PENGEMBANGAN KONSEP MULTI FUNGSI LAHAN DI KAWASAN SUB-URBAN MAKASSAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN KONSEP MULTI FUNGSI LAHAN DI KAWASAN SUB-URBAN MAKASSAR"

Transkripsi

1 PROS ID I NG HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PENGEMBANGAN KONSEP MULTI FUNGSI LAHAN DI KAWASAN SUB-URBAN MAKASSAR Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, Telp./Fax: (0411) /(0411) shirly.wunas@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik sarana prasarana kawasan terhadap kebutuhan kegiatan sosial ekonomi masyarakat sub-urban, dan menganalisis keinginan dan kebutuhan masyarakat terhadap pengembangan sarana prasarana berbasis konsep multi fungsi lahan, serta merencanakan konsep pengembangan sarana prasarana berdasarkan konsep tersebut di atas. Data diperoleh dari observasi langsung di lapangan, dan wawancara kepada 326 responden. Analisis karakteristik untuk memperoleh kebutuhan sarana prasarana, mempergunakan metode perbandingan antara kondisi empiris dengan standar PU, dan analisis persepsi masyarakat secara deskriptif kualitatif. Analisis pengembangan konsep multi fungsi lahan mempergunakan metode skalogram dan indeks sentralitas. Hasil penelitian menunjukkan kuantitas sarana prasarana kawasan sub-urban telah memadai, namun belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh penduduk sub-urban, dan moda transportasi yang dipergunakan adalah kendaraan pribadi dengan mempergunakan akses tunggal (Jl. Perintis Kemerdekaan). Persepsi masyarakat terhadap konsep multi fungsi lahan, dominan menyetujui pola kompak (terkelompok), dengan sistem transportasi jalan kaki atau bersepeda, serta dilengkapi dengan angkutan bus. Konsep pengembangan sarana prasarana berbasis multi fungsi lahan di -kawasan sub-urban dapat direkomendasikan berbentuk simpul, sesuai analisis skalogram berpotensi di kawasan Daya Kata Kunci: sub-urban, multi fungsi lahan, jalan kaki PENDAHULUAN Pola pertumbuhan Kota Makassar yang menjauh dari pusat kota, berkembang secara sporadis (urban sprawl) di wilayah sub-urban, di sepanjang sisi kiri dan kanan jalan poros Makassar-Maros (Jalan Perintis Kemerdekaan), dengan intensitas dan kepadatan rendah, yang fungsi lahan umumnya tunggal (perumahan), telah menyebabkan inefisiensi penggunaan lahan, inefisiensi perkembangan jaringan sanitasi dan utilitas (infrastruktur). Selain itu, telah menyebabkan masyarakat memenuhi kegiatan sosial dan ekonominya di wilayah urban, yang umumnya mempergunakan kendaraan pribadi ( Dampak dari urban sprawl telah menyebabkan masyarakat mengalami peningkatan biaya transportasi, dan kualitas lingkungan hidup juga menurun. Hal tersebut diakibatkan peningkatan volume lalu lintas pada jalan arteri (Perintis Kemerdekaan-Urip Sumiharjo) dan meningkatnya kemacetan lalu lintas yang menimbulkan peningkatan produksi emisi karbon dari kendaraan. Sebagian besar pengembang telah melakukan pembangunan perumahan permukiman secara horizontal yang belum dilengkapi sarana prasarana kawasan sehingga terjadi inefisiensi dalam penggunaan lahan. Menurut Veronica (2010) sarana prasarana (fasilitas sosial dan fasilitas ekonomi) di kawasan suburban Makassar khususnya pada Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea, tersebar pada lokasi-lokasi dengan fungsi lahan tunggal, sehingga cukup sulit untuk melakukan 2-3 aktifitas pada satu area fasilitas. Pembangunan dengan konsep multi fungsi lahan sangat penting dan diperlukan untuk area perkotaan yang sehat (Jacobs, 1961). Keuntungan lain dari konsep multi fungsi lahan, adalah keterpaduan antara ruang hunian, ruang sosial dan ruang bekerja. Konsep tersebut mengutamakan pembangunan kota dengan sistem transportasi publik (bus atau kereta api), serta keberagaman fungsi lahan yang diimplementasikan dengan pembangunan superblok dan jaringan tata hijau. Berdasarkan hasil analisis RP4D tahun 2007, penduduk Kota Makassar membutuhkan rumah sebesar unit. Perkembangan jumlah permintaan perumahan permukiman di Kota Makassar hingga tahun 2017, Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur ISBN : TA12-1

2 Pengembangan Konsep Multi Fungsi khususnya di wilayah suburban: yaitu Kecamatan Tamalanrea mencapai permintaan rumah (380 unit/tahun) dan Kecamatan Biringkanaya rumah (717 unit/ tahun). Tuntutan kebutuhan perumahan tersebut pada wilayah suburban akan menimbulkan masalah pergerakan lalu lintas pada jalan arteri Perintis Kemerdekaan jika tidak ditata secara terpadu dengan kebutuhan sarana dan prasarana permukiman. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis tujuan pergerakan masyarakat sub-urban dalam memenuhi kebutuhan kegiatan sosial ekonomi serta luas pelayanan sarana sosial ekonomi, dan 2) Menganalisis keinginan dan kebutuhan masyarakat terhadap pengembangan sarana prasarana berbasis konsep multi fungsi lahan di suburban. Integrasi Sarana dan Prasarana Kawasan Integrasi sarana dan prasarana kawasan adalah keterpaduan antara fungsi lahan dan kebijakan tata ruang dengan investasi transportasi untuk optimalisasi fungsi moda transportasi ( Talha (2008) menjelaskan bahwa salah satu pendekatan sistem pertumbuhan kota adalah keterpaduan sarana prasarana dengan mendekatkan lokasi antar fasilitas untuk mengurangi jarak perjalanan, sehingga meningkatkan kegiatan berjalan, bersepeda dan perjalanan berbasis transit. Komponen tersebut dapat mengakomodasi peningkatan intensitas pembangunan pada radius berjalan ( m) dengan sistem transit kapasitas tinggi, dan penyediaan jalur pejalan dan jalur sepeda berkualitas tinggi. Pendekatan tersebut membantu menonjolkan karakteristik pembangunan, yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, area dengan nilai rekreasi dan ekologi tinggi dapat terbebas dari tekanan pembangunan jika prioritas pembangunan diarahkan kepada area yang telah terbangun. Integrasi fungsi lahan dan transportasi di negara-negara berkembang dapat dicapai dengan penerapan konsep TOD (Transit-Oriented Development) pada kawasan dengan keberagaman tingkat kepadatan, serta pembangunan jalur pejalan disekitar sistem transit untuk mendukung perjalanan berbasis transit dan meningkatkan intensitas perjalanan dengan bersepeda atau berjalan kaki (Cervero, 2006). Salah satu strategi pembangunan kota berkelanjutan adalah pembangunan kota dengan konsep kompak (compact city). Keterpaduan sarana prasarana kawasan terwujud dalam keberagaman fungsi lahan yang dihubungkan oleh sistem transportasi multi moda (bus, sepeda dan jalur pedestrian). Konsep pembangunan kota kompak menjaga keberlanjutan lahan produktif, karena pengembangan dipusatkan di area yang telah terbangun, dengan kepadatan penduduk/ bangunan yang lebih tinggi (www. e-stud.vgtu.lt) Gambar 1. Sistem transportasi terpadu pada compact city (Wright, 2003) ISBN : Group Teknik Arsitektur Volume 5 : Desember 2011 TA12-2

3 PROS ID I NG HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Konsep Multi Fungsi Lahan Berdasarkan Rahmi (1999), tata guna lahan memegang peranan penting dalam keberhasilan perancangan kota berkelanjutan dan bertujuan untuk efisiensi energy dan sumberdaya alam, mengurangi biaya, serta mencapai keragam ekonomi dan sosial. Beberapa perencanaan guna lahan dalam upaya perancangan kota berkelanjutan antara lain: 1)Multi fungsi lahan, 2)Pemanfaatan lahan dengan lebih kompak atau padat, 3)Integrasi antara tata guna lahan dengan infrastruktur, 4)Pemakaian lahan untuk kegiatan skala kecil, 5)Penyediaan ruang terbuka yang lebih banyak. Konsep pembangunan multi fungsi lahan diterapkan untuk mengurangi pemakaian energi, di samping untuk mencapai keberagaman ekonomi dan sosial, sebuah metode pengelolaan pertumbuhan metropolitan (Stenhouse, 1992). Dalam kawasan multi fungsi, berbagai kegiatan penduduk urban terkonsentrasi di suatu area, dengan rancangan konfigurasi fisik yang baik, sirkulasi internal dan pencapaian eksternal. Berbagai kegiatan tersebut dapat berupa permukiman penduduk, area pertokoan, pasar, perkantoran, hotel, area rekreasi, olahraga, parkir dan sebagainya. Secara fisik dan fungsi saling berintegrasi karena jarak antar area yang cukup dekat, mudah dicapai dengan berjalan kaki ataupun transportasi umum. Perencanaan konsep multi fungsi selanjutnya sering dikaitkan dengan konsep Traditional Neighborhood Development, Pedestrian Pocket, Compact Communities, Urban Villages dan lain-lain. Tiga pendekatan dalam pengembangan kawasan multi fungsi, yaitu; 1)meningkatkan intensitas pemanfaatan lahan, 2)meningkatkan keberagaman fungsi lahan, dan 3)mengintegrasikan fungsi-fungsi kegiatan yang terpisah. Konsep Multi Fungsi merupakan komponen kunci pada tren perkembangan saat ini, termasuk Transit Oriented Development (TOD), Tradisionel Neighborhood Development (TND), komunitas liveable dan prinsip smart growth. Konsep multi fungsi dapat dikembangkan pada berbagai skala; bangunan multi fungsi, kawasan multi fungsi dan area transit (Grant dalam Weddel 2010). Pengembangan kawasan dengan konsep mixed-use membutuhkan sarana prasarana pendukung untuk menghubungkan beberapa fungsi lahan yang berbeda-beda, yaitu system transit (TOD) dan ruang terbuka hijau. Konsep sistem transit (Transit-Oriented Development/TOD) merujuk pada perumahan permukiman padat dengan kelengkapan fungsi publik yaitu: perkantoran, perdagangan dan jasa yang terkonsentrasi pada pembangunan kawasan multi fungsi. Aspek utama pada konsep TOD adalah lingkungan walkable yaitu jalan yang dilengkapi dengan vegetasi dan aksesibilitas ke bangunan-bangunan, membantu menciptakan lingkungan pedestrian friendly (Calthorpe, 2000). Transit Oriented Development (TOD) adalah konsep pengembangan berbasis transit, terdapat integrasi transportasi publik dan prasarana jalan yang humanis dengan kawasan multi fungsi. Komponen TOD terdiri dari: 1)jaringan sirkulasi (jalan-jalan, pejalan kaki dan trotoar), 2)bus rapid transit dan tempat pemberhentiannya, 3)fasilitas pejalan kaki dan sepeda untuk menghemat pergerakan kendaraan bermotor, 4)fasilitas-fasilitas umum seperti taman, plaza, fitness centre, sekolah, perpustakaan, tempat penitipan anak, kantor pos dan sebagainya (Harno, T, 2010). Struktur utama TOD adalah node, yang berfokus pada pusat komersial, fungsi-fungsi perkotaan dengan sistem transit potensial. Penerapan sistem TOD merupakan sarana pendukung dalam perencanaan kawasan mixed-use. Pada sistem ini, kegiatan penduduk terkonsentrasi di satu area. Tempat-tempat umum seperti bank, pasar, toko, kantor, rumah makan, dan sebagainya saling berintegrasi, mudah dicapai dengan berjalan kaki atau transportasi umum, sehingga mengurangi pemakaian kendaraan pribadi. Komponen pendukung perencanaan TOD antara lain perencanaan jaringan sirkulasi (jalan, jalur sepeda dan jalur pedestrian/ trotoar), Bus Rapid Transit (BRT), fasilitas pejalan kaki dan jalur pesepeda serta fasilitas parkir. Cordeau, J, et. al dalam Wunas (2010) menjelaskan bahwa manajemen sistem TOD mencakup 3 aspek utama: pengelompokan, penyusunan rute dan penjadwalan kendaraan. Pengelompokan merupakan kelompok yang dilayani oleh kendaraan yang sama. Penyusunan rute kendaraan merupakan permintaan lokasi penjemputan dan Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur ISBN : TA12-3

4 Pengembangan Konsep Multi Fungsi pengantaran, dan penjadwalan akan menentukan waktu penjemputan dan pengantaran kendaraan. Ewing (1997) menambahkan 2 pendekatan untuk mengembangkan sistem transit: koridor transit dan titik transit (gambar 2). Gambar 2. Pendekatan sistem transit (Ewing, 1997) Guna Lahan dan Transportasi Tata guna lahan memiliki peran yang penting dalam pembentukan sistem pergerakan (transportasi) penduduk. Wibawa (1996) dalam tata guna lahan dan transportasi dalam sistem pembangunan berkelanjutan menjelaskan bahwa, sistem pengaturan tata guna lahan membutuhkan peran serta langsung masyarakat dan memerlukan jangka waktu yang sangat lama dalam pengaturannya. Hal terpenting yang berkaitan dengan pengaturan tata guna lahan (pembagian pusat-pusat pertumbuhan) adalah pemakaian sistem transportasi yang menghubungkan antar pusat-pusat atau antara pusat dengan sub pusat yang mengandalkan sistem transportasi jalan raya. Kondisi tersebut mengakibatkan permasalahan transportasi seperti kemacetan, kepadatan lalu lintas, parkir, dan lainlain. alternatif sistem pergerakan yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini adalah pengembangan suatu sistem angkutan umum massal (mass rapid transportation) yang efektif dan efisien. METODA PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian non-experimental bersifat deskriptif kuantitatif, mengkaji sebaran sarana prasarana kawasan permukiman di suburban Makassar, mengkaji konsep multi fungsi lahan (mixed-use land development) yang merupakan bagian dari perkembangan kota berkelanjutan. Populasi penelitian adalah seluruh penduduk perumahan permukiman di kawasan suburban (Kec. Tamalanrea dan Kec. Biringkanaya) Makassar pada perumahan dosen Unhas, Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Griya Alam Permai, Telkomas, Bukit Khatulistiwa, Citra Sudiang, Taman Sudiang Indah dan Bumi Permata Sudiang/ BPS (gambar 2), dengan jumlah populasi 5159 KK. Penentuan kawasan perumahan permukiman tersebut adalah secara purporsive, berdasarkan strata ekonomi/ tipe rumah dan perumahan permukiman yang mempunyai akses langsung ke jalan arteri (Perintis Kemerdekaan). Responden adalah seluruh kepala keluarga yang tinggal di perumahan dosen Unhas, BTP, Griya Alam Permai, Telkomas, Bukit Khatulistiwa, Citra Sudiang, Taman Sudiang Indah dan BPS. Metode penarikan sampel dilakukan secara acak dan proporsional. Penarikan sampel ditentukan berdasarkan tabel Isaac dan Michael dalam Sugiyono (2007), bahwa untuk populasi dengan tingkat kesalahan 5%, maka dibutuhkan jumlah 326 sampel. HASIL DAN BAHASAN Tujuan Pergerakan Kegiatan Sosial Ekonomi Sebagian besar penduduk melakukan kegiatan pendidikan di sekitar tempat tinggalnya, yang berjarak 1,001-3,00 Km (32,21%). Penduduk perumahan Dosen (Perdos Tamalanrea) dan BTP yang dominan menyekolahkan anak-anak tingkat pendidikan dasar (SD) di sekitar tempat tinggalnya, jarak capai <1 Km (sesuai standar perencanaan ruang kota). ISBN : Group Teknik Arsitektur Volume 5 : Desember 2011 TA12-4

5 PROS ID I NG HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Penduduk yang tinggal di perumahan Telkomas dan BTP, melakukan tujuan pergerakan kegiatan pendidikan menengah dan perguruan tinggi di wilayah suburban dengan jarak 1-5 Km, akses melalui jalan poros urbansuburban-regional. Sedangkan di BPS adalah penduduk yang melakukan kegiatan pergerakan pendidikan menengah dan perguruan tinggi di wilayah suburban dengan jarak 5-8 Km, akses melalui jalan poros urban-suburban-regional (gambar 3). Gambar 3. Pergerakan Penduduk ke Lokasi Sarana Pendidikan Data tersebut di atas menunjukkan bahwa penduduk suburban umumnya mempergunakan sarana pendidikan yang terdapat di sekitar lokasi tempat tinggalnya, ataupun mendekatkan huniannya dengan sarana pendidikan yang dibutuhkan (gambar 4). Namun masih terdapat 23,62% penduduk yang melakukan pendidikan dengan jarak 5,00-17,00km ke wilayah urban. Penduduk tersebut lebih mengutamakan kualitas mutu pendidikan yang diminati, tetapi memberi dampak pada peningkatan frekuensi lalu lintas di jalan poros penghubung suburban dan urban (Jl Perintis Kemerdekaan). Gambar 4. Tujuan Pergerakan Kegiatan Pendidikan Penduduk pada Kawasan Sub-urban Makassar Untuk kegiatan pengobatan khususnya kondisi perawatan biasa, penduduk sub-urban mempergunakan puskesmas atau puskesmas pembantu (jarak <3 Km dari tempat tinggalnya). Sedangkan untuk pengobatan tindak lanjut, umumnya penduduk ke RS Dr. Wahidin atau RS Daya yang terdapat di wilayah Suburban (radius 3-5 Km). Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur ISBN : TA12-5

6 Pengembangan Konsep Multi Fungsi Kegiatan ekonomi penduduk sub-urban, meliputi kegiatan kerja, kegiatan belanja dan kegiatan hiburan/rekreasi. Penduduk sub-urban melakukan kegiatan kerja pada radius 1,001-3 Km Km. Penduduk tersebut adalah penduduk Perdos Tamalanrea dan BTP yang bekerja pada kawasan Daya, Unhas dan Tamalanrea. Selain itu, juga terdapat penduduk BPS melakukan kegiatan kerja pada kawasan Daya, Mandai dan Maros. Tujuan pergerakan kegiatan belanja penduduk sub-urban sebagian besar adalah Pasar Daya (14,72%), dengan radius pencapaian 1-3 Km dari tempat tinggalnya. Terdapat 13,50% penduduk sub-urban memanfaatkan pasar lingkungan, dan 11,66% penduduk melakukan kegiatan tersebut di Pasar Mandai, yang berjarak 3-5 Km dari tempat tinggalnya. Penduduk sub-urban yang melakukan pergerakan ke lokasi kegiatan belanja di kawasan urban, adalah sebesar 7,98%. Lokasi tujuan sarana hiburan/rekreasi yang dominan dimanfaatkan oleh penduduk sub-urban (25,46%) adalah MP, MTC dan Karebosi yang terletak di kawasan urban. Sedangkan 10,46% penduduk sub-urban telah melakukan kegiatan hiburan/rekreasi di sekitar tempat tinggalnya, yaitu MTOS, yang berjarak 1-3 Km dari perumahan. Luas Pelayanan Sarana Sosial Ekonomi Luas pelayanan sarana sosial ekonomi pada kawasan sub-urban, dinilai dari pergerakan penduduk sub-urban dalam melakukan kegiatan pendidikan, perkantoran, belanja dan hiburan/rekreasi. Pergerakan penduduk suburban ke lokasi sarana pendidikan, terlihat padat pada kawasan suburban, yaitu penduduk melakukan kegiatan pergerakan pendidikan ke kawasan sekitar Sudiang, Daya, BTP dan Unhas dengan jarak tempuh maksimal dari lokasi asal adalah 5 Km. Hal tersebut dapat disebabkan oleh ketersediaan berbagai sarana pendidikan tinggi yang terdapat pada wilayah suburban. Gambar 5. Luas Pelayanan Sarana Pendidikan pada Kawasan Sub-urban Selain itu, kepadatan pergerakan kegiatan pendidikan penduduk suburban juga terlihat tinggi di wilayah urban, yaitu di daerah sekitar Panakkukang dan sekitar Maccini atau Jl. Sunu. Pergerakan ke sarana pendidikan dengan jarak panjang ke wilayah urban tersebut (6-15 Km), disebabkan oleh minat penduduk suburban terhadap kualitas mutu pendidikan menengah atas, yang dianggap lebih baik pada kawasan urban Makassar. Kesimpulan dari grafik pergerakan tersebut yaitu; salah satu penyebab timbulnya kepadatan pada jalan penghubung wilayah suburban dan urban (Jalan Perintis Kemerdekaan), adalah pergerakan penduduk ke sarana kegiatan pendidikan, baik di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, maupun di wilayah urban Makassar. Gambar 6. Luas Pelayanan Sarana Perkantoran pada Kawasan Sub-urban ISBN : Group Teknik Arsitektur Volume 5 : Desember 2011 TA12-6

7 PROS ID I NG HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Berdasarkan hasil penelitian, gambar 6 menunjukkan bahwa penduduk suburban umumnya melakukan kegiatan pergerakan ke sarana lokasi kerja yang berjarak 1,001-3 Km dari tempat tinggalnya, yaitu sarana lokasi kerja yang terletak di sekitar kawasan KIMA, Daya, BTP dan Unhas (sesuai tabel 16, terdapat 26,90% penduduk suburban yang bekerja pada lokasi dengan radius 1,001-3 Km). Pergerakan kegiatan kerja tersebut disebabkan oleh ketersediaan sarana kegiatan perkantoran, industri, jasa dan perdagangan pada kawasan suburban tersebut di atas. Adapun pergerakan kegiatan kerja penduduk suburban di sekitar kawasan Sudiang dan Bandara juga meningkat, dengan jarak 3-7 Km dari tempat tinggalnya. Pergerakan penduduk suburban ke lokasi sarana kerja yang jauh terletak di wilayah urban, terjadi pada kawasan sekitar panakkukang, Maccini/Jl Sunu hingga kawasan sekitar MTC, yang berjarak 8-15 Km dari tempat tinggalnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh keragaman sarana kegiatan bekerja yang tersedia dan lebih berkembang di wilayah urban Makassar, yakni sarana perkantoran, jasa dan perdagangan. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa, penduduk suburban telah mulai memilih tempat tinggal pada kawasan perumahan permukiman dengan jarak yang relatif dekat dengan lokasi sarana kerja. Kondisi tersebut memungkinkan pengembangan sarana prasarana kegiatan kerja, dengan konsep multi fungsi lahan, sehingga dapat mengurangi kepadatan pada Jalan Perintis Kemerdekaan, yang merupakan penghubung antara wilayah suburban dan urban Makassar. Pergerakan penduduk suburban untuk kegiatan belanja pasar, masih dilakukan di sarana pasar yang tersedia di wilayah suburban, dengan jarak dekat, yaitu 0-3 Km dari lingkungan tempat tinggalnya. Kondisi tersebut didukung oleh ketersediaan sarana pasar regional (pasar Daya) dan pasar lingkungan pada beberapa lokasi penelitian, antara lain; pasar lingkungan pada perumahan BTP, pasar lingkungan pada perumahan Telkomas dan pasar Mandai. Sedangkan pergerakan kegiatan hiburan/rekreasi ke sarana hiburan suburban, hanya dilakukan oleh 10,43% penduduk lokasi penelitian, dengan radius 1-3 Km dari lingkungan tempat tinggalnya, dan cenderung lebih memilih untuk melakukan pergerakan ke sarana hiburan/rekreasi di wilayah urban (25,46%). Pergerakan tersebut dipicu oleh keragaman sarana hiburan/rekreasi yang lebih berkembang di wilayah urban, dibandingkan dengan sarana hiburan wilayah suburban, yang saat ini masih terpusat di kawasan MTOS (gambar 7). Gambar 7. Luas Pelayanan Sarana Belanja, Hiburan/Rekreasi pada Kawasan Sub-urban Persepsi Masyarakat tentang Konsep Multi Fungsi Lahan Penduduk suburban menyetujui pelayanan sarana prasarana kompak dalam satu kawasan (mixed use). Penduduk tersebut adalah penduduk Telkomas (27,30%), BTP (23,31%) dan penduduk perumahan BPS (13,19%). Pola pengelompokan sarana prasarana kawasan secara terpusat atau kompak, dinilai dapat memaksimalkan fungsi kawasan karena dapat memenuhi kebutuhan penduduk dengan keragaman fungsi sarana prasarana. Selain itu, pola pengelompokan tersebut memperpendek jarak capai, yang berakibat pada efisiensi waktu dan biaya, sehingga dapat menghemat biaya hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat suburban. Penduduk suburban bersedia berjalan kaki ke sarana prasarana kawasan yang berjarak dekat (<1 Km), jika didukung jalur pejalan kaki yang teduh, aman dan nyaman. Penduduk tersebut adalah penduduk yang tinggal di Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur ISBN : TA12-7

8 Pengembangan Konsep Multi Fungsi kawasan perumahan BPS (13,19%), Taman Sudiang Indah (10,12%), dan penduduk perumahan Bukit Khatulistiwa (4,91%). Penduduk yang tidak bersedia untuk berjalan kaki (23,01% penduduk Telkomas dan 14,11% penduduk BTP), lebih memilih untuk menggunakan motor. Hal tersebut disebabkan kondisi jalur pejalan yang tidak nyaman karena adanya hambatan samping. Selain itu, berjalan kaki dinilai tidak praktis karena penduduk terbiasa mempergunakan sepeda motor. Penduduk suburban memberikan persepsi bahwa jalur pejalan belum dilengkapi jalur hijau dan kelengkapan furniture lainnya seperti bangku dan lampu penerangan. Penduduk tersebut menyetujui untuk berjalan kaki ke sarana prasarana kawasan di sekitar tempat tinggalnya, jika jalur pejalan dilengkapi jalur hijau (pohon), sehingga dapat memberi suasana asri dan teduh. Dalam perencanaan jalur pejalan kaki pada pengembangan sarana prasarana berbasis konsep multi fungsi, hendaknya mempertimbangkan pula ruang gerak atau aksesibilitas untuk difabel, untuk mewujudkan kemudahan dalam mempergunakan fasilitas umum. Jalur pejalan yang ramah bagi kaum difabel di Kota Makassar salah satunya adalah jalur pejalan yang terletak di jalan AP. Pettarani, yang dilengkapi dengan jalur penuntun untuk tuna netra (gambar 8). Gambar 8. Akses difabel pada jalur pejalan kaki di Jalan AP. Pettarani Kota Penduduk suburban (± 82,52%), menyetujui pengembangan hunian vertikal dengan alasan lahan yang semakin terbatas dan akses fasilitas hunian yang mudah. Selain itu pengembangan hunian vertikal tersebut diniliai lebih ekonomis, karena pencapaian sarana prasarana/fasilitas hunian yang dekat, yang pada akhirnya juga dapat menghemat biaya hidup, khususnya biaya transportasi. Sedangkan penduduk suburban sebesar 17,48% berpendapat bahwa hunian vertikal akan menimbulkan kekumuhan, serta kurang aman dan nyaman, selain itu penduduk tersebut juga mengkhawatirkan masalah distribusi air bersih. Penduduk yang berpendapat demikian umumnya adalah penduduk yang mempunyai usaha dalam rumah. Masyarakat yang menyetujui peralihan dari moda kendaraan pribadi (sepeda motor dan mobil) ke moda angkutan mobil (bus) terdapat ±51,53%, utamanya penduduk perumahan Telkomas, BTP dan perumahan Taman Sudiang Indah. Penduduk tersebut berpendapat bahwa, penggunaan bus dapat menghemat biaya transportasi (ekonomis), kapasitas penumpang lebih besar, dan jalur poros tidak akan padat lagi. Penduduk yang tidak setuju (48,47%), berpendapat bahwa pencapaian lokasi sarana prasarana di wilayah urban dengan mempergunakan kendaraan pribadi dinilai lebih cepat dan praktis, serta telah menjadi kebiasaan (gaya hidup) berkendara penduduk SIMPULAN Karakteristik sarana prasarana kawasan terhadap pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat suburban, ditinjau dari kuantitas secara umum telah memadai, namun belum sepenuhnya dimanfaatkan ISBN : Group Teknik Arsitektur Volume 5 : Desember 2011 TA12-8

9 PROS ID I NG HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK oleh penduduk suburban, dan moda transportasi yang dipergunakan adalah kendaraan pribadi baik sepeda motor atau mobil dengan mempergunakan akses tunggal (Jl. Perintis Kemerdekaan) Persepsi masyarakat terhadap konsep multi fungsi lahan, dominan menyetujui pola secara kompak (terkelompok), dengan sistem transportasi jalan kaki atau bersepeda, serta dilengkapi dengan angkutan bus. Kehidupan sosial masyarakat Salarang banyak terjadi di halaman rumah dan bantaran sungai. Hubungan sosial kemasyarakatan mempunyai hubungan yang sangat solid, semua kegiatannya berorientasi pada masjid. Hampir semua masyarakat mempunyai hubungan kekerabatan karena tempat asal yang sama, adapun pendatang bermukim karena ikatan perkawinan dengan penduduk asli. DAFTAR PUSTAKA Calthorpe, Peter and William Fulton, 2000, The Regional City: Planning for The End of Sprawl dalam Time Saver Standards for Urban Design, Washington DC: Island Press Cervero. R, 2006, Public Transport and Sustainable Urbanism: Global Lessons, Department of City and Regional Planning University of California, Barkley, USA. Ewing, R, 1997, Transport and Land Use Innovations. American Planning Association, Chicago. Grant, J dalam Weddel, P., 2010, Urbanism: Modeling Urban Development for Land Use, Transportation and Environment. Harno, T, 2010, Transit Oriented Development (TOD) as Transport Demand Management (TDM) Urban Traffic, DIT BSTP. Natalia, V.V. 2010, Konsep Pembangunan Berorientasi Transit sebagai Pengendalian Pola Pergerakan Transportasi di Kawasan Perkembangan Kota Makassar, Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar. Rahmi, D.H., Setiawan, B., 1999, Pusat Perancangan Kota Ekologi, Jakarta. Stenhouse, Douglas.S., 1992 Mixed-Use Land Development, dalam Walter, Arkin, Crenshaw (ed) Sustainable Cities: Concepts and Strategies for Edo-City Development, Los Angeles, CA: Eco-Home Media Talha, 2008, New Trends and Approaches in Urban Planning & Growth, dipresentasikan pada MIP-REHDA Selangor Joint Seminar, Wibawa, B., A, 1996, Tata Guna Lahan dan Transportasi dalam Sistem Pembangunan Berkelanjutan di Jakarta, Program Pascasarjana Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro. Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Arsitektur ISBN : TA12-9

10 Pengembangan Konsep Multi Fungsi ISBN : Group Teknik Arsitektur Volume 5 : Desember 2011 TA12-10

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB III DESKRIPSI PROYEK 38 3.1 Gambaran Umum BAB III DESKRIPSI PROYEK Gambar 3. 1 Potongan Koridor Utara-Selatan Jalur Monorel (Sumber : Studi Pra Kelayakan Koridor 1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2014) Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DI KOTA MAKASSAR

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DI KOTA MAKASSAR PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DI KOTA MAKASSAR Shirly Wunas Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Tlp. (0411) 589706 shirly@indosat.net.id Venny Veronica Natalia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dsb);

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya Kota Surakarta merupakan pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah yang mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi pembahasan tentang posisi hasil penelitian terhadap teori yang digunakan sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Pembahasan akan secara kritis dilakukan

Lebih terperinci

Kesesuaian Kawasan Transit Tramstop Surabaya Mass Rapid Transit dengan Konsep Transit Oriented Development (Studi Kasus: Koridor Embong Malang)

Kesesuaian Kawasan Transit Tramstop Surabaya Mass Rapid Transit dengan Konsep Transit Oriented Development (Studi Kasus: Koridor Embong Malang) C23 Kesesuaian Transit Tramstop Surabaya Mass Rapid Transit dengan Konsep Transit Oriented Development (Studi Kasus: Koridor Embong Malang) R.M. Bagus Prakoso, dan Sardjito Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

Perancangan Terminal dalam Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit: Studi Kasus Terminal Pinang Baris Medan

Perancangan Terminal dalam Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit: Studi Kasus Terminal Pinang Baris Medan 15 Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Panca Budi Jurnal ArchiGreen Jurnal ArchiGreen Vol. 3 No. 5 (2016) 15 23 Perancangan Terminal dalam Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit: Studi Kasus Terminal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan kepadatan penduduknya dengan berada ditingkat keempat. Angka kepadatan penduduk yang terus

Lebih terperinci

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung telah mengalami perkembangan pesat sebagai kota dengan berbagai aktivitas yang dapat menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan merupakan Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Sebagai daerah otonom dan memiliki status sebagai Kota Metropolitan, pembangunan Kota Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu keberlanjutan (sustainability) merupakan isu yang kian melekat dengan proses perencanaan dan perancangan lingkungan binaan. Dengan semakin rumitnya

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Simpulan dalam laporan ini berupa konsep perencanaan dan perancangan yang merupakan hasil analisa pada bab sebelumnya. Pemikiran yang melandasi proyek kawasan transit

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE 3.1. SUSTAINABLE ARCHITECTURE Sustainable Architecture (arsitektur berkelanjutan) memiliki tujuan untuk mencapai kesadaran lingkungan dan memanfaatkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada dasarnya sebuah kota terbentuk dan berkembang secara bertahap dan tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di dalamnya, di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transit oriented development (TOD) merupakan konsep yang banyak digunakan negara-negara maju dalam kawasan transitnya, seperti stasiun kereta api, halte MRT, halte

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ruang terbuka merupakan ruang publik yang digunakan masyarakat untuk berinteraksi, berolahraga, dan sebagai sarana rekreatif. Keberadaan ruang terbuka juga bermanfaat

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Semarang terletak antara garis 6 50-7 10 lintang selatan dan 109 35-110 50 bujur timur dengan 16 wilayah kecamatan di dalamnya. Kota Semarang memiliki

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRASARANA FEEDER MENUJU HALTE KORIDOR 2 BUS RAPID TRANSIT (BRT) MAMMINASATA

PENGEMBANGAN PRASARANA FEEDER MENUJU HALTE KORIDOR 2 BUS RAPID TRANSIT (BRT) MAMMINASATA PENGEMBANGAN PRASARANA FEEDER MENUJU HALTE KORIDOR 2 BUS RAPID TRANSIT (BRT) MAMMINASATA DEVELOPMENT OF FEEDER INFRASTRUCTURE LEADING TO BUS STOP OF BUS RAPID TRANSIT (BRT) OF CORRIDOR 2 MAMMINASATA. 1

Lebih terperinci

GREEN TRANSPORTATION

GREEN TRANSPORTATION GREEN TRANSPORTATION DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DIRJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Jakarta 2016 - 23 % emisi GRK dari fossil

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Pengertian Konsep Transit Oriented Development (TOD)

BAB IV: KONSEP Pengertian Konsep Transit Oriented Development (TOD) BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar 4.1.1. Pengertian Konsep Transit Oriented Development (TOD) Pada tahun 1993 Peter Calthorpe menawarkan sebuah sistem mengenai Konsep Transit Oriented Development ( TOD

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan 1) Dari hasil kajian dan analisis terhadap berbagai literatur dapat ditarik satu kesimpulan sebagai berikut : a) Ada beberapa definisi tentang angkutan massal namun salah

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta Sebagai sentral dari berbagai kepentingan, kota Jakarta memiliki banyak permasalahan. Salah satunya adalah lalu lintasnya

Lebih terperinci

Kendaraan di DKI Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2. Kend/Panjang Jalan Sepeda Motor, , 61% 2.

Kendaraan di DKI Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2. Kend/Panjang Jalan Sepeda Motor, , 61% 2. Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2 Kend/Panjang Jalan Kebijakan dan Strategi Penanganan Kemacetan Lalulintas di Perkotaan Oleh: Dr. Ir. Doni J. Widiantono, M.Eng.Sc. Kasi Kebijakan PR Nasional, Ditjen

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN 5.1. Ide Awal Ide awal dari stasiun ini adalah Intermoda-Commercial Bridge. Konsep tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kementerian Pekerjaan Umum ( PU ) memiliki inisiatif untuk menerapkan konsep Kota Hijau (Green Cities) di berbagai kota. Beberapa faktor yang melatar belakangi penerapan

Lebih terperinci

PENGERTIAN GREEN CITY

PENGERTIAN GREEN CITY PENGERTIAN GREEN CITY Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Judul laporan tugas akhir yang dipilih oleh peneliti dapat dijabarkan dan didefinisikan sebagai berikut : Peremajaan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas melalui

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 1.1.1. Data Non Fisik Sebagai stasiun yang berdekatan dengan terminal bus dalam dan luar kota, jalur Busway, pusat ekonomi dan pemukiman penduduk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Transportasi Massal di Kota Bandung Salah satu kriteria suatu kota dikatakan kota modern adalah tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang memadai bagi

Lebih terperinci

KAWASAN TERPADU STASIUN PASAR SENEN

KAWASAN TERPADU STASIUN PASAR SENEN LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR KAWASAN TERPADU STASIUN PASAR SENEN MAHASISWA: AMELIA LESTARI (NIM: 41211010044) PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK PERENCANAAN DAN DESAIN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019

DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019 Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : TINGGA PRADANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aksesibilitas 2.1.1. Pengertian Aksesibilitas Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Sedangkan

Lebih terperinci

DEVELOPMENT OF TRANSPORT INFRASTRUCTURE ON MEGA-URBAN (Case Study: Makassar City)

DEVELOPMENT OF TRANSPORT INFRASTRUCTURE ON MEGA-URBAN (Case Study: Makassar City) DEVELOPMENT OF TRANSPORT INFRASTRUCTURE ON MEGA-URBAN (Case Study: Makassar City) Shirly WUNAS Faculty of Engineering Hasanuddin University Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Telp: (0411) 589706 shirly@indosat.net.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan transportasi merupakan masalah dinamis yang hampir ada di kota-kota besar di Indonesia. Permasalahan ini berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk karena

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D STUDI KONTRIBUSI PLAZA CITRA MATAHARI DAN TERMINAL BUS MAYANG TERURAI TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR Oleh: RICO CANDRA L2D 301 330 JURUSAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN SUBURBAN BERBASIS TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) Studi Kasus: Kawasan Stasiun Pasar Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah

PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN SUBURBAN BERBASIS TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) Studi Kasus: Kawasan Stasiun Pasar Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN SUBURBAN BERBASIS TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) Studi Kasus: Kawasan Stasiun Pasar Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah Christian Nindyaputra Octarino Teknik Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii INTISARI... xvi ABSTRACT... xvii KATA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Klaten merupakan Kabupaten yang terletak di antara dua kota besar,yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Hal ini menjadikan Klaten menjadi persimpangan jalur transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Dalam rangka menyelesaikan permasalahan Kota Administrasi Jakarta Pusat yang berupa peningkatan jumlah kendaraan pribadi, tingkat kemacetan, permasalahan guna lahan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Kota Medan merupakan kota yang berada di posisi strategis IMT-GT (Indonesia- Malaysia-Thailand Growt Triangle) dari keadaan itu pula kota Medan menjadi salah satu Kawasan Strategis Nasional.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi

Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi Tren Perencanaan Tata Ruang Untuk Transportasi Peningkatan mobilitas memerlukan lahan yang lebih luas untuk transportasi Pemilikan kendaraan bermotor yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN Salah satu permasalahan kota Jakarta yang hingga kini masih belum terpecahkan adalah kemacetan lalu lintas yang belakangan makin parah kondisinya. Ini terlihat dari sebaran lokasi kemacetan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MASSAL DI WILAYAH SUBURBAN MAKASSAR MASS TRANSPORTATION DEVELOPMENT STRATEGY IN MAKASSAR SUBURBAN AREA

STRATEGI PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MASSAL DI WILAYAH SUBURBAN MAKASSAR MASS TRANSPORTATION DEVELOPMENT STRATEGY IN MAKASSAR SUBURBAN AREA STRATEGI PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MASSAL DI WILAYAH SUBURBAN MAKASSAR MASS TRANSPORTATION DEVELOPMENT STRATEGY IN MAKASSAR SUBURBAN AREA 1 2 Ummu Kaslum dan M. Yamin Jinca 1 Program Magister Teknik Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 6 BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 2.1. Latar Belakang Kemacetan lalu lintas adalah salah satu gambaran kondisi transportasi Jakarta yang hingga kini masih belum bisa dipecahkan secara tuntas.

Lebih terperinci

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut :

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian judul Judul yang kami ajukan untuk Tugas Akhir ini adalah: Solo Sky City Untuk dapat mengetahui pengertian judul di atas, maka diuraikan lebih dahulu pengertian atau definisi

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan

Lebih terperinci

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA Febri Bernadus Santosa 1 dan Najid 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Let. Jend S. Parman No.1 Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN

BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN 57 BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian Dari hasil penelitian didapat, bahwa: a. Penghuni kawasan multifungsi memiliki tingkat ketergantungan pada mobil pribadi pada kategori sedang-tinggi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

L E B A K B U L U S BAB 1 PENDAHULUAN

L E B A K B U L U S BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia sudah sepantasnya sejajar dengan berbagai kota-kota lain di dunia dengan indeks pertumbuhan penduduk dan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkot Angkutan adalah mode transportasi yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia khususnya di Purwokerto. Angkot merupakan mode transportasi yang murah dan

Lebih terperinci

PERSEPSI PENUMPANG TERHADAP PENGOPERASIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM ANGKUTAN UMUM DI KOTA MAKASSAR

PERSEPSI PENUMPANG TERHADAP PENGOPERASIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM ANGKUTAN UMUM DI KOTA MAKASSAR PERSEPSI PENUMPANG TERHADAP PENGOPERASIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM ANGKUTAN UMUM DI KOTA MAKASSAR Muhammad Andry Azis 1, Muhammad Isran Ramli 2 dan Sumarni Hamid Aly 3 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

Moda Transportasi yang Efektif dan Efisien bagi Mahasiswa ITB

Moda Transportasi yang Efektif dan Efisien bagi Mahasiswa ITB TEMU ILMIAH IPLBI 06 Moda Transportasi yang Efektif dan Efisien bagi Mahasiswa ITB Febby Nugrayolanda Program Magister Rancang Kota, SAPPK, Institut Teknologi Bandung. Abstrak Intensitas penggunaan angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY ABSTRAK

EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY ABSTRAK EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY Kindly A. I. Pangauw 1, Sonny Tilaar, 2 & Amanda S. Sembel,c 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 72 PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011-2031 I. UMUM. Latar belakang disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan transportasi, khususnya kemacetan, sudah menjadi permasalahan utama di wilayah Jabodetabek. Kemacetan umumnya terjadi ketika jam puncak, yaitu ketika pagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya perkembangan kota dipengaruhi oleh faktor daya tarik kota yang kemudian menyebabkan pertambahan penduduk dan akhirnya bermuara pada perubahan fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan hunian sudah menjadi hal yang pokok dalam menjalankan kehidupan, terlebih lagi dengan adanya prinsip sandang, pangan, dan papan. Kehidupan seseorang

Lebih terperinci

Alternatif Pemilihan Kawasan Pusat Olahraga di Kota Bandung

Alternatif Pemilihan Kawasan Pusat Olahraga di Kota Bandung TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Alternatif Pemilihan Kawasan Pusat Olahraga di Kota Bandung Riana V. Gunawan Program Studi Magister Rancang Kota/Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut

Lebih terperinci

dimungkinkan terletak diantara pertemuan perencanaan suatu terminal jalur arteri primer Jl. Bekas

dimungkinkan terletak diantara pertemuan perencanaan suatu terminal jalur arteri primer Jl. Bekas 2.1 STUDI KASUS TERMINAL PULO GADUNG Dalam studi kasus Terminal Pulogadung ini, mengacu pada standar perencanaan dan perancangan dari studi literatur dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan dan pertumbuhan jumlah penduduk, industri dan perdagangan merupakan unsur utama dalam perkembangan kota Pematangsiantar. Keadaan ini juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemacetan di kota-kota besar sudah semakin sulit untuk dihindari dengan solusi-solusi konvensional seperti: pelebaran jalan,pengaturan lampu lalu lintas dan perubahan

Lebih terperinci

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN DAN SIMPANG UNTUK PERSIAPAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR TIMUR - BARAT SURABAYA (STUDI KASUS JL.KERTAJAYA INDAH S/D JL.KERTAJAYA) Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM II.1 GAMBARAN UMUM PROYEK Judul Proyek : Terminal Bus dan Stasiun Kereta Api Terpadu. Tema : Sirkulasi Sebagai Penentu Way Finding Lokasi : Stasiun Pasar Senen Sifat Proyek : Fiktif.

Lebih terperinci

POLA PERGERAKAN PENGGUNA KERETA API SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN KAWASAN TOD (STUDI KASUS : STASIUN K.A MEDAN)

POLA PERGERAKAN PENGGUNA KERETA API SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN KAWASAN TOD (STUDI KASUS : STASIUN K.A MEDAN) POLA PERGERAKAN PENGGUNA KERETA API SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN KAWASAN TOD (STUDI KASUS : STASIUN K.A MEDAN) Nova Lestari Siregar Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Jl.

Lebih terperinci

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi industri dan perdagangan merupakan unsur utama perkembangan kota. Kota Jakarta merupakan pusat pemerintahan, perekonomian,

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta mengingat jumlah penduduk Jakarta yang terus bertambah, sehingga saat ini di Jakarta banyak

Lebih terperinci

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta merupakan ibu kota negara Indonesia dengan memiliki luas wilayah daratan sekitar 662,33 km². Sementara dengan penduduk berjumlah 9.608.000 jiwa pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN)

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN) PRO S ID IN G 20 11 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci