BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Daerah Aliran Atas: Pohon: -Pinus (Pinus mercusii) Semak: -Pakis (Davillia denticula) -Kirinyu (Cromolaena odorata) -Pokak

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

hasil tanaman seperti yang diharapkan. Syarat tumbuh tanaman dari faktor teknologi budidaya tanaman (T) meliputi: (a) jenis dan varietas tanaman; (b)

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden. petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI DALAM PEMILIHAN JENIS TANAMAN PENYUSUN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN CIAMIS

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

V HASIL DAN PEMBAHASAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TALAU, NTT Oleh Dian Wahyu Wulandari,

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

Bahan Seminar Hasil Penelitian Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman pisang merupakan salah satu kekayaan alam asli Asia

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

PERAN ANGGOTA KELUARGA DALAM PENGELOLAAN KEBUN PEKARANGAN DI DUSUN III LOA DURI ILIR KECAMATAN LOA JANAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pekarangan. Pekarangan merupakan sebidang tanah yang mempunyai batas-batas tertentu,

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

Tahun Bawang

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur

KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT BAMBU DESA PONDOK BULUH KECAMATAN DOLOK PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

1. Pendeta Karel Burdam 1) Apa makna dan manfaat sasi? Sasi itu merupakan suatu larangan untuk mengambil/memanen sebelum waktunya (buka sasi)

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sulawesi barat. Kabupaten Mamuju memiliki luas Ha Secara administrasi,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

Makalah. Tanaman Buah dalam Pot. Tabulampot

PENGARUH PENGGUNAAN JARAK TANAM TERHADAP HASIL TANAMAN KACANG PANJANG ( VIGNA SINENSIS ) OLEH NINDA AYU RACHMAWATI

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris di mana pembangunan di bidang pertanian

Alang-alang dan Manusia

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

II. B. KETERANGAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka yang panjang dalam Skripsi H. Siagian (Telaah Pemanfaatan Berbagai Jenis

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGGOLONGAN TANAMAN. Tim Pengajar Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2011

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut:

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II KONDISI UMUM KELURAHAN LOMANIS. kelurahan di wilayah Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap.Lokasinya

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

Transkripsi:

23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Tingkat Usia Responden dalam penelitian ini dibagi berdasarkan suku dan terdapat tiga suku yaitu Suku Baham, Suku Mata, dan suku lainnya (Suku Ambon, Seram, Kupang). Suku Baham dan Suku Mata merupakan suku asli masyarakat Kabupaten Fakfak, sedangkan suku lainnya merupakan pendatang yang menikah dengan masyarakat suku asli setempat. Berdasarkan umur responden dari ketiga suku, persentasenya adalah sebagai berikut yaitu pada usia 33-43 tahun sebesar 37,8%, dengan persentase masingmasing suku 40% dari Suku Baham, 28,6% dari Suku Mata, dan 66,7% dari suku lainnya. Sedangkan untuk persentase terendah yaitu pada usia responden 66-99 tahun sebesar 10,8%. Hal ini menunjukan bahwa petani sudah lama mengelolah kebun agroforestri tradisional. Bervariasinya usia petani menunjukan bahwa dalam pengelolaan kebun tidak hanya dilakukan oleh petani yang berusia lanjutan, melainkan dilakukan juga oleh petani yang berusia muda (Tabel 9). Tabel 9 Distribusi responden berdasarkan kelompok umur Kelompok Umur (tahun) Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total N (%) N (Jiwa) (%) N (Jiwa) (%) N (Jiwa) (%) (Jiwa) 1 22 32 5 25 3 21,4 1 33,3 9 24,3 2 33 43 8 40 4 28,6 2 66,7 14 37,8 3 44 54 4 20 2 14,3 - - 6 16,2 4 55 65 2 10 2 14,3 - - 4 10,8 5 66 76 1 5 2 14,3 - - 3 8,1 6 99 - - 1 7,14 - - 1 2,7 Jumlah 20 100 14 100,0 3 100,0 37 100,0 5.1.2 Pendidikan Hasil wawancara dengan responden ternyata tingkat pendidikan yang dimiliki oleh Suku Baham, Suku Mata, dan suku lainnya tergolong rendah. Hal ini karena sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) dengan persentase sebesar 64,9%. Tingkat pendidikan dengan persentase terkecil

24 dimiliki oleh responsen yang tidak bersekolah yaitu sebesar 5,4% dan yang terendah berikutnya adalah responden dengan tingkat pendidikan SLTP yaitu sekitar 8,1%. Rendahnya tingkat pendidikan responden berakibat pada minimnya teknik dan teknologi yang digunakan dalam mengelolah kebun agroforestri tradisional, petani lebih mengandalkan pengalaman dan instingnya sebagai petani. Untuk tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan 1 Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total Tingkat Pendidikan N (orang) (%) N (orang) (%) N (orang) (%) N (orang) (%) Tidak Bersekolah 1 5 1 7,1 - - 2 5,4 2 SD 14 70 9 64,3 1 33,3 24 64,9 3 SLTP 3 15 - - - - 3 8,1 4 SLTA 2 10 4 28,6 2 66,7 8 21,6 Jumlah 20 100 14 100,0 3 100,0 37 100,0 5.1.3. Agama Berdasarkan data yang diperoleh dari responden terdapat dua agama yang dianut oleh ketiga suku yaitu Agama Islam dan Agama Kristen. Agama Islam dianut oleh 56,8% responden dari ketiga suku. Sedangkan untuk Agama Kristen dianut oleh Suku Baham dan Suku Mata dengan presentase 43,2% (Tabel 11), dengan demikian Suku Baham dan suku lainnya merupakan penganut Agama Islam terbanyak, sedangkan untuk Suku Mata merupakan penganut Agama Kristen terbanyak. Beragamnya kepercayaan yang dianut oleh responden dari ketiga suku menunjukan tingginya toleransi antar umat beragama. Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan agama Agama Nama Suku Baham Mata Lainnya Total N (%) N (%) N (%) N (%) 1 Islam 12 60 6 42,9 3 100 21 56,8 2 Kristen 8 40 8 57,1 - - 16 43,2 Jumlah 20 100 14 100,0 3 100 37 100,0 5.1.4. Jumlah Anggota Keluarga Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada responden dari ketiga suku, diperoleh jumlah anggota keluarga terkecil adalah 2 orang dengan persentase sebesar 8,1%. Jika dilihat pada masing-masing suku, maka Suku

25 Baham memiliki persentase 5% dan Suku Mata sebesar 14,3%. Jumlah anggota keluarga terbanyak adalah 9 orang dengan presentase sebesar 2,7% (Tabel 12). Tabel 12 Distribusi responden berdasarkan anggota keluarga Anggota Keluarga Suku Baham Suku Mata Suku Lainnya Total N (%) N (%) N (%) N (%) 1 2 1 5 2 14,3 - - 3 8,1 2 3 3 15 3 21,4 - - 6 16,2 3 4 5 25 - - 2 66,7 7 18,9 4 5 4 20 - - - - 4 10,8 5 6 4 20 4 28,6 - - 8 21,6 6 7 1 5 3 21,4 1 33,3 5 13,5 7 8 1 5 2 14,3 - - 3 8,1 8 9 1 5 - - - - 1 2,7 Jumlah 20 100 14 100,0 3 100,0 37 100,0 Jumlah anggota keluarga akan berpengaruh dalam pembagian tanah yang akan diolah menjadi kebun. Semakin besar jumlah anggota keluarga menunjukan seberapa besar hutan akan digunakan menjadi kebun. 5.1.5. Mata Pencaharian Mata pencaharian responden dari ketiga suku yaitu sebagai petani dengan persentase sebesar 89,2%. Jika dilihat pada masing-masing suku maka mata pencaharian sebagai petani tertinggi dimiliki oleh suku lainnya yaitu 100%, sedangkan Suku Baham hanya sebesar 95% dan Suku Mata sebesar 78,6%. Hal ini menunjukan bahwa responden memiliki hubungan yang erat dengan sumber daya hutan yang dikelolah sebagai kebun. Selain sebagai petani, ada beberapa responden bekerja sebagai nelayan, tukang kayu, dan PNS. Responden yang bekerja sebagai nelayan yaitu sebesar 5,4%, tukang kayu sebesar 2,7% dan responden yang memiliki pekerjaan sebagai PNS sebesar 2,7% (Tabel 13). Tabel 13 Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian utama Jenis Pekerjaan Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total N (%) N (%) N (%) N (%) 1 Petani 19 95 11 78,6 3 100 33 89,2 2 Nelayan 1 5 1 7,1 - - 2 5,4 3 Tukang Kayu - - 1 7,1 - - 1 2,7 4 PNS - - 1 7,1 - - 1 2,7 Jumlah 20 100 14 100,0 3 100 37 100,0

26 Selain mata pencaharian utama ada beberapa responden dari ketiga suku yang memiliki pekerjaan sampingan. Responden yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani sebesar 44,4%, nelayan sebesar 33,3%, buruh sebesar 11,1%, dan pedagang sebesar 11,1% (Tabel 14). Tabel 14 Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian sambilan Jenis Pekerjaan Sambilan Suku Baham Suku Mata Suku yang lain Total N (%) N (%) N (%) N (%) 1 Petani 1 5 3 21,4 - - 4 44,4 2 Nelayan - - 2 14,3 1 33,3 3 33,3 3 Buruh 1 5 - - - - 1 11,1 4 Pedagang 1 5 - - - - 1 11,1 Jumlah 3 15 5 35,7 1 33,3 9 100,0 5.1.6. Jumlah dan Luas Rumah Terdapat adanya variasi tempat hunian (rumah) yang dimiliki oleh responden dari ketiga suku. Rata-rata responden dari ketiga suku memiliki satu tempat hunian (rumah) yaitu sebesar 97,3% dan hanya ada satu responden dari Suku Baham sebesar 2,7% yang memiliki dua tempat hunian (rumah). Tempat hunian (rumah) yang dimiliki oleh responden rata-rata terbuat dari beton (Tabel 15). Contoh bentuk hunian yang dimiliki oleh responden pada Desa Kinam dan Desa Kiriwas-was disajikan pada Gambar 1. (a) (b) Gambar 1 Bentuk hunian di (a) Desa Kiriwas-was dan (b) Desa Kinam

27 Tabel 15 Distribusi responden berdasarkan jumlah tempat tinggal yang dimiliki Banyak Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total N (%) N (%) N (%) N (%) 1 1 19 95 14 100 3 100 36 97,3 2 2 1 5 - - - - 1 2,7 Jumlah 20 100 14 100 3 100 37 100,0 Ukuran dari tempat hunian yang dimiliki oleh responden dikelompokkan menjadi tiga dengan rata-rata berukuran kecil, sedang, dan besar. Hal ini menunjukkan bervariasinya tempat hunian yang dimiliki oleh responden. Tabel 16 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki hunian/rumah berukuran kecil antara 36 50 m 2. Tabel 16 Distribusi responden berdasarkan luas rumah Luas (m²) Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total N (%) N (%) N (%) N (%) 1 36-50 8 40 7 50 2 66,7 17 45,9 2 50-100 8 40 5 35,7 1 33,3 14 37,8 3 >100 4 20 2 14,3 - - 6 16,2 Jumlah 20 100 14 100,0 3 100,0 37 100,0 5.6 Pengetahuan dalam Pengelolaan Kebun 5.2.1. Sistem Pengelolaan Kebun Agroforestri Tradisional Hasil wawancara dari 37 orang responden yang terbagi dalam tiga suku menunjukan bahwa responden memiliki kebun yang berasal dari harta warisan, tetapi terdapat satu responden dari suku lainnya yang memiliki kebun berasal dari pemberian. Hal ini karena responden tersebut bukan suku asli setempat. Untuk hak kepemilikan lahan lebih lengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 17. Tabel 17 Distribusi responden berdasarkan status asal lahan Suku Warisan Asal Pemberian Status 1 Baham 20 - Milik Sendiri 2 Mata 14 - Milik Sendiri 3 Lainnya 2 1 Milik Sendiri Jumlah 36 1 Pada umumnya, lahan yang diusahakan dikelola oleh responden merupakan tanah milik. Tanah milik merupakan tanah yang telah sah menjadi hak milik

28 seseorang yang bertanggung jawab atas pengelolaan lahan tersebut untuk diperoleh manfaatnya. Ditinjau dari asalnya, tanah milik dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu tanah milik warisan keluarga dan tanah milik pemberian dari pihak lain. Dari hasil wawancara rata-rata responden memiliki tanah milik sendiri dari warisan keluarga yang dikelola. Kebun yang dikelola dari tanah warisan merupakan suatu sistem budi daya yang bersifat jangka panjang sehingga kejelasan jaminan akan hak pengusahaan lahan menjadi sesuatu yang sangat penting dan hanya akan diperoleh dari tanah dengan status tanah milik. Rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani bervariasi mulai dari < 1 ha, 1-1,5 ha, dan > 1,5 ha. Petani dapat memiliki lahan yang luas disebabkan karena lahan yang dikelolah berasal dari hutan alam, sehingga dalam pengelolaannya lebih kepada kemampuan petani untuk menggelolah. Walaupun dalam pembagian lahan didasarkan atas marga yang dimiliki. Sebagian besar responden memiliki luas lahan sebesar < 1 ha dengan persentase sebesar 43,2%. Responden dengan jumlah lahan terluas yaitu > 1,5 ha sebesar 16,2% yang berasal dari Suku Mata sebanyak 42,9%. Luas lahan yang dimiliki dari ketiga suku tersebut dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 18. Tabel 18 Distribusi responden berdasarkan luas kebun Luas Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total N (%) N (%) N (%) N (%) 1 < 1 Ha 9 45 4 28,6 3 100 16 43,2 2 1-1,5 Ha 11 55 4 28,6 - - 15 40,5 3 > 1,5 Ha - - 6 42,9 - - 6 16,2 Jumlah 20 100 14 100,0 3 100 37 100,0 Berdasarkan hasil wawancara pada responden diketahui hampir semua responden dari ketiga suku belum mengetahui apa itu sistem agroforestri. Petani lebih mengenal istilah kebun dari pada istilah agroforestri, kebun yang dikembangkan berasal dari pengetahuan yang diperoleh secara turun-temurun. Dalam pengelolaan kebun agroforestri tradisional petani lebih banyak menggunakan pengalaman yang diperoleh sendiri maupun hasil pertukaran antar petani. Pengelolaan kebun terbagi atas beberapa kegiatan seperti persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran. Hasil penelitian di lapangan menunjukan bahwa pola tanam kebun agroforestri

29 tradisional yang paling banyak yaitu kombinasi antara kayu, buah-buahan, dan tanaman pertanian, dengan adanya pola kebun ini mempunyai manfaat bagi petani yaitu dapat menjadi sumber pendapatan dalam keluarga dan menjamin adanya keberlanjutan produksi sepanjang luas lahan. Berikut ini merupakan contoh gambar pola tanam kebun kombinasi antara kayu, buah-buahan, dan tanaman perkebunan seperti pada Gambar 2. Gambar 2 Pola tanam kebun agroforestri tradisional 5.2.2. Persiapan Lahan Kegiatan persiapan lahan dalam rangka pembukaan kebun yang dilakukan oleh petani antara lain upacara atau ritual adat pemanggilan roh atau penunggu setempat, pembersihan lahan, membakar, dan penebangan pohon. Persiapan lahan biasanya dilakukan secara gotong royong dan ada pula petani yang melakukan persiapan lahan sendiri. Secara umum kegiatan pertama yang dilakukan dalam sistem pengelolaan kebun adalah upacara adat pembukaan lahan. Kegiatan upacara adat masih digunakan oleh sebagian petani, tetapi ada juga petani yang dalam sistem pengelolaan kebun tidak menggunakan ritual. Hal ini tergantung dari keyakinan dan pengetahuan serta kebiasaan turun-temurun dari petani. Tabel 19 Jumlah responden yang melaksanakan kegiatan ritual 1 2 Jumlah Responden Pelaksanaan Ritual Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total N (%) N (%) N (%) N (%) Selalu dilakukan 13 65 9 64,3 1 33,3 23 62,2 Tidak melakukan 7 35 5 35,7 2 66,7 14 37,8 Jumlah 20 100 14 100,0 3 100,0 37 100,0

30 Dari Tabel 19 dapat dilihat sebesar 62,2% responden masih melakukan upacara adat dalam sistem pengelolaan lahan yaitu pada saat awal lahan akan dibuka dan dijadikan kebun. Sedangkan terdapat 37,8% responden sudah tidak melakukan upacara adat dalam sistem pengelolaan lahan. Upacara adat dilakukan dengan dua cara yaitu pertama upacara adat merupakan permohonan izin kepada Tuhan untuk dilancarkan segala kegiatan atau urusan mereka dan cara yang kedua memberikan sirih, pinang, kopi, tembakau, dan makanan kepada tuan tanah/leluhur yang diyakini menempati tempat tersebut semata-mata agar penghuni daerah tersebut tidak merasa terganggu dengan aktivitas yang dilakukan dalam pengolahan kebun yang akan dibuka. Hal ini dilakukan agar tuan tanah yang diyakini berada pada tempat yang akan dijadikan kebun dapat mendatangkan manfaat dalam pembukaan kebun seperti tidak ada halangan atau rintangan, diberikan keselamatan dan dijauhkan dari malabahaya, pemberitahuan kepada tuan tanah agar menjaga tanaman yang ditanam dan kesuburan tanaman. Sebutan untuk upacara adat dalam Bahasa Mata yaitu nanahara atau memberikan sirih pinang. Bentuk upacara yang dilakukan yaitu setelah semua dipersiapkan sirih, pinang, kopi, tembakau, dan makanan maka dilakukan pemanggilan tuan tanah dengan bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa mata yaitu nia mi, tada mi, tambone mi, ihi rentik hawoda weh, opiroh, mahi eir, ahom nawo yang artinya bapak, tete, nene, moyang-moyang mari kita sama-sama isap roko, makan pinang, dan lakukan permintaan misalnya dijauhkan dari musibah pada saat pembukaan kebun dan tanaman yang ditanam dijaga agar tumbuh subur dan hasil panen melimpah (Gambar 3). Gambar 3 Upacara adat pembukaan kebun

31 Salah satu nilai yang berlaku dalam masyarakat ialah nilai saling menghormati dan menghargai antara sesama mahluk hidup. Apabila akan melakukan kegiatan pembukaan lahan petani akan meminta izin terlebih dahulu kepada tuan tanah penghuni tempat tersebut. Dalam persiapan lahan ada petani yang melakukan sendiri dan ada juga yang meminta bantuan petani lain (masyarakat dalam satu desa) untuk bergotong royong bersama-sama mempersiapkan lahan yang akan dijadikan kebun. Kegiatan kedua yang dilakukan yaitu kegiatan membersihkan lahan dengan memotong ranting, membersihkan semak belukar dan rumput. Hal ini dilakukan agar memudahkan dalam melakukan penanaman tanaman. Kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah membakar dan penebangan pohon. Ada petani yang melakukan kegiatan pembakaran terlebih dahulu lalu melakukan kegiatan penebangan pohon atau melakukan kegiatan penebangan pohon terlebih dahulu lalu melakukan pembakaran. Hal ini tergantung tanaman apa yang akan ditanam terlebih dahulu, apabila yang akan ditanam terlebih dahulu adalah tanaman keladi maka pohon tidak ditebang sedangkan apabila yang ditanam adalah sayuran makan dilakukan pembakaran terlebih dahulu. Tanaman keladi membutuhkan naungan sehingga pohon-pohon tidak ditebang, sedangkan pembakaran dilakukan terlebih dahulu sebelum penanaman sayuran dilakukan dengan tujuan tanah menjadi subur. Pembakaran dilakukan hanya pada tumpukan rumput, tali dan ranting atau pada tunggak sehingga kebun tidak terbakar semua. Hal ini dapat di lihat pada Gambar 4. (a) (b) (c) Gambar 4 (a) awal pembukaan lahan, (b) pembukaan lahan sudah ditanami, (c) pembakaran lahan.

32 Menurut Nugraha (2005), tujuan pembakaran lahan secara umum adalah sebagai berikut: 1. Mengubah tumbuh-tumbuhan yang telah ditebas dan ditebang menjadi abu, sehingga akan mudah diserap oleh akar-akar tanaman ladang. 2. Mematikan tumbuhan yang masih hidup di ladang termasuk pohon-pohon yang sulit ditebang pada saat membersihkan ladang. Alat-alat yang digunakan dalam sistem pengelolaan kebun masih tergolong sederhana seperti parang, kampak, tuas, linggis, pakuel, cangkul, dan pacul. Jenis dan jumlah alat pertanian yang digunakan responden dapat di lihat pada Tebel 20. Tabel 20 Distribusi responden berdasarkan alat-alat yang digunakan Nama Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total Alat N (%) N (%) N (%) N (%) 1 Parang 20 100 14 100 3 100 37 100 2 Kampak/Mencadu 20 100 14 100 3 100 37 100 3 Tuas 17 85 11 78,6 1 33,3 29 78,4 4 Linggis 3 15 2 14,3 2 66,7 7 18,9 5 Pakuel 2 10 3 21,4 1 33,3 6 16,2 6 Cangkul 4 20 2 14,3 2 66,7 8 21,6 7 Pacul 1 5 3 21,4 1 33,3 5 13,5 Alat yang paling banyak digunakan oleh Suku Baham, Suku Mata, dan suku lainnya yaitu parang, kampak, dan tuas. Penggunaan alat-alat tersebut karena mudah diperoleh, harganya terjangkau, dan mudah digunakan. Alat-alat pertanian yang digunakan responden dapat di lihat pada Tabel 21.

33 Tabel 21 Pengunaan dan fungsi dari alat-alat yang digunakan Nama Alat Fungsi Gambar 1 Linggis Membuat lubang tanam 2 Parang Membersihkan rumput, tanaman bawah lainnya, memotong tumbuhan merambat (bersih-bersih kebun). 3 Kampak/ mencadu Penebangan pohon pada awal pembukaan kebun. 4 Pakuel Membuat lubang tanam 5 Tuas Membuat lubang tanam Dari hasil wawancara yang dilakukan pada responden dari ketiga suku menunjukan bahwa hampir seluruh responden melakukan pembersihan lahan dan penebangan pohon pada saat pembukaan kebun. Hal ini dapat di lihat pada Tabel 22 sebanyak 20 orang dari Suku Baham, 14 orang dari Suku Mata, dan 3 orang dari suku lainnya melakukan pembersihan lahan dan penebangan pohon. Untuk kegiatan pembakaran hanya dilakukan oleh 51,4% responden dari ketiga suku.

34 Tabel 22 Distribusi responden berdasarkan kegiatan pembukaan lahan Nama Kegiatan Jumlah Responden Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total N (%) N (%) N (%) N (%) 1 Membersihkan Lahan 20 100 14 100 3 100 37 100 2 Membakar 9 45 8 57,1 2 66,7 19 51,4 3 Penebangan Pohon 20 100 14 100 3 100 37 100 5.2.3. Persiapan Bibit Bibit untuk ditanam pada kebun agroforestri tradisional oleh para responden biasanya berasal dari pemberian tetangga, keluarga, membeli, anakan alam, dan dari kebun sebelumnya. Kebun sebelumnya berarti pada saat petani menanam tanaman buah-buahan dan tanaman perkebunan pada suatu lahan kebun, setelah tanaman perkebunan dipanen dan tanaman buah-buahan tumbuh menjadi dewasa, maka petani akan membuka lahan baru dan menanam tanaman buah-buahan serta tanaman perkebunan lagi. Hal ini terjadi terus-menerus, sehingga petani akan memiliki kebun buah-buahan yang akan dimanfaatkan pada jangka waktu panjang. Kebanyakan petani menanam buah pala dalam kebun mereka, sehingga pada saat tanaman pala membesar akan menjadi dusun pala. Rata-rata petani memiliki dusun pala, karena pala merupakan komuditi unggulan masyarakat Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak. Selain pala ada juga tanaman buah-buahan yang ditanam seperti durian, mangga, rambutan, dan langsat. Tabel 23 Distribusi responden berdasarkan asal bibit yang diperoleh Jumlah Responden Bibit yang diperoleh Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total N (%) N (%) N (%) N (%) 1 Kebun sebelumnya 15 75 10 71,4 - - 25 67,6 2 Anakan alam 10 50 5 35,7 - - 15 40,5 3 Beli 3 15 4 28,6 2 66,7 9 24,3 4 Tetangga 6 30 7 50 2 66,7 15 40,5 5 Keluarga - - 6 42,9 2 66,7 8 21,6 Tabel 23 menunjukan bahwa responden dari ketiga suku umumnya mendapatkan bibit dari kebun sebelumnya yaitu sebesar 67,6% dan hanya sedikit responden mendapat bibit dari membeli yaitu sebesar 21,6%. Dalam mempersiapkan bibit yang akan ditanam tidak ada perlakuan khusus seperti

35 persemaian, bibit yang didapat di bedeng pada samping rumah. Tidak ada ukuran pasti untuk bedengan, setelah bibit tumbuh maka petani akan langsung memindahkan ke kebun. Selain itu petani juga langsung menanam bibit yang didapat dari tetangga atau dibeli langsung pada kebun (Gambar 5). Gambar 5 Contoh bibit durian yang berada di dalam kebun 5.2.4. Penanaman Penanaman terdiri dari kegiatan yaitu penentuan jarak tanam dan pembuatan lubang tanam. Jarak tanam yang dibuat oleh petani bermacam-macam atau tidak ada jarak tanam pasti dalam melakukan penanaman. Kebanyakan petani menggunakan satu langkah kaki sebagai jarak tanam, hal ini dikarenakan setiap jengkal tanah harus dimanfaatkan seoptimal mungkin, ada juga petani yang membuat jarak tanam sesuai dengan pengalaman mereka. Untuk pembuatan lubang tanam petani menggunakan tuas yaitu kayu yang dibentuk dan ujungnya dibuat tajam menyerupai linggis, selain itu petani juga menggunakan linggis untuk membuat lubang tanam. Lubang tanam yang dibuat tidak memiliki ukuran khusus, semuanya dilakukan berdasarkan pengalaman dan keterampilan petani. Dalam penanaman, petani dapat menanam apapun tanpa mempedulikan lagi apakah kehadiran suatu jenis tanaman tertentu akan berakibat buruk pada tanaman lainnya, asalkan tanaman yang ditanam dapat tumbuh dan menambah keragaman isi kebun. Tanaman kayu-kayuan sebagian besar yang terdapat di dalam kebun merupakan pohon yang berasal dari hutan alam yang tidak ditebang oleh petani, hal ini seperti pohon matoa, kedondong hutan, jambu, sukun hutan, kapas, bugemgem, wagus, heg, dan masih banyak jenis pohon lainnya. Untuk pohon buahbuahan dan perkebunan lebih banyak ditanam langsung oleh petani seperti pala (Gambar 6).

36 Gambar 6 Tanaman keladi dan pohon pala Waktu penanaman antara individu tanaman tidak selalu bersamaan, hal ini dikarenakan beragamnya jenis yang ditanam dalam kebun sehingga terbentuknya tajuk dengan ketinggian yang berbeda. Petani dapat menanam tanaman pada kebun kapan saja disaat petani mendapat bibit dan ingin melakukan penanaman, sehingga tidak ada waktu tertentu untuk melakukan penanaman. Umumnya petani menanam dimusim penghujan, hal ini dikarenakan terjadinya hujan pada hari dilaksanakan penanaman sangat berperan pada keberhasilan tumbuhnya tanaman. 5.2.5. Pemeliharaan Pemeliharaan kebun tidak terlalu dilakukan oleh petani. Waktu pemeliharaan kebunpun berbeda-beda tergantung tingkat kerajinan petani dalam memelihara kebunnya. Tabel 24 Distribusi responden berdasarkan kegiatan pemeliharaan Frekuensi pemeliharaan Jumlah Responden Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total N (%) N (%) N (%) N (%) 1 Setiap hari 3 15 5 35,7 1 33,3 9 24,3 2 1 kali seminggu 5 25 2 14,3 2 66,7 9 24,3 3 2 kali seminggu 3 15 4 28,6-7 18,9 4 2-3 kali seminggu 2 10 1 7,1-3 8,1 5 2-3 kali sebulan 7 35 2 14,3-9 24,3 Jumlah 20 100 14 100,0 3 100,0 37 100,0 Dari data pada Tabel 24 dapat dilihat sebesar 24,3% responden dari ketiga suku yang melakukan pemeliharaan kebun setiap hari, satu kali dalam seminggu, dan 2-3 kali dalam sebulan. Pemeliharaan hanya dilakukan oleh keluarga petani

37 dan tidak menggunakan tenaga luar. Pemeliharaan dilakukan dengan membersihkan rumput dan tali-tali yang ada serta membakarnya. Petani tidak melakukan pemeliharaan dengan menggunakan obat-obatan seperti menyemprot pestisida dan tidak menggunakan pupuk pada tanamannya. Tanaman hanya dibiarkan tumbuh secara alami dengan menyerap unsur-unsur mineral atau hara yang ada pada tanah. Petani tidak perlu merawat tanaman karena merasa tanah yang terdapat pada kebun mereka adalah tanah yang subur, hal ini dapat dilihat dari frekuensi petani dalam memelihara kebunnya. 5.2.6. Pemanenan Pemanenan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pemanenan dari hasil tanaman jangka pendek dan tanaman jangka panjang. Adanya berbagai macam tanaman yang mengisi kebun dengan tingkat produktivitas, usia tanaman, serta waktu penanaman yang berbeda menyebabkan kegiatan pemanenan tidak teratur. Ketika selesai dipanen, sebagian hasil kebun dijual dan dikonsumsi untuk kebutuhan subsisten. Banyaknya hasil panen yang ingin dijual tergantung pada kebutuhan rumah tangga, karena hasil dari penjualan digunakan untuk membeli kebutuhan rumah tangga yang tidak terpenuhi dari hasil kebun. Pemanenan yang dilakukan terhadap tanaman-tanamn yang ada di dalam kebun berbeda-beda tergantung pada usia produksi. Untuk tanaman kehutanan kayu-kayuan yang terdapat pada kebun secara alami dari hutan alam yang telah ada seperti matoa (Pometia Sp.), bugem-gem, wagus, heg, dan pohon lainnya yang ada di dalam kebun jarang dimanfaatkan untuk nilai komersil, hal ini karena petani lebih menggunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk kayu matoa biasanya digunakan untuk papan rumah atau kayu bakar, heg biasanya digunakan untuk hulu parang dan lantai rumah (papan), wagus daunnya digunakan untuk obat penyakit dalam, dan bugem-bugem digunakan sebagai kayu bakar. Untuk tanaman seperti buah-buahan yang bersifat lokal seperti pala, durian, mangga, rambutan, langsat, nangka, cempedak, jambu, dan masih banyak lagi biasanya usia produksinya dari menanam cukup lama. Sedangkan untuk tanaman pertanian umumnya memiliki usia produktif yang pendek dan intensitas produksinya sangat besar dalam satu tahun sehingga dapat dipanen dengan cepat, walaupun waktu panen tiap tanaman pertanian berbeda-beda juga.

38 Tanaman pertanian dan tanaman kehutanan sengaja ditanam bersamaan, dan ketika tanaman buah-buahan tumbuh besar atau dewasa, maka petani akan menghentikan penanaman tanaman pertanian dan lebih memprioritaskan pada tanaman buah-buahan. Tanaman pertanian sendiri akan dipindahkan ke kebun yang baru, hal ini menyebabkan petani akan membuka kebun baru pada hutan alam oleh karena itu petani akan memiliki lebih dari satu kebun. Pemungutan hasil kebun dilakukan oleh petani dan anggota keluarga untuk dijual atau dikonsumsi sendiri, terkadang apabila hasil kebun melimpah petani akan meminta bantuan sesama petani (masyarakat dalam satu desa) untuk bergotong royong dalam melakukan pemungutan hasil kebun. Biaya yang dikeluarkan petani hanya untuk biaya makan dan rokok. Dalam melakukan pemanenan terdapat pengaturan panen yang dikenal sebagai sasi. Budaya sasi merupakan larangan atau pantangan mengambil dan memanfaatkan hasil kebun pada luasan tertentu dalam jangka waktu tertentu tergantung dari pemilik kebun. Larangan pemanfaatan isi kebun biasanya pada saat mendekati panen dilakukan sasi, hingga saat akan dilakukan pemanenan sekitar 3-4 bulan untuk tanaman pertanian dan 7-8 bulan untuk tanaman buah-buahan. Kurun waktu berlakunya sasi tergantung pemilik kebun, sasi biasanya dilakukan oleh orang yang dipercaya atau diyakini memiliki ilmu atau mengetahui doa-doa yang berhubungan dengan sasi dan tidak sembarang orang dapat melakukannya. Tahapan pelaksanaan sasi yaitu upacara penutupan dan upacara pembukaan. Tutup sasi merupakan tahapan dilakukannya kegiatan pelarangan terhadap adanya akses masyarakat atau petani lain untuk mengambil atau memungut hasil kebun sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Buka sasi hanya dapat dilakukan oleh orang yang melakukan tutup sasi dan dilaksanakan pada saat panen akan dilakukan, sehingga hasil kebun dapat dimanfaatkan. Sasi ditandai dengan tanda larangan berupa simbol larangan yang di letakkan pada jalan menuju kebun atau di dalam kebun yang di sasi. Simbol larangan dapat berupa bambu yang diatasnya diletakkan rumput atau botol yang diikat dengan kain berwarna merah. Pada saat berjalannya waktu sasi, jika terjadi pelanggaran seperti terdapat pihak-pihak yang diam-diam mengambil hasil kebun akan mendapatkan sanksi.

39 Sanksi disini berupa penyakit seperti sakit keras atau terserang bisul raja dan hanya dapat disembuhkan oleh orang yang melakukan tutup sasi. Budaya sasi tersebut merupakan bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada (Gambar 7). Gambar 7 pembuatan sasi pada kebun agroforestri tradisional 5.2.7 Pemasaran Pemasaran tanaman buah-buahan dan tanaman pertanian petani langsung menjual ke pasar, petani langsung melakukan transaksi jual beli dengan pembeli. Sedangkan untuk tanaman kehutanan seperti matoa (Pometia Sp.), bugem-gem, heg dan pohon lainnya yang terdapat di dalam kebun jarang dijual oleh petani. Mereka umumnya menggunakan kayu-kayu tersebut untuk dijadikan kayu bakar atau papan untuk membuat rumah. Kegiatan jual beli antara petani dan pembeli dapat di lihat pada Gambar 8. Gambar 8 Pemasaran hasil kebun agroforestri tradisional di Pasar Kabupaten Fakfak

40 5.2.8 Kendala yang Dihadapi Dalam pengelolaan kebun terdapat kendala yang dihadapi oleh petani, umumnya petani dari ketiga suku menghadapi kendala yang sama yaitu adanya gangguan binatang liar seperti babi hutan, rusa, dan binatang hutan lainnya, sedangkan gangguan dari hama tidak ada pada kebun petani. Hal karena kebun yang dibuka terletak dalam hutan alam, sehingga banyak terdapat binatang liar. Namun menurut beberapa petani terkadang masuknya binatang hutan seperti babi kedalam kebun disebabkan ada pantangan yang dilanggar oleh petani, seperti adanya wanita yang sedang datang bulan masuk ke kebun, adanya pemudapemudi yang berpacaran di dalam kebun, dan adanya hal-hal tidak sopan yang dilakukan di dalam kebun. Biasanya binatang hutan tidak akan memakan isi kebun, tetapi hanya akan menginjak-injak atau mengacak-acak isi kebun tersebut. 5.3 Komponen dan Komposisi Kebun (agroforestri tradisional) Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal dari dalam tanaman itu sendiri. Kondisi lingkungan termasuk didalamnya kondisi tanah dan iklim berperan dominan dalam membentuk penampakan tanaman, baik dalam perkembangan kehidupan maupun perkembangan produktivitasnya. Beruntung iklim yang terdapat pada daerah dari ketiga suku adalah tipe iklim menurut klasifikasi Schimidt dan Ferguson termasuk tipe hujan A dan tipe iklim Koppen Alfa, tipe iklim tersebut menunjukan bahwa termasuk daerah tropika basah dengan curah hujan cukup tinggi ( >2.000 mm/tahun ) dan merata sepanjang tahun. Hal ini sangat baik untuk pertumbuhan beragam jenis tanaman baik tanaman buah-buahan maupun tanaman pertanian. Dari hasil wawancara dan pengamatan langsung ke lapang pada 37 orang responden dari tiga suku yang ada ditemukan sebanyak 14 jenis tanaman buahbuahan yang ditanam maupun yang berasal dari hutan alam dan 22 tanaman pertanian, serta terdapat beberapa tanaman kayu-kayuan yang berasal dari hutan alam. Rata-rata petani memiliki kemiripan dalam jenis tanaman yang ditanam, hal ini karena bibit yang diperoleh kebanyakan berasal dari kebun sebelumnya, anakan alam, dan tetangga sehingga jenis yang ditanam pun tidak jauh berbeda. Selain itu merupakan jenis yang tidak terlalu banyak membutuhkan perawatan, perhatian khusus, dan merupakan jenis andalan setempat.

41 Tanaman buah-buahan merupakan komponen terpenting dalam kebun, hal ini karena tanaman buah-buahan banyak memiliki kelebihan dibandingkan dengan jenis lain dilihat dari perawatan yang dilakukan. Jenis tanaman buah-buahan yang kerap dijumpai pada kebun adalah pala. Hampir semua responden menanan tanaman pala, karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan jenis tanaman yang lain yaitu tanaman ini mudah ditanam, mudah dipelihara, dan merupakan tanaman andalan. Selain itu tanaman ini juga dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan petani, usia produktif yang relatif pendek (5-6 tahun) sudah menghasilkan buah dan periode panen dua kali dalam satu tahun. Pala banyak dicari oleh pembeli dan memiliki harga yang tiap tahun terus meningkat, sehingga petani tidak mendapat kesulitan dalam melakukan pemasarannya. Tabel 25 menunjukan data 14 jenis tanaman buah-buahan yang banyak ditanam oleh responden. Tabel 25 Tanaman buah-buahan yang banyak ditanam oleh responden Nama Nama Lokal Nama Ilmiah 1 Langsat Langsat Lansium domesticum 2 Rambutan Rambutan Nephelium lappaceum 3 Jeruk Manis Lemon Citrus sinensis 4 Nangka Tamberak Artocarpus heterophyllus 5 Durian Duran Durio zibethinus 6 Pala Senger Myristica argentea ware 7 Mangga Wawa Mangifera indica 8 Jambu Air Kis/kemkembu Eugenia aquea 9 Kedondong Kedondong Spondia dulcis 10 Lemon Makanini Citrus limon 11 Sukun Kamandi Artocarpus communis 12 Cempedak Sampeda Artocarpus champedan 13 Coklat Coklat Theobroma cacao 14 Alpukat Alpukat Persea americana Mill Jenis tanaman pertanian yang paling banyak ditanam oleh petani adalah keladi (Gambar 9). Hampir semua responden dari ketiga suku menanam keladi karena keladi merupakan makanan pokok masyarakat setempat. Tabel 26 menyajikan jenis tanaman pertanian yang banyak ditanam oleh responden.

42 Gambar 9 Jenis keladi yang ditanam di kebun Tabel 26 Tanaman pertanian yang banyak ditanam oleh responden Nama Nama Lokal Nama Ilmiah 1 Ubi Jalar Siao Ipomoea batatas 2 Nanas Saraminak Ananas comosus 3 Pinang Kayem Musa paradisiacal 4 Labu Sambiti Cucurbita moschata 5 Tebu Mbes Saccarum officinarum 6 Sirih Kayey Piper betle 7 Singkong/ketela pohon Panggala Manihot esculenta 8 Talas Kadi Colocasia esculenta 9 Pisang Munggo Musa paradisiacal 10 Daun gedi Mbiyem Abelmoschus manihot 11 Sawi Sawi Brassica juncea 12 Terung Torim Solanum melongena 13 Bayam Bayam Amaranthus hybridus 14 Labu siam Labu siam Sechium edule 15 Pare Papare Momordica charantia 16 Kacang panjang Kacang panjang Vigna sinensis 17 Melinjo Suktawe Gnetum gnemon 18 Jagung Ngaweri Zea mays 19 Pepaya Barangis Carica papaya 20 Cabai Maresan Capsicum annum 21 Kelapa r Cocos nucifera 22 Tembakau Tambaki Nicotiana tabacuwi Untuk tanaman kehutanan yang tumbuh merupakan tanaman kayu-kayuan yang berasal dari hutan alam misalnya matoa (Pometia Sp.), bugem-gem, wagus, heg, adapun jenis lainnya tidak terlalu diketahui namanya oleh petani dan tanaman

43 kayu-kayuan tidak terlalu dimanfaatkan. Hal ini karena daerah tempat tinggal dari responden masih banyak terdapat hutan alam. Kenyataan ini mengindikasikan kurangnya minat masyarakat dalam menanam tanaman kehutanan kayu-kayuan. 5.4. Pendapatan dan Pengeluaran Petani 5.4.1. Pendapatan Kebun Agroforestri Tradisional Pendapatan kotor dari kebun tradisional merupakan besarnya nilai manfaat ekonomi yang diperoleh pemilik kebun dari beragam jenis tanaman yang tumbuh di kebunnya sebelum dikurangi dengan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan. Merupakan sesuatu hal yang tidak mudah untuk dapat dihitung dengan pasti besarnya pendapatan dari kebun. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal: (1) Beragamnya jenis tanaman yang tumbuh menyebabkan waktu panen dan hasil panen menjadi tidak teratur dan sulit untuk diprediksi, (2) Masih terdapat hasil kebun yang belum memiliki pasar, (3) Hasil kebun yang relatif kecil sehingga terkadang sulit untuk mengkuantitatifkan secara ekonomi. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui hasil dari kebun digunakan untuk memenuhi kebutuhan subsisten dan dapat dijual sebagai pendapatan untuk rumah tangga petani. Dari Suku Baham diketahui memiliki pendapatan rata-rata dari nonkebun per bulan yaitu Rp 610.000 dan pendapatan rata-rata dari hasil kebun yaitu Rp 560.000 dengan rata-rata total pendapatan Rp 1.170.000. Dari 20 orang responden yang berasal dari Suku Baham terdapat 40% yang menggunakan hasil kebun hanya untuk dikonsumsi dan tidak untuk dijual, sedangkan 60% menggunakan hasil kebun untuk dikonsumsi sendiri dan dijual (Tabel 27). Tabel 27 Rata-rata pendapatan dari responden berdasarkan suku Pendapataan Suku N Total (Rp/Bln) Kebun (Rp/Bln) nkebun (Rp/Bln) 1 Baham 20 1.170.000 560.000 610.000 2 Mata 14 971.4283 553.571 417.857 3 Lainnya 3 999.999 566.666 433.333 Rata-rata 1.047.142 560.079 487.063 Selain responden yang berasal dari Suku Baham terdapat pula responden yang berasal dari Suku Mata, responden dari Suku Mata memiliki rata-rata pendapatan nonkebun yaitu Rp 417.857 dan rata-rata pendapatan kebun sebesar

44 Rp 553.571 dengan rata-rata total pendapatan Rp 971.428. Dari 14 orang responden yang berasal dari Suku Mata terdapat 28,6% yang menggunakan hasil kebun hanya untuk dikonsumsi dan tidak untuk dijual, sedangkan 71,4% menggunakan hasil kebun untuk dikonsumsi sendiri dan dijual. Pada suku lainnya hasil kebun dijual dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan rata-rata pendapatan dari nonkebun Rp 433.333 dan pendapatan rata-rata dari kebun Rp 566.666 dengan total pendapatan Rp 999.999. Perbedaan pendapatan dari hasil kebun berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, dikarenakan perbedaan luas kepemilikan kebun yang dimiliki petani dan hasil kebun yang dijual dalam skala kecil disebabkan petani menggunakan hasil kebun untuk memenuhi kebutuhan subsisten. 5.4.2 Kontribusi Kebun Agroforestri Terhadap Pendapatan Petani Kebun merupakan sistem agroforestri tradisional yang di dalamnya terdapat berbagai jenis tanaman. Pemilihan jenis tanaman oleh petani, pada umumnya memilih jenis-jenis tanaman yang mudah dirawat dan dapat menompang rumah tangga petani. Tabel 28 memperlihatkan bahwa kebun memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani. Kontribusi kebun terhadap pendapatan total petani dari ketiga suku yaitu sebesar 47,9% untuk Suku Baham, 56,9% untuk Suku Mata, dan 56,7% untuk suku lainnya dengan rata-rata kontribusi pendapatan kebun terhadap pendapatan total adalah 53,5%. Tabel 28 Kontribusi kebun terhadap pendapatan total petani Suku N Total (Rp/Bln) Pendapataan Kebun (Rp/Bln) Kontribusi Kebun Terhadap Pendapatan Total (%) 1 Baham 20 1.170.000 560.000 47,9 2 Mata 14 9.714.283 553.571 56,9 3 Lainya 3 999.999 566.666 56,7 Rata-rata 1.047.142 560.079 53,5 Tabel 28 memperlihatkan bahwa hasil kebun memberikan kontribusi bagi pendapatan petani. Berdasarkan data yang diperoleh dari ketiga suku dapat dikatakan bahwa hasil dari kebun berpengaruh terhadap pendapatan petani baik secara langsung dengan menjual hasil kebun atau dikonsumsi sebagai pemenuhan kebutuhan subsisten.

45 5.4.3. Pengeluaran Petani Dari hasil wawancara pengeluaran rata-rata pada responden dari ketiga suku yaitu Suku Baham, Suku Mata, dan suku lainnya berturut-turut Rp 248.750, Rp 228.571, dan Rp 166.666. Pengeluaran terbesar dikeluarkan oleh Suku Baham dan terkecil oleh suku lainnya. Pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani dari ketiga suku untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apabila kebutuhan tersebut tidak terdapat pada kebun mereka, seperti untuk membeli garam, gula, teh, dan beberapa kebutuhan lainnya. Selama kebun dapat menyediakan kebutuhan, maka petani akan menggunakan hasil kebun tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari oleh karena itu pengeluaran petani tidak terlalu besar dari pendapatan yang diperoleh. Rata-rata pengeluaran petani dapat di lihat pada Tabel 29. Tabel 29 Rata-rata pengeluaran responden berdasarkan suku Nama Suku N Pengeluaran (Rp/bulan) 1 Baham 20 248.750 2 Mata 14 228.571 3 Lainnya 3 166.666 Rata-rata 214.662 5.5. Presepsi Umum Responden Terhadap Kebun Agroforestri Tradisional Kebun yang dimiliki oleh responden berasal dari hutan alam yang kemudian dibuka dan dijadikan kebun. Hutan alam yang dibuka dibagi berdasarkan marga yang dimiliki oleh responden. Terdapat 12 marga dari tiga suku pada responden yang berhasil diwawancarai. Kebun yang dimiliki responden pada umumnya merupakan harta warisan. Harta warisan yang diturunkan dari pendahulu secara turun temurun dan harus dijaga serta dipertahankan. Setiap responden memiliki 1 atau 2 kebun bahkan ada responden yang memiliki 3 kebun. Tabel 30 Distribusi responden berdasarkan jumlah kebun Persil (Jumlah) Suku Baham Suku Mata Suku lainnya Total N (%) N (%) N (%) N (%) 1 1 17 85 7 50 3 100 27 73 2 2 3 15 6 42,9 - - 9 24,3 3 3 - - 1 7,1 - - 1 2,7 Jumlah 20 100 14 100,0 3 100 37 100,0

46 Tabel 30 dapat dilihat bahwa responden paling banyak memiliki 1 kebun yaitu sebesar 73%. Adanya kebun dapat memberikan jaminan bagi kelangsungan hidup petani sehari-hari dan memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan pangan dan material mereka sepanjang tahun yang dapat dikonsumsi sendiri atau dijual dan menjadi tambahan sebagai pendapatan petani. Rata-rata responden memiliki kebun hanya untuk memenuhi kebutuhan subsisten atau kebutuhan hidupnya semata, sedangkan untuk nilai ekonomi belum terlalu diperhatikan. Kebun sebagai sistem agroforestri tradisional memiliki peranan yang penting dalam memenuhi kebutuhan subsisten, selain itu kebun juga dapat memberikan manfaat lain seperti manfaat ekonomi dan sosial. Manfaat-manfaat kebun sebagai agroforestri tradisional yang dikemukakan oleh responden. 1. Manfaat Ekonomi Sekitar 60% dari Suku Bahan dan 71,4% dari Suku Mata, serta 100% suku lainya memiliki pendapatan lebih dari hasil penjualan kebun. Hasil penjualan kebun memberikan nilai tambah bagi pendapatan petani, sehingga dapat menunjang perekonomian rumah tangga petani. Penjualan dari hasil kebun beragam yang diperoleh dari berbagai jenis tanaman yang ada di kebun dengan periode panen beragam. 2. Manfaat Sosial Merupakan perwujudan kerjasama antara petani, hal ini dapat dilihat dari cara gotong royong yang dilakukan pada saat melakukan awal pembukaan lahan. Selain itu dalam hal memperoleh bibit dan saling memberikan hasil panen antara tetangga petani. Keanekaragaman jenis tanaman pada kebun dengan sistem agroforestri tradisional mampu memberikan peluang yang lebih besar untuk mewujudkan fungsi sosial tersebut, dibandingkan dengan hasil dari lahan monokultur yang keanekaragaman jenis tanamannya terbatas dan biasanya hasil yang diperoleh lebih ditujukan untuk kepentingan ekonomi.