Penentuan Kadar Parasetamol dan Kafein dalam Campuran Tablet Parasetamol Kafein Menggunakan Metode Spektrofotometeri UV-Vis Derivatif

dokumen-dokumen yang mirip
PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM TABLET KOMBINASI PARASETAMOL DENGAN KOFEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-SINAR TAMPAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hidrokortison asetat adalah kortikosteroid yang banyak digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tanpa bahan tambahanmakanan yang diizinkan (Badan Standarisasi Nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C 8 H 9 NO 2 dihitung terhadap zat

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan ibuprofen berkhasiat

BAB I PENDAHULUAN. dengan kofein dan NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs). Penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometri uv & vis

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

UJI PENETAPAN KADAR PARACETAMOL DEXTROMETHORPHAN DALAM CAMPURAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 4 NOVEMBER 2015 ISSN

PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN PADA SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF DENGAN ZERO CROSSING SKRIPSI

PENETAPAN KADAR TRIPROLIDINA HIDROKLORIDA DAN PSEUDOEFEDRINA HIDROKLORIDA DALAM TABLET ANTI INFLUENZA SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KETOPROFEN, PENETAPAN KADARNYA DALAM SEDIAAN GEL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL. Fajrin Noviyanto, Tjiptasurasa, Pri Iswati Utami

VALIDASI PENETAPAN KADAR BESI DALAM SEDIAAN TABLET MULTIVITAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (1), VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI UV PADA ANALISIS PENETAPAN KADAR ASAM MEFENAMAT DALAM SEDIAAN TABLET GENERIK

LAPORAN PRAKTIKUM. ISOLASI DNA, Isolasi Protein dan PCR (Elektroforesis agarose dan Acrylamic)

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung satu atau lebih bahan yang mudah dan cepat diserap oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan (BSN,

Penentuan Kadar Teofilin dalam Sediaan Tablet Bronsolvan dengan Metode Standar Adisi menggunakan Spektrofotometer UV-Visible

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bakterial) membuat antibiotik ini (ko-amoksiklav, Augmentin) efektif

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi. Oleh : Tony Handoyo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kortikosteroid dan antihistamin. Deksametason memiliki kemampuan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

PENENTUAN KADAR ASETOSAL DALAM TABLET ASPILET MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS METODE STANDAR ADISI

PERCOBAAN II PENENTUAN KADAR MULTIKOMPONEN CAMPURAN PARASETAMOL DAN KAFEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS. Tujuan dari praktikum adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin

PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS BERBAGAI PRODUK TABLET NIFEDIPIN. Elda F. Luawo, Gayatri Citraningtyas, Novel Kojong

ANALISIS KAFEIN DALAM TABLET BODREX

VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Penentuan Kadar Tablet Asetosal Menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Tiffany Sabilla Ramadhani

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari senyawa turunan β-laktam dan penghambat β-laktamase

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

OLEH : : MUH. ZULFIKAR TAHIR NIM : F1F KELOMPOK : III (TIGA) : MUH. JEFRIYANTO

LAPORAN PRAKTIKUM 8 PRAKTIKUM HPLC ANALISA TABLET VITAMIN C

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

Lampiran 1. Gambar Krim yang Mengandung Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER

Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT ASAM MEFENAMAT DALAM JAMU PEGAL LINU DAN JAMU REMATIK YANG BEREDAR DI KOTA MANADO

Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl

BAB III METODE PENELITIAN

Penetapan Simultan Kadar Fenilpropanolamin Hidroklorida dan Klorfeniramin Maleat dalam Tablet secara Spektrofotometri

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

1. Tujuan Menentukan kadar kafein dalam sample Dapat menggunakan spektofotometer uv dengan benar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PROSEDUR KERJA

VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENETAPAN KADAR TABLET ASAM MEFENAMAT SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

Lampiran 1. Sampel Pulna Forte Tablet

Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H

VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF ULTRAVIOLET UNTUK PENENTUAN RESERPIN DALAM TABLET OBAT NIKEN WULANDARI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

Lampiran 1. Sampel Neo Antidorin Kapsul. Gambar 1. Kotak Kemasan Sampel Neo Antidorin Kapsul. Gambar 2. Sampel Neo Antidorin Kapsul

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Pola Spektrum

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

DR. Harrizul Rivai, M.S. Lektor Kepala Kimia Analitik Fakultas Farmasi Universitas Andalas. 28/03/2013 Harrizul Rivai

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

SOAL-SOAL SPEKTROFOTOMETRI

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VALIDITAS PENETAPAN KADAR TEMBAGA DALAM SEDIAAN TABLET MULTIVITAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRA VIOLET VISIBEL

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Daftar Spesifikasi Sediaan tablet Celestamin, Ocuson, dan Polacel : DKL A1. Expire Date : September 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Penentuan Kadar Parasetamol dan Kafein dalam Campuran Tablet Parasetamol Kafein Menggunakan Metode Spektrofotometeri UV-Vis Derivatif Lily Cyntia Fauzi Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Abstrak Sumedang Pada percobaan kali ini akan dilakukan penetuan kadar parasetamol dan kafein dalam campuran tablet parasetamol-kafein menggunakan metode spektrofotometri derivatif. Penggunaan spektrofotometri derivatif dipilih karena keunggulannya dalam menganalisis senyawa dengan kemungkinan overlapping tinggi seperti yang dialami oleh parasetamol (245nm) dan kafein (279nm). Prinsip metode spektrofotometri ini didasarkan dari manipulatif sehingga membentuk derivatifnya (zero crossing). Percobaan ini bertujuan untuk memahami prinsip zero crossing dalam menganalisis kadar zat aktif dalam sediaan campuran. Untuk menganalisa kadar parasetamol dan kafein dalam senyawa campuran diperlukan untuk membuat kurva baku spektra normal parasetamol (kadar kafein dalam larutan tetap, kadar parasetamol berubah-ubah) dan spektra normal kafein (kadar kafein dalam larutan berubah dan kadar parasetamol tetap). Persamaan garis kurva baku parasetamol yang terbentuk adalah y = -5,65.10-4 + 5,8. 10-4 (r 2 =0,99) dan pada kafein adalah y = -2,515.10-3x + 1,93.10-3 (r 2 =0,980). Persamaan ini digunakan dalam penentuan kadar parasetamol serta kafein dalam tablet campuran parasetamol dan kafein. Kadar parasetamol yang terkandung dalam 50 mg tablet campuran ini adalah sebesar 89,5% dan kadar kafein sebesar 12,98%. Kadar ini tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia (2015). : parasetamol, kafein, sepktrofotometri uv-vis derivatif, zero- Kata Kunci crossing Determination Level of Paracetamol and Caffeine in Tablet Contain Paracetamol-Caffeine Using Spectrophotomery Derivative UV-Vis

Abstract In this experiment will be conducted Determination levels of paracetamol and caffeine in tablet paracetamol-caffeine mixture using spectrophotometric methods derivatives. The use of derivative spectrophotometry been selected for its excellence in analyzing compounds with the possibility of overlapping high as experienced by paracetamol (245nm) and caffeine (279nm). The principle is based on the spectrophotometric method manipulative thus forming the derivatives (zero crossing). This experiment aims to understand the principle of zero crossing in analyzing the levels of active ingredient in the preparation of the mixture. To analyze the levels of paracetamol and caffeine in the mixture of compounds needed to make a standard curve of normal spectra of paracetamol (caffeine levels in the solution remain, arbitrary levels of paracetamol) and normal spectra caffeine (caffeine levels in the solution changes and levels of paracetamol remains). Equation of standard curve of paracetamol formed is y = 98. 10-3 x + 0.20277 (r2 = 0.963) and the caffeine is y = 0.01902 x + 0.01152 (r2 = 0.9809). This equation is used in the determination of paracetamol and caffeine in a mixture of paracetamol and caffeine tablets. Levels of paracetamol tablets contained in this mixture is at 89,5% and 12,98% caffeine content. These levels do not meet the requirements established in the Indonesian Pharmacopoeia. Keywords crossing : paracetamol, caffeine, spectrophotometry uv-vis derivative, zero Pendahuluan Sediaan farmasi yang beredar di pasaran kebanyakan berupa campuran berbagai zat berkhasiat. Campuran ini bertujuna untuk meningkatkan efek terapi dan kemudhan dalam pemakaian. Salah satu campuran zat aktif yang sering digunakan adalah paracetamol dan kafein yang berkhasiat sebagai analgesic dan antipiretik (Naid, Kasim, dan Pakim, 2011). Tablet paracetamol dan kafein 500mg/65mg berisi zat aktif parasetamol dan kafein. Obat ini biasa digunakan untuk meredakan sakit kepala, migraine, sakit punggung, sakit yang disebabkan oleh osteoarthritis, dan sakit gigi. Selain itu, dapat digunakan pula untuk melegakan demam, flu, tenggorokan kering dan menurunkan suhu tubuh (MHRA UK, 2010). Pada beberapa literature, penetapan kadar parasetamol dalam tablet kombinasi parasetamol dengan kafein dapat dilakukan dengan

beberapa metode, diantaranya metode titrimetri yang meripakan metode konvensional dan dalam pelaksanaannya memerlukan waktu yang lama, serta kurang peka dalam penentuan zat yang kadarnya relatif kecil. Selain itu, metode kromatografi cair kinerja tinggi juga merupakan metode alternatif yang memiliki kepekaan analisis tinggi, tetapi memerlukan biaya relative mahal (Levent, 2000). Dilihat dari strukturnya, paracetamol mempunyai kromofor dan auksokrom, yang dapat menyerap radiasi, sehingga dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri, tetapi kendala yang sering dijumpai adalah terjadinya tumpang tindih spektra (overlapping) karena keduanya memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan sehingga diperlukan proses pemisahan terlebih dahulu (Wulandari, Friamita dan Patramuti, 2006). Berdasarkan hal diatas, perlu dilakukan pengembangan metode spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak dalam penetapan kadar parasetamol dalam tablet kombinasi parasetamol dengan kafein tanpa pemisahan terlebih dahulu yaitu secara spektrofotometri dengan aplikasi metode zero crossing (Naid, Kasim, dan Pakim, 2011). Metode spektrofotometri derivatif telah diaplikasikan secara luas di dalam kimia analisis kuantitatif, analisis lingkungan, farmasetik, klinik, forensik, biomedik, dan industri. Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak. Pada spektrofotometri konvensional, spektrum serapan merupakan plot serapan (A) terhadap panjang gelombang (λ), ditransformasikan menjadi plot da/dλ lawan λ untuk derivatif pertama, dan d 2 A/d 2 λ lawan λ untuk derivatif kedua, dan seterusnya. Panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa pada spektrum normal akan menjadi λ zero crossing pada spektrum derivatif pertama (Hayun, 2006).

Panjang gelombang tersebut tidak mempunyai serapan atau da/dλ = 0. Metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk analisis kuantitatif zat dalam campuran dimana spektrumnya mungkin tersembunti dalam suatu bentuk spektrum besar yang saling tumpang tindih dengan mengabaikan proses pemisahan zat bertingkattingkat. Dengan demikian metode ini dapat dilakukan lebih sederhana dengan waktu analisis yang lebih cepat dan biaya yang dibutuhkan lebih murah (Hayun, 2006). Untuk suatu larutan yang mengandung dua komponen yang menyerap, x dan y, serapan atau absorbansi (A) diukur pada dua panjang gelombang. Ketelitian yang tinggi didapatkan dengan memilih panjang gelombang yang serapannya maksimal karena dengan pergeseran sedikit pada kurva serapan tidak menyebabkan perubahan absorbansi yang terlampau jauh. Pada metode spektrofotometri derivatif, jumlah komponen dalam campuran dapat mencapai 8 komponen dengan syarat selisih panjang gelombang maksimum antara komponen minimal 5nm. jika jumlah komponen dalam sampel lebih dari 3 maka untuk menghitung kadar digunakan perangkat lunak multikomponen yang terdapat pada alat spektrofotometer UV-Vis (Fatah, 2008). Bila panjang gelombang zero crossing masing-masing senyawa tidak sama dengan panjang gelombang pada serapan maksimumnya, maka penetapan kadar campuran dua senyawa dapat dilakukan tanpa pemisahan terlebih dahulu. Akan tetapi, apabila panjang gelombang zero crossing masingmasing senyawa sama dengan panjang gelombang pada serapan maksimumnya akan terjadi pelebaran pita, sehingga kurva derivatif pertama tidak akan membantu pemisahan spektranya. Pada situasi seperti ini, digunakan derivatif kedua (Fatah, 2008).

Gambar 1. Struktur kafein C 8 H 10 N 4 O 2 (Depkes RI, 2015) Struktur diatas merupakan struktur kafein atau 1,3,7- trimetilxantin. Kafein berbentuk anhidrat (BM 194,19) atau hidrat (BM 212,21) yang mengandung satu molekul air. Pemerian kafein adalah berbentuk serbuk putih, bentuk jarum mengkilat, biasanya menggumpal; tidak berbau; rasa pahit; larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus; bentuk hidratnya mengembang diudara. Kafein sukar larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, sukar larut dalam eter. Kadar kafein tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% dihitung terhadap zat anhidrat (Depkes RI, 2015). Gambar 2. Struktur parasetamol C₈H₉NO₂ (Depkes RI, 2015) Struktur diatas adalah parasetamol atau acetaminofen atau 4-Hidroksiasetanilida. Pemerian parasetamol adalah sebuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit. Parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N dan mudah larut dalam etanol. Kadar parasetamol tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101,0% dihitung terhadap zat anhidrat (Depkes RI, 2015).

Beaker glass, bulb, instrumen spektrofotometri uv, kuvet, labu ukur, pipet tetes, pipet volumetri. Bahan Gambar 3. Spektra normal parasetamol kafein (Vichare et al, 2010) Spetra diatas merupakan contoh spektra gabungan parasetamol-kafein yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Vichare et al (2010). Sampel yang digunakan juga merupakan sampel tablet dimana 20 tablet ditimbang dan dilarutkan serta diencerkan, kemudian dilakukan scanning dari panjang gelombang 200-400nm. Berdasarkan spektra tersebut λ maksimum dari parasetamol adalah 243nm dan λ maksimum kafein berada pada 273nm. Metode Alat Etanol, kafein baku, parasetamol baku dan tablet sampel yang akan diuji Pembuatan Larutan Stok Larutan stok kafein dibuat dengan menimbang 50 mg kafein yang kemudian dilarutkan dengan etanol 100 ml sehingga diperoleh konsentrasi larutan stok kafein 500 ppm. Larutan stok parasetamol dibuat dengan menimbang 50 mg kafein yang kemudian dilarutkan dengan etanol 100 ml sehingga diperoleh konsentrasi larutan stok parasetamol 500 ppm. Kemudian 1 ml dari 50 ppm diencerkan dengan etanol hingga volumenya 10 ml (50 ppm). Skrining Panjang Gelombang Maksimal Parasetamol dan Kafein Larutan stok kafein 500 ppm dipipet sebanyak 2 ml kemudian dilarutkan dalam labu ukur 10 ml, di

ad dengan etanol hingga tanda batas. Larutan stok kafein 10 ppm ini kemudian uji dengan menggunakan spektrofotometri UV pada panjang gelombang 200-300 nm. dicatat panjang gelombang dimana kafein memiliki absorbansi maksimum. Larutan stok parasetamol 500 ppm dipipet sebanyak 2 ml kemudian dilarutkan dalam labu ukur 10 ml, di ad dengan etanol hingga tanda batas. Larutan stok parasetamol 10 ppm ini kemudian uji dengan menggunakan spektrofotometri UV pada panjang gelombang 200-300 nm. dicatat panjang gelombang dimana parasetamol memiliki absorbansi maksimum. Skrining Panjang Gelombag Zero Crossing Parasetamol dan Kafein Pada spektrum normal larutan baku parasetamol 10 ppm, dibuat derivatnya yaitu dengan menggunakan derivat pertamanya. Dicatat panjang gelombag yang menunjukan absorbansi nol dari parasetamol. Pada spektrum normal larutan baku kafein 10 ppm, dibuat derivatnya yaitu dengan menggunakan derivat pertamanya. Dicatat panjang gelombag yang menunjukan absorbansi nol dari kafein. Pembuatan Kurva Baku Parasetamol Larutan stok parasetamol 50 ppm, dibuat variasi konsentrasi larutan yaitu 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, 14 ppm dan 16 ppm. Pada masing-masing konsentrasi tersebut ditambahkan 5 ppm kafein, kemudian di-ad hingga 10 ml. Kemudian larutan tersebut dihitung absorbansinnya pada panjang gelomang 246 nm, dan 275 nm. Pembuatan Kurva Baku Kafein Larutan stok kafein 50 ppm, dibuat variasi konsentrasi larutan yaitu 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, 14 ppm dan 16 ppm. Pada masingmasing konsentrasi tersebut ditambahkan 1 ml parasetamol 50 ppm, kemudian di-ad hingga 10 ml. Kemudian larutan tersebut dihitung absorbansinnya pada panjang gelomang 226 nm, 238 nm, dan 290 nm. Preparasi Sampel

Dua puluh tablet campuran parasetamol dan kafein kemudian ditimbang dan dihitung berat rataratanya, diserbukan kemudian ditimbang 50 mg sampel dilarutkan kedalam 10 ml etanol sehingga didapat konsentrasi 5000 ppm. Larutan kemudian diencerkan hingga didapatkan konsentrasi 50 ppm. Kemudian larutan dibuat konsentrasi berseri 10 ppm, 14 ppm dan 18 ppm. Pengujian Kadar Parasetamol Dan Kafein Pada Sampel Larutan sampel yang telah dipreparasi hitung absorbansinya Tabel 1. Absorbansi parasetamol baku pada panjang gelombang 290 nm untuk menghitung absorbansi kafein, dan pada panjang gelombang 246 nm dan 275 nm untuk menghitung absorbansi parasetamol. Data Pengamatan λ maks kafein = 275 nm λ maks parasetamol = 249nm λ zero crossing kafein = 246, 275 nm λ zero crossing parasetamol = 226, 230, 290 nm Konsentrasi (parasetamol + kafein) Absorbansi (f ) 246 nm 275 nm 8 ppm+ 5 ppm 0.0030-0.0040 10 ppm + 5 ppm 0.0072-0.0049 12 ppm + 5 ppm 0.0014-0.0034 14 ppm + 5 ppm 0.0097-0.0076 16 ppm + 5 ppm 0.0065-0.0083 Persamaan garis :275 nm :

r 2 = 0.99 Kurva 1. Kurva baku paracetamol Tabel 2. Absorbansi kafein baku Konsentrasi (kafein + parasetamol) Absorbansi (f ) 226 nm 230 nm 290 nm 10 ppm + 5 ppm - 0.0149-0.0182-0.0260 12 ppm + 5 ppm - 0.0195-0.0224-0.0340 14 ppm + 5 ppm - 0.0250-0.0232-0.0365 16 ppm + 5 ppm - 0.0240-0.0263-0.0421 18 ppm + 5 ppm - 0.0306-0.0303-0.0471 Persamaan garis: 290 nm = y = - 2.515 10-3 x 1.93 10-3

r 2 = 0.980 Kurva 2. Kurva baku kafein Tabel 3. Absorbansi larutan sampel campuran parasetamol kafein Konsentrasi Sampel 275 nm 290 nm 10 ppm -0.0063-0.0058 14 ppm - 0.0069-0.0065 18 ppm - 0.0105-0.0096 Kadar Parasetamol (275nm) Persamaan yang digunakan:

14 ppm Kadar Kafein (290nm) Persamaan yang digunakan: y = - 2.515 10-3 x 1.93 10-3 14 ppm Pembahasan Penetapan kadar dari tablet campuran merupakan salah satu parameter mutu yang harus dilakukan. Pemeriksaan mutu suatu sediaan obat mutlak diperlukan untuk menjamin bahwa sediaan obat mengandung bahan dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapakan dan mengikuti prosedur analisis standar, sehingga menunjang efek terapeutik yang diharapkan. Penetapan kadar parasetamol dan kafein dari tablet campuran parasetamol dan kafein dengan spektrofotometri derivatif metode zero crossing bertujuan untuk memahami prinsip metode zero crossing dan memahami cara penentuan kadar parasetamol dan kafein secara terpisah. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar campuran ini ada beberapa cara,

diantaranya adalah metode titrimetric, HPLC, dan spektrofotometri derivatif. Namun, pada percobaan kali ini digunakan instrumen spektrofotometri uv-vis yang dimanipulatif sehingga membentuk derivatifnya. Metode titrimetri tidak digunakan karena metode konvensional yang memerlukan waktu yang lama dalam pengerjaannya. Metode HPLC memiliki kepekaan yang tinggi tetapi memerlukan biaya yang relative mahal, selain itu metode HPLC juga memiliki kendala seperti terjadinya tumpang tindih atau overlapping yang dapat mengganggu. Overlapping ini disebabkan karena serapan maksimum parasetamol dan kafein yang berdekatan, yaitu 249nm dan 272nm. Adanya overlapping tersebut mengharuskan penggunaan metode tersebut disertai dengan pemisahan. Oleh karena itu, digunakanlah instrument spektrofotometri uv-vis dengan metode zero crossing yang digunakan untuk meningkatkan pemecahan puncak yang saling tumpang tindih. Prinsip dari metode sepktrofotometri uv-vis derivatif dalam penentuan kadar kafein dan parasetamol adalah dengan menentukan λ maksimum dari kurva normal masing-masing standar. Dari spektra yang telah terbentuk, dapat diketahui bahwa absorbansi maksimum parasetamol terletak pada panjang gelombang 249nm dan absorbansi maksimum dari kafein terletak pada panjang gelombang 275nm. Secara teoritis absorbansi maksimum parasetamol terletak pada panjang gelombang 245nm pada pelarut asam dan 257nm dalam pelarut basa sedangkan absorbansi kafein terletak pada panjang gelombang 272nm. Walaupun panjang gelombang maksimum yang didapat berbeda tetapi masih dapat ditoleransi karena perbedaan yang masih dalam batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), yaitu 3nm. Pada proses ini sumbu y menunjukkan absorbansi sedangkan sumbu x menunjukkan panjang gelombang. Setelah kurva normal masingmasing komponen diperoleh,

dilakukan derivatisasi pertama dari panjang gelombang maksimum parasetamol baku dan kafein baku untuk menentukan panjang gelombang zero-crossing masingmasing senyawa. Hal ini didasarkan pada 2 hal, yaitu: (1) serapan senyawa pasangannya dan campuran persis sama, karena pada λ tersebut dapat secara selektif mengukur serapan senyawa pasangannya dan (2) pada λ maksimum terjadi absorbansi maksimum yang dapat meminimalisir kesalahan. Panjang gelombang zero crossing ini tidak memiliki serapan atau da/dλ = 0. Metode zero-crossing ini memisahkan campuran biner dari spectrum derivatifnya pada panjnag gelombang pada saat komponen pertama tidak ada sinyal. Pengukuran pada zero crossing tiap komponen dalam campuran ini merupakan fungsi tunggal konsentrasi dari yang lainnya. Pada spektra derivatif pertama, ini sumbu y (da/dλ) merupakan perbandingan selisih absorbansi pada dua panjang gelombang yang berdekatan dengan selisih panjang gelombang tersebut (ΔA/Δλ), sedangkan sumbu x merupakan rata-rata dari dua panjang gelombang tersebut. Pada percobaan kali ini panjang gelombang zero crossing kafein terdapat pada panjang gelombang 246nm dan 275nm, sedangkan panjang gelombang zero crossing parasetamol terdapat pada panjang gelombang 226nm, 238nm, dan 290nm. Panjang gelombang yang dipilih untuk dijadikan panjang gelombang analisis adalah panjang gelombang zero crossing yang serapan pasangannya persis sama. Panjang gelombang tersebut dapat secara selektif mengukur serapan yang paling besar. Pada serapan yang paling besar, serapannya lebih stabil sehingga kesalahan analisis dapat diperkecil. Jadi, panjang gelombang yang digunakan dalam analisis adalah 290nm (kafein) dan 275nm (parasetamol). Setelah diperoleh panjang gelombang zero crossing, dibuat kurva baku dari campuran parasetamol dan kafein dengan 2 perlakuan. Perlakuan pertama

bertujuan untuk mengetahui konsentrasi parasetamol dimana juga dibuat 5 larutan baku dengan 5 konsentrasi berbeda dimana konsentrasi kafein dibuat tetap sedangkan konsentrasi parasetamol berubah-ubah. Konsentrasi parasetamol yang digunakan pada perlakuan kedua adalah 8, 10, 12, 14, 16 ppm dan konsentrasi kafein tetap, yaitu 5ppm. Pembuatan larutan ini menggunakan etanol sebagai pelarutnya. Etanol digunakan karena dari sifat etanolnya sendiri yang memiliki gugus polar serta non polar sehingga dapat melarutkan kafein serta parasetamol dengan baik. Air tidak digunakan sebagai pelarut karena sifat air yang sangat polar sehingga tidak bisa melarutkan parasetamol dan kafein dengan baik. Kurva baku dari perlakuan pertama dinamakan kurva baku parasetamol (kurva 1). Perlakuan kedua bertujuan untuk mengetahui konsentrasi kafein, untuk itu pembuatan kurva baku dilakukan dengan membuat larutan baku dengan 5 konsentrasi campuran parasetamol dan kafein dimana konsentrasi parasetamol dibuat tetap, sedangkan konsentrasi kafein berubah-ubah. Konsentrasi kafein yang digunakan pada perlakuan pertama adalah 10, 12, 14, 16, 18ppm dan konsentrasi parasetamol tetap 5ppm. Kurva baku yang terbentuk dinamakan kurva baku kafein (kurva 2).

Absorbansi Kurva Baku Parasetamol 0-0.001-0.002-0.003-0.004-0.005-0.006-0.007-0.008-0.009 8 ppm + 5 ppm 10 ppm + 5 ppm y = -0.000565x + 0.00058 r 2 =0,99 12 ppm + 5 ppm 14 ppm + 5 ppm 275nm -0.004-0.0049-0.0076-0.0083 Kurva 1. Kurva baku paracetamol Kurva 2. Kurva baku kafein Pembuatan kurva baku bertujuan untuk melihat linearitas. Berdasarkan hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linearitas antara absroban dengan konsentrasi larutan analit. Kedua kurva diatas memiliki nilai r (koefisien relasi) yang cukup mendekati 1, yaitu 0,98

dan 0,99. Nilai tersebut menunjukkan lineratias yang cukup baik. Nilai koefisien korelasi yang tinggi menunjukkn hubungan linear antara absorbansi yang terukut dan konsentrasi. Nilai intersep untuk parasetamol dan kafein secara berurut adalah 0,00058 dan 0,0093. Nilai intersep yang tidak terlalu jauh dari nol menunjukkan pengaruh matrik yang rendah. Nilai intersep yang semakin jauh dari nol menunjukkan makin besarnya pengaruh matriks dalam larutan sehingga mempengaruhi dalam penetapan kadar. Salah satu cara menanggulanginya adalah dengan menggunakan larutan yang masih segar. 20 sampel tablet campuran parasetamol dan kafein ditimbang satu per satu, kemudian dirataratakan. Bobot tablet campuran parasetamol dan kafein yang digunakan adalah 620mg. Seluruh tablet ini kemudian digerus dan diambil sampel sebanyak 50mg. Sampel ini dilarutkan dengan etanol kemudian diencerkan dalam 3 konsentrasi, yaitu 10, 14, dan 18ppm. Sampel ini kemudian dianalisis dan didapatkan absorbansinya. Hasil ini akan didapatkan spektra normal campuran sampel parasetamol dan kafein yang kemudian diderivatisasi untuk melihat absorbansi pada panjang gelombang zero crossing yang digunakan dalam analisis kadar campuran ini. Hasil absorbansi sampel campuran pada panjang gelombang analisis kemudian disubstitusi dalam persamaan garis yang didapat dalam kurva baku parasetamol (untuk menentukan kadar parasetamol) dan dalam kurva baku kafein (untuk mengetahui kadar kafein). Tablet yang digunakan adalah tablet campuran yang mengandung parasetamol sebanyak 250mg dan kafein sebanyak 100mg. Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa kadar tersebut tidak sesuai dengan yang seharusnya serta tidak memenuhi persyaratan yang ada pada Farmakope Indonesia Edisi V (2015) dimana Tabel 4. Massa senyawa dalam tablet campuran beserta persentasenya

Senyawa Massa dalam 50mg Massa dalam 620mg Persentase Parasetamol 44,75 mg 554,9 mg 84,9% Kafein 6,49 mg 80,467mg 12,98% kadar kafein tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% sedangkan kadar parasetamol tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101,0%. Hal ini diduga disebabkan karena tidak homogennya campuran yang digunakan saat melakukan formulasi dan pencetakkan tablet. Simpulan 1. Dapat dipahami bahwa cara menghitung kadar suatu senyawa campuran dengan menggunakan spektrofotometri dengan metode zero crossing. 2. Zero crossing didapat dengan menentukan panjang gelombang dimana respon absorbansi terhadap senyawa tersebut adalah sama dengan nol. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI Depkes RI. 2015. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Depkes RI Fatah, A.M. 2008. Pemanfaatan Spektrofotometri Derivatif Untuk Penetapan Kadar Dekstrometorfan Hidrobromida Dalam Tablet Obat Batuk. Available online at www.ilib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php, diakses pada 19 Mei 2016 Hayun, H. dan Yenti. 2006. Penetapan Kadar Triprolidina Hidroklorida dan Pseudoefedrina Hidroklorida dalam Tablet Anti Influenza secara Spektrofotometri Derivatif. 3(1). Levent, M. 2002. HPLC Method for Analysis of Paracetamol, Caffein, and Dyprone. TJC. 3(1). MHRA UK. 2010. Paracetamol and Caffeine 500mg/65mg. United Kingdom: UK Health Government

Naid, T., Syaharuddin, K., Mieke P.. 2011. Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Tablet Kombinasi Parasetamol dengan Kofein Secara Spektrofotometri Ultraviolet- Sinar Tampak. Majalah Farmasi dan Farmakologi. 15(2): 77-82 Wulandari, M. G. D., Friamita, R. D., Patramurti, C.. 2006. Penetapan Kadar Kafein dalam Campuran Parasetamol, Salisilamida, dan Kafein Secara Spektrofotometri Derivatif. Skripsi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. Vichare, V., Preeti, M., Vrushali, T., Dhole, S. N.. 2010. Simultaneous Spectrophotometric Determination of Paracetamol and Caffein in Tablet Formulation. IJPR. 2(4): 2512-2516 LAMPIRAN Hasil spektra KAFEIN 10 PPM + PCT 5 PPM

KAFEIN 18 PPM + PCT 5 PPM KAFEIN 16 PPM + PCT 5 PPM

KAFEIN 14 PPM + PCT 5 PPM KAFEIN 12 PPM + PCT 5 PPM

PCT 8 PPM + KAFEIN 5 PPM PCT 16 PPM + KAFEIN 5 PPM

PCT 14 PPM + KAFEIN 5 PPM PCT 12 PPM + KAFEIN 5 PPM

PCT 10 PPM + KAFEIN 5 PPM SAMPEL 14 PPM

SAMPEL 10 PPM SAMPEL 18 PPM