PembenahanTata Kelola disektorkehutanan& REDD+ Mas Achmad Santosa Justice Sector Reform & Environmental Law & Governance Specialists United Nations Development Program (UNDP)
KonteksGlobal Presiden berkomitmen menurunkan emisi 26% (APBN) dan 41% (dukungan Internasional) pada 2020; REDD+ merupakan skema penurunan emisi yang sedang dinegosiasikan di tingkat internasional; LoIantaraNorwegiadanPemerintahRI menyepakati penerapan tata kelola yang baik (good governance) dalam pelaksanaan REDD+
Pentingnya Perbaikan Tata Kelola Dalam LoI Indonesia & Norwegia I. Pendekatan Umum dan Prinsip-Prinsip Memungkinkan seluruh pemangku kepentingan untuk terlibat penuh dan efektif dalam perencanaan dan pelaksanaan REDD+ Transparansi dalam pengelolaam termasuk pendistribusian keuangan 2. Fase Persiapan(system Design) Mendesain dan mengembangkan instrumen keuangan yang menjamin adanya transparansi dalam pendistribusian maupun pengoperasian REDD+ Melibatkanberbagaipemangkukepentingan dalamstruktur pengelolaan instrumen keuangan REDD+ Pengembanganpilot percontohandipropinsi yang dilakukan secaratransparan, inklusif serta melibatkan semua pemangku kepentingan 3. Fase Transformasi Mengambil langkah langkah untuk merespon konflik kepemilikan hak atas tanah (tenurial rights) dan tuntutan kompensasi masyarakat (2011- seterusnya)
PeranSektorHutan& LahanGambut Dalam Laporan kepada UNFCCC, Indonesia mengeluarkan emisi GRK 1,4 Gton CO2e di tahun 2000, dimana 821 Mton CO2e atau 58% dari total emisi berasal dari sektor Kehutanan (SNC to UNFCCC, MoE, 2009) Emisi dari penggunaan lahan, alih guna lahan, dan kehutanan mencapai70% daritotal emisigas rumahkacaindonesia (2005) dandiproyeksikan <50% atausekitar44% (2020) (Draft Stranas REDD+, 2011) Sektor kehutanan dan lahan gambut berperan penting dalam perekonomian nasional terutama dalam konteks pemanfaatan lahan (merupakan lebih dari 70% wilayah Indonesia);
Peran Sektor Hutan & Lahan Gambut Sekitar 70 juta orang hidup bergantung secara langsung pada hutan; (draft Stranas REDD+, 2011) Hutan dan lahan gambut memiliki peran ekologis yg sangat penting bagi daya dukung lingkungan nasional; Kelemahan tata kelola dan penegakan hukum di sektor kehutanan menyumbang pada hilangnya pendapatan negara setidaknya 2 Miliar US$ hanya pada tahun 2006 (HRW, 2009).
BerbagaiPermasalahanD&D (umum, illegal logging, Tambang, dan Kebun)
Umum Ketidakpastian status lahan dan kepemilikan konsesi (konflikakibatkonsesiygbertumpuk, konflik dgn masy, dll): Di beberapawilayah, TGHK danrtrw belumselesaipaduserasi; Kawasan hutan hanya 11,1% yang telah dikukuhkan; Proses perizinan panjang dan tidak terintegrasi antar sektor dan antar pusat dan daerah; Ketidakpastian(status) hukum akibat pelanggaran tidak ditindak sehingga meluas dan menjadi norma.selama ini tidak ada risiko bagi badan hukum atau perorangan yang melanggar hukum dan tidak ada rewardbagi perorangan dan badan hukum yang taat.
Illegal Logging Penebangan di kawasan hutan konservasi Penebangan melebihi izin atau di luar wilayah konsesi Tidak membayar pajak Secara sengaja menurunkan klasifikasi kayu yang diperdagangkan Melanggar larangan ekspor/batasan CITES Menebang kayu yang dilindungi Modus ini bisa terjadi karena keterlibatan dan dukungan oknum aparat sehingga absen pengawasan dan penindakan
Tambang Di beberapa wilayah lazim ditemui pelanggaran dengan tipologi: 1. Kegiatan pertambangan di kawasan hutan tanpa perizinan penggunaan kawasan hutan 2. Kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung dengan metode pertambangan terbuka(open pit mining) 3. Kegiatan pertambangan di kawasan hutan di luar areal izin pertambangan dan izin pinjam pakai 4. Kegiatan pertambangan di kawasan hutan konservasi 5. Kegiatan pertambangan yang tumpang tindih dengan izin usaha lain 6. Pelanggaran prosedural perizinan: a. Kegiatan pertambangan hanya dengan rekomendasi kepala daerah b. Rekomendasi kepala daerah(dalam rangka permohonan pinjam pakai) tidak dilengkapi peta c. Penerbitan KP (Kuasa Pertambangan) yang tidak sesuai prosedur
Perkebunan Di beberapa wilayah lazim ditemui pelanggaran dengan tipologi: 1. Realisasi kebun tanpa SK. pelepasan kawasan hutan. 2. Melakukan penebangan kayu tanpa IPK (potensi kerugian keuangan negara lewat nilai tegakan kayu). 3. Melakukan usaha perkebunan dengan luas 25 Ha, tanpa IUP. 4. Pelanggaran RTRW. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai RTRW. Pemberian izin usaha yang tidak sesuai dengan RTRW. 5. Pelanggaran prosedural pemberian izin. Pemberian IUP atau HGU tanpa didahului pelepasan kawasan hutan. Terbitnya IUP tanpa didahului izin lokasi. Terbitnya IUP tanpa didahului AMDAL. Izin yang sudah habis masa berlakunya(terutama izin lokasi). 6. IUP tumpang tindih dengan izin usaha lain.
AnalisaAkarPenyebabD&D Paradigma Pembangunan Belum Patuh Pada prinsip SD TATA RUANG YANG LEMAH Lack of Leadership Partisipasi Rendah Tidak Menerapkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Perencanaan Sektoral tdk Terpadu Stok data dan Informasi lemah MASALAH TENURIAL Masyrakat Adat belum daiakui Konflik Lahan Tidak pernah selesai Tidak adanya alternative mata pencaharian Batas kawasan tidak pernah mantap UNIT MANAGEMEN HUTAN TIDAK EFEKTIF Sistem Penguruhan Hutan lemah Organisasi Pengelolaan Tidak Performe Kapasitas Individu Pekerja Kehutanan/Pengelolaan DEFORESTASI Konversi Terencana (perkebunan dan pertanian, tambang, infrastruktur, dll) Konversi Tidak Terencana (perambahan, kebakaran), Illegal logging, Target Pertumbuhan Ekonomi Kesenjangan Supply & Demand Kayu & Oil Palm Koordinasi yang lemah Efektivitas dan Efisiensi Rendah Pengelolaan tidak bekerja di lapangan Ketidakadilan distribusi pendapatan dari sektor Hutan Transparansi, Partispasi & akuntabilitas rendah Dasar Hukum Lemah Penagakan Hukum Lemah DEGRADASI GOVERNANCE Draft Strategi Nasional REDD+, 2011 DASAR DAN PENEGAKAN HUKUM LEMAH
StrategiPenyelesaianMasalah
FaktorTata Kelola DalamREDD+ (Chatam House, 2008 + Draft Stranas REDD+)) Kelembagaan yang efektif yang mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas & tidak memiliki konflik kepentingan; Koordinasi yang efektif antar instansi secara horizontal dan vertikal Perangkat perundang-undangan yang lengkap serta mendukung dan tidak saling tumpang tindih; Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif Keberadaan Strategi Anti Korupsi dalam tahap Persiapan dan pelaksanaan REDD+ Transparansi dan Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan (dalam fase persiapan maupun pelaksanaan REDD+) Kejelasan dan kepastian kepemilikan hak masyarakat/pemegang konsesi (Clear Land Tenure);
StrategiPenurunanD&D (Draft Stranas Bappenas, Nov 2010) Strategi I: penyempurnaan perencanaan& pemanfaatan ruang yg terpadu dan seimbang Strategi 2: peningkatan pengawasan dan pemantauan REDD+; Stategi 3: peningkatan efektivitas tata kelola hutan; Strategi 4: Pelibatan dan partisipasi para pihak dalam penurunan emisi GRK; Strategi 5: penguatan sistem penegakan hukum
Strategi 3: Peningkatan Efektifitas Tata Kelola Hutan & Lahan Gambut Meningkatkan dan mengefektifkan administrasi hutan (penerapan organisasi pengelolaan hutan, meningkatkan kapasitas dan integritas pengelola hutan); Tata Kelola Hutan Yang baik (proses pembuatan peraturan, proses pengambilan keputusan, proses pemberian izin, pelibatan pemerintah, pemda dan masyarakat serta asosiasi pengusaha, penyediaan mekanisme resolusi konflik untuk mewadahi perbedaan pendangan/sengketa hak) Melengkapi/memperbaiki kebijakan hukum (legal policy)
Strategi 5: Penguatan Sistem Hukum & Penegakan Hukum Harmonisasi Hukum (Vertikal dan Horizontal) Perbaikan Orientasi dan Substansi Hukum (amandemen legislasi) Pemberdayaan Penegakan Hukum (administrasi/tau, Was, Kumad dan Pidana/Lid-Dik-Tut-Tus) Insentif/Rewardbagi yang melakukan pentaatan (yang berhasil mencapai compliance standards)
Kategori aksi Pendaftaran 7 kategori Aksi Tata Kelola Selama Masa Suspensi Deskripsi (Satgas Kepresidenan REDD + ) Mendaftarkan seluruh izin yang ada serta permohonan baru dalam satu sistem yang terintegrasi multi-sektor dan multi-level Revisi peraturan Penegakan hukum Memperbaiki proses pemberian izin supaya efisien dan efektif Memperbaiki peraturan yang tumpang tindih Memantau, menginvestigasi dan menuntut pelanggaran hukum dengan kuat Strategi Pemb. Berkelanjutan Pemantauan suspensi Melakukan pengelolaan hutan berkelanjutan dan memanfaatkan kegunaan lahan rusak, misalnya penggunaan degraded land untuk lahan sawit Mengupayakan penghidupan (livelihood) alternatif bagi masyarakat hutan Memantau kebijakan dan aktivitas untuk menunda pemberian izin baru selama masa suspensi Komunikasi& Pelibatan Komunikasi dan edukasi tentang maksud perbaikan tata kelola ke seluruh Indonesia Resolusi& Mediasi Konflik Menyelesaikan konflik dengan cara efisien dan efektif, misalnya terkait konflik tenurial, penundaan izin 17
Wilayah Rawan Korupsi Dalam Pengelolaan SDA Proses Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Penyusunan dan Penetapan RTRW Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Perizinan Konsesi Kebijakan /RegulasiTeknis Persiapan dan Pelaksanaan REDD+ Pemantauan dan Pengawasan (penegakan hukum administratif) Penegakan hukum (proses peradilan)
Wilayah Rawan Korupsi dalam REDD+ Fase Persiapan (Readiness) Lobi dan pengaruh powerful individuals dan kelompok (bisnis dan politik) untuk mempengaruhi desain nasional REDD+ untuk kepentingan bisnis dan politik (Stranas, RAN, Kebijakan Moratorium, Instrumen Keuangan, MRV, pembentukan kelembagaan, penetapan pilot percontohan) Fase Pelaksanaan Grand Corruption dan Petty Corruption (suap untuk mengeluarkan wilayah yang hutan yang bernilai ekonomi tinggi dari wilayah REDD+, penyalah gunaan pendapatan dari REDD+ oleh kelompok bisnis/kekuasaan atau kerjasama keduanya, suspensi/pembekuan perkara penegakan hukum, suap untuk melonggarkan pengawasan, pemalsuan land titles dan carbon rights, penggelapan uang/pendapatan (REDD revenues) yang seharusnya diperuntukkan masyarakat
Perangkat Anti Korupsi Konsultasi Multi Stakeholders (termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, media dan perguruan tinggi) dalam penyusunan semua kebijakan terkait dengan REDD+ Kemampuan Masyarakat Sipil untuk Mengkritisi semua proses dan hasil kebijakan terkait dengan REDD+ Terapkan kewajiban Participatory Regulatory Impact Assessment/PRIA dalam setiap kebijakan REDD+ (termasuk Inpres, Keppres dan Perpres) Assessment Risiko Korupsi (Corruption Risk Assessment) dan Solusi Pencegahannya (Corruption Prevention Safeguards) harus terintegrasi dalam Stranas REDD+ Kapasitas pemantauan dan kontrol publik dari masyarakat harus diperkuat (tokoh agama, masyarakat/adat, LSM, perguruan tinggi dan media) Transparansi dalam setiap persetujuan proyek REDD+ dan proses MRV, perbaiki hak tenurial masyarakat, terapkan FPIC, sediakan mekanisme penyelesaian konflik pertanahan yang adil, dan perbaiki manajemen pengelolaan keuangan publik di nasional dan daerah Perkuat peranan KPK dalam pencegahan dan penindakan korupsi di sektor PSDA dan REDD+
TERIMA KASIH