BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang (Tandelilin, 2010). Dua unsur yang melekat pada setiap investasi adalah hasil (return) dan risiko (risk). Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi dalam suatu periode tertentu. Risiko dapat diartikan sebagai penyimpangan tingkat keuntungan yang diperoleh dari nilai yang diharapkan oleh investor. Dua unsur ini selalu mempunyai hubungan searah, semakin tinggi risiko investasi, semakin besar peluang hasil yang diperoleh. Sebaliknya, semakin kecil risiko, semakin kecil pula peluang hasil yang akan diperoleh. Pada dasarnya tidak ada satupun instrumen investasi yang sepenuhnya bebas dari risiko. Bagi investor yang ingin berinvestasi pada investasi finansial namun tidak memiliki banyak waktu dan keahlian dalam menghitung risiko investasinya, dapat memilih reksa dana sebagai salah satu instrumen investasinya. Pada masa sekarang, reksa dana merupakan pilihan investasi yang cukup banyak dipilih oleh para investor. Banyak investor yang memulai investasi pertama mereka melalui reksa dana (Strong, 2006). Hal ini dikarenakan reksa dana merupakan salah satu tempat berinvestasi yang praktis bagi para investor yang tidak memiliki cukup banyak waktu dan pengetahuan untuk mengelola uangnya secara langsung di suatu instrumen investasi tertentu. 1
Reksa dana juga menjadi alternatif bagi investor kecil yang tidak memiliki modal besar (Elvani & Linawati, 2013). Perkembangan industri reksa dana di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Dari beberapa jenis reksa dana, Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana saham memiliki peningkatan dengan angka cukup tinggi dari tahun ke tahun bila dibandingkan reksa dana jenis lain (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Perkembangan Proporsi Reksa Dana (Rp Milyar) Jenis Reksa dana 2009 2010 2011 2012 Saham 36.508 45.628 61.184 69.561 Pasar Uang 5.220 7.722 9.884 12.349 Campuran 13.655 18.167 20.876 21.957 Pendapatan Tetap 17.329 26.648 28.930 34.578 Terproteksi 34.739 42.065 41.835 40.846 Sumber: Data diolah Reksa dana saham digemari karena return yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan jenis reksa dana lain. Return yang lebih tinggi pada reksa dana saham dikarenakan alokasi sebagian besar asetnya ke dalam instrumen berupa saham dan sisanya dialokasikan ke dalam instrumen pasar uang untuk menjaga likuiditas. Dengan potensi pertumbuhan yang cukup tinggi ini, reksa dana saham juga memiliki risiko yang lebih tinggi (Bodie, Kane & Marcus, 2008). Pada reksa dana saham, manajer investasi akan mengalokasikan sebagian besar dana yang telah dikumpul ke dalam sekuritas berupa saham. Selanjutnya untuk mengetahui kinerja reksa dana saham, ada tolak ukur atau benchmark yang menjadi standar atau titik pembanding untuk menetapkan kualitas atau nilai dari objek tertentu (Maginn, Mcleavey, Tuttle, & Pinto, 2007). Dengan demikian melalui evaluasi akan ditemukan kinerja reksa dana saham bila dibandingkan 2
benchmark apakah berada di atas atau berada di bawah. Di Indonesia, yang dijadikan benchmark dari reksa dana saham adalah return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Melalui evaluasi kinerja ini ditemukan cukup banyak reksa dana saham yang melampaui kinerja benchmark bila dilihat berdasarkan return. Dalam metode pengukuran kinerja reksa dana secara umum terdapat dua pendekatan, yakni mengukur tingkat return reksa dana dan mengukur tingkat risk adjusted performance. Dalam risk adjusted performance terdapat beberapa metode, diantaranya Treynor measure, Sharpe measure, Jensen measure, M2 measure, Information Ratio, dan lain-lain. Para manajer investasi sering mengevaluasi kinerja reksa dananya berdasarkan penyesuaian risiko. Tiga jenis pengukuran yang paling sering digunakan adalah metode Sharpe, Treynor dan Jensen (Brigham, 2005). Namun dalam mengukur kinerja reksa dana hanya berdasarkan return saja belumlah cukup. Return yang ada perlu disesuaikan dengan risiko yang terkandung dalam suatu reksa dana. Hal ini disebut risk adjusted return, untuk mengukur risk adjusted return dapat menggunakan beberapa metode yaitu Sharpe Ratio, Treynor Ratio dan Jensen Alpha. Dari ketiga metode itu dapat diketahui apakah kinerja suatu Reksa dana saham bisa dikatakan outperform atau underperform terhadap pasar. Hal ini dapat diketahui dari selisih positif atau negatif dari rasio masing-masing reksa dana saham setelah dikurangi dengan rasio pasar IHSG. Apabila ditemukan reksa dana saham dengan kinerja outperform, yang menjadi pertanyaannya apakah kondisi outperform yang dimiliki oleh setiap reksa 3
dana saham tersebut konsisten dari waktu ke waktu. Lalu, jika penemuan pada kinerja reksa dana saham menunjukkan underperform terhadap pasar, apakah kondisi ini juga terus menerus terjadi pada suatu reksa dana saham. Dengan demikian mengetahui kekonsistenan kinerja reksa dana saham, baik itu outperform maupun underperform membuat setiap investor dapat melihat dari sisi yang lebih luas, tidak hanya tahu bahwa kinerja suatu reksa dana saham mampu melampaui kinerja pasar tetapi juga kelanjutan dari kinerjanya tersebut, apakah berkelanjutan atau tidak. Konsistensi jangka panjang atas kinerja masa lalu merupakan salah satu petunjuk bagi potensi reksa dana saham di masa depan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, menunjukkan bahwa pihak yang akan menanamkan modalnya mengalami kebimbangan dalam menentukan pilihan yang tepat didalam mengalokasikan dana yang dimilikinya. Hasil evaluasi kinerja reksa dana saham dibandingkan dengan kinerja pasar dan konsistennya metode pengukuran kinerja reksa dana saham tersebut, menunjukkan bahwa kinerja masa lalu menjadi pertimbangan utama dari investor dalam memilih reksa dana saham ke depannya. Berdasarkan uraian dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka disusun pertanyaan penelitian: 1. Bagaimana kinerja reksa dana saham periode Januari 2009 sampai Oktober 2013 diukur dengan menggunakan metode Sharpe ratio, Treynor index dan Jensen s Alpha? 4
2. Apakah terdapat konsistensi kinerja reksa dana saham menggunakan Sharpe ratio, Treynor index dan Jensen s Alpha pada periode Januari 2009 sampai Oktober 2013? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk: 1. Mengevaluasi kinerja reksa dana saham periode Januari 2009 sampai Oktober 2013 diukur dengan metode Sharpe ratio, Treynor index dan Jensen s Alpha. 2. Menguji konsistensi kinerja reksa dana saham menggunakan Sharpe ratio, Treynor index dan Jensen s Alpha pada periode Januari 2009 sampai Oktober 2013. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat sebagai berikut: 1. Bagi investor Penelitian ini berguna untuk memberikan gambaran yang obyektif tentang evaluasi kinerja reksa dana saham dan pengujian konsistensi penggunaan metode pengukuran kinerja di Indonesia yang dapat dijadikan acuan bagi masyarakat dalam menginvestasikan dananya di reksa dana saham agar dapat memaksimumkan tingkat pendapatan dari dana yang diinvestasikan serta mampu memilih manajer investasi yang mampu mengelola dananya dengan baik. Dengan adanya informasi tentang evaluasi kinerja reksa dana saham dan pengujian konsistensi penggunaan metode pengukuran kinerja diharapkan 5
dapat mendukung upaya pencerdasan publik dan keterbukaan informasi pada masyarakat luas mengenai kinerja, risiko, dan return reksa dana saham. 2. Bagi Manajer Investasi Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai evaluasi kinerja reksa dana saham dan pengujian konsistensi penggunaan metode pengukuran kinerja yang mereka lakukan dalam mengelola reksa dana saham selama ini. Penelitian ini juga memberikan informasi kepada Manajer Investasi bagaimana pengaruh variabel-variabel dalam penelitian ini terhadap kinerja reksa dana saham yang mereka kelola sehingga Manajer Investasi dapat mengetahui langkah selanjutnya untuk meningkatkan kinerja reksa dana saham dengan meningkatkan return dan memperkecil risiko. 1.5. Batasan Penelitian Reksa dana yang digunakan penelitian ini adalah reksa dana yang tercatat di BAPEPAM-LK dan masih beroperasi di Indonesia periode Januari 2009 sampai Oktober 2013. Dari semua Reksa dana yang ada penulis hanya membatasi penelitian pada reksa dana saham. Penulis menggunakan reksa dana jenis saham sebagai objek penelitiannya dikarenakan di Indonesia reksa dana saham mempunyai benchmark yang jelas dibanding reksa dana lainnya, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada penelitian ini untuk penulis melakukan evaluasi kinerja reksa dana saham mengunakan tiga metode pengukuran kinerja Reksa dana, yaitu metode Sharp berdasarkan atas resiko antara excess return terhadap standar deviasi, metode Treynor menggunakan beta sebagai pembagi yang merupakan resiko 6
sistematik, dan metode Jensen melakukan pengukuran berdasar Capital Asset Princing Model. Sedangkan pengujian konsistensi penggunaan metode pengukuran kinerja dilakukan dengan menggunakan uji Kendall s coefficient of concordance (W). 7