BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya Kota Surakarta merupakan pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah yang mempunyai peran penting bagi pengembangan wilayah di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini menyebabkan pesatnya pertumbuhan kota Surakarta. Oleh karena itu, diperlukan adanya transportasi publik yang dapat memudahan pergerakan penduduk ke segala arah. Hal ini dapat menjadi stimulan peningkatan pertumbuhan ekonomi kota. Kota Surakarta berada di titik yang strategis yang berpotensi besar sebagai pusat kegiatan ekonomi dan pariwisata. Kota-kota di sekitar Surakarta seperti Yogyakarta, Karanganyar, Madiun, Klaten, Sukoharjo, dan Wonogiri berperan cukup besar dalam pengembangan kota Surakarta. 1.1.2. Potensi Pengembangan Diversitas Kawasan Sekitar Stasiun Solo Balapan Surakarta Stasiun Solo Balapan merupakan stasiun besar di Surakarta yang menjadi tempat pemberhentian dan pemberangkatan kereta eksekutif dan bisnis baik dari barat maupun dari timur. Stasiun ini juga menjadi tempat pemberhentian dan pemberangkatan bagi kereta komuter Solo-Jogja- Kutoarjo dan Madiun. Hal ini merupakan suatu keunggulan dari sebuah stasiun besar, dimana aktivitas pergerakan perjalanan dengan maksud dan tujuan relative menjadi lebih beragam, baik pergerakan yang menuju 1
kawasan maupun pergerakan yang meninggalkan kawasan. Kedua jenis pergerakan ini sama-sama dipengaruhi oleh kondisi kawasan. Selain itu, aktifitas pergerakan perjalanan sangat berkaitan dengan diversitas kawasan atau keragaman tata guna lahan dalam suatu kawasan. Tingkat keragaman fungsi lahan disuatu kawasan dengan sebuah stasiun yang menjadi inti pada kawasan sangat saling bersinergi. Tingkat keragaman fungsi di suatu kawasan cenderung bisa menjadi suatu tarikan pergerakan perjalanan masyarakat. Semakin menarik ragam fungsi suatu lahan di dalam kawasan, maka semakin tinggi minat masyarakat untuk mengunjungi kawasan tersebut. Pada kawasan Stasiun Solo Balapan terdapat beberapa jenis aktifitas yang mampu menjadi tarikan pergerakan perjalanan, seperti Pasar Legi yang menjadi salah satu pusat perdagangan terbesar di kota Surakarta, kawasan penginapan dan perhotelan, serta beberapa jenis kegiatan lainnya seperti RRI yang menjadi tarikan aktifitas perkantoran, dan sekolah sebagai aktifitas pendidikan (lihat gambar 1.1). Gambar 1.1. Lokasi Stasiun Balapan dalam Radius 1000m Sumber : Google Earth (diakses 2014) 2
Dominasi perumahan pada umumnya dapat menghasilkan pergerakan dengan menggunakan kereta api lokal melalui Stasiun Solo Balapan. Sementara itu dengan adanya beberapa atraktor di sekitar Stasiun Solo Balapanberpotensi bisa menarik masyarakat untuk menggunakan kereta api lokal sebagai moda pergerakan sehari-hari. Gambar 1.2 memperlihatkan fungsi lahan yang membentuk tata guna lahan di kawasan Stasiun Solo Balapan cukup beragam. Untuk memastikan apakah Stasiun Solo Balapan merupakan stasiun bangkitan atau tarikan, maka perlu dilihat dari beberapa potensi dari kawasan Stasiun Solo Balapan, serta perlu adanya kajian dari beberapa teori terkait. 1.1.3. Kondisi pengguna Kereta api lokal di Stasiun Solo Balapan Berdasarkan data yang diperoleh dari PT KAI, volume pengguna kereta api lokal meningkat pada tahun 2013 total pengguna kereta api lokal sebanyak 2,130,736, pada tahun 2014 total pengguna kereta api lokal sebanyak 3,020,286, dan pada tahun 2015 (Januari-April) pengguna kereta api lokal sebanyak 938,296 orang. Gambar 1.2. Kondisi eksisting di kawasan penelitian Sumber : Dokumentasi peneliti, 2014 3
Hal ini menunjukkan bahwa kereta api menjadi salah satu moda yang diminati masyarakat. Hal ini menjadi satu alasan untuk mengembangkan kawasan Stasiun Solo Balapan yang berbasis Transit Oriented Development. Pergerakan aktifitas pengguna kereta api lokal yang beragam perlu diakomodasi oleh fasilitas-fasilitas yang beragam di dalam kawasan Stasiun Solo Balapan. Namun, jika dilihat dari kondisi eksisting kawasan, keragaman fungsi lahan di kawasan Stasiun Solo Balapan belum mampu menarik pengguna kereta api lokal untuk mengunjungi kawasan. Sehingga perlu adanya pengembangan suatu kawasan stasiun berdasakan diversitas kawasannya. 1.2. Rumusan Permasalahan Terkait dengan Stasiun Solo Balapan yang merupakan salah satu stasiun besar dan menjadi tempat pemberhentian dan pemberangkatan kereta dari barat dan timur serta pergerakan pengguna stasiun yang lebih beragam menjadikan Stasiun Solo Balapan berpotensi sebagai stasiun tarikan atau bangkitan. Kedua kemungkinan ini memiliki kecenderungan yang sama untuk dikembangkan berdasarkan diversitas kawasannya. Untuk memastikan apakah Stasiun Solo Balapan merupakan stasiun bangkitan atau tarikan, maka perlu dilihat dari beberapa potensi, dan diversitas di kawasan Stasiun Solo Balapan. 4
1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana pengaruh diversitas kawasan terhadap tarikan dan bangkitan perjalanan di kawasan Stasiun Solo Balapan? 2. Bagaimana arahan pengembangan kawasan Stasiun Solo Balapan berdasar potensi diversitas kawasan? 1.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengkaji pengaruh diversitas kawasan terhadap tarikan dan bangkitan perjalanan di kawasan Stasiun Solo Balapan 2. Untuk menyusun arahan pengembangan kawasan Stasiun Solo Balapan berdasar potensi diversitas kawasan 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibagi menjadi menjadi dua, manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. 1.5.1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mamp meningkatkan pemahaman terhadap Transit Oriented Developmet, khususnya mengenai diversitas kawasan dan pergerakan perjalanan di dalam kawasan Stasiun Solo Balapan yang dapat digunakan sebagai masukan untuk mengembangkan kawasan di sekitar Stasiun Solo Balapan. 1.5.2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan bagi PT KAI, pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya 5
untuk mengembangkan kawasan Stasiun Solo Balapan berdasarkan diversitas kawasan sebagai bagian dari prinsip Transit Oriented Development. 6
1.6. Keaslian Penelitian Nama Judul Fokus Lokus Metode Jenis tulisan Deskripsi Hasil Octarino, Christian Nindyaputra (2013) Lukluk Zuraida Jamal (2013) Pengembangan Kawasan Sekitar Stasiun yang Berbasis jalur kereta api Walkability pada kawasan berbasis transit oriented development Pengembangan Kawasan Stasiun Nguter Walkability kawasan berbasis TOD Stasiun Pasar Nguter, Sukoharjo Stasiun Lempuyang an Rasionalistik Kuantitatif Kualitatifkuantitatif rasionalistik Thesis S2 Arsitektur, Universitas Gadjah Mada Thesis S2 Arsitektur, Universitas Gadjah Mada Mengetahui sejauh mana stasiun pasar nguter dapat dikembangkan dengan konsep ROD, dimana stasiun sebagai titik transit menjadi pusatnya. Mengetahui kondisi walkability pada kawasan stasiun lempuyangan serta factor yang mempengaruhi pada kawasan TOD dan mencari strategi guna meningkatkan walkability pada kawasan tersebut. Menciptakan suatu kawasan hunian berbasis jalur kereta api yang livable yang bertujuan untuk mengakomodasi penduduk dengan aktifitas di luar daerah, juga bisa menjadi kawasan yang memiliki daya tarik. 1. Walkarea inti kawasan stasiun lempuyangan berada dalam radius 400 meter dari stasiun dengan perluasan walkarea di luar radius 500 meter dari stasiun. 2. Sebagian area merupakan area yang walkable dengan tingkat walkability cukup baik namun sebagian lainnya masih merupakan area nonwalkable dengan tingkat walkability yang buruk 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi walkability kawasan berbasis TOD pada kawasan 7
Shirly Wunas, (2011) dkk Pengembangan Konsep Multifungsi lahan di kawasan suburban Makassar Multifungsi Lahan Kawasan Sub-Urban Makassar Deskriptif kuantitatif Jurnal penelitian, Arsitektur Universitas Hasanuddin Mengidentifikasi karakteristik sarana prasarana kawasan terhadap kebutuhan kegiatan sosial ekonomi masyarakat sub-urban, dan menganalisis keinginan dan kebutuhan masyarakat terhadap pengembangan sarana prasarana berbasis konsep multi fungsi lahan, serta merencanakan konsep pengembangan sarana prasarana berdasarkan konsep tersebut di atas Stasiun Lempuyangan adalah jarak tempuh, waktu tempuh dan akses menuju fasilitas parker, area drop off dan pick up penumpang, serta fasilitas paratransit lebih dekat disbanding jika harus berjalan kaki menuju tempat pemberhentian bus dan shelter bst. Perencanaan titik transit dengan konsep fungsi campuran (mix use) sehingga aktifitas pada titik transit menjadi optimal. Prinsip-prinsip sarana fungsi campuran adalah (1) Efisiensi penggunaan lahan, (2) Hunian vertikal, kepadatan tinggi dan massa bangunan kompak, (3) Lebih pendek jarak dan waktu pencapaian (5-15 menit) untuk kegiatan sosial dan ekonomi, terbanyak dapat dicapai dengan jalan kaki dan bersepeda, (4) Perencanaan jaringan jalan yang menjamin kenyamanan bagi pengguna motorisasi dan non-motorisasi, (5) Peningkatan usaha 8
Akbar Setiawan Aksesibilitas Kawasan Stasiun solo Kota Sebagai kawasan Berbasis Transit Oriented Development Aksesibilitas Berbasis TOD Kawasan Stasiun Solo Kota Kualitatif Thesis S2 Arsitektur, Universitas Gadjah Mada Merumuskan strategi desain untuk meningkatkan aksesibilitas stastiun Solo Kota dengan aktivitas tarikan pergerakan kecil menengah dan (6) Menciptakan image spesifik kawasan. Meningkatkan keterhubungan stasiun Solokota dengan potensi tarikan pergerakan dengan merencanakan titik pergantian antarmoda. Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Dirangkum dari Berbagai Sumber 9
10