. Pada dasarnya upaya pengembangan KUBE muncul ketika anggota KUBE menghadapi permasalahan dan menyadari bahwa KUBE tersebut sebenarnya memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Namun demikian dalam upaya pengembangan KUBE tersebut akibat dari kelemahan pengetahuan dari pengurus dan anggotanya, ternyata untuk mengembangkan KUBE masih memerlukan banyak dukungan dari pihak luar. Kepemimpinan / Kepengurusan Kepemimpinan merupakan hal penting dalam suatu usaha secara kelompok. Hal ini karena berhasil atau gagalnya suatu usaha banyak ditentukan oleh sistim kepemimpinannya. Berkaitan dengan kepengurusan, maka di samping pengurus dipilih mereka yang memiliki pendidikan tinggi juga dipilih yang secara ekonomi lebih baik dibanding dengan anggota yang lainnya. Di samping itu sebagai pemimpin atau ketua juga yang lebih dulu memiliki usaha batau bata. Hal ini dengan pertimbangan agar dapat memberikan contoh bagi yang lainnya dalam usaha. Dapat dikatakan sebagai pemimpin adalah mereka yang menjadi panutan bagi anggotanya. Aturan Main Sebagai sebuah lembaga ekonomi produktif, Kelompok Usaha Bersama (KUBE ) dalam menjalankan kegiatannya diatur oleh peraturan yang disusun dan disepakati bersama seperti tentang iuran anggota, kesepakatan harga jual, saling tolong-menolong antar sesama anggota, serta kekompakandalam usaha. Namun karena kurang berfungsinya kepengurusan, maka aturan-aturan yang telah dibuat versama tersebut banyak telah dilanggar oleh anggotanya. Hal ini mengakibatkan tidak ada lagi kebersamaan dalam kelompok. Bahkan memunculkan adanya calo-calo yang mengambil kesempatan dalam kekacauan kelompok tersebut.

5 64 Pendampingan Dalam program KUBE, pendampingan merupakan hal penting dan sangat diperlukan keberadaannya. Dengan pendampingan kegiatan KUBE dapat lebih terarah. Fungsi pendamping adalah sebagai fasilitator dalam urusan baik kedalam maupun ke luar. Keberadaan pendamping juga diharapkan perannya dalam mengakses pasar, modal, dan teknologi bagi perkembangan KUBE. Di samping membuka akses, pendamping juga juga sebagai fasilitator dalam perbaikan administrasi dan seluruh rangkaian kegiatan KUBE. Dengan belum optimalnya pendamping pada KUBE menyebabkan lemahnya KUBE mengaksesteknologi, modal, serta pemasaran. Secara jelas kondisi performa KUBE di Desa Mantaren II seperti terlihat pada Tabel 9. Tabel 9 : Performa Kelembagaan KUBE. Unsur-unsur No dalam KUBE Kondisi Lapangan 1 Keorganisasian Pendidikan pengurus rata-rata SMA Kepengurusan terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara Manajemen rendah karena belum optimalnya ketua dalam memimpin Pengurus belum mampu menjalin hubungan ke luar 2 Keanggotaan Pendidikan anggota SD dan SMP Tiap KUBE beranggotakan antara 5-7 orang Anggota KUBE rata-rata warga miskin Belum ada peningkatan jumlah anggota 3 Permodalan Pada awalnya dengan modal sendiri Ada bantuan dana pembinaan KTI Rp. 50 juta (tiap anggota mendapat 1,5 jt) Untuk mengembangkan usaha kurang modal 4 Perkembangan Usaha Bahan baku melimpah Usaha masih satu jenis (pembuatan batu bata) Belum menunjukkan perkembangan usaha 5 Kepemimpinan /kepengurusan Pemimpin adalah mereka yang berpendidikan tinggi dan mapan ekonomi Menjadi contoh bagi anggotanya 6 Aturan Main Pada awal telah dibuat peraturan kelompok Terdapat anggota yang tidak taat dengan peraturan Akibatnya terjadi ketidak kompakan anggota Usaha KUBE bermanfaat bagi anggota dan masyarakat KUBE memberikan nilai ekonomi dan sosial 7 Pendampingan Belum optimalnya pendampingan oleh KTI Belum ada pendampingan khusus untuk memfasilitasi kelangsungan dan perkembangan KUBE

6 65 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kelembagaan KUBE Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Perkembangan Kelembagaan KUBE Dalam Kajian ini Kelembagaan KUBE lebih dipengaruhi oleh Potensi yang dimiliki Keluarga Miskin baik sebagai anggota maupun bukan anggota KUBE, Dukungan pihak luar, Organisasi atau lembaga KUBE, Hubungan dengan Kelompok Lokal lainnya, serta dukungan Komunitas setempat. Atas dasar faktor-faktor pengaruh tersebut maka akan muncul sebuah dinamika KUBE. Apabila faktor-faktor pengaruh tersebut diserap secara maksimal oleh KUBE maka akan menimbulkan Dinamika yang positif bagi KUBE dan sebaliknya. Oleh karena itu dalam pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kelembagaan KUBE bertujuan sebagai analisis pembanding terhadap keadaan KUBE yang sebenarnya di lapangan. Dalam pembahasan ini lebih memberikan penekanan sampai sejauh mana KUBE mampu menyerap beberapa faktor pengaruh tersebut. Potensi Keluarga Miskin Suatu keluarga dikategorikan sebagai keluarga miskin pada dasarnya memiliki kemampuan atau potensi diri sebagai modal dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya walaupun dalam keadaan yang sangat minim atau terbatas. Keluarga miskin secara faktual dapat dilihat bahwa mereka mampu merespon dan mengatasi permasalahan sosial-ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya. Dari semua bentuk keterbatasan yang dikategorikan terhadap keluarga miskin terdapat potensi sosial yang dimiliki mereka yang meliputi kepemilikan lahan, keterampilan, keuletan atau pekerja keras, solidaritas sosial, mobilitas yang tinggi, cerdik dan tidak mudah menyerah, serta berorientasi ke masa depan. Jika potensi tersebut telah dapat dikembangkan sebagaimana seharusnya maka keluarga-keluarga yang ada sudah dapat dipastikan akan terhindar dari kondisi kemiskinan. Namun demikian berbeda halnya kenyataan di lapangan, bahwa potensi yang ada tersebut sering kali masih mengalami kendala-kendala dalam perkembangannya. Sebagai warga masyarakat yang rata-rata bermata pencaharian sebagai petani, mereka telah dibekali keterampilan bertani dan bercocok tanam. Namun demikian walaupun hanya berbekal keterampilan yang sangat terbatas tetapi

7 66 dapat dimanfaatkan sebagai modal berbagai kegiatan usaha ekonomis produktif yang sangat terbatas juga yaitu sebatas mampu memenuhi kebutuhan seharihari. Sebagaimana dituturkan Bapak SLMT salah seorang petani sebagai berikut : Kami ini sebagai warga Transmigrasi dan sebagai petani yang hanya memiliki keterampilan bertani ya apa boleh buat demi kehidupan ya tetap bertani. Mau usaha lain saya sudah tua dan tidak punya keahlian lain selain bertani. Maka itu kehidupan kami ini ya dari dulu seperti ini tidak ada kemajuan... Secara umum, masyarakat desa Mantaren II yang merupakan warga Transmigrasi memang memilki keuletan dan pekerja keras. Hal ini karena terdorong oleh upaya memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka seolah tidak pernah mengenal lelah dalam berusaha. Sesuai perjalanan kehidupan mereka sebagai warga pendatang, maka tingkat keberhasilannyapun bervariasi. Hal ini disebabkan oleh tingkat keterampilan dan keuletan berusaha yang berbedabeda. Namun apabila dilihat secara umum kebanyakan dari mereka masih dalam kategori miskin. Sebagai warga pedesaan yang di kategorikan sebagai warga miskin, merka memiliki keuletan dan pekerja keras. Dengan kemampuan yang terbatas ternyata mereka masih mampu membaca peluang usaha walaupun dalam skala kecil (mikro) yang berorientasi pasar pada tataran kelas menengah ke bawah. Sebagai bukti bahwa mereka mampu menciptakan peluang usaha yang belum dapat dilakukan oleh warga desa yang yang lain seperti menjual sayur keliling, membuat batu bata, batako, dan genting, beternak dan jenis usaha lainnya, seperti keterampilan industri kecil pembuatan makanan dari hasil pertanian seperti keripik pisang, singkong, marning, walaupun volume usaha tersebut masih terbatas pada pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal, dan sebagaian ke masyarakat luar. Walaupun kondisi kehidupan masyarakat desa Mantaren II dapat dikatan sakit oleh kemiskinan, namun mereka tidak pernah putus asa. Mereka juga memiliki harapan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Hal ini ditandai oleh adanya kemauan yang keras untuk berusaha, tidak mau menyerah dengan kondisi lingkungan yang ada. Atas dasar kondisi potensi keluarga miskin diatas maka apabila potensi tersebut dikembangkan maka ke depan dapat diprediksi bahwa potensi tersebut akan membawa pengaruh positif terhadap kehidupan yang lebih baik. Apabila keluarga-keluarga miskin tersebut

8 67 dikelompokkan dalam sebuah KUBE, maka dengan modal potensi yang mereka miliki maka dengan melalui KUBE akan dapat memberikan kemudahan bagi keluarga miskin untuk dapat memperbaiki taraf kehidupannya. Dukungan Pihak Luar Keberhasilan sebuah KUBE tidak terlepas dari dukungan pihak luar. Dukungan dalam hal ini berkaitan dengan bantuan pemerintah baik dukungan dalam bentuk permodalan, pembinaan, maupun program atau kebijakan pemerintah. Selanjutnya bentuk dukungan lainnya seperti keterlibatan pihakpihak yang peduli dengan kemiskinan seperti LSM maupun Organisasi terkait lainnya. Suatu KUBE tanpa ada campur tangan ataupun dukungan pihak luar tersebut niscaya KUBE tersebut akan mengalami hambatan dan kesulitan dalam mencapai keberhasilannya. Dukungan pihak luar terhadap KUBE yang ada di desa Mantaren II tergolong masih rendah. Hal ini dibuktikan bahwa selama ini belum pernah ada bimbingan, evaluasi, serta monitoring dari pihak pemerintah baik pemerintah Desa, Kecamatan, maupun Kabupaten. Bahkan keberadaannya pun belum banyak diketahui secara persis oleh pemerintah. Hal ini dimungkinkan karena KUBE tersebut dibentuk oleh dan atas dasar inisiatif masyarakat sendiri dengan bimbingan dari Karang Taruna Desa dan merupakan salah satu bidang kegiatan Karang Taruna Desa. Dalam kaitan ini dikatakan oleh Staf pada Kantor Sosial dan PMD Bapak BN bahwa :...Sejauh ini kami belum mengetahui tentang keberadaan KUBE di desa Mantaren II, karena selama ini belum ada laporan bahwa di desa Mantaren II terdapat KUBE sebanyak empat Kelompok. KUBE yang kami ketahui keberadaannya sementara ini adalah KUBE yang dibentuk oleh Kantor Sosial dan PMD, jadi keberadaan KUBE tersebut belum kami monitor.namun demikian kami akan berusaha membantu melakukan pembinaan terhadap KUBE tersebut.... Namun demikian Pemerintah Kabupaten sejauh ini telah melakukan pembinaan terhadap Keluarga Miskin dengan membentuk KUBE yang tersebar di wilayah Kabupaten. Sampai saat sekarang telah terbentuk sebanyak 78 KUBE. Walaupun demikian, pemerintah Kabupaten melalui Kantor Sosial dan PMD telah memiliki Data tentang Keluarga Miskin se Kabupaten. Oleh karena itu ke depan akan memudahkan dalam melakukan pemberdayaan Keluarga Miskin tersebut yang salah satunya dengan membentuk KUBE. Bahkan sebagai

9 68 program prioritas Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau ke depan salah satunya adalah penanggulangan kemiskinan. Sebagaimana KUBE di desa Mantaren II tersebut bahwa yang menjadi permasalahan utama saat sekarang adalah masalah pemasaran. Di mana kendala pemasaran tersebut disebabkan oleh karena belum ada pihak yang peduli dengan melakukan penampungan barang hasil produksi seperti Dinas Perindagkop atau pihak manapun. Hal ini akan menghambat proses pemasaran, karena selama ini para pengrajin atau KUBE masih bersifat menunggu pesanan yang tidak menentu waktunya. Harapan bagi KUBE jika produk Batu Bata tersebut dapat ditampung oleh pihak yang berkepentingan maka produksi akan meningkat dan pemasaran akan lancar. Oleh karena belum terkoordinirnya masalah pemasaran ini maka terkadang dimasuki produk dari luar daerah sehingga produk sendiri tidak dapat dipasarkan. Di samping terkendala masalah pemasaran, untuk mengembangkan KUBE tersebut juga terkendala masalah permodalan. KUBE pembuatan Batu Bata tersebut pada awalnya beroperasi dengan menggunakan modal sendiri yang sangat terbatas. Selanjutnya atas binaan dari LSM Borneo yang bekerjasama dengan Karang Taruna Desa berusaha memohon bantuan kepada Pemerintah Propinsi dan ternyata mendapat bantuan berupa uang sebanyak Rp ,- yang kemudian dikelola melalui KUBE tersebut. Hal ini sangat membantu dalam pengembangan usaha KUBE. Namun demikian, mengingat usaha tersebut dirasakan oleh KUBE maupun oleh anggota kelompok sdangat menjanjikan dalam peningkatan usaha, maka KUBE mengharapkan dan berkeinginan untuk menambah modal usaha tersebut. Namun demikian mereka belum mengerti ke mana dan bagaimana caranya agar KUBE dapat memperoleh bantuan dana walaupun dalam bentuk pinjaman lunak. Demikian yang dikeluhkan salah satu anggota KUBE Life Skill II Bapak SR sebagai berikut :... Sebenarnya usaha Batu Bata ini sangat baik dalam upaya peningkatan pendapatan, namun kami kekurangan modal. Karena dengan modal yang sedikit membuat produksi juga rendah... Selanjutnya, salah satu anggota KUBE II yang lain Bapak SND lebih menginginkan adanya pendamping KUBE dari aparat Pemerintah agar kegiatan dan kepengurusan KUBE lebih baik. Beliau mengatakan bahwa : Kami sangat mengharapkan bahwa KUBE di desa Mantaren II ini didampingi oleh aparat pemerintah. Dengan adanya pendamping maka KUBE tersebut akan lebih baik dan disiplin, di samping itu dengan

10 69 adanya pendamping secara khusus dapat membantu kami dalam hal urusan baik di dalam maupun ke luar. Jika disimak lebih dalam bahwa dukungan pihak luar ternyata sangat diharapkan dalam pengembangan KUBE. Akan lebih bagus lagi jika program dan kebijakan pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan melalui KUBE. Karena dengan melalui KUBE akan memberikan kemudahan bagi Pemerintah dalam melakukan perencanaan, monitoring, dan evaluasi terhadap program tersebut. Di samping itu diharapkan juga adanya pihak-pihak terkait lainnya seperti perbankan atau lembaga keuangan lainnya dapat ikut berpartisipasi dalam ikut mendukung program penanggulangan kemiskinan dengan memberikan bantuan modal walaupun dengan sistem pinjaman dengan bunga yang lunak dan persyaratan yang ringan. Hubungan Dengan Kelompok Lokal Lainnya Sebagaimana umumnya sebuah desa dengan pola kehidupan masyarakatnya maka desa Mantaren II dengan kondisi masyarakat yang homogen dan berlatar belakang sebagai warga transmigrasi dengan mata pencaharian mayoritas petani, maka untuk mendukung tata kehidupan dan kemasyarakatan telah melakukan berbagai kegiatan kemasyarakatan seperti Arisan, adanya TPSP, UPPKS, UP2K-PKK, serta dibentuknya Rukun Kematian. Kelompok-kelompok tersebut telah berjalan dengan baik, namun terdapat sebagian yang sudah kurang aktif dalam kegiatannya. Kegiatan-kegiatan kelompok tersebut dilakukan dalam rangka menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan. Melalui wadah kegiatan kelompok tersebut juga memberikan ruang kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan menambah wawasan dalam bermasyarakat dan berusaha. KUBE juga merupakan sebuah kelompok masyarakat sebagai wadah kegiatan masyarakat guna saling tukar-menukar pengalaman, informasi, serta digunakan sebagai tempat berusaha dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Namun demikian sejauh ini belum ada satu KUBE pun yang melakukan hubungan dengan kelomp[ok lokal lainnya, baik dalam usaha maupun kerjasama. Hal ini dimungkinkan karena KUBE yang ada masih lemahnya kepengurusan. Dengan demikian maka akan menghambat dalam melakukan hubungan dengan organisasi atau kelompok lokal lainnya. Hubungan dengan

11 70 kelompok lokal lainnya ini dimaksudkan untuk saling meninmba ilmu dan pengalaman dari keberhasilan kelompok lokal yang lain, serta saling kerjasama. Dukungan Komunitas Faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan KUBE adalah adanya dukungan komunitas. Dukungan komunitas tersebut meliputi antara lain adanya pandangan positif dari orang-orang yang berpengaruh, teknologi, sistem penghimpunan dana yang berupa kegiatan-kegiatan arisan, sarana pendukung usaha seperti transportasi,, keikutsertaan masyarakat dalam program KUBE, serta banyaknya alternatif usaha ekonomi produktif. Secara sosial budaya, bahwa telah menjadi suatu kebiasaan bahwa pola hidup masyarakat desa adalah kegotong royongan dan kerjasama yang baik. Oleh karena sebagaimana pada kegiatan KUBE, mereka saling bahu membahu dalam mencapai tuujuan bersama yaitu menigkatkan kesejahteraan sosial dan keluarganya. Dalam kegiatan KUBE, selain mempunyai tujuan utama meningkatkan kesejahteraan keluarga, juga bertujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosialnya yaitu meningkatnya rasa kesetiakawanan sosial, persaudaraan, kekerabatan, dan kegotong royongan dan kebersamaan. Masyarakat menyadari bahwa dalam menjalani kehidupan tidak akan dapat berjalan dengan normal tanpa dukungan atau adanya kerjasama dengan lainnya. Program KUBE termasuk program baru di desa Mantaren II. Program KUBE tersebut dibentuk mulai tahun Karena merupakan program baru di desa dan merupakan kegiatan di bidang ekonomis produktif bagi keluarga miskin maka sebagian besar anggotanya terdiri dari keluarga-keluarga miskin. Untuk menghindari agar program tersebut tidak berhenti di tengah jalan maka diperlukan pengelolaan secara baik. Untuk itu langkah awal dipilih pengurus dari orang-orang yang dianggap mempunyai pengalaman di bidang usaha ekonomi. Di samping itu sebagai anggota maupun pengurus adalah orang-orang desa Mantaren II, bukan orang dari luar desa tersebut. Sebagai kelompok ekonomis produktif, KUBE dilaksanakan dengan aturan-aturan tertentu sesuai dengan kondisi setempat. Hal ini dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai serta budaya masyarakat setempat seperti kegiatan KUBE sedapat mungkn dapat menyerap tenaga kerja bagi masyarakat desa Mantaren II, KUBE diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

12 71 masyarakat dan lingkunan, tidak berdampak terganggunya lingkungan akibat proses produksi yang dilakukan KUBE. Secara umum kegiatan usaha KUBE di desa Mantaren II merupakan kegiatan yang memiliki dampak positif terhadap masyarakat. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya taraf ekonomi bagi keluarga Miskin yang telah tergabung sebagai anggota KUBE. Di samping itu keberadaan KUBE telah dapat mengangkat kemiskinan masyarakat dengan mengikutsertakan warga miskin sebagai tenaga buruh dengan mengambil upah. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang Tokoh Masyarakat Bapak SPY berikut : Keberadaan KUBE menurut pemngamatan saya probadi sangat menguntungkan masyarakat. Dengan adanya KUBE yang bergerak dibidang pembuatan Batu Bata tersebut telah mengangkat derajat sebagian masyarakat dari kemiskinan karena banyak warga yang menjadi buruh kerja di KUBE. Oleh karena itu saya sangat mendukung upaya-upaya pengentasan kemskinan itudilakukan dengan melalui KUBE seperti yang ada ini Selanjutnya Bapak SPY dalam menilai positif terhadap KUBE tersebut beliau memberikan contoh sebagai berikut :...Kami ini sebagai warga yang berasal usulsama yaitu sebagai warga Transmigrasi. Saya memperhatikan pada KUBE Life Skill I, ternyata mereka pada beberapa tahun terakhir ini kelihatan sekali adanya peningkatan perekonomiannya, terbukti mereka rata-rata telah dapat memperbaiki rumah mereka, padahal dulu ya hanya sama-sama kita seperti ini juga. Oleh karena itu saya mengharapkan dan sering saya katakan kepada masyarakat agar dalam berusaha jika memungkinkan secara kelompok agar dapat saling bantu-membantu dan bekerjasama dengan baik... Secara nyata, perkembangan KUBE di desa Mantaren II tersebut mulai menunjukkan kemajuan yaitu dengan adanya peningkatan pendapatan bagi anggota maupun masyarakat sekitarnya (buruh kerja). Namun demikian sebenarnya anggota KUBE masih memiliki keluhan bahwa hasil yang diperoleh sebenarnya minim. Dari sebanyak 1000 Batu Bata per orang mendapatkan hasil kurang lebih Rp ,- setelah dipotong biaya pembelian kayu bakar dan upah buruh. Itupun harus menunggu selama kurang lebih 20 hari. Kendala dalam hal ini karena rendahnya hasil produksi yang masih menggunakan peralatan secara tradisional yang dibikin sendiri dari kayu. Apabila dalam berproduksi dengan menggunakan teknologi yang modern tentunya akan menghasilkan jumlah produksi yang lebih bermutu dan jumlah yang banyak.

13 72 Demikian diungkapkan oleh salah seorang anggota KUBE Life Skill IV YTN berikut : Sementara ini kami hanya bekerja dengan peralatan yang sederhana buatan sendiri dari kayu, serta cangkul sebagai pengaduk tanah lihat. Jika kami menggunakan alat teknologi seperti pencetak Batu Bata dengan alat pencetak khusus maka akan memperoleh hasil yang baik. Di samping itu yang lebih baik lagi jika memiliki Molen sebagai pengaduk tanah lihat maka kami akan bekerja lebih cepat dan hasilnya juga akan lebih banyak. Namun kami bersyukur dengan kondisi sekarang ini dapat menambah pendapatan keluarga. Sebagai salah satu dalam upaya pengembangan KUBE adalah modal. Modal awal sebagai usaha Batu Bata ini dengan modal sendiri. Namun setelah ada Bantuan Karang Taruna tiap anggota KUBE mendapatkan suntikan dana tersebut sebesar Rp ,-. Dengan modal sebesar itu ternyata mereka telah dapat menjalankan usahanya dengan baik. Upaya dalam menambah modal sampai saat sekarang ini belum dilakukan oleh tiap KUBE. Upaya yang dilakukan sekarang adalah dengan melakukan iuran wajib kepada kelompok sebesar Rp ,- tiap bulan. Mengenai penggunaan uang tersebut salah satunya untuk biaya administrasi kelompok serta untuk biaya promosi ke luar, dan selebihnya merupakan tabungan kelompok. Dengan adanya KUBE di desa Mantaren II ternyata menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebagian masyarakat memandang positif dengan adanya KUBE tersebut, namun sebagian lainnya mempunyai pandangan negatif atas terbentuknya KUBE tersebut. Bagi masyarakat yang memandang negatif tersebut kebanyakan karena dalam pembentukan KUBE tidak melibatkan seluruh warga untuk diajak dalam pembentukan. Hal ini menimbulkan kecemburuan kepada sebagian masyarakat. Seperti diungkapkan oleh Bapak MKR berikut : Saya tidak tahu tentang KUBE itu, karena KUBE tersebut dibentuk tidak melibatkan seluruh warga dengan melalui musyawarah, akan tetapi sepengetahuan sayakube hanya dibentuk di RT I saja. Saya kurang tahu apa masalahnya, saya ini kan juga orang miskin tapi kenapa tidak diikutkan dalam KUBE... Berbeda dengan pendapat warga yang lain yang memandang positif dengan keberadaan KUBE tersebut. Pandangan tersebut seperti diungkapkan oleh Bapak WDD sebagai berikut : Menurut pendapat saya, KUBE yang ada tersebut ternyata telah memberikan nilai positif kepada masyarakat karena telah memberikan peluang pekerjaan kepada warga yang sedang menganggur. Hanya saja masalah pembentukannya kurang ada kerjasama dengan Desa

14 73 atau dengan warga yang lain. Tetapi dilihat dari sisi kegiatannya saya setuju dengan KUBE yang ada sekarang ini. KUBE Keluarga Miskin dibentuk seharusnya beranggotakan Keluargakeluarga Miskin yang ada di desa. Namun karena KUBE tersebut dibentuk dibentuk atas insiatif Karang Taruna yang bekerjasama dengan LSM Borneo Lestari, maka masih terdapat kelemahan seperti belum melibatkan seluruh Keluarga Miskin sebagai anggota KUBE. Dalam proses pembentukan KUBE tersebut selaku ketua Karang Taruna Bapak STN menyatakan sebagai berikut : Selaku ketua Karang Taruna saya mempunyai program kegiatan Karang Taruna. Salah satu kegiatan tersebut adalah pemberdayaan keluarga miskin. Oleh karena itu sebagai uji coba maka kami merinisiatif bembentuk KUBE ini yang dibantu oleh LSM Borneo Lestari. Apabila KUBE ini menunjukkan keberhasilannya maka ke depan kami akan membentuk KUBE-KUBE baru dalam rangka membantu pengentasan kemiskinan di desa... Bapak STN tersebut berinisiatif mengembangkan usaha KUBE tersebut karena melihat bahwa di desa Mantaren II terdapat banyak pengrajin Batu Bata. Namun selama ini kegiatan dilakukan secara sendiri-sendiri dan dilaksanakan sangat tradisional. Oleh karena itu agar kegiatan lebih terarah maka baik jika para pengrajin Batu Bata tersebut dikoordinir dalam wadah KUBE. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE di desa Mantaren II sebagaimana terlihat pada tabel 10.

15 74 Tabel 10 : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan KUBE No Faktor yang Faktor mempengaruhi KUBE Positif Negatif 1 Potensi Keluarga Miskin Terkait dengan SDM : Anggotanya memiliki lahan yang luas namun kurang produktif Terampil Ulet bekerja Terkait dengan Kelembagaan Adanya kerjasama antar anggota Terkait dengan SDM : Bahan baku dapat merusak lingkungan Masih terdapat kekurang kompakan anggota Terkait dengan Kelembagaan Terbatasnya modal 2 Dukungan pihak luar Terkait dengan Kelembagaan Terdapat pasar yang cukup baik Adanya Instansi Pemerintah maupun swasta Adanya lembaga keuangan yang mau memberi pinjaman modal Terdapatnya pengusaha atau rekanan Terkait dengan Kelembagaan Masih terjadi persaingan pasar Belum ada pendampingan Persyaratan peminjaman bagi keluarga miskin masih diperlakukan secara umum/dengan persyaratan yang masih rumit. Belum ada pihak yang bersedia menjadi mitra kerja. 3 Dukungan kelompok lokal lain Terkait dengan Kelembagaan Adanya hubungan kerja dengan TPSP Adanya pembinaan dari Karang Taruna Terdapatnya kelompok usaha produktif lain di desa Terkait dengan Kelembagaan Pinjaman ke TPSP terbatas dan kecil Belum ada kerjasama dengan kelompok lokal lainnya 4 Dukungan Komunitas Terkait dengan SDM : Adanya tenaga kerja Adanya dukungan Tokoh Masyarakat Terkait dengan Kelembagaan Adanya modal awal berupa sarana produksi Terkait dengan Kelembagaan Belum melibatkan komunitas secara umum Belum mampu menampung seluruh keluarga miskin Sumber Data : Hasil diskusi kelompok, Juli 2006.

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH 60 5.1. Latar Belakang Program BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH Pembangunan Sosial berbasiskan komunitas merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI Dalam rangka mendapatkan strategi pengembangan KBU PKBM Mitra Mandiri dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sebagaimana tujuan dari kajian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode penelitian yang dihasilkan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode penelitian yang dihasilkan 38 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode penelitian yang dihasilkan dari data-data yang dikumpulkan dan berupa kata-kata dan merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB VI REFLEKSI HASIL PENDAMPINGAN BERSAMA KELOMPOK TANI

BAB VI REFLEKSI HASIL PENDAMPINGAN BERSAMA KELOMPOK TANI BAB VI REFLEKSI HASIL PENDAMPINGAN BERSAMA KELOMPOK TANI Masyarakat serta kehidupan sosial di Desa Raci Kulon hampir sama dengan kehidupan pada masyarakat lainnya. Desa Raci Kulon merupakan salah satu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA, Menimbang : bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya penanganan kemiskinan sejak zaman pemerintah Orde Baru sudah dirasakan manfaatnya, terbukti dari jumlah penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi antara tahun 1976

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kekuatan yang dimiliki oleh kelompok pengrajin tenun ikat tradisional di desa Hambapraing, sehingga dapat bertahan sampai sekarang adalah, kekompakan kelompok, suasana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 23 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 6 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG 48 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG Berdasarkan data baik masalah maupun potensi yang dimiliki oleh kelompok, maka disusun strategi program

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN S A L I N A N PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN 111 BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN Sekalipun pelaksanaan P2FM-BLPS di Kabupaten Bogor mengalami berbagai kendala, namun program tersebut sangat mendukung kebijakan pemberdayaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, 333333333333 SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang Mengingat : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : bahwa untuk

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) merupakan salah

`BAB I PENDAHULUAN. Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) merupakan salah `BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) merupakan salah satu alternatif yang dipilih pemerintah dalam upaya mengurangi pengangguran, mengentas kemiskinan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK 4.1 Lama Tinggal Pada umumnya, penduduk bertempat tinggal di suatu daerah mulai dari lahir sampai dewasa. Akan tetapi ada juga penduduk yang tinggal dari lahir sampai setelah

Lebih terperinci

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG Dalam bagian ini akan disampaikan faktor yang mempengaruhi kapasitas kelompok yang dilihat dari faktor intern yakni: (1) motivasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Program pengembangan masyarakat perusahaan sebagai tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), pengkaji nila belum ada program yang

Lebih terperinci

BAB V AKSI BERSAMA MASYARAKAT. kampung demak Jaya dan diikuti oleh ketua RT yakni Erik Setiawan (45 tahun) berkumpul di

BAB V AKSI BERSAMA MASYARAKAT. kampung demak Jaya dan diikuti oleh ketua RT yakni Erik Setiawan (45 tahun) berkumpul di BAB V AKSI BERSAMA MASYARAKAT A. Membentuk Komunitas Pemuda di Kampung Demak Jaya Adanya perkumpulan-perkumpulan sebelumnya yang dilakukan oleh masyarakat dan membangun kesepakatan untuk membangun sebuah

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil laporan, deskripsi dan pembahasan penelitian pada bab IV mengambil kesimpulan sesuai dengan data dan fakta yang diteliti. Maka pada bab V ini dirumuskan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 12, 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) Proses Penyusunan Rencana Program Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di tingkat Desa Tonjong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Persepsi Anggota Tentang Peranan Pemimpin Kelompok. Tabel 12 menunjukkan bahwa persepsi anggota kelompok tentang peranan

PEMBAHASAN. Persepsi Anggota Tentang Peranan Pemimpin Kelompok. Tabel 12 menunjukkan bahwa persepsi anggota kelompok tentang peranan PEMBAHASAN Persepsi Anggota Tentang Peranan Pemimpin Kelompok Tabel 12 menunjukkan bahwa persepsi anggota kelompok tentang peranan pemimpin kelompok sangat dirasakan manfaatnya terutama dalam memotivasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 89 Peraturan

Lebih terperinci

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU 7.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin 7.1.1. Evaluasi Kegiatan KUBE di Kelurahan Maharatu.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN Bappenas menyiapkan strategi penanggulangan kemiskinan secara lebih komprehensif yang berbasis pada pengembangan penghidupan berkelanjutan/p2b (sustainable livelihoods approach).

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 94

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri. Bangsal. Dalam perkembanganya norma, kepercayaan, resiprositas dan

BAB V PENUTUP. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri. Bangsal. Dalam perkembanganya norma, kepercayaan, resiprositas dan BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari analisis data pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri batu bata, karena

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010 S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERTAURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang :

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kota Bandar Lampung

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kota Bandar Lampung IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kota Bandar Lampung 1. Latar Belakang Berdirinya PPMK Krisis ekonomi yang berkepanjangan pasca tahun

Lebih terperinci

V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Evaluasi program pengembangan masyarakat dalam bagian ini berisi tentang gambaran kapasitas kelompok mantan TKW di desa Cibaregbeg yang dapat dilihat pada kemampuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. b.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 9 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Salah satu kebutuhan yang sangat mendorong usaha pembangunan adalah memperbaiki kehidupan rakyat tanpa perbedaan, dalam arti meningkatkan kesejahteraan umum. Untuk mencapai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA GUNUNGREJO, Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Peraturan

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci