adanya pengalaman. Sedangkan Reber (Sugihartono, et al, 2012 :74)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

2. LANDASAN TEORI. Pembelajaran matematika di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Freudenhal (dalam Zulkardi, 2001:3) menekankan bahwa. dalam matematika. Aktivitas matematika ini dikenal juga sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Menjebatani Keabstrakan Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 17 KENDARI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan belajar. Aktivitas dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan,

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Implementasi Pembelajaran Realistic Mathematic Education di Kelas III SDN Wonomlati Krembung

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Komunikasi Matematis, Pembelajaran Matematika. Realistik, Pembelajaran Ekspositori, dan Sikap.

BAB II LANDASAN TEORI

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu membentuk individu-individu yang berkompentensi. sesuai bidang keahlian yang dipilih atau yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA DI KELAS. Abstrak

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika a. Belajar Menurut Nasution, belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai aspek, atau pribadi seseorang (Setiawati, 2015: 12). Winkel mengatakan Belajar merupakan suatu aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuanpemahaman, ketrampilan dan nilai sikap (Diyah, 2007: 9). Peristiwa belajar dapat terjadi pada saat manusia mampu mengolah stimulus dan meresponnya dengan baik dan tidak sepotong-potong sehingga ia benar-benar memahaminya. Santrock dan Yussen (Sugihartono, et al. 2012 :74) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karna adanya pengalaman. Sedangkan Reber (Sugihartono, et al, 2012 :74) mendifinikan belajar dalam dua pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. 9

Menurut pengertian psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, dalam Setiawati, 2015: 12). Menurut Endang Supartini belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan dengan lingkungannya, supaya terjadi perubahan perilaku atau pribadi kearah lebuh baik (Setiawati, 2015: 12). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha atau interaksi yang dilakukan oleh seseorang dengan lingkungannya agar terjadi perubahan kearah yang lebih baik yang relatif permanen atau tetap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan tersebut meliputi perubahan tingkah laku, sikap, pengetahuan, kecakapan, mental, kebiasaan, minat, penyesuaian diri, serta kepribadian seseorang. b. Pembelajaran Menurut kamus besar bahasa indonesia, pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (Depdiknas, 2002: 17). Sedangkan menurut UU guru dan dosen pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Sisdiknas, 2006 :52). Menurut Oemar Hamalik pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Fitriana, 2010 :13). Sedangkan 10

pembelajaran menurut Winkel Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, kompetensi, minat bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antarsiswa. Erman Suherman juga mengatakan pembelajaran adalah suatu proses pendidikan dalam suatu lingkup persekolahan, sehingga arti proses pembelajaran adalah proses sosialisasi siswa dengan lingkungan sekolah seperti guru dan teman sesama siswa (Setiawati, 2015 :13). Sugihartono, et al (2012 :81) Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengerganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal. Dari beberapa pengertian diatas, pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses, interaksi dan sosialisasi antara siswa, sumber belajar, guru dan dan sesama siswa lainnya dengan suatu metode atau prosedur dalam suatu lingkungan pendidikan sehingga menghasilkan perubahan pada pengetahuan dan tingkah laku untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. c. Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedang dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti. Di Indonesia, matematika pernah juga disebut sebagai ilmu pasti (Shadiq dalam Nutika, 2015 :23). 11

Sedangkan pengertian matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa disebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan (Depdikbud dalam Nutika, 2015 :23). Menurut Chambers dalam Setiawati (2015 :15), menyatakan bahwa Mathematics is the study of patterns abstracted from the world around us-so anything learn in maths has literally thousands of aplications, in arts, sciences, finance, health and recreations. Matematika adalah studi tentang pola diabstarksikan dari dunia sekitar kita, segala sesuatu yang kita pelajari di matematika memilki ribuan aplikasi, dalam seni, ilmu, keuangan, kesehatan dan rekreasi. Reys, et al, (Fitriana 2010 :29) menyatakan matematika adalah tentang pola suatu hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Sedangkan menurut Johnson dan Rising (Fitriana 2010 :29) menyatakan matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol yang padat, lebih berupa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Dari beberapa pengertian diatas matematika dapat diartikan sebagai ilmu tentang suatu hubungan, pola berpikir, penyelesaian masalah dengan pembuktian yang logis, cermat, jelas dan akurat. 12

Matematika terbagi kedalam tiga bidang yaitu analisis, aljabar dan geometri. d. Pembelajaran Matematika SMP Menurut Hudojo (2005: 103) pembelajaran matematika berarti pembelajaran tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta mencari hubunganhubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut. Sedangkan Dienes (Hudojo, 2005: 71) mengemukakan bahwa belajar matematika melibatkan suatu struktur hierarki dari konsep-konsep tingkat yang lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Idris Harta (Setiawati 2015 :16) menyatakan pembelajaran matematika ditujukan untuk membina kemampuan siswa diantaranya dalam memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, menyelesaikan masalah, mengkomunikasikan gagasan dan memiliki sikap menghargai terhadap sikap matematika. Utari Sumarno dalam Setiawati (2015 :16) mengatakan pembelajaran matematika diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis, yang meliputi pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koreksi matematis, kritis serta sikap yang terbuka dan objektif. Dari pengertian diatas, pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai membina siswa untuk meningkatkan kemampuan dalam memahami konsep-konsep matematika, struktur-struktur, hubungan antar konsep, menggunakan penalaran, menyelesaikan masalah serta 13

mengkomunikasikan gagasan dengan pola pikir matematis. 2. Pembelajaran Matematika Realistik a. Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik Pembelajaran matematika realistik atau Realistic mathematics education (RME) dilahirkan di Belanda oleh Freudenthal. Pendidikan matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal yang dapat mendorong aktivitas penyelesaian masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi pokok persoalan (Lestari & Yudhanegara, 2015 :40). Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Suharta, 2005:2). Yusuf Hartono dalam Krisdaning (2013 :38) juga mengatakan Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan yang 14

diadaptasi dari suatu pendekatan pendidikan matematika yang telah diperkenalkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973 dengan nama Realistic Mathematics Education (RME). Hans Freudenthal berpandangan bahwa mathematics as human activity sehingga belajar matematika yang dipandang paling baik adalah dengan melakukan penemuan kembali (reinvention) melalui masalah sehari-hari (daily life problems) dan selanjutnya secara bertahap berkembang menuju ke pemahaman matematika formal. Zulkardi dalam Fitriana (2010 :19) mendefinisikan pembelajaran matematika realistik sebagai berikut: Pendekatan pendidikan matematika realistik adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal real bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri ( student inventing sebagai kebalikan dari teacher telling ) dan pada akhirnya mengunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun kelompok. Dari beberapa pengertian tersebut, pembelajaran matematika realistik dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran yang menjadikan pengalaman siswa sehari-hari sebagai bahan pembelajaran yang memunculkan konsep-konsep matematika kemudian berkembang menjadi pengetahuan matematika formal sehingga dapat digunakan dalam penyelesaian masalah. Dalam hal ini matematika diartikan sebagai aktivitas manusia, yaitu aktivitas manusia selalu memiliki hubungan dengan matematika dan matematika tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Eka & Yudhanegara (2015 :40) Menyatakan Realistic 15

mathematics Education mencerminkan suatu pandangan tentang matematika sebagai suatu subject matter, bagaimana siswa belajar matematika dan bagaimana matematika seharusnya diajarkan. Pembelajaran ini dilandasi oleh teori belajar kontruktivisme dengan memprioritaskan enam prinsip yang tercermin dalam tahapan pembelajarannya. 1) Aktivitas Pada fase ini, siswa mempelajari matematika melalui aktivitas doing, yaitu dengan mengerjakan masalah-masalah yang didesain secara khusus. Siswa diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam keseluruhan proses pendidikan sehingga mereka mampu mengembangkan sejumlah Mathematical tools yang kedalaman serta luku-likunya benar-benar dihayati. 2) Realitas Tujuan utama fase ini adalah agar siswa mampu mengaplikasikan matematika untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada tahap ini, pembelajaran dipandang suatu sumber untuk belajar matematika yang dikaitakan dengan realitas kehidupan sehari-hari melalui proses matematisasi. Matematisasi dapat dilakukan secara horizontal dan vertikal. Matematisasi horizontal memuat suatu proses yang diawali dari dunia nyata menuju dunia simbol. Sedangkan matematisasi vertikal mengandung makna suatu proses perpindahan dalam dunia simbol itu sendiri. 16

3) Pemahaman Pada fase ini proses belajar matematika mencakup berbagai tahapan pemahaman mulai dari pengembangan kemampuan menemukan solusi informal yang berkaitan dengan konteks, menemukan rumus dan skema, sampai dengan menemukan prinsipprinsip keterkaitan. 4) Intertwinement Pada tahap ini, siswa memiliki kesempatan untuk menyelesaikan masalah matematika yang kaya akan konteks dengan menerapkan berbagi konsep, rumus, serta pemahaman secara terpadu dan saling berkaitan. 5) Interaksi Proses belajar matematika dipandang sebagai suatu aktivitas sosial. Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk melakukan sharing pengalaman, strategi penyelesaian, atau temuan lainnya. Interaksi memungkinkan siswa untuk melakukan refleksi yang pada akhirnya akan mendorong mereka mendapat pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya. 6) Bimbingan Bimbingan dilakukan melalui kegiatan guided reinvention, yaitu dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mencoba menemukan sendiri prinsip, konsep atau rumus-rumus matematika melalui kegiatan pembelajaran yang spesifik dirangcang oleh guru. 17

b. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Matematika Relistik Menurut Treffers dan Van den Heuvel-Panhuizen dalam Suharta (2005:2), karakteristik RME adalah menggunakan konteks dunia nyata, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment) dan dijelaskan sebagai berikut : 1) Menggunakan Konteks Dunia Nyata Dalam RME, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata yang dinyatakan oleh De Lange sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari. 2) Menggunakan Model-Model (Matematisasi) Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model-model 18

tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of akan bergeser menjadi model-for masalah sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal. 3) Menggunakan Produksi Dan Konstruksi Dengan pembuatan produksi bebas siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal. 4) Menggunakan Interaktif Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentukbentuk informal siswa. 5) Menggunakan Keterkaitan (Intertwinment) Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain. 19

c. Langkah-Langkah Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Adapun langkah-langkah pendekatan pembelajaran matematika realistik (Suharta, 2005:5) adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Langkah-Langkah Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Aktivitas guru Aktivitas siswa Guru memberikan siswa masalah kontekstual. Guru merespon secara positif jawaban siswa. Siswa diberi kesempatan untuk memikirkan strategi siswa yang paling efektif Guru mengarahkan siswa pada beberapa masalah kontekstual dan selanjutnya mengerjakan masalah dengan menggunakan pengalaman mereka. Guru mendekati siswa sambil memberikan bantuan seperlunya. Guru mengenalkan istilah konsep. Guru memberikan tugas di rumah, yaitu mengerjakan soal atau membuat masalah cerita serta jawabannya sesuai dengan matematika formal. Siswa secara mandiri atau kelmpok kecil mengerjakan masalah dengan strategistrategi informal. Siswa memikirkan strategi yang paling efektif. Siswa secara sendiri-sendiri atau berkelompok menyelesaikan masalah tersebut. Beberapa siswa mengerjakan di papan tulis, melalui diskusi kelas, jawaban siswa dikonfrontasikan. Siswa merumuskan bentuk matematika formal. Siswa mengerjakan tugas rumah dan menyerahkannya kepada guru. 20

3. Pemahaman Konsep Matematika Menurut Kamus Besar Bahasa Indosesia, Paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. sedangkan dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Jadi, pemahaman konsep adalah pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. Pemahaman menurut Bloom (Winkel, 2004: 274) mencakup kemampuan untuk menangkap makna dalam arti yang dipelajari. Kemampuan memahami dapat juga disebut dengan istilah mengerti. Seorang siswa dikatakan telah mempunyai kemampuan mengerti atau memahami apabila siswa tersebut dapat menjelaskan suatu konsep tertentu dangan kata-kata sendiri, dapat membandingkan, dapat membedakan, dan dapat mempertentangkan konsep tersebut dengan konsep lain. Hal ini didukung oleh pernyataan Hyde (dalam Argikan (2015 : 16)) yang menyatakan bahwa tujuan utama dari pembelaran matematika adalah pemahaman konsep sehingga siswa tidak hanya sekedar mengetahui atau mengingat suatu konsep matematika. Konsep menurut Winkel (2004: 92) adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Sedangkan Hudojo menyatakan Konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwaperistiwa itu termasuk atau tidak ke dalam ide abstrak tersebut. Konsep menurut Bell dalam Argikan (2015 : 16) dapat diartikan sebagai suatu ide 21

tentang suatu objek atau kejadian yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan objek, sehingga dapat mengelompokkan atau mengklasifikasikan objek atau kejadian sekaligus menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari pengertian tersebut. Sebuah konsep matematika dapat dipelajari melalui mendengarkan, melihat, menangani dan berdiskusi. Adapun indikator menurut Hamzah dalam Argikan (2015 : 17) untuk menunjukan pemahaman konsep adalah: a. Menyatakan ulang sebuah konsep b. Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifatnya (sesuai dengan konsepnya) c. Memberi contoh dan noncontoh dari konsep d. Menyajikan konsep daalam berbagai representasi matematis e. Mengembangkan syarat perlu atau cukup suatu konsep f. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Dari uaraian diatas pemahaman konsep matematika dapat diartikan sebagai menyatakan ulang suatu konsep matematika yang telah dipelajari, mengelompokkan konsep sesuai sesuai sifat tertentu, menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh serta dapat menyelesaikan masalah dari konsep tersebut. Sebuah konsep matematika dapat dipelajari melalui mendengarkan, melihat, menangani dan berdiskusi. 22

4. Prestasi Belajar Matematika Sugihartono dkk, (2007: 130) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil pengukuran perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar yang berwujud angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi belajar. Slameto dalam Nutika (2015 :4) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa nilai prestasi belajar diartikan sebagai usaha nyata yang diukur untuk memenuhi kebutuhan didaktik dan kegiatan pembelajaran (Setiawati, 2015 :21). Ani Lestari mengatakan Prestasi belajar merupakan hasil evaluasi pendidikan yang dicapai oleh siswa setelah menjalani proses pendidikan secara formal dalam jangka waktu tertentu dan hasil tersebut berwujud angka-angka (Septianti, 2013 :22). Ilyas dalam Septianti, (2013 :22) mengatakan Prestasi belajar adalah hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas pengukuran tertentu. Pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa siswa sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karna itu yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya 23

mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siawa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa (Mushibin Syah dalam Setiawati, 2015 :23). Kunci pokok untuk memperoleh ukuran data hasil belajar sebagaimana yang terurai diatas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (petunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Berikut indikator prestasi belajar siswa yang diadaptasi dari pedoman (Mushibin Syah dalam Setiawati, 2015 :23) Tabel 2.2. Indikator Prestasi Belajar Siswa Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi Ranah Cipta a. Pengamatan Dapat tes tertulis (Kognitif membandingkan b. Ingatan Dapat menyebutkan Tes lisan c. Pemahaman Dapat menjelaskan Tes lisan d. Penerapan Dapat memberikan Tes tertulis contoh e. Analisis Dapat menguraikan Tes tertulis Ranah Cipta a. Penerimaan Menunjukan sikap Observasi (kognitif) menerima b. Sambutan Ketersediaan Obsevasi berpartisipasi Ranah Karsa (Psikomotorik) Kecakapan Mengucapkan Tes lisan 24

Nana Sudjana dalam Rokhmah (2014: 38) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menjadi 2 faktor utama, yaitu: a. Faktor yang berasal dari dalam siswa, meliputi kemampuan yang dimiliki siswa, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. b. Faktor yang berasal dari luar diri siswa yaitu kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Kualitas pengajaran meliputi: 1) Kompetensi professional guru, baik di bidang kognitif (penguasaan bahan), bidang sikap (mencintai profesinya), dan bidang perilaku (ketrampilan mengajar) 2) Karakteristik kelas, meliputi: besarnya kelas, suasana belajar, fasilitas dan sumber belajar yang tersedia 3) Karakteristik sekolah, meliputi disiplin sekolah, perpustakaan, dan lingkungan sekolah. Dari uraian diatas, Prestasi belajar dapat diartikan keberhasilan siswa setelah melewati proses pembelajaran secara formal dalam jangka waktu tertentu. Keberhasilan tersebut dapat berupa pengetahuan, keterampilan, perubahan tingkah laku, menerapkan konsep, menyelesaikan masalah, analisis serta kecakapan. Prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai alat ukur untuk menunjukan tingkat keberhasilan siswa. 25

B. Tinjauan Kurikulum Tentang Pokok Bahasan Aritmetika sosial Kelas VII SMP Tinjauan Kurikulum 2013 tentang pokok bahasan Aritmetika sosial di kelas VII SMP adalah sebagai berikut : a. Standar Kompetensi Menggunakan konsep Aritmetika sosial dalam dalam pemecahan masalah. b. Kompetensi Dasar 3.1.1 Menganalisis aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara) 4.1.1 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara c. Indikator 1) Mengamati fenomena atau aktivitas yang terkait dengan aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara) 2) Mengumpulkan informasi yang terkait dengan artimetika sosial 3) Menalar hubungan antara penjualan, pembelian, untung, dan rugi 4) Menalar rumus menentukan bunga tunggal dan pajak 5) Menalar hubungan antara, bruto, neto, dan tara 6) Memecahkan masalah terkait dengan artimetika sosial baik melalui tanya jawab, diskusi, atau, presentasi. Adapun sub pokok bahasan aritmetika sosial adalah sebagai berikut 26

(Kemendikbud, 2016): 2. Memahami Keuntungan dan Kerugian Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu tidak lepas dari kegiata jual beli, baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Sebagai seorang penjual pasti mengharapkan untung sebanyak-banyaknya, sedangkan sebagai seorang pembeli kita menginkan harga yang murah. Dalam materi keuntungan dan kerugian ini lebih dipandang dari sudut pandang penjual, bukan pembeli. Sehingga kata untung yang dimaksud adalah keuntungan bagi penjual. a) Presentase Keuntungan Presentase keuntungan digunakan untuk mengetahui presentase keuntungan dari suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan Misalkan: PU = Presentase keuntungan HB = Harga beli (modal) HJ = Harga jual (total pemasukan) Presentase keuntungan dapat ditentukan denga rumus b) Presentase Kerugian Presentase kerugian digunakan untuk mengetahui presentase kerugian dari suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan 27

Misalkan: PR = Presentase kerugian HB = Harga beli (modal) HJ = Harga jual (total pemasukan) Presentase keuntungan dapat ditentukan denga rumus 3. Menentukan Bunga Tunggal Didalam kegiatan ekonomi dan keuangan tidak akan lepas dari perhitungan matematika. Seorang pengusaha dalam menjalankan usahanya harus berurusan denga bank. Terkadang tersebut digunakan untuk meminjam uang guna menjadi modal dalam menjalankan usahanya. Di lingkungan sekitar kita sering kita jumpai bahwa seseorang membeli mobil secara angsuran dengan bunga 10% pertahun atau seseorang meminjam uang di bank dengan bunga 2% per bulan. Secara umum bunga dapat diartikan sebagai jasa berupa uang yang diberikan oleh pihak peminjam kepad pihak yang meminjamkan modal atas persetujuan bersama. Dalam dunia ekonomi sebenar terdapat bunga majemuk dan bunga tunggal. Namun bunga yang akan dibahas dalam buku ini hanya bunga tunggal saja. Sehingga jika ada istilah bunga pada materi ini yang akan dimaksud adalah bunga tunggal. Besar bunga biasanya berbeda untuk setiap bank, sesuai dengan kebermanfaatan uang kesepakatan dua pihak. 28

4. Bruto, Netto dan Tara Istilah Bruto diartikan sebagai berat dari suatu benda bersama pembungkusnya. Bruto juga dikenal dengan istilah berat kotor. Misal, dalam suatu snack bertuliskan bruto adalah 350 gram ini berarti bahwa berat snack dengan pembungkusnya adalah 350 gram. Istilah Neto diartikan sebagai berat dari suatu benda tanpa pembungkus benda tersebut. Neto juga dikenal dengan istilah berat bersih. Misal dalam bungkus suatu snack bertuliskan netto 300 gram. Ini bermakna bahwa berat snack tersebut tanpa plastik pembungkusnya adalah 300 gram. Istilah Tara diartikan sebagai selisih antara bruto dengan neto. Misal diketahui pada bungkus snack bertuliskan bruto 350 gram sedangkan neto adalah 300 gram, ini berarti bahwa taranya adalah 50 gram atau berat pembungkus dari snack tersebut tanpa isinya adalah 50 gram Misal diketahui Neto = N, Tara = T, dan Bruto = B Presentase neto = %N, Presentase Tara =% T Presentase neto dapat dirumuskan sebagai berikut %N = x 100% Presentase Tara dapat dirumuskan sebagai berikut %T = x 100% 29

C. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan merupakan uraian yang sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Diyah (2007) dengan judul Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Pada Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP. Hasil penelitian menunjukan Pembelajaran Matematika Realistik lebih efektif daripada pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukan dengan hasil perhitungan uji keefektifan pembelajaran kelas eksperimen diperoleh thitung = 3,89 > ttabel = 1,69. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah pada materi segitiga dan segiempat siswa kelas VII SMPN 41 Semarang tahun ajaran 2006/ 2007 dapat ditumbuhkembangkan dengan Pembelajaran Matematika Realistik. Hal ini ditunjukan dengan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas dengan Pembelajaran Matematika Realistik sebesar 72,65 sedangkan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas dengan pembelajaran konvensional sebesar 66,67. Rata-rata keaktifan siswa dalam penerapan kelima prinsip Pembelajaran Matematika Realistik sebesar 64,06% sedangkan rata-rata aktivitas guru sebesar 74,31%. Dalam penelitian terdapat kesamaan dalam menggunakan model pembelajaran dan materi namun terdapat perbedaan tempat, waktu serta variabel penelitian. Materi yang digunakan dalam penelitian tersebut juga 30

hanya pada materi segi empat 2. Penelitian yang dilakukan oleh Hanny Fitriana (2010) yang berjudul Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa di SMP Negeri 160 Jakarta. Hasil penelitian menunjukan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional yaitu diperoleh nilai rata-rata sebesar 19,50, median sebesar 18,83, modus sebesar 17,50, simpangan baku sebesar 7,18, varians sebesar 51,52. Siswa yang mendapat nilai diatas rata-rata yaitu sebesar 50%. Sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan PMR yaitu diperoleh nilai rata-rata 31,00, median sebesar 30,79, modus sebesar 18,70, simpangan baku sebesar 12,13, dan varians sebesar 147,10. Siswa yang mendapat nilai diatas rata-rata yaitu sebesar 50,57 % dan siswa yang mendapat nilai dibawah rata-rata sebesar 49,43%. Rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen adalah 31,00. Sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelas kontrol adalah 19,50. Hasil pengujian hipotesis dengan t tes untuk sampel yang heterogen diperoleh t hitung = 4,47 dan t tabel = 1,68, dengan taraf signifikansi α = 5% dan derajat kebebasan (DK) = 47,09. Data ini menunjukan bahwa H 0 ditolak dan H 1 diterima atau dengan kata lain kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas kontrol. 31

Pada penelitian tersebut terdapat kesamaan dal model pembelajaran namun terdapat perbedaan pada tempat, waktu serta variabel dalam penelitian. D. Kerangka Berpikir Secara umum prestasi belajar matematika siswa dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika masih berada dalam tataran rendah. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan penguasaan siswa terhadap konsep dasar matematika guru diharapkan mampu berkreasi dengan menerapkan model ataupun pendekatan dalam pembelajaran matematika yang cocok. Model atau pendekatan ini haruslah sesuai dengan materi yang akan diajarkan serta dapat mengoptimalkan suasana belajar. Pembelajaran matematika realistik lahir sebagai inovasi dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran ini mempunyai beberapa karakteristik diantaranya yaitu penggunaan konteks yaitu proses pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah, instrumen vertikal yang merupakan konsep dan ide matematika direkonstruksikan oleh siswa melalui model-model instrumen vetikal yang bergerak dari prosedur informal ke bentuk formal, kontribusi siswa yaitu siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas dengan lingkungan belajar yang disediakan guru secara aktif menyelesaikan soal dengan cara masing-masing, kegiatan interaktif yaitu kegiatan belajar bersifat interaktif yang memungkinkan terjadi komunikasi dan negosiasi antar siswa, keterkaitan topik yaitu pembelajaran suatu bahan matematika terkait dengan berbagai topik matematika secara terintegrasi 32

Pendekatan ini pula tepat diterapkan dalam mengajarkan konsepkonsep dasar dan diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan meningkatnya hasil belajar siswa maka pendekatan ini dapat dikatakan efektif. Dengan kata lain proses belajar matematika dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih efektif dari pada pembelajaran tanpa menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik. E. Hipotesis Penelitian Berangkat dari kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Seyegan dan lebih baik dibandingkan dengan pendekatan konvensional 2. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Seyegan dan lebih baik dibandingkan dengan pendekatan konvensional 33