BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. yaitu Stasiun Lempuyangan dan Balai Yasa Pengok. Kedua objek tersebut. Indonesia pada umumnya dan di Yogyakarta khususnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB IV PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. penelitian konservasi. Dengan evaluasi tersebut akan dapat ditemukan metode yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Pengembangan Stasiun Kereta Api Pemalang di Kabupaten Pemalang BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 022/M/2014 TENTANG TUGU PAHLAWAN SEBAGAI STRUKTUR CAGAR BUDAYA PERINGKAT NASIONAL

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

REGISTRASI NASIONAL CAGAR BUDAYA SECARA ON-LINE

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG

PENATAAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Neo-Vernacular

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental yang dibuat. oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat seperti kompleks Kraton

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan

BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu alat transportasi darat antar kota yang diminati oleh seluruh lapisan

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi berasal dari bahasa Latin, yaitu transportare, trans berarti

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran 2013 yang menyebutkan bahwa : Secara geografis, Kota Medan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non materi

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:

BAB III TINJAUAN KAWASAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN, JAKARTA PUSAT

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maupun dari manca negara. dll) menjadi sesuatu yang bernilai penting bagi banyak pihak dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. transportasi darat seperti kereta, mobil, bis, dan lain-lain.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Perkeretaapian sebagai salah satu bagian dari angkutan darat, merupakan salah

Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan. 1. dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Warisan pra kolonial di Tanah Karo sampai sekarang masih dapat dilihat

BAB V PENUTUP. berdasarkan analisis data yang dilakukan. Pengambilan kesimpulan dilakukan

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. sedemikian penting tersebut dicapai melalui proses perjalanan yang cukup. yang saat ini menjadi sangat populer didunia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ±

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan

BAB I. PENDAHULUAN A.

: Arkeologi Transportasi dan Industri

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG

Garis Sempadan Jalan.

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah tidak banyak digunakan lagi pada bangunan-bangunan baru sangat. menunjang kelangkaan bangunan bersejarah tersebut.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa bangunan monumental di Yogyakarta adalah bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang nasibnya memprihatinkan. Penanganan tentang kerusakan dan kondisi bangunanbangunan cagar budaya tersebut sudah diupayakan oleh pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta, beserta stakeholder yang berwenang. Upaya tersebut berupa Konservasi bangunan dan kawasan. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010). Konservasi Bangunan Cagar Budaya (BCB) adalah tindakan perawatan dengan cara pengawetan terhadap BCB yang telah mengalami kerusakan/ pelapukan, dilakukan dengan teknik tradisional maupun modern untuk menghambat kerusakan lebih lanjut. Perlindungan adalah salah satu upaya pelestarian yang dilakukan dengan cara mencegah dan 1

2 menanggulangi kerusakan dan kemusnahan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan BCB yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun proses alam. Yogyakarta terdapat beberapa situs bangunan cagar budaya, salah satunya adalah bangunan stasiun kereta api. Perjalanan tentang perkeretaapian terutama tentang bangunan stasiun kereta di Yogyakarta sangatlah panjang. Namun sampai sekarang, stasiun kereta api yang berstatus sebagai Cagar Budaya (CB) belum dikelola dan dikonservasi secara maksimal. Salah satu bangunan stasiun kereta api yang mengandung nilai sejarah dan belum diketahui oleh banyak orang adalah stasiun kereta api Maguwo lama (Kalongan). Stasiun Maguwo lama (Kalongan) adalah sebuah stasiun yang terletak sekitar 300m barat Stasiun Maguwo Baru. Bangunannya murni terbuat dari kayu jati yang ada sejak jaman penjajahan Belanda. sekarang dijadikan Bangunan Cagar Budaya milik PT. KAI persero. Bangunan ini terletak di titik koordinat 7 47'"S 110 25'51"E masuk wilayah Kecamatan Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Stasiun Maguwo (lama) mulai beroperasi seiring beroperasinya jalan rel rute Klaten - Lempuyangan (30 km) pada tahun 1872 oleh perusahaan kereta api swasta NIS (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij). Jalan rel tersebut merupakan bagian dari jalur kereta api rute Solo Yogyakarta yang dibangun oleh NIS. Bangunan stasiun Maguwo (Lama) yang didirikan pertama kali telah dibongkar pada tahun 1930, kemudian dibangunlah bangunan baru yang dapat dilihat sampai sekarang. Bangunan berbentuk persegi panjang, memiliki 3 ruang, yaitu ruang PPKA (pimpinan perjalanan kereta api), ruang kepala stasiun yang tergabung dengan loket tiket, dan ruang tunggu

3 penumpang. Konstruksi bangunan stasiun ini terbuat dari kayu demikian juga dengan dindingnya yang juga terbuat dari papan kayu. Pada tiang-tiang persegi terdapat hiasan-hiasan geometris dan ukiran sulur kerawang. Dalam khasanah perkeretaapian Indonesia, Stasiun Maguwo termasuk dalam stasiun kelas C. Kategori ini didasarkan atas pelayanannya untuk jurusan tertentu dengan jarak dekat dan daya tampung penumpang atau barang dengan jumlah yang relatif sedikit, disamping itu ukuran bangunannya kecil dengan jumlah ruang 2 3 dan desain yang sederhana (Musadad, 2011:460). Sebelah selatan stasiun, masih terdapat sisa rel lama yang sekarang sudah tidak dipakai merupakan buatan Krupp tahun 1899 sebagai jalur yang mengawalinya. Sebelah barat bangunan utama stasiun juga masih terdapat wesel beserta papan informasi yang menjelaskan wesel itu sendiri. Karena memiliki nilai sejarah, maka bangunan stasiun Maguwo (lama) masuk ke dalam daftar bangunan cagar budaya. Pada tahun 2010, Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan - PT Kereta Api Indonesia melakukan konservasi dan perawatan dengan cara memperbaharui warna cat sehingga tampak lebih bersih dan rapi. Konservasi yang dilakukan masih berdasarkan prinsipprinsip konservasi heritage yang dimiliki oleh PT. KAI. Bangunan yang sudah lama tidak berfungsi ini direncanakan akan dihidupkan kembali agar bermanfaat bagi masyarakat luas. Selain itu, pengerjaan konservasi ini juga menambahkan pagar di sekeliling bangunan utama stasiun maguwo lama. Terdapat papan peringatan tentang bangunan cagar budaya di luar bangunan namun masih di dalam area pagar pengaman.

4 PT. KAI mempunyai unit tersendiri dalam menangani bangunan-bangunan yang menjadi warisan bagi generasi sekarang, yaitu Unit Pelestarian Benda dan Bangunan. Dalam unit ini, mengeluarkan aturan dalam mengkonservasi bangunan yang dimilikinya.dan tertuang dalam pedoman yang dikeluarkannya. Dari pedoman konservasi yang ada dan hasil konservasi di lapangan perlu dicermati keserasiannya. Unit Pelestarian Benda dan Bangunan PT. KAI sudah memiliki pedoman tentang tindakan koservasi bangunan, baik tentang prinsip maupun pelaku konservasi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini memiliki pertanyaan penelitian Apakah prinsip kegiatan konservasi dari PT. KAI, proses, dan hasil konservasi Bangunan Utama Stasiun Maguwo Lama (Kalongan) sudah sesuai dengan prinsip arkeologi tentang konservasi bangunan C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan utama. Tujuan pertama yaitu untuk mengetahui apakah hasil konservasi heritage Stasiun Maguwo lama sudah sesuai dengan prinsip konservasi bangunan arkeologi yang bedasarkan ilmu arkeologi. Hal ini disebabkan pengerjaan konservasi bangunan utama stasiun Maguwo lama masih berdasarkan prinsip konservasi bangunan milik Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan - PT Kereta Api Indonesia.

5 Tujuan kedua adalah mengkaji hasil konservasi yang sudah ada dengan peraturan yang dikeluarkan oleh dari PT. KAI itu sendiri. Dengan demikian penulis dapat mengevaluasi hasil pengerjaan konservasi yang dilakukan, apakah prinsip konservasi yang dilakukan sudah sesuai dengan undang-undang cagar budaya No. 11 tahun 2010 atau belum. Selain itu untuk mengetahui peran masyarakat sekitar stasiun Maguwo lama dalam proses konservasi dan pengawasan serta perawatan BCB stasiun Maguwo Lama. Pencapaian tersebut diharapkan dapat membantu penelitian arkeologi selanjutnya sebagai bahan pembanding untuk penelitian yang berkaitan dengan konservasi bangunan-bangunan kolonial lainnya, khususnya bangunan stasiun kereta api. Tentang bagaimana proses pelaksanaan konservasi yang sesuai dengan undang-undang tanpa mengurangi nilai keaslian dan nilai arkeologis dari BCB tersebut, dan peran masyarakat dalam ikut melestarikan BCB. D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Bangunan Cagar Budaya Stasiun Maguwo Lama (Kalongan) di Maguwo, Sleman, Yogyakarta yang pernah dilakukan adalah identifikasi bagian-bagian bangunan stasiun Maguwo Lama dan analisis tentang wacana pemanfaatan kembali stasiun Maguwo Lama sebagai museum situs transportasi kereta api Yogyakarta (Musadad, 2011:466). Dalam tulisannya, beliau lebih berkonsentrasi kepada wacana pemanfaatan kembali stasiun maguwo lama, yang dikaji menurut konsep pembuatan Master Plan. Konsep pembuatan master plan tentunya ditujukan untuk menjaga kelestarian sebuah situs dan

6 monumen yang ada di dalamnya (Musadad, 2011:466). Selain itu, dalam tulisan artikel tersebut juga dianalisis tentang tanah kosong di sebelah bangunan utama stasiun, hal ini dilakukan karena lapangan ini akan dijadikan sebagai museum kereta api. Identifikasi tentang evaluasi konservasi Stasiun Kalongan berdasarkan kajian Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya belum pernah dilakukan. Maka dari itu penulis menganggap kajian ini dapat dijadikan sebagai bahan penulisan skripsi untuk jenjang pendidikan S1. E. Tinjauan Pustaka Dalam ilmu arkeologi, kajian yang mengulas tentang konservasi arkeologi terutama konservasi bangunan stasiun kereta api masih jarang dilakukan. Kepedulian masyarakat dan akademisi tentang pentingnya menjaga nilai sejarah, IPTEK, dan arkeologis perkeretaapian di Indonesia khususnya stasiun kereta api masih sangat kurang. Sebagian besar penelitian yang sudah dilakukan oleh banyak akademisi maupun masyarakat awam tentang bangunan cagar budaya adalah tentang pola tata ruang, arsitektur, dan proses konservasi yang dilakukan pada BCB. Penelitian ini mencoba lebih berfokus pada hasil konservasi, apakah prinsip dan pengerjaan konservasi yang dilakukan sudah sesuai dengan UU CB No. 11 tahun 2010, dan seperti apa peran serta masyarakat sekitar stasiun Maguwo dalam pelestarian maupun pemanfaatan BCB stasiun Maguwo Lama. Konservasi arkeologi adalah suatu kegiatan yang penting untuk menjaga kelestarian dan nilai-nilai yang terkandung dalam benda cagar budaya tersebut.

7 Penelitian ini akan bertolok ukur dari tulisan Bernard M. Fielden mengatakan Conservation is the action to prevent decay (Fielden: 1982). Terdapat 3 nilai penting yang harus diperhatikan dan dijaga sebelum dan sesudah melakukan konservasi, yaitu (Fielden, 1982 : 6) : (1) Nilai Emosional: (a) keindahan; (b) identitas: (c) keberlanjutan; (d) spiritual dan simbolis. (2) Nilai Budaya: (a) dokumenter: (b) sejarah: (c) arkeologis, usia dan kelangkaan; (d) estetika dan simbolis; (e) arsitektural; (f ) ekologi; (g) tekhnologi. (3) Use values: (a) fungsional; (b) ekonomi; (c) sosial; (d) pendidikan; (e) politik.

8 Proses pelaksanaan konservasi harus sesuai dengan prinsip serta undangundang yang ada. Ditegaskan dalam UU BCB No 11 Tahun 2010, bahwa proses konservasi tidak boleh sampai menghilangkan nilai keaslian dan arkeologis BCB, serta masyarakat juga harus ikut dalam pelestarian dan dapat memanfaatkan BCB sesuai dengan peraturan. Partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian warisan budaya merupakan salah satu prioritas yang harus tercapai dalam setiap kegiatan pemanfaatan benda cagar budaya yang berwawasan pelestarian. Upaya pelestarian yang dilakukan haruslah berdampak pada meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan bangunan-benda cagar budaya sehingga masyarakatlah nanti yang akan lebih berperan serta, pemerintah hanya mengayomi dan mengawasi sehingga tidak keluar dari koridor hukum yang berlaku tentang pelestarian (Wirastari, Suprihardjo: 2012). F. Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan penelaran induktif. Penalaran induktif merupakan penalaran yang bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala-gejala yang bersifat khusus untuk kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi empiris. Penalaran induktif ini bersifat eksploratif deskriptif, mengamati atau menemukan suatu pengamatan data-data, kemudian dihubungkan antara satu dengan yang lain kemudian baru ditemukan kesimpulan (Tanudirdjo: 1989: 34). Tahap awal penelitian ini akan memfokuskan pada referensi-referensi yang terkait pada prinsip konservasi sebuah bangunan cagar budaya. Pemahaman

9 terhadap prinsip-prinsip konservasi harus dipahami terlebih dahulu. Tahap kedua adalah mempelajari dan memahami isi dari Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 tahun 2010. Tahap ketiga mulai ke lapangan untuk mengobservasi langsung, mencari data, dan untuk mengetahui kondisi objek penelitian yaitu situs bangunan utama stasiun Maguwo Lama. 1. Tahap pengumpulan data a. Data primer: Observasi ke lapangan yang akan dijadikan objek penelitian, yaitu Stasiun Kalongan. Selain itu data lengkap tentang bangunan cagar budaya stasiun Maguwo Lama sebelum dikonservasi dan sesudah dilakukan konservasi. Selain itu berupa tulisan, artikel, skripsi, dan foto yang menjelaskan dan memberi data tambahan tentang konservasi Stasiun Kalongan ataupun yang berkaitan dengan konservasi bangunan kolonial lainnya khususnya tentang stasiun. b. Data sekunder: Berbagai buku referensi yang menjadi acuan tentang sejarah kereta api di Indonesia serta tentang prinsip-prinsip dalam kegiatan konservasi bangunan cagar budaya, 2. Tahap pengolahan dan analisis data Analisis data dilakukan terhadap data primer yang digabungkan dengan data sekunder. Data utama adalah tentang sejarah Stasiun Kalongan, kondisi stasiun sebelum dikonservasi dan sesudah dilakukannya konservasi terhadap stasiun tersebut, foto-foto hasil konservasi, dan denah situs sebagai data pelengkap sebagai referensi utama. Sedangkan observasi di lapangan akan lebih menguatkan kembali penelitian ini. Data yang sudah terkumpul kemudian

10 diidentifikasi menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya, sehingga dapat mengetahui jawaban dari penelitian ini. Pada tahap ini juga menggunakan beberapa data sebagai tolok ukur antara konservasi yang dilakukan oleh PT. KAI dengan badan konservasi lain terhadap sebuah bangunan cagar budaya. Hal ini perlu dilakukan umtuk mengetahui apakah konservasi yang dilakukan pada bangunan Stasiun Kalongan sudah sesuai prinsip arkeologi tentang konservasi bangunan dan mempunyai manfaat lanjutan terhadap masyarakat sekitar. Kaidah dari konservasi bangunan yang telah disepakati dalam undang-undang dijadikan rujukan untuk menilai suatu kepantasan dari banguanan yang sudah dikonservasi. H. Batasan Penelitian Penelitian ini perlu diberi batasan agar permasalahan yang dikaji tidak terlalu luas dan tidak akan jauh dari objek yang diteliti yaitu situs cagar budaya bangunan utama Stasiun Kalongan dan evaluasi dari konservasi yang dilakukan serta mencari jawaban dari pertanyaan diatas. Batasan yang akan digunakan adalah tentang landasan serta prinsip yang digunakan dalam teknik pengerjaan konservasi pada bagian bangunan utama stasiun sehingga dapat dibandingkan dan dianalisis menggunakan referensi yang terkait dan Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010. Bagian bangunan utama yang sudah dikonservasi hanya diambil pada bagian pewarnaan bangunan dan penambahan bangunan pendukung baru. Periode penelitian yang diambil untuk penulisan bab selanjutnya adalah

11 tahun 1930 yaitu sebagai tahun stasiun didirikan dan tahun 2010 dimana stasiun selesai dikonservasi.