1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Dr. Ir. Sri Yanti JS. MPM

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak kawasan pesisir yang kaya dan sangat produktif, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang ke-4 di

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV)

Diterima: 14 Juni 2008; Disetujui: 28 Desember 2008 ABSTRACT ABSTRAK

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

II. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

rovinsi alam ngka 2011

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

Oleh: Mohammad Nadjikh. CEO dan Owner KML Food

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

PENDAHULUAN. Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. sistem desentralisasi bertujuan untuk meningkatkan kemandirian daerah. Salah

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

I PENDAHULUAN. terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan penggerak utama (prime mover)

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Keadaan Umum Kabupaten Tojo Una-una

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

PENGEMBANGAN USAHA HASIL OLAHAN IKAN GUNA MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI DI DAERAH GUNUNG KIDUL

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ikan merupakan hewan yang hidup di air yang menjadi salah satu dari sekian banyak bahan

BAB I PENDAHULUAN. karena termasuk dalam Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Namun

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

IV. METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. karena kendala tersebut sehingga pendapatan nelayan dan petani tambak menjadi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,12 juta ton pertahun atau sekitar 80 persen dari potensi lestari. Di samping itu juga terdapat potensi perikanan lain yang berpeluang untuk dikembangkan, yaitu (1) perikanan tangkap di perairan umum seluas 54 juta ha memiliki potensi produksi 0,9 juta ton per tahun; (2) budidaya laut yang meliputi budidaya ikan, budidaya moluska dan budidaya rumput laut; (3) budidaya air payau dengan potensi lahan pengembangan sekitar 913.000 ha; (4) budidaya air tawar meliputi budidaya di perairan umum, budidaya di kolam air tawar dan budidaya mina padi di sawah; serta (5) bioteknologi kelautan untuk pengembangan industri farmasi, kosmetik, pangan, pakan dan produk-produk non-konsumsi (DKP 2004a). Produksi perikanan tangkap dari penangkapan ikan di laut dan di perairan umum pada tahun 2006 masing-masing sekitar 4.468.010 ton dan 301.150 ton (DJPT 2007). Sementara produksi perikanan budidaya pada tahun 2006 mencapai 2.625.800 ton. Produksi perikanan budidaya didominasi oleh udang 327.260 ton, rumput laut 1.079.850 ton, ikan mas 285.250 ton, bandeng 269.530 ton, nila 227.000 ton, ikan lele 94.160 ton, gurameh 35.570 ton dan kerapu 8.430 ton (DJPB 2007). Dengan melihat potensi sumberdaya perikanan yang dimiliki Indonesia tersebut dan produksi yang dihasilkannya menunjukkan bahwa sektor perikanan memiliki potensi yang baik untuk berkontribusi di dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Kegiatan perikanan di Indonesia, hingga saat ini masih didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), baik oleh nelayan penangkap maupun nelayan pengolah hasil tangkapan. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari statistik perikanan pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa dari 412.497 unit armada perikanan yang digunakan oleh seluruh nelayan di Indonesia, sebanyak 375.108 unit armada atau 90,9% merupakan perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor yang berukuran dibawah 5 GT. Keadaan ini 1

merupakan salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan perikanan karena produktivitas usaha yang dijalankan relatif rendah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia pada tahun 2006 mencapai hampir 49 juta unit. Dari angka tersebut hanya 13% saja yang mampu mengakses perbankan, sedangkan yang 87% mengandalkan modal sendiri. Padahal hampir 99% pelaku ekonomi di negeri ini bersandar pada sektor UKM yang menyerap lebih dari 85 juta tenaga kerja, menyediakan kebutuhan barang dan jasa hingga 57%, dan kontribusi terhadap produk domestik bruto mencapai 56,7%. Khusus untuk UKM di bidang perikanan yang jumlahnya mencapai 26,2 juta unit pada tahun 2006, merupakan UKM yang memiliki akses perbankan paling sedikit, dan selama ini lebih banyak yang mendapatkan modal kerja dari rentenir atau tengkulak yang cenderung memberatkan nelayan. Terkait dengan ini, maka dukungan lembaga keuangan terhadap pembiayaan usaha perikanan tangkap dalam suatu kemitraan yang lebih adil dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak sangat diperlukan. Kemitraan merupakan pola kerjasama yang dianggap lebih adil dan menempatkan pihak-pihak yang menjalin kerjasama pada posisi sama yang saling membutuhkan, sehingga jalinan kerjasama yang dibangun lebih langgeng. Perkembangan usaha perikanan tangkap tahun 2001 2005 cukup menggembirakan dan sebagian besar komoditas selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Tabel 1). Namun kontribusi usaha ini kepada Produk Domestik Brutto Nasional pada tahun 2006 hanya menyumbangkan 4,04 % atau Rp. 71,9 triliun dari total Rp. 1.778,7 triliun (BPS 2008), padahal usaha ini termasuk sektor dengan jangkauan usaha sangat luas dan yang memiliki UKM yang paling banyak. Tentu kenyataan ini kurang menggembirakan, mengingat pemerintah juga mencanangkan revolusi biru, yakni komoditas kelautan dan perikanan menjadi salah satu komoditas utama yang akan mengangkat nama bangsa dan memperbaiki perekonomian negara. Disamping itu, hampir 99% pelaku ekonomi di negeri ini bersandar pada sektor UKM yang menyerap lebih dari 85 juta tenaga kerja (BPS 2008). Kontribusi yang rendah ini tentu sangat dipengaruhi oleh lemahnya sumber permodalan dalam menjalankan usaha. Hal 2

ini sangat logis karena UKM yang dikelola nelayan ini memiliki akses perbankan paling sedikit seperti disebutkan sebelumnya. Tabel 1 Perkembangan produksi usaha perikanan tangkap tahun 2001 2005 No Jenis Ikan Produksi (ton) 2001 2002 2003 2004 2005 1 Ekor kuning 38.312 36.593 41.248 39.406 45.180 2 Selar 132.998 149.193 154.866 138.923 143.105 3 Layang 258.393 301.115 297.937 325.187 290.609 4 Tembang 185.912 182.026 153.771 145.428 177.302 5 Lemuru 103.710 132.170 136.436 103.361 96.994 6 Teri 190.182 168.959 161.141 154.811 151.926 7 Tongkol komo 233.051 266.955 267.339 133.000 86.459 8 Cakalang 214.007 203.102 208.626 233.319 252.232 9 Kembung 214.387 221.634 194.427 201.882 222.032 Sumber: Ditjen Perikanan Tangkap (2006) Kurang berkembangnya sektor perikanan, khususnya usaha perikanan tangkap juga terlihat di Propinsi Jawa Barat. Permasalahan utama yang dihadapinya memang terletak pada keterbatasan modal dalam menjalankan usaha bagi para pelakunya. Hingga saat ini masih sedikit lembaga keuangan, baik milik pemerintah maupun swasta, dan lembaga-lembaga pembiayaan lainnya yang mau menjalin mitra dengan usaha nelayan ini baik dalam bentuk kredit biasa ataupun memberikan pinjaman dengan bunga ringan atau tanpa agunan sebagaimana kemitraan yang dikembangkan dengan UKM lainnya, misalnya kelompok tani. Akibatnya, usaha yang dijalankan oleh nelayan tersebut masih sangat bergantung pada tengkulak atau rentenir yang tidak terlalu banyak syarat termasuk tidak perlu persyaratan kelayakan finansial usaha yang selalu menjadi bahan evaluasi awal lembaga keuangan. Berdasarkan studi awal, faktor penyebab berkembangnya kemitraan yang cenderung deskriminatif antara nelayan dengan para tengkulak atau rentenir adalah kebutuhan mendesak terhadap modal usaha, mudah administrasinya, dan telah terbiasa (tradisi). Sementara jenis pinjaman nelayan kepada tengkulak dapat berupa uang, alat tangkap dan lainnya. Padahal kekuatan modal tengkulak dan rentenir juga terbatas, sehingga dalam pembiayaan pun terbatas, sedangkan mereka mengharapkan keuntungan yang besar dari nelayan yang diberi pinjaman. Akibatnya nelayan sering hanya mencari penghasilan untuk 3

makan hari itu saja, sehingga program atau usaha untuk peningkatan kesejahteraan pun menjadi minim bahkan tidak ada. Efeknya adalah sebagian besar kehidupan nelayan terutama di pesisir utara Propinsi Jawa Barat berada di bawah garis kemiskinan. Tentu interaksi dan kemitraan seperti ini tidak adil dan terlalu merugikan bagi nelayan pesisir utara Propinsi Jawa Barat. Permasalahan ini harus diselesaikan dengan tepat dan efektif agar kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan yang ada akan berkembang secara optimal dan saling menguntungkan. Kemitraan tersebut diduga dapat dirangsang melalui peran aktif lembaga keuangan dan pemerintah dalam membantu usaha yang dijalankan oleh nelayan tersebut. Misalnya dengan memberlakukan persyaratan kredit yang dipermudah, pemerintah menjadi penjamin kredit dan kelanggengan mitra usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan, sekaligus sebagai pengawas, lembaga keuangan terlibat lebih teknis dalam mitra usaha (menangani langsung keuangan usaha), atau mengembangkan skema-skema mitra usaha yang lebih meringankan nelayan tangkap, pengolah dan pedagang ikan namun tetap menguntungkan lembaga keuangan. Oleh karena itu, penelitian yang mendalam dan menyeluruh sangat diperlukan guna menghasilkan model pengembangan kemitraan yang lebih tepat dan secara nyata dapat mendorong perkembangan yang lebih baik bagi usaha perikanan tangkap di pesisir utara Propinsi Jawa Barat. 1.2 Perumusan Masalah Interaksi dan kemitraan pengusaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan belum harmonis dan belum dapat diandalkan untuk mengatasi permasalahan penyediaan modal usaha perikanan tangkap. Hal ini menyebabkan permasalahan turunan, yaitu : (1) Pengelolaan usaha perikanan tangkap masih dilakukan secara tradisional dimana kondisi finansial usaha tidak jelas dan nelayan hampir tidak pernah mengevaluasinya. Kondisi ini juga semakin membingungkan bagi lembaga keuangan dan pemberi kredit lainnya untuk menentukan mana usaha perikanan yang layak dan dapat didukung pendanaannya. Tidak adanya data evaluasi finansial ini menyebabkan lembaga keuangan 4

menetapkan persyaratan kredit dan lainnya yang cukup ketat untuk ukuran pengelolaan yang tradisional tersebut. (2) Kalaupun dukungan permodalan ada pada beberapa usaha perikanan tangkap selama ini, terkadang juga kurang optimal baik dalam jumlah maupun pelayanan, sehingga produktivitas usaha menjadi terganggu. Dalam kaitan ini, maka optimalisasi dukungan dan peran perlu menjadi target bagi lembaga keuangan atau pemberi kredit lainnya sehingga lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak. (3) Strategi kerjasama dan kemitraan yang dibangun antara lembaga keuangan dengan usaha ekonomi kecil dan menengah terkadang kurang berjalan dengan baik. Hal ini dapat terjadi karena strategi yang diterapkan kurang mengakomodir kepentingan semua komponen atau pihak terkait sehingga sering terjadi benturan dalam implementasinya. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah menyusun model pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan di pesisir utara Propinsi Jawa Barat. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini yang menjadi turunan dari penyusunan model adalah : (1) Menganalisis kondisi finansial usaha perikanan tangkap sehingga dapat diketahui usaha perikanan tangkap yang layak dan tidak layak mendapat dukungan dari lembaga keuangan. (2) Mengoptimalkan peran lembaga keuangan dalam mendukung usaha perikanan tangkap yang dianggap layak dikembangkan. (3) Menentukan prioritas strategi pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan. (4) Mendesain model pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan 5

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : (1) Masukan bagi dunia usaha khususnya usaha perikanan tangkap dan lembaga keuangan dalam menjalin kerjasama dan kemitraan yang lebih efektif, optimal dan saling menguntungkan, serta mengakomodir berbagai perubahan nyata yang terjadi. (2) Masukan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan terkait dengan pengembangan usaha perikanan tangkap terutama yang melibatkan lembaga keuangan dalam hal pendanaan. (3) Masukan berarti bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan dalam bidang perikanan dan kelautan (4) Menambah pengetahuan para stakeholders, khususnya dalam penelitian lanjutan dalam pengembangan usaha perikanan tangkap yang melibatkan lembaga keuangan sebagai penyokong dana. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Supaya penelitian ini lebih fokus agar mencapai manfaat yang diharapkan tersebut, ruang lingkup penelitian dibatasi pada : (1) Kajian kondisi finansial usaha perikanan tangkap sehingga dapat diketahui usaha perikanan tangkap yang layak dan tidak layak mendapat dukungan dari lembaga keuangan yang terdiri dari analisis Net Present Value (NPV), Benefit-Cost Ratio (B/C ratio), Internal Rate of Return (IRR), Return on Investment (ROI) dan Payback Period (PP). (2) Kajian optimalisasi peran lembaga keuangan dalam mendukung usaha perikanan tangkap yang dianggap layak dikembangkan sebagai bagian utama model pengembangan kemitraan yang analisisnya berupaya mencari alokasi optimal pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan, finansial usaha perikanan, kondisi ekonomi dan budaya, alokasi modal kerja, jenis pembiayaan paling tepat, dan sistem dan mekanisme kerjasama. (3) Kajian penentuan prioritas strategi pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan sebagai panduan perluasan interaksi dan kemitraan ke depan lengkap dengan kestabilan/sensitivitas 6

terhadap berbagai perubahan nyata yang terjadi sehingga antisipasi dapat dilakukan secara matang. 1.6 Kerangka Pemikiran Usaha perikanan tangkap di Indonesia dewasa ini masih didominasi oleh usaha kecil dan menengah (UKM). Pada tahun 2006, jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) tersebut mencapai hampir 49 juta unit, namun hanya 13% saja yang mampu mengakses perbankan. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena sektor perikanan tangkap ini menyediakan lapangan pekerjaan bagi 85,4 juta orang, menyediakan kebutuhan barang dan jasa hingga 57%, dan kontribusi terhadap produk domestik bruto mencapai 53,2% (BPS 2008). Lemahnya akses permodalan ini sangat terasa pada UKM sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dengan hanya berkontribusi 23,3 % (Rp. 412 trilun) terhadap Produk Domestik Brutto Nasional tahun 2006, dan khusus sektor perikanan hanya menyumbangkan 4,04 % (Rp. 71,9 triliun) saja. Rendahnya kontribusi sektor perikanan terutama perikanan tangkap umumnya disebabkan oleh masih sedikitnya lembaga keuangan, baik milik pemerintah maupun swasta, dan lembaga-lembaga pembiayaan lainnya yang mau menyalurkan kredit atau memberikan pinjaman dengan bunga ringan atau bahkan tanpa agunan kepada sektor ini. Akibatnya modal kerja bagi nelayan, pengolah, dan pedagang ikan juga terbatas, tidak stabil, dan tidak seimbang dengan tanggung jawab yang diemban. Terkait dengan tanggung jawab tersebut, usaha perikanan tangkap di Propinsi Jawa Barat khususnya di pesisir utara, menjadi pemasok utama protein hewani dari ikan untuk Ibukota Jakarta, industri dan ekspor via Jakarta, serta beberapa lokasi penting di Propinsi Jawa Barat. Oleh karena itu setiap permasalahan yang terjadi pada usaha perikanan tangkap Propinsi Jawa Barat sering menjadi sorotan. Hal ini tentu terasa kurang adil apabila tanggung jawab yang diemban tidak dimbangi dengan potensi yang tersedia dan dukungan terutama dalam permodalan usaha. Saat ini, potensi sumberdaya ikan di lokasi ini belum jelas dan tidak terdata dengan lengkap. Di samping itu, usaha perikanan tangkap yang dilakukan di daerah pesisir termasuk dalam pengelolaan 7

keuangan/finansialnya sebagian besar masih tradisional sehingga data penting untuk mengevaluasi kelayakan usaha tidak tersedia. Hal ini diperkirakan menjadi salah satu alasan mengapa lembaga keuangan (perbankan, koperasi, dan lainnya) enggan membantu permodalan usaha penangkapan ikan, baik dalam bentuk kredit maupun lainnya. Kondisi yang dilematis ini tentu kurang baik jika dibiarkan berlarut-larut, apalagi permintaan sumber protein hewani ini meningkat terus dengan bertambahnya jumlah penduduk dan mahalnya sumber protein hewani non ikan. Kalaupun ada, peran lembaga keuangan hanya mau bergerak pada bagian tertentu dari usaha perikanan tangkap ini perlu dioptimalkan, dan usaha perikanan tangkap yang layak secara finansial untuk dikembangkan dan jenis sumberdaya ikan yang prospektif harus menjadi fokus utama lembaga keuangan. Selanjutnya peran tersebut, interaksi dan kemitraannya dengan usaha perikanan tangkap perlu dilindungi dengan suatu strategi kebijakan yang efektif dan akomodatif terhadap kepentingan berbagai stakeholders terkait. Strategi kebijakan tersebut dapat mencakup penjaminan, perbaikan manajemen dan produk, peningkatan kerjasama dan optimalisasi pasar, serta perbaikan sistem permodalan/pembiayaan. Secara skematis, pemikiran-pemikiran tersebut disajikan pada Gambar 1. 8

Kondisi Saat Ini Usaha perikanan tangkap dominan berupa UKM dengan kondisi finansial belum stabil, hanya 13 % memiliki akses perbankan, lembaga keuangan enggan memberi kredit, kontribusi terhadap PDBN hanya 4,04 % (Rp. 71,9 triliun), pemasok utama protein hewani dari ikan ke ibu kota (42,5 %) Permasalahan: 1. Pengelolaan finansial usaha perikanan tangkap masih tradisional 2. Modal terbatas sementara peran lembaga keuangan belum optimal 3. Strategi kebijakan belum efektif dan akomoditas Potensi dan Produksi Finansial dan Permodalan Kebijakan Prospektif YA Layak/Optimal YA Efektif YA TIDAK TIDAK TIDAK Peningkatan Penyelesaian Alternatif : Pengembangan Interaksi/Kemitraan Penjaminan, Perbaikan Manajemen dan Produk Peningkatan Kerjasama dan Sistem Pengawasan Penataan Perijinan, Persyaratan Kredit Pola Kemitraan Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. 9

1.7 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : (1) Ada beberapa usaha perikanan tangkap kondisi finansialnya tidak baik sehingga tidak layak mendapat dukungan dari lembaga keuangan. (2) Peran lembaga keuangan belum optimal dalam mendukung usaha perikanan tangkap di pesisir utara Propinsi Jawa Barat. (3) Belum terdapat strategi yang jelas untuk pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan, sehingga pola hubungan atau kerjasama diantara kedua kelembagaan tersebut belum terbina baik. 10