REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

dokumen-dokumen yang mirip
REVITALISASI KEHUTANAN

BAB 2 Perencanaan Kinerja

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

MATRIKS RENCANA KERJA TA DINAS KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

Oleh/By : Triyono Puspitojati ABSTRACT

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. Bidang. No Nama Bidang Nama Seksi. 1. Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan. - Seksi Perencanaan dan Penatagunaan Hutan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

RENCANA KERJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA (RENJA-KL) DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2005

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR

PENATAAN KORIDOR RIMBA

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

X. ANALISIS KEBIJAKAN

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan;

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN. NOMOR : SK.421/Menhut-II/2006. Tentang FOKUS-FOKUS KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN KEHUTANAN BIDANG BINA PRODUKSI KEHUTANAN (Jakarta, 14 Juli 2010)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN

RENCANA STRATEGIS. Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. Tahun (Perubahan)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH ( LAKIP ) DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

III. KEBIJAKAN DAN STRATEGI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DAN POSISI IPTEK HASIL LITBANG KEHUTANAN DI ERA PEMERINTAHAN BARU

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi yang ada saat ini mengharuskan terjadinya perubahan orientasi pembangunan yang akan kita laksanakan. Kehutanan dimasa yang akan datang akan memasuki era rehabilitasi dan konservasi dimana sumberdaya hutan harus dikelola untuk tujuan pemulihan lingkungan guna perbaikan kegiatan ekonomi nasional jangka panjang. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa kondisi dan potensi sumber daya hutan akhir-akhir ini sudah semakin menurun, dan sejalan dengan hal tersebut, masyarakat yang hidup di dalam dan di sekitar hutan kondisinya juga semakin memprihatinkan. Sementara itu, perkembangan aktivitas perekonomian yang berkaitan dengan sumber daya hutan menunjukkan kecenderungan semakin mengabaikan prinsip-prinsip kelestarian sumber daya hutan, seperti illegal logging, over cutting, kebakaran hutan serta konversi hutan dan perambahan. Berdasarkan kenyataan tersebut, pembangunan kehutanan harus dilaksanakan atas dasar etika pembangunan yang menjamin keberlanjutan sistem dan fungsi sumber daya hutan, yang menghargai keterkaitan dan saling ketergantungan antara sumber daya hutan, rakyat secara luas dan komunitas yang mengelilinginya, serta yang bersifat akomodatif dan partisipatif. Menyadari semakin kompleknya permasalahan yang dihadapi, sejak tahun 2002 sampai dengan sepuluh sampai dua puluh tahun ke depan Departemen Kehutanan mencanangkan era Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Hutan. Penetapan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memfokuskan kegiatankegiatan yang akan dilaksanakan agar lebih mengarah pada upaya untuk menjaga keberadaan dan kelestarian hutan. Sebagai implementasi dari konsep rehabilitasi dan konservasi tersebut, dan dengan memperhatikan perkembangan kondisi yang ada saat ini, Departemen Kehutanan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 7501/Kpts-II/2002 tanggal 7 Agustus 2002 menetapkan 5 kebijakan prioritas bidang kehutanan dalam Program Pembangunan Nasional yang harus segera ditangani dan diselesaikan. Lima kebijakan prioritas tersebut adalah: 1. Pemberantasan penebangan liar; 2. Penanggulangan/pengendalian kebakaran hutan; 3. Restrukturisasi sektor kehutanan; 4. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan; dan 5. Desentralisasi sektor kehutanan. Untuk penerapan lima kebijakan prioritas tersebut kedalam kegiatan tahunan maka setiap Eselon I harus menetapkan langkah-langkah yang mendukung 5 kebijakan prioritas tersebut. Selanjutnya kegiatan-kegiatan tersebut diintegrasikan dalam REPETA Departemen Kehutanan tahun 2004 yang merupakan payung bagi seluruh kegiatan Departemen Kehutanan pada tahun 2004. REPETA Dephut ini sekaligus merupakan penjabaran dari Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004, Rencana Stratejik Departemen Kehutanan tahun 2001-2005 (Penyempurnaan), REPETA Nasional tahun 2004. Fokus 5 kebijakan prioritas pembangunan sektor kehutanan tersebut, dalam pelaksanaannya akan dipayungi oleh Social Forestry sebagai wujud upaya Pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

II. VISI Sebagaimana telah ditetapkan dalam Renstra Departemen Kehutanan tahun 2001-2005 (Penyempurnaan), Visi Pembangunan Departemen Kehutanan adalah: Terwujudnya kelestarian hutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. III. MISI Misi yang hendak dicapai melalui kegiatan yang diuraikan dalam REPETA Departemen Kehutanan tahun 2004 ini sebagaimana ditetapkan dalam Renstra Departemen Kehutanan tahun 2001-2005 (Penyempurnaan) adalah: 1. Menjamin keberadaan kawasan hutan 2. Mengoptimalkan manfaat hutan 3. Menguatkan kelembagaan kehutanan IV. KEBIJAKAN PRIORITAS Pencanangan era Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Hutan mengandung konsekuensi bahwa sumber daya hutan sudah tidak lagi menjadi prime mover perekonomian nasional, paling tidak untuk jangka waktu sepuluh sampai dua puluh tahun ke depan. Pada masa ini, produksi kayu yang selama ini merupakan hasil hutan yang utama akan dikurangi secara bertahap. Sementara itu, untuk mengimbangi penurunan kegiatan akibat penurunan produksi kayu, maka kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan rehabilitasi, konservasi dan perlindungan hutan akan terus ditingkatkan, termasuk pengembangan aneka usaha kehutanan. Untuk mencapai misi tersebut, ditetapkanlah kebijakan-kebijakan prioritas dengan social forestry sebagai upaya keterlibatan masyarakat dalam pembangunan kehutanan sesuai prioritas yang ditetapkan. Seperti telah dijelaskan dalam Bab I, kebijakan-kebijakan prioritas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pemberantasan penebangan liar. Kebijakan ini dimaksudkan untuk membangun persepsi yang sama dari seluruh pemangku kepentingan pada seluruh tingkatan bahwa illegal logging dan peredaran kayu illegal telah menyebabkan masalah multidimensi yang berhubungan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan. Dengan demikian diharapkan akan tercapai kesepakatan bersama dan partisipasi aktif dari seluruh stakeholders untuk memberantas illegal logging. 2. Penanggulangan/pengendalian kebakaran hutan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan serta mewujudkan kondisi masyarakat yang terlindungi dari berbagai dampak akibat kebakaran hutan. Penggunaan api untuk pembersihan lahan dihindari dan masyarakat secara sadar melakukan pengendalian api di lingkungannya. 3. Restrukturisasi sektor kehutanan. Tujuan utama dari kebijakan ini agar sumberdaya hutan dapat dikelola secara lestari, sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Disamping itu juga diharapkan agar tercipta industri kehutanan yang tangguh, tidak rentan terhadap perubahan lingkungan, serta terwujudnya struktur industri

pengolahan kayu yang efisien dan berwawasan lingkungan yang dapat menghasilkan produk bernilai tinggi dan berdaya saing global. 4. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara hutan yang masih utuh dan mempercepat pulihnya hutan dan lahan kritis sehingga kembali berfungsi optimal secara ekonomis dan ekologis serta terwujudnya hutan tanaman yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis pada areal yang tidak produktif dalam kawasan hutan produksi. Dampak lain yang diharapkan dari semua itu adalah berkembangnya kondisi sosial masyarakat yang tinggal di sekitar pengembangan kegiatan melalui perolehan manfaat secara langsung baik sebagai pelaku usaha maupun sebagai mitra. Pemanfaatan status dan fungsi kawasan konservasi sehingga dapat berfungsi optimal secara ekologis dan ekonomis. Pengelolaan dan pembinaan populasi, jenis, genetik dan ekosistem di Kawasan Pelestarian Alam, Kawasan Suaka Alam dan habitat penting lainnya serta pengembangan wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. 5. D esentralisasi sektor kehutanan. Kebijakan ini dimaksudkan agar terselenggara koordinasi dengan instansi terkait sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsinya masing-masing sehingga terbentuk suatu keselarasan dan keserasian tindak dalam meningkatkan keberhasilan desentralisasi bidang kehutanan serta terciptanya persamaan pemahaman dan persepsi tentang desentralisasi bidang kehutanan dalam rangka menjalankan pengelolaan hutan yang lestari (sustainable forest management) melalui penyelenggaraan otonomi daerah. Disadari bahwa kebijakan-kebijakan prioritas tersebut tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kegiatan-kegiatan pendukung yang memungkinkan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam kebijakan-kebijakan prioritas tersebut berjalan lancar dan terintegrasi antara kegiatan yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, selain lima kebijakan prioritas tersebut, dalam REPETA Dephut tahun 2004 ini juga terdapat satu kelompok kegiatan pendukung. V. SASARAN Mengacu pada kebijakan-kebijakan umum yang telah ditetapkan, sasaran umum yang ingin dicapai dalam tahun 2004, antara lain: a. Terwujudnya kemajuan proses penetapan kepastian hukum dan status kawasan hutan, melalui antara lain: penetapan kawasan hutan pada sekitar 56 kelompok hutan, penataan batas kawasan HL dan HP di 22 propinsi, penataan batas kawasan konservasi di 6 TN dan beberapa Kawasan Suaka Alam (KSA) lainnya. b. Terjaganya fungsi hutan dari kegiatan-kegiatan illegal a.l. : penebangan liar, perambahan hutan, kebakaran hutan, konversi hutan, melalui upaya-upaya penegakan hukum yang tegas. c. Terpulihkannya kondisi hutan yang saat ini sedang mengalami degradasi melalui upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahan secara optimal pada 31 DAS, termasuk juga membangun hutan tanaman meranti, tanaman unggulan lokal di seluruh Indonesia. d. Optimalisasi manfaat hutan yang meliputi al. : kayu, non kayu, jasa lingkungan, ekowisata, pengembangan dana alternatif (a.l. : CDM, DNS), melalui langkahlangkah restrukturisasi sektor kehutanan (a.l. : restrukturisasi industri, penilaian

pengelolaan hutan oleh Lembaga Penilai Independen/LPI, soft landing/pengurangan jatah tebangan, standarisasi pengelolaan hutan lestari/phl). e. Optimalisasi manfaat sosial hutan dengan fokus pada pengembangan social forestry pada sekitar 20 lokasi/ unit dengan tujuan untuk : membangkitkan kegiatan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan; percepatan rehabilitasi hutan dengan keterlibatan semua sumberdaya; meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan; mengendalikan kerusakan SDH dan meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat. f. Tercapainya peningkatan penguatan kelembagaan kehutanan meliputi : SDM, organisasi, sarana/prasarana, IPTEK, perencanaan & peraturan perundangan, pengawasan & pengendalian. VI. KEGIATAN PEMBANGUNAN TAHUN 2004 Kegiatan pembangunan yang tercakup dalam REPETA Departemen Kehutanan tahun 2004 merupakan penjabaran dari Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004 dan REPETA Nasional tahun 2004, dimana sektor kehutanan dipayungi dalam Bidang Pembangunan Ekonomi (4 program), Bidang Politik (1 program), Bidang Pembangunan Pendidikan (1 program), Bidang Pembanguan Sosial Budaya (1 program), Bidang Pembangunan Daerah (6 program) dan Bidang Pembangunan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup (5 program). Diuraikan sebagai berikut: Bidang Pembangunan Ekonomi, pada program : 1. Penciptaan Iklim Usaha Yang Kondusif 2. Implementasi Perimbangan keuangan Pusat dan Daerah 3. Pengembangan dan Pengelolaan Hutan dan Lahan 4. Pengembangan dan Pengelolaan Sumber-Sumber Air Bidang Pembangunan Politik : 1. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Bidang Pembangunan Pendidikan : 1. Penelitian, Peningkatan Kapasitas dan Pengembangan Kemampuan Sumber Daya Iptek Bidang Pembangunan Sosial Budaya : 1. Peningkatan Peran Masyarakat dan Kemampuan Kelembagaan Pengarustamaan Gender Bidang Pembangunan Daerah, pada program : 1. Peningkatan Ekonomi Wilayah 2. Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh 3. Pembangunan Pedesaan 4. Pembangunan Wilayah Tertinggal 5. Pengembangan Daerah Perbatasan 6. Penataan Ruang Bidang Pembangunan Pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup, pada program : 1. Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 2. Peningkatan Efektivitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam 3. Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup 4. Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum Dalam Pengelolaan SDA dan

Pelestarian Lingkungan Hidup 5. Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup Secara umum dapat digambarkan bahwa volume kegiatan untuk tahun 2004 ini lebih banyak diarahkan pada upaya rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan dan restrukturisasi sektor kehutanan. Melalui kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam dua kebiijakan tersebut diharapkan fungsi dan potensi sumberdaya hutan dapat segera didorong untuk dipulihkan kembali. Dalam upaya restrukturisasi sektor kehutanan, serta rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan yang dilaksanakan dalam bentuk-bentuk kegiatan social forestry antara lain adalah : melanjutkan pengembangan hutan kemasyarakatan; pengembangan pengelolaan hutan rakyat; pengembangan aneka usaha kehutanan (persuteraan alam, perlebahan, rotan, bambu, hutan penghasil pangan, tanaman obat, buah dan getah); pembinaan dan pengembangan usaha produktif dalam bentuk agroforestry; dan pengembangan pola kemitraan usaha di bidang pengelolaan hutan produksi. Sementara itu, pemberantasan penebangan liar tetap terus ditingkatkan. Mengingat bahwa illegal logging sudah berkembang menjadi permasalahan yang demikian kompleks, maka keberhasilan pemberantasan penebangan liar juga sangat tergantung dari dukungan dan partisipasi aktif dari seluruh pihak yang terkait. Dalam pelaksanaannya di lapangan, kegiatan pembangunan kehutanan dalam tahun 2004 ini juga mengalami perubahan dibanding dengan tahun tahun sebelumnya. Guna meningkatkan keberhasilannya, dalam tahun 2004 ini dikembangkan pola kegiatan pembangunan secara terpadu pengembangan social forestry dan pembangunan secara terpadu pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan. Sementara itu, kegiatan pembangunan lain yang merupakan penjabaran dari kebijakankebijakan prioritas sebagaimana tersebut di atas tetap berjalan sebagaimana mestinya. Satu hal yang perlu menjadi perhatian adalah mekanisme kerja dan koordinasi antar instansi di Pusat dan di Daerah, karena hal ini menjadi unsur penting yang ikut menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan tersebut. Penjabaran lebih lanjut dari lima kebijakan prioritas tersebut dikaitkan dengan rencana tindak PEPETA Nasional 2004 ke dalam kegiatan tahun 2004 adalah sebagaimana tercantum dalam matrik kegiatan. Penjabaran lebih lanjut dari lima kebijakan prioritas tersebut ke dalam kegiatan tahun 2004 tetap harus sinkron dengan rencana tindak PEPETA Nasional 2004. Gambaran umum dari rencana kegiatan tahun 2004 adalah sebagai berikut: 1. Pemberantasan penebangan liar Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberantas penebangan liar, dengan kegiatan pokok antara lain: a. Melakukan pemeriksaan khusus kasus-kasus penebangan liar b. Melaksanakan kampanye dan penyebarluasan informasi terhadap kebijakan pencegahan penebangan liar c. Mengembangkan kelompok-kelompok sukarelawan dan forum pengamanan hutan d. Melakukan pendekatan social forestry pada kawasan hutan rawan penebangan liar e. Melakukan Litbang pengatasan illegal logging

2. Penanggulangan/pengendalian kebakaran hutan Kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan penanggulangan/ pengendalian kebakaran hutan, dengan kegiatan pokok antara lain: a. Melanjutkan pembuatan peta indikasi kebakaran hutan b. Mendorong terbentuknya forum kesepahaman masyarakat dalam pelestarian hutan c. Melakukan pendekatan social forestry pada kawasan hutan rawan kebakaran d. Pembentukan, penguatan dan pengembangan kelembagaan kelompok sukarelawan e. Melaksanakan kampanye dan penyebarluasan informasi terhadap kebijakan penanggulangan/pengendalian kebakaran hutan f. Melakukan Litbang teknologi dan kelembagaan pengendalian kebakaran hutan 3. Restrukturisasi sektor kehutanan Kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan restrukturisasi sektor kehutanan, dengan kegiatan pokok antara lain: a. Melanjutkan fasilitasi penyelesaian industri kehutanan bermasalah di bawah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) b. Menyempurnakan tatausaha Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) serta penerapan dan pengawasannya c. Melanjutkan audit pengusahaan hutan oleh Lembaga Penilai Independen (LPI) d. Melanjutkan upaya penilaian komprehensif terhadap perusahaan hutan tanaman e. Melakukan Litbang teknologi peningkatan kualitas dan diversifikasi produk industri pengolahan hasil hutan 4. Rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan Kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, dengan kegiatan pokok antara lain: a. Pengembangan social forestry pada kawasan-kawasan hutan yang terdegradasi b. Melanjutkan upaya rehabilitasi hutan dan lahan seluas sekitar 300.000 Ha, serta pengendaliannya c. Melanjutkan pengelolaan dan pembinaan populasi jenis, ekosistem di Kawasan Pelesatrian Alam (KPA), Kawasan Suaka Alam (KSA) dan habitat penting lainnya d. Melanjutkan pembangunan hutan tanaman unggulan, hutan tanaman meranti dll e. Melanjutkan pengembangan hutan kemasyarakatan (HKM), hutan rakyat, aneka usaha kehutanan, jasa lingkungan, jasa wisata alam dll f. Melakukan penelitian dan pengembangan untuk mendukung upaya rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan g. Meningkatkan upaya penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat h. Melakukan litbang teknologi dan kelembagaan rehabilitasi lahan terdegradasi, lahan gambut dan hutan mangrove 5. Desentralisasi sektor kehutanan Kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan desentralisasi sektor kehutanan, dengan kegiatan pokok antara lain: a. Melanjutkan penyusunan peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran Undang-Undang No. 41 tahun 1999 yang mendukung otonomi daerah b. Penataan dan pengaturan tata hubungan kerja (Tahubja) antara pusatpropinsi-kab/kota c. Melanjutkan penyusunan standar, kriteria, indikator dan pedoman dalam pelaksanaan otonomi daerah (OTDA) bidang kehutanan

d. Melakukan kajian kelembagaan pengelolaan DAS dalam konteks desentralisasi 6. Pendukung lima kebijakan Pendukung kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan terhadap pelaksanaan lima kebijakan prioritas, dengan kegiatan pokok antara lain: a. Melanjutkan proses National Forest Program (NFP) dan penyusunan rencana-rencana kehutanan b. Melanjutkan penyelesaian pemantapan dan pengukuhan kawasan hutan c. Melanjutkan penyusunan data/informasi yang terbaru, termasuk penyusunan Neraca Sumber Daya Hutan (NSDH) d. Melanjutkan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) e. Meningkatkan upaya kemitraan dalam negeri/ luar negeri (DN/LN) P E N U T U P Rencana Pembangunan Tahunan Departemen Kehutanan (REPETA DEPHUT) Tahun 2004 berlaku sejak tanggal 1 Januari 2004 hingga 31 Desember 2004. Langkah-langkah persiapan dimulai sejak tanggal ditetapkan hingga pelaksanaannya. Keberhasilan pelaksanaan REPETA DEPHUT Tahun 2004 tergantung pada kesungguhan jajaran Departemen Kehutanan serta peran aktif masyarakat dalam mengimplementasikan rencana-rencana kegiatan yang telah ditetapkan sebagaimana tertuang dalam REPETA DEPHUT Tahun 2004. Dengan demikian pada akhirnya hasil pelaksanaan kegiatannya diharapkan mampu memberikan hasil pembangunan yang dapat dirasakan semua pihak.