BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Bahan makanan merupakan medium pertumbuhan yang baik bagi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiap tingkatan kehidupan atau untuk tiap bangsa dan negara (Salim, 1986).

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB V PEMBAHASAN. olahan Teh Poci dilakukan pengulangan pengujian sebanyak 4 kali, dengan

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI VIROLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebanyak 15% di dalam atmosfer (Gabriel, 2001). Air merupakan senyawa kimia yang terdiri dan atom H dan O.

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

UJI COLIFORM FECAL PADA IKAN LELE (Clarias batracus) DAN IKAN KAKAP. (Lates calcarifer) DI WARUNG TENDA SEA FOOD SEKITAR KAMPUS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan bahan esensial bagi kehidupan organisme. Oleh karena itu, air

BAB I PENDAHULUAN. terdapat sampai pada dasar laut yang paling dalam. Di dalam air, seperti air

UJI BAKTERIOLOGI AIR ES BATU BALOK DI DAERAH PABELAN. SUKOHARJO DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling penting. Air

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air adalah syarat utama bagi terjaminnya kesehatan (Dwidjoseputro, 1978). kuantitas maupun kualitasnya (Entjang, 2000).

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (zat padat, air, atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan lingkungan, baik pada skala global, regional, maupun lokal,

BAB V PEMBAHASAN. A. Kualitas Mikrobiologi Air Tanah di Lokasi Peternakan Babi. 1. Kualitas air tanah secara keseluruhan

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari provinsi Gorontalo yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi. Disusun Oleh:

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dan juga hewan berdarah panas. Kelompok bakteri Coliform diantaranya

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65-75% dari berat

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi adalah hewan ternak yang merupakan famili Bovidae dari subfamili

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan. Makanan tradisional seperti yang kita kenal,yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke

ABSTRAK ISOLASI BAKTERI KOLIFORM PADA BEBERAPA JENIS SUSU KENTAL YANG BEREDAR DI KOTA AMBON

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Minuman olahan adalah minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku dan dapat

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS PASCASARJANA PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

Penyiapan Kultur Starter. Bioindustri Minggu 6 Oleh : Sri Kumalaningsih, dkk

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGIS AIR MINUM ISI ULANG DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Pangan Bahan makanan terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Bahan makanan merupakan medium pertumbuhan yang baik bagi berbagai macam mikroba. Mikroba dapat membusukkan protein, memfermentasikan karbohidrat, dan menjadikan lemak atau minyak berbau tengik. Keberadaan mikroba pada makanan ada yang tidak berbahaya bagi kehidupan manusia, beberapa mikroba mengakibatkan kerusakan pangan, menimbulkan penyakit, dan menghasilkan racun. Mikroba dapat juga menguntungkan, misalnya menghasilkan produk-produk makanan khusus (Waluyo, 2007). Semua pangan, semula merupakan jaringan hidup dan berasal dari bahan organik. Beberapa jenis pangan seperti daging dan ikan, dibunuh terlebih dahulu sebelum didistribusikan kepada konsumen. Pangan yang lain, seperti sayuran dan buah-buahan, dapat disimpan dan didistribusikan dalam keadaan segar. Karena sifat organiknya, pangan mudah mengalami peruraian atau kerusakan oleh mikroorganisme saprofit dan parasitik (Gaman dan Sherrington, 1994). Keberadaan mikroorganisme di dalam makanan dapat dinyatakan membahayakan pada beberapa kasus, tetapi dapat juga dikatakan menguntungkan pada keadaan yang lain. Mikroorganisme tertentu dibutuhkan dalam pembuatan makanan, seperti keju, acar, sauerkraut (acar kol), yogurt, dan sosis. Meskipun demikian, keberadaan mikroorganisme lain dapat menyebabkan keracunan makanan yang serius dan terkadang fatal dan juga dapat menyebabkan

pembusukan. Pada susu dan air, keberadaan dan jumlah bakteri coliform dan organisme enterik lainnya dalam makanan menunjukkan kontaminasi feses dan dapat menyatakan adanya bakteri patogen (Cappuccino dan Sherman, 2013). Kandungan mikroorganisme suatu spesimen pangan dapat memberikan keterangan yang mencerminkan mutu bahan mentahnya, keadaan sanitasi pada pengolahan pangan tersebut, serta keefektifan metode pengawetannya (Pelczar dan Chan, 1988). Beberapa alasan mengapa mikroba penting dalam bahan makanan, adalah (Waluyo, 2007): 1. Adanya mikroba, terutama jumlah dan macamnya dapat menentukan tingkat mutu bahan makanan. 2. Mikroba dapat mengakibatkan kerusakan pangan. 3. Beberapa mikroba digunakan untuk membuat produk-produk pangan khusus. 4. Mikroba dapat digunakan sebagai makanan atau makanan tambahan bagi manusia dan hewan. 5. Beberapa penyakit dapat berasal dari makanan. Berbagai penyakit atau infeksi yang berbeda-beda mungkin terjadi karena memakan makanan yang terkontaminasi dengan organisme patogen. Hal ini khususnya benar untuk infeksi usus seperti E.coli enterotoksigen, kolera, disentri dan tifus. Tetapi penyakit ini disebabkan oleh patogen spesifik yang tidak akan dijumpai pada orang yang sehat kecuali, barangkali, untuk pembawa sewaktuwaktu (Volk dan Wheeler, 1989). Mikroba dalam makanan mendatangkan kerugian, bila kehadirannya merubah nilai organoleptik yang tidak dikehendaki, menurunkan berat atau

volume, menurunkan nilai gizi, merubah bentuk dan susunan senyawa, serta menghasilkan toksin membahayakan. Karena itu, sejak bahan baku, selama proses, selama penyimpanan selalu diusahakan untuk tidak dikenai mikrobamikroba yang merugikan. Kerusakan yang paling umum terjadi pada bahan makanan adalah pembusukan (Waluyo, 2007). Kebanyakan bahan makanan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan banyak macam mikroorganisme. Pada keadaan fisik yang menguntungkan, terutama pada kisaran suhu 7º sampai 60ºC, organisme akan tumbuh dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam hal penampilan, rasa, bau, serta sifat-sifat lain pada bahan makanan (Pelczar dan Chan, 1988). Telah banyak diketahui tentang faktor-faktor yang menunjang terjadinya penyakit asal-makanan, sehingga cara-cara pengendaliannya sudah mantap. Faktor-faktor penunjang tersebut ialah (Pelczar dan Chan, 1988): 1. Makanan yang kurang matang memasaknya. 2. Penyimpanan makanan pada suhu yang tidak sesuai. 3. Makanan yang diperoleh dari sumber yang kurang bersih. 4. Alat-alat yang tercemar. 5. Kesehatan perorangan yang kurang baik. 6. Cara-cara pengawetan yang kurang sempurna. 2.2 Faktor-Faktor Pertumbuhan Mikroba 2.2.1 Temperatur Pertumbuhan mikroba secara langsung bergantung pada bagaimana suhu memengaruhi enzim-enzim seluler. Dengan suhu yang meningkat, aktifitas enzim meningkat hingga konfigurasi tiga dimensi molekul-molekul tersebut hilang

karena denaturasi proteinnya. Disisi lain, bila suhu diturunkan menuju titik beku, terjadi inaktivasi enzim dan metabolisme seluler berkurang secara bertahap. Pada 0ºC, reaksi-reaksi biokimia berhenti pada kebanyakan sel (Cappuccino dan Sherman, 2013). Bakteri sebagai kelompok organisme hidup, dapat tumbuh pada seluruh rentang suhu antara -5ºC hingga 80ºC.Meskipun demikian, setiap spesies membutuhkan rentang yang lebih sempit yang ditentukan oleh sensitivitas panas sistem-sistem enzimnya (Cappuccino dan Sherman, 2013). Seluruh bakteri dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok utama, bergantung pada kebutuhan suhunya (Cappuccino dan Sherman, 2013): 1. Psikrofil Spesies-spesies bakteri yang dapat tumbuh pada rentang suhu -5ºC sampai 20ºC.Karakteristik seluruh psikrofil yang berbeda yaitu bahwa bakteri-bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 0ºC dan 5ºC. 2. Mesofil Spesies-spesies bakteri yang dapat tumbuh pada rentang suhu 20ºC sampai 45ºC.Karakteristik seluruh bakteri mesofil yang berbeda yaitu bahwa kemampuan bakteri-bakteri tersebut untuk tumbuh pada suhu tubuh manusia (37ºC) dan ketidakmampuan bakteri-bakteri itu untuk tumbuh pada suhu diatas 45ºC. Bakteribakteri mesofil mencakup dua kelompok bakteri yang berbeda (Cappuccino, 2013): a. Bakteri-bakteri yang suhu pertumbuhan optimumnya berada dalam rentang 20ºC hingga 30ºC meliputi saprofit-saprofit tumbuhan.

b. Bakteri-bakteri yang suhu pertumbuhan optimumnya berada dalam rentang 35ºC hingga 40ºC yaitu organisme-organisme yang cenderung timbuh di dalam tubuh unang berdarah panas. 3. Termofil Spesies-spesies bakteri yang akan tumbuh pada suhu 35ºC dan lebih. Dua kelompok bakteri termofil yang ada (Cappuccino dan Sherman, 2013): a. Termofil fakultatif Organisme-organisme yang dapat tumbuh pada suhu 37ºC, dengan suhu pertumbuhan optimum 45ºC hingga 60ºC. b. Termofil obligat Organisme-organisme yang dapat tumbuh hanya pada suhu di atas 50ºC, dengan suhu pertumbuhan optimum di atas 60ºC. Bakteri-bakteri patogen pada manusia termasuk bakteri mesofil. Suhu optimumnya sama dengan suhu tubuh manusia (37ºC (tiga puluh derajat celcius)) (Entjang, 2001). Suhu dimana suatu makanan disimpan sangat besar pengaruhnya terhadap jenis jasad renik yang dapat tumbuh serta kecepatan pertumbuhannya.makanan yang disimpan di dalam lemari es masih mungkin ditumbuhi oleh bakteri yaitu yang tergolong psikrofil, sedangkan makanan yang disimpan dalam keadaan panas mungkin ditumbuhi oleh bakteri termofil (Fardiaz, 1992). Suhu tinggi lebih membahayakan kehidupan bakteri dibandingkan dengan suhu rendah. Bila bakteri dipanaskan pada suhu di atas suhu maksimumnya, akan segera mati. Semua bakteri, baik yang patogen maupun tidak, dalam bentuk vegetatifnya mati dalam waktu 30 menit pada suhu 60º-65ºC (Entjang, 2001).

2.2.2 ph Lingkungan Pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh ph lingkungan dan seluruh bakteri serta mikroorganisme lainnya memiliki kebutuhan ph yang berbeda.kebutuhan ph yang spesifik menunjukkan adaptasi organisme terhadap lingkungan alaminya.sebagai contoh, bakteri enterik mampu bertahan hidup dalam rentang ph yang luas, yang merupakan karakteristik habitat alaminya, yaitu sistem pencernaan. Disisi lain, parasit darah bakteri hanya dapat menolerir rantang ph yang sempit kira-kira 7,4 (Cappuccino dan Sherman, 2013). Rentang ph spesifik untuk bakteri adalah antara 4 dan 9, dengan ph yang optimum antara ph 6,5 hingga 7,5. Karena lingkungan yang netral atau mendekati netral umumnya menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme, ph media laboratorium sering diatur hingga kira-kira 7 (Cappuccino dan Sherman, 2013). Hampir semua mikroorganisme tumbuh baik jika ph pangan antara 6,6 dan 7,5 (netral). Bakteri, terutama patogen, toleransinya terhadap asam lebih kecil bila dibandingkan dengan jamur dan khamir. Tidak ada bakteri yang dapat tumbuh, jika ph di bawah 3,5. Daging dan pangan hasil laut lebih mudah mengalami kerusakan oleh bakteri, karena ph pangan tersebut mendekati 7,0. Tabel 2.1 Tabel ph Minimal Mikroorganisme Organisme ph minimal Salmonella typhi 4,5 Escherichia coli 4,4 Khamir 2,5 Jamur 1,5-2,0 (Gaman dan Sherrington, 1994).

Makanan yang mempunyai ph rendah (dibawah 4,5) biasanya tidak dapat ditumbuhi oleh bakteri, tetapi dapat rusak karena pertumbuhan khamir dan kapang. Oleh karena itu, makanan yang mempunyai ph rendah relatif lebih tahan selama penyimpanan dibandingkan dengan makanan yang mempunyai ph netral atau mendekati netral (Fardiaz, 1992). Penggolongan makanan berdasarkan ph-nya adalah sebagai berikut (Fardiaz, 1992): 1. Makanan berasam rendah, yaitu makanan yang mempunyai ph di atas 5,3 misalnya jagung, daging, ikan dan susu. 2. Makanan berasam sedang, yaitu makanan yang mempunyai ph 5,3 sampai diatas 4,5 misalnya bayam, asparagus, bit, dan waluh kuning. 3. Makanan asam, yaitu makanan yang mempunyai ph 4,5 sampai diatas 3,7 misalnya tomat, pear, dan nenas. 4. Makanan berasam tinggi, yaitu makanan yang mempunyai ph 3,7 atau kurang, misalnya buah-buahan yang tergolong asam (misalnya beries) dan acar-acaran (termasuk sayur asin dan sauerkraut). 2.2.3 Waktu Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, hampir semua bakteri memperbanyak diri dengan pembelahan biner sekali setiap 20 menit. Untuk beberapa bakteri, memiliki waktu generasi, yaitu selang waktu antara pembelahan, dapat mencapai 12 menit. Jika waktu generasinya 20 menit, pada kondisi yang cocok sebuah sel dapat menghasilkan beberapa juta sel selama 7 jam (Gaman dan Sherrington, 1994).

Waktu yang diperlukan oleh sel bakteri untuk membelah diri disebut waktu pembelahan (generation time atau doubling time), di mana waktu pembelahan ini antara bakteri yang satu dengan bakteri yang lainnya berbeda. Umumnya waktu pembelahan bakteri antara 1-3 jam, tetapi ada bakteri yang memiliki doubling time 24 jam atau lebih. Pada keadaan yang baik, waktu pembelahan tersebut dapat lebih pendek yaitu sekitar 20 menit, misalnya didapatkan pada bakteri E.coli (Tim Mikrobiologi FK Unibraw, 2003). 2.2.4 Makanan Semua mikroorganisme memerlukan nutrien yang akan menyediakan (Gaman dan Sherrington, 1994): a. Energi, biasanya diperoleh dari substansi mengandung karbon. b. Nitrogen untuk sintesis protein. c. Vitamin dan yang berkaitan dengan faktor pertumbuhan. d. Mineral. Jasad renik yang tumbuh pada makanan umumnya bersifat heterotrof yaitu yang menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi dan karbon, walaupun komponen organik lainnya yang mengandung karbon mungkin juga dapat digunakan (Fardiaz, 1992). Beberapa organisme heterotrof yang tidak dapat atau kehilangan kemampuan untuk mensintesis berbagai komponen nitrogen organik, membutuhkan komponen tersebut untuk pertumbuhannya. Sebaliknya, jasad renik lain seperti Echerichia coli dan Enteribacter aerogenes, khamir, dan kapang dapat tumbuh dengan baik pada medium yang hanya mengandung glukosa sebagai sumber nutrien organik (Fardiaz, 1992).

2.2.5 Kelembaban Mikroorganisme, seperti halnya semua organisme memerlukan air untuk mempertahankan hidupnya. Banyaknya air dalam pangan, yang tersedia untuk digunakan, dapat didiskripsikan dengan istilah aktivitas air (Aw). Air murni memiliki Aw = 1,0. Aktivitas air untuk hampir semua pangan segar adalah 0,99, tetapi dapat diturunkan dengan substansi terlarut seperti gula dan garam. Bakteri biasanya memerlukan air lebih banyak daripada khamir dan jamur (Gaman dan Sherrington, 1994). 2.2.6 Oksigen Tersedianya oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri diklasifikasikan menjadi empat kelompok menurut keperluan oksigennya (Gaman dan Sherrington, 1994). a. Aerob obligat hanya dapat tumbuh jika terdapat persediaan oksigen yang banyak. b. Aerob fakultatif, tumbuh dengan baik jika oksigen cukup, tetapi juga dapat tumbuh secara anaerob. c. Anaerob obligat hanya dapat tumbuh jika tidak ada oksigen. d. Anaerob fakultatif, tumbuh sangat baik jika tidak ada oksigen. Tetapi mereka juga dapat tumbuh secara aerob. 2.3 Bakteri Coliform Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya bakteri coliform fecal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fecal

menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi Coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain (Dwidjoseputro, 1994). Coliform adalah kelompok bakteri gram negatif berbentuk batang yang pada umumnya menghasilkan gas jika ditumbuhkan dalam medium laktosa. Salah satu anggota kelompok coliform adalah E. coli dan karena E. coli adalah bakteri coliform yang ada pada kotoran manusia maka E. coli sering disebut sebagai coliform fecal (Suriawaria, 1985). Contoh bakteri coliform adalah, Esherichiacoli dan Entereobacter aerogenes. Kelompok Coliform mencakup bakteri yang bersifat aerobik dan anaeorobik fakultatif, berbentuk batang, gram negatif dan tidak membentuk spora. Coliform memfermentasikan laktosa dengan pembentukkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 37 C (Fardiaz, 1992). Khusus untuk bakteri coli keberadaannya di dalam benda yang berhubungan dengan kepentingan manusia, sangat tidak diharapkan. Keberadaan kelompok bakteri ini pada suatu benda menandakan bahwa benda tersebut telah tercemar oleh materi fekal, yaitu materi yang berada bersama tinja. Ini disebabkan oleh asal dari kelompok bakteri ini adalah di dalam tinja manusia dan hewan berdarah panas lainnya. Bakteri ini sangat dihindari keberadaannya didalam suatu benda yang berhubungan dengan kepentingan manusia. Walaupun asalnya bakteri ini berasal dari tinja manusia (Suriawaria, 1985). Golongan Bakteri Coli merupakan indikator alami baik di dalam air yang tampak jernih maupun air kotor, yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, pada temperatur 37ºC dapat memfermentasikan laktosa dengan membentuk asam dan dalam 48 jam dapat membentuk gas (Nugroho, 2004). Bakteri Coli terdiri dari 3 kelompok, yaitu: a) Kelompok Escherichia, misalnya Escherichia coli, Escherichia freundii dan Escherichia intermedia. b) Kelompok Aerobacter, misalnya Aerobacter aerogenes, A. cloacae. c) Kelompok Klebsiela, misalnya Klebsiela pneumonia (Nugroho, 2004). Dari ketiga kelompok tersebut, kelompok Escherichia khususnya Escherichia coli merupakan bakteri yang paling tidak dikehendaki kehadirannya di dalam air maupun makanan. Aerobacter dan Klebsiela yang biasa disebut golongan perantara, mempunyai sifat seperti coli fecal, tetapi tidak dapat hidup pada suhu diatas 37ºC dan lebih sering dijumpai di dalam tanah dan air daripada di dalam saluran pencernaan makanan manusia (Nugroho, 2004). 2.4 Escherichia Coli Salah satu anggota kelompok coliform adalah E.coli. Karena E.coli adalah bakteri coliform yang ada pada kotoran manusia, maka E.coli sering disebut sebagai coliform fekal. Pengujian coliform jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan uji E.coli karena hanya memerlukan uji penduga yang merupakan tahap pertama uji E.coli (Dwidjoseputro, 1994). Escherichia mula-mula ditemukan oleh Escherich pada 1885 dari feses seorang bayi. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa Escherichia juga banyak ditemukan pada saluran pencernaan makanan manusia dewasa dan hewan-hewan berdarah panas. Bakteri ini dapat hidup pada suhu 42ºC dari sekitar 100-150 gram

feses yang setiap hari dikeluarkan oleh seorang manusia, ternyata di dalamnya mengandung sekitar 3 10 11 (300 milyar) sel Bakteri Coli. Oleh karena itu, kelompok Escherichia lebih dikenal dengan sebutan Kelompok Bakteri Coli Fecal (Fecal Coliform Bacterial/ FCB)(Nugroho, 2004). Bakteri Escherichia coli berbentuk batang dengan panjang 1-3 µm dan lebar 0,4-0,7 µm. Bersifat gram negatif, tidak berkapsula dan dapat bergerak aktif. Escherichia coli umumnya diketahui terdapat secara normal dalam alat pencernaan manusia dan hewan (Nurwantoro dan Djarijah, 1997). Walaupun E.coli adalah bagian flora normal bagian usus, E.coli bertahuntahun dicurigai sebagai penyebab diare sedang sampai gawat yang kadang-kadang timbul pada manusia dan hewan. Walaupun hal ini sukar dibuktikan, kini telah ditetapkan bahwa berbagai galur E.coli mungkin menyebabkan diare dengan salah satu dari dua mekanisme: (1) dengan produksi enterotoksin yang secara tidak langsung menyebabkan kehilangan cairan; dan (2) dengan invasi yang sebenarnya laposan epitelium dinding usus, yang menyebabkan peradangan dan kehilangan cairan (Volk dan Wheeler, 1989). Pencemaran materi fekal sangat tidak diharapkan. Pada suatu kadar tertentu, bakteri E. coli terbukti dapat menyebabkan berbagai infeksi, antara lain diare, infeksi pada saluran kencing dan meningitis. E. coli tidak menimbulkan penyakit kecuali dalam jumlah yang sangat banyak (Nugroho, 2004). E. coli menyebabkan diare akut dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu (Nugroho, 2004):

1. E. coli enteropatogenik E. coli enteropatogenik menyebabkan gastroenteristis pada bayi baru lahir hingga umur 2 tahun sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan pada bayi, khususnya di negara-negara berkembang.e. coli ini menyebabkan lesu melalui pengikisan permukaan usus. 2. E. coli enteroinfasif Serotip-serotip E.coli tertentu selain enteropatogenik, ditemukan sebagai penyebab diare akut pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa. E.coli ini menyerang sel-sel epitel usus besar dan menyebabkan sindrom klinis yang mirip dengan sindrom yang diakibatkan oleh Shigella, yaitu demam, diare, muntah dan kram. Galur ini dikenal sebagai enteroinvasif, virulensi terhadap epitel usus dan penularan didukung dengan sanitasi yang buruk. 3. E. coli enterotoksigenik E. coli enterotoksigenik merupakan penyebab utama travellers diarrhed (diare pelancong) yang menyerang bayi-bayi di negara yang berkembang. Galurgalur enterotoksigenik menghasilkan satu atau dua macam enterotoksin yang berbeda. Beberapa galur menghasilkan toksin yang tahan panas (TP), sedangkan yang lain merupakan toksin yang tidak tahan panas (TTP). Kedua macam toksin ini menyebabkan diare pada orang dewasa dan anak-anak. 4. E. coli enterohemorganik E. coli enterohemorganik sering dijumpai pada makanan yang tercemar feses sapi. E.coli jenis ini menghasilkan toksin hemoragik dan dapat berkembang menjadi uremik hemofilik dan gagal ginjal akut.

Escherichia coli yang menyebabkan penyakit pada manusia disebut Entero Pathogenic Escherichia coli (EPEC). Ada 2 (dua) golongan Escherichia coli penyebab penyakit pada manusia. Golongan pertama disebut Entero Toxigenic Escherichia Coli (ETEC) yang mampu menghasilkan enterotoksin dalam usus kecil dan menyebabkan penyakit seperti kolera. Waktu inkubasi penyakit ini 8-24 jam dengan gejala diare; muntah-muntah dan dehidrasi serupa dengan kolera. Golongan kedua disebut Entero InvansiveEscherichia coli (EIEC), dimana sel-sel Escherichia coli mampu menembus dinding usus dan menimbulkan colitis (radang usus besar) atau gejala seperti disentri. Waktu inkubasi 8-44 jam (rata-rata 26 jam) dengan gejala demam, sakit kepala, kejang perut, dan diare berdarah (Nurwantoro dan Djarijah, 1997). E.coli yang memproduksi enterotoksin, yang disebut E.coli enterotoksigen, memproduksi salah satu atau kedua toksin yang berbeda.satu adalah toksin yang mantap panas yang disebut ST dan yang lainnya adalah toksin yang labil panas yang disebut LT. Kedua toksin ini menyebabkan diare (Volk dan Wheeler, 1989). LT, yang rusak dengan pemanasan 65ºC selama 30 menit, telah dimurnikan, dan cara kerjanya identik dengan toksin kolera. LT merangsang aktivitas siklase adenil yang terikat membran. Hal ini mengakibatkan pengubahan ATP menjadi AMP siklik camp, seperti terlihat dibawah ini (Volk dan Wheeler, 1989): ATP siklase adenil camp + PPi Jumlah AMP yang sangat kecil akan merangsang eksresi Cl yang aktif dan menghambat penyerapan Na +, yang menciptakan ketidak seimbangan elektrolit

diseluruh lapisan lendir usus yang menyebabkan kehilangan sejumlah besar cairan dari usus halus (Volk dan Wheeler, 1989). E.coli yang menimbulkan diare dengan invasi langsung lapisan sel epitelium dinding usus belum dipelajari secara luas. Kelihatannya mungkin bahwa sekali invasi lapisan usus terjadi, penyakit diare mungkin terjadi karena pengaruh beracun lipopolisakarida dinding sel (endotoksin) (Volk dan Wheeler, 1989). Infeksi dengan E.coli patogen mungkin menyebabkan infeksi gawat dan sering fatal pada anak yang baru dilahirkan. Penyakit ini pada orang dewasa dikenal dengan banyak nama seperti diare wisatawan atau pembalasan Montezuma, mungkin bervariasi dari penyakit yang ringan dengan beberapa hari mencret sampai penyakit seperti kolera yang gawat dan fatal (Volk dan Wheeler, 1989). 2.5 Metode Most Probable Number (MPN) Pendekatan lain untuk numerasi bakteri hidup adalah dengan metode MPN. MPN didasarkan pada metode statistik (teori kemungkinan). Metode MPN ini umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri khususnya untuk mendeteksi adanya bakteri coliform yang merupakan kontaminan. Ciri-ciri utamanya yaitu bakteri gram negatif, batang pendek, tidak membentuk spora, memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas yang dideteksi dalam waktu 24 jam inkubasi pada 37º C (Suriawaria, 1985). Berbeda dengan metode hitungan cawan dimana digunakan medium padat, dalam metode MPN digunakan medium cair di dalam tabung reaksi, di mana perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu yang ditumbuhi oleh jasad renik setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.

Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan, atau terbentuknya gas. Untuk pengenceran pada umumnya digunakan tiga atau lima seri tabung. Lebih banyak tabung yang digunakan menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi (Fardiaz, 1992). Dalam metode MPN, pengenceran harus dilakukan lebih tinggi dari pada pengenceran dalam hitungan cawan sehingga beberapa tabung yang berisi medium cair yang diinokulasikan dengan larutan hasil pengenceran tersebut mengandung satu sel jasad renik, beberapa tabung mungkin mengandung lebih dari satu sel, sedangkan tabung lainnya tidak mengandung sel. Dengan demikian, setelah inkubasi diharapkan terjadi pertumbuhan pada beberapa tabung, yang dinyatakan sebagai tabung positif, sedangkan tabung lainnya negatif (Fardiaz, 1992). Metode MPN biasanya digunakan untuk menghitung jumlah jasad renik di dalam contoh yang berbentuk cair, meskipun dapat pula digunakan untuk contoh berbentuk padat dengan terlebih dahulu membuat suspensi 1:10 dari contoh tersebut.grup jasad renik yang dapat dihitung dengan metode MPN juga bervariasi tergantung dari medium yang digunakan untuk pertumbuhan (Fardiaz, 1992). Tiga uji dasar untuk mendeteksi bakteri coliform di dalam air adalah uji praduga, uji penegasan, dan uji lengkap. Ketiga uji ini dilakukan secara berurutan pada setiap sampel yang dianalisis. Uji-uji ini mendeteksi adanya bakteri coliform (indikator kontaminasi feses), yang merupakan basilus gram-negatif bukan pembentuk spora yang memfermentasi laktosa sehingga membentuk asam dan gas

yang dapat dideteksi setelah periode inkubasi 24 jam pada suhu 37ºC (Cappuccino dan Sherman, 2013). Output metode MPN adalah nilai MPN. Nilai MPN adalah perkiraan jumlah unit tumbuh (growth unit) atau unit pembentuk koloni (colony forming unit) dalam sampel. Namun pada umumnya, nilai MPN juga diartikan sebagai perkiraan jumlah individu bakteri. Satuan yang digunakan, umumnya per 100 ml atau per gram. Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95 persen sehingga pada setiap nilai MPN, terdapat jangkauan nilai MPN terendah dan nilai MPN tertinggi (Dwidjoseputro, 1994). 2.5.1 Uji Praduga (Presumtive Test) Uji praduga merupakan uji spesifik untuk mendeteksi bakteri coliform. Aliquot terukur dari air yang akan diuji ditambahkan ke dalam kaldu fermentasi laktosa yang di dalamnya diberi sebuah tabung gas terbalik. Karena bakteri ini mampu menggunakan laktosa sebagai sumber karbon (organisme enterik yang lain tidak mampu), deteksi bakteri coliform dipermudahkan dengan penggunaan media ini (Cappuccino dan Sherman, 2013). Tabung uji medium hara yang mengandung laktosa diinokulasi bersama cuplikan yang jumlahnya telah diukur.tabung ini juga berisi tabung kecil yang terbalik untuk menangkap gas yang terjadi dan indikator asam basa untuk memperlihatkan apakah terbentuk asam. Karena E.coli dapat memfermentasi laktosa, adanya asam dan gas dalam tabung yang terinokulasi setelah 48 jam inkubasi pada suhu 35ºC adalah suatu bukti perkiraan untuk adanya E.coli dan dengan demikian, kontaminasi kotoran. Jika laktosa tidak difermentasi, diasumsi bahwa E.coli tidak ada dan bebas dari kontaminasi kotoran.akan tetapi,

fermentasi laktosa mungkin terjadi karena organisme nonenterik; oleh karena itu perlu mengidentifikasi E.coli secara pasti apakah ada dalam kaldu laktosa yang terfermentasi (Volk dan Wheeler, 1989). Tabung-tabung berisi media laktosa ini diinokulasikan dengan aliquot sampel sebanyak 10 ml, 1 ml, dan 0,1 ml. Seri pengujian terdiri atas minimal tiga kelompok; setiap kelompok terdiri atas lima tabung media spesifik. Tabungtabung pada setiap kelompok kemudian diinokulasikan dengan sejumlah volume sampel. Semakin banyak jumlah tabung dalam setiap kelompok, semakin tinggi tingkat sensitivitas pengujian. Gas yang terbentuk di dalam tabung durham merupakan petunjuk terhadap dugaan adanya bakteri coliform di dalam sampel. Uji praduga juga dapat dipergunakan oleh para ahli mikrobiologi untuk memperkirakan jumlah bakteri coliform di dalam sampel analisis dengan menggunakan uji nilai praduga terdekat (most probable number, MPN).MPN ditentukan dengan menghitung jumlah tabung dalam setiap kelompok yang menunjukkan adanya gas setelah periode inkubasi (Cappuccino dan Sherman, 2013). 2.5.2 Uji Penegasan (Confirmed Test) Hasil uji duga positif atau meragukan secara langsung menyatakan bahwa sampel yang diuji tidak layak dikonsumsi.penegasan hasil uji ini diperlukan karena hasil uji duga positif mungkin saja dihasilkan oleh organisme bukan coliform, yang bukan merupakan indikator polusi feses (Cappuccino dan Sherman, 2013). Hal ini dilakukan dengan memindahkan medium sebanyak satu lingkaran dari tabung dalam uji perkiraan/uji praduga yang menunjukkan gas (Volk dan Wheeler, 1989).

2.5.3 Uji Lengkap (Completed Test) Medium pepton yang kaya akan asam amino triptofan diinokulasi dan dibiarkan tumbuh selama 24 jam. E.coli membuat enzim triptofanase, yang membentuk indol asam piruvat dan amoniak dari triptofan. Karena E.aerogenes tidak dapat mengkatabolisme triptofan, hanya diperlukan menguji adanya indol untuk membedakan kedua organisme (Cappuccino dan Sherman, 2013). CH 2 CH COOH + CH 2 CO COOH + NH 3 N NH 2 N Triptofan Indol Asam piruvat Amoniak (Cappuccino dan Sherman, 2013). Uji Indol bertujuan untuk menentukan kemampuan bakteri dalam memecah asam amino triptofan. Media ini biasanya digunakan dalam indetifikasi yang cepat. Hasil uji indol yang diperoleh positif karena terbentuk lapisan (cincin) berwarna merah muda pada permukaan biakan, artinya bakteri ini membentuk indol dari tryptopan sebagai sumber karbon, yang dapat diketahui dengan menambahkan larutan kovacs. Asam amino triptofan merupakan komponen asam amino yang lazim terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dengan mudah dapat digunakan oleh mikroorganisme akibat penguraian protein (Volk dan Wheeler, 1989). Komposisi dari larutan kovacs adalah sebagai berikut (Anonim, 2010): p-dimethylaminobenzaldehyde Amyl alcohol HCl (concentrate) 5 g 75 ml 25 ml