HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

III. METODE PENELITIAN

APLIKASI ADSORBEN DALAM PROSES PEMURNIAN BIODIESEL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MENGGUNAKAN METODE KOLOM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Pembahasan Degumming

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisiko kimia tanah pemucat bekas. 1. Kadar Air (SNI )

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab III Metodologi Penelitian

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

Desikator Neraca analitik 4 desimal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al.

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab III Pelaksanaan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

Bab IV Hasil dan Pembahasan

APLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 %

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

PENGARUH STIR WASHING

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

Sunardi 1, Kholifatu Rosyidah 1 dan Toto Betty Octaviana 1

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

STUDI PENGARUH UKURAN PORI-PORI FILTER TERHADAP KUALITAS BIODIESEL JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) YANG DIMURNIKAN MENGGUNAKAN ADSORBEN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

Pengaruh Ukuran Arang Aktif Ampas Tebu sebagai Biomaterial Pretreatment terhadap Karakteristik Biodiesel Minyak Jelantah

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa aluminium silikat dan magnesium silikat terbaik yang dapat digunakan dalam proses pemurnian biodiesel kasar. Adsorben terpilih yang digunakan adalah hidrat alumunium silikat dan hidrat magnesium silikat yang diaktivasi menggunakan asam mineral (HCl) 16 %. Setelah diaktivasi, adsorben dicampurkan ke dalam biodiesel sebanyak 1.8 % dari total bobot biodiesel. Adsorben yang dicampurkan terdiri dari berbagai perbandingan komposisi antara alumunium silikat dan magnesium silikat, yaitu alumunium silikat (B) 1%, magnesium silikat (T) 1%, dan perbandingan antara keduanya (B:T) yaitu 1:1, 1:2, 1:3, 2:3, 2:1, 3:1, dan 3:2. Perbandingan massa terbaik dilihat dari kemampuannya menghilangkan zatzat pengotor dalam biodiesel kasar, seperti asam lemak bebas, sisa katalis dan sabun, air, sedimen, serta gliserol, baik gliserol bebas maupun terikat. Zat-zat pengotor ini harus dihilangkan atau dikurangi jumlahnya sampai batas yang diperbolehkan dari biodiesel karena dapat mengganggu proses pembakaran maupun kinerja mesin, seperti keausan pada dinding silinder, kerusakan nozzle, penambahan deposit dalam ruang bakar, dan penyumbatan saringan pada mesin (Haryanto, 27). Selama ini, biodiesel yang dihasilkan dimurnikan menggunakan air hangat atau istilah lainnya, dicuci. Beberapa peneliti menyatakan bahwa metode wet washing ini memiliki banyak kekurangan, di antaranya meningkatkan kadar sabun dalam biodiesel, mempertinggi biaya penanganan limbah hasil cuci biodiesel dan biaya pengeringan biodiesel (Bryan, 25). Oleh karena itu, pemurnian menggunakan adsorben dianggap sebagai suatu terobosan yang sangat menjanjikan. Dengan menggunakan adsorben, maka biaya penanganan limbah pencuci dan pengeringan biodiesel dapat dihilangkan. Limbah sisa adsorben yang berupa filter cake dapat didaur ulang dan digunakan lagi dalam proses pemurnian berikutnya.

Analisis yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik biodiesel adalah nilai bilangan asam, kadar sabun, nilai gliserol (total, bebas, dan terikat), dan kadar air dan sedimen. Khusus kadar air dan sedimen, analisis ini dilakukan setelah analisis karakter biodiesel murni lainnya dilakukan, sehingga hanya biodiesel murni yang paling bagus yang dianalisis kadar airnya. Nilai hasil analisis ini nantinya akan dibandingkan dengan nilai analisis biodiesel cuci air dan biodiesel yang dimurnikan menggunakan adsorben komersial (biosponge). Hasil analisis biodiesel yang dimurnikan menggunakan berbagai macam perbandingan massa aluminium silikat dan magnesium silikat adalah sebagai berikut: 1. Bilangan Asam Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak. Bilangan ini digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak (Ketaren, 25). Nilai bilangan asam dari biodiesel dapat dilihat pada Gambar 19. Nilai standar bilangan asam untuk biodiesel murni menurut SNI 4-7182- 26 adalah.8 mg KOH/g biodiesel. Dapat dilihat pada gambar bahwa semua biodiesel memiliki nilai bilangan asam di bawah standar SNI, yaitu berkisar antara.14.57 mg KOH / g biodiesel. Biodiesel kasar justru memiliki nilai bilangan asam terendah yaitu.844 mg KOH/ g biodiesel. Hal ini disebabkan oleh masih tingginya kadar asam adsorben yang digunakan, yang akhirnya mempengaruhi nilai asam biodiesel yang dimurnikan. Dalam aplikasinya, adsorben yang diaktivasi menggunakan asam harus dicuci menggunakan akuades sampai nilai phnya mendekati netral, dengan begitu dalam pemurnian biodiesel nantinya, nilai bilangan asam biodiesel yang dihasilkan tidak lebih tinggi dibandingkan nilai asam biodiesel kasar. Dari gambar dapat dilihat juga bahwa biodiesel yang dimurnikan menggunakan biosponge, yang merupakan adsorben komersial, memiliki nilai lebih kecil dari biodiesel cuci air, yaitu.2155 mg KOH/g biodiesel. Biodiesel cuci air sendiri memiliki nilai bilangan asam sebesar.2341 mg KOH/g biodiesel. 3

.9 Bilangan Asam (mg KOH / g biodiesel).8.7.6.5.4.3.2.1 Standar SNI BK BCA B1% T1% B1T1 B1T2 B1T3 B2T3 B2T1 B3T1 B3T2 Biosponge Perbandingan Massa Adsorben Keterangan: BK = Biodiesel kasar BCA = Biodiesel cuci air B1% = Biodiesel aluminium silikat 1 % T1% = Biodiesel magnesium silikat 1% B1T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:1) B1T2 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:2) B1T3 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:3) B2T3 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (2:3) B2T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (2:1) B3T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (3:1) B3T2 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (3:2) Gambar 19. Nilai Bilangan Asam Biodiesel Hasil Pemurnian Menggunakan Berbagai Perbandingan Massa Aluminium Silikat dan Magnesium Silikat Nilai bilangan asam biodiesel hasil pemurnian yang terkecil adalah bilangan asam biodiesel yang dimurnikan menggunakan magnesium silikat 1 % yaitu sebesar.1467 mg KOH / g biodiesel; lebih kecil dibandingkan nilai bilangan asam biodiesel cuci air dan biodiesel pemurnian biosponge. Magnesium silikat terbukti efektif dan mampu menyerap zat-zat organik seperti asam lemak jauh lebih baik dibandingkan aluminium silikat (Herdiani, 29). Kemampuan magnesium silikat dalam menyerap bahan organik berpengaruh dalam kinerjanya memurnikan biodiesel dengan kombinasi aluminium silikat. Semakin besar jumlah magnesium silikat yang digunakan, semakin kecil nilai bilangan asam; sebaliknya semakin kecil jumlah magnesium silikat yang digunakan, maka nilai bilangan asam semakin besar. 31

Analisis keragaman menggunakan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) menunjukkan bahwa perbandingan massa aluminium silikat dan magnesium silikat berpengaruh nyata terhadap bilangan asam biodiesel yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan yang dilakukan menunjukkan hampir semua biodiesel yang dimurnikan menggunakan berbagai jenis perbandingan massa aluminium silikat dan magnesium silikat memiliki nilai bilangan asam yang berbeda nyata dengan biodiesel lain, kecuali biodiesel yang dimurnikan menggunakan aluminium silikat 1 % dan biodiesel yang dimurnikan menggunakan campuran aluminium silikat dan magnesium silikat (1:1) yang nilai bilangan asam keduanya tidak berbeda nyata. Begitu juga dengan biodiesel yang dimurnikan menggunakan campuran kedua adsorben dengan perbandingan 2:1 dan 3:1 juga memiliki nilai bilangan asam yang tidak berbeda nyata. 2. Kadar Sabun Apabila proses transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel tidak sempurna, maka pada pemisahan antara gliserin dengan biodiesel kasar, akan ada satu lapisan lagi berupa sabun (dalam bentuk potasium oleat). Sabun ini terbentuk sebagai reaksi antara katalis yang digunakan yaitu KOH dengan asam lemak dan air. Kadar sabun tidak dinyatakan standarnya dalam SNI 4-7182-26, tetapi sabun-sabun ini tetap harus dihilangkan karena sabun dapat menyumbat injektor bahan bakar dan menambah deposit pada sistem pembakarasn kendaraan bermotor (Herdiani, 29). Nilai kadar sabun dapat dilihat pada Gambar 2. Kadar sabun dinyatakan dalam ppm atau parts per million (bagian per juta). Dari gambar dapat dilihat bahwa biodiesel kasar memiliki nilai kadar sabun terbesar yaitu 3195 ppm. Nilai kadar sabun biodiesel yang dimurnikan menggunakan berbagai perbandingan massa aluminium silikat dan magnesium silikat mengalami penurunan yang signifikan. Berdasarkan uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) berbagai perbandingan massa kedua adsorben berpengaruh nyata terhadap kadar sabun biodiesel yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan yang dilakukan menunjukkan bahwa biodiesel yang memiliki nilai terkecil yang tidak berbeda nyata dengan biodiesel cuci air maupun biodiesel yang dimurnikan menggunakan adsorben 32

komersial adalah biodiesel yang dimurnikan menggunakan aluminium silikat 1 %. 35. 3. Kadar Sabun (ppm) 25. 2. 15. 1. 5.. BK BCA B1% T1% B1T1 B1T2 B1T3 B2T3 B2T1 B3T1 B3T2 Biosponge Perbandingan Massa Adsorben Keterangan: BK = Biodiesel kasar BCA = Biodiesel cuci air B1% = Biodiesel aluminium silikat 1 % T1% = Biodiesel magnesium silikat 1% B1T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:1) B1T2 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:2) B1T3 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:3) B2T3 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (2:3) B2T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (2:1) B3T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (3:1) B3T2 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (3:2) Gambar 2. Kadar Sabun Biodiesel Hasil Pemurnian Menggunakan Berbagai Perbandingan Massa Aluminium Silikat dan Magnesium Silikat Nilai kadar sabun terkecil dicapai oleh biodiesel cuci air yaitu sebesar 17.79 ppm. Nilai kadar sabun dari biodiesel biosponge juga termasuk kecil, yaitu 22.23 ppm. Gambar ini menunjukkan bahwa pemakaian adsorben dapat menurunkan kadar sabun dari biodiesel kasar secara signifikan, meski nilainya masih lebih besar bila dibandingkan dengan biodiesel cuci air. Dari semua adsorben itu, nilai kadar sabun terkecil dicapai oleh biodiesel yang dimurnikan menggunakan alumunium silikat 1%, dengan nilai sebesar 53.37 ppm. 33

3. Kadar Gliserol Kadar gliserol merupakan salah satu parameter penentu mutu biodiesel hasil pemurnian. Dalam proses pembuatannya, biodiesel kasar yang dihasilkan dipisahkan dari fase gliserolnya menggunakan labu pemisah (gravitasi). Keberadaan gliserol dalam biodiesel murni mengindikasikan kurang sempurnanya proses pemisahan antara kedua fase tersebut dan kurang efisiennya proses pemurnian biodiesel. Nilai kadar gliserol terdiri atas kadar gliserol total, bebas dan terikat. Keberadaan gliserol yang cukup tinggi dapat membahayakan mesin diesel dikarenakan adanya gugus OH yang agresif terhadap logam non besi dan campuran krom (Widyanagari, 28)..35.3 Kadar Gliserol Total (%).25.2.15.1.5 Standar SNI BK BCA B1% T1% B1T1 B1T2 B1T3 B2T3 B2T1 B3T1 B3T2 Biosponge Perbandingan Massa Adsorben Keterangan: BK = Biodiesel kasar BCA = Biodiesel cuci air B1% = Biodiesel aluminium silikat 1 % T1% = Biodiesel magnesium silikat 1% B1T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:1) B1T2 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:2) B1T3 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:3) B2T3 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (2:3) B2T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (2:1) B3T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (3:1) B3T2 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (3:2) Gambar 21. Kadar Gliserol Total Biodiesel Hasil Pemurnian Menggunakan Berbagai Perbandingan Massa Aluminium Silikat dan Magnesium Silikat 34

Gliserol total menunjukkan jumlah semua gliserol baik bebas maupun terikat yang ada dalam suatu sampel biodiesel. Hasil analisis gliserol total terhadap biodiesel yang dimurnikan menggunakan berbagai perbandingan massa aluminium silikat dan magnesium silikat dapat dilihat pada Gambar 21. Kadar gliserol total yang diperbolehkan dalam biodiesel yang sesuai dengan SNI 4-7182-26 adalah sebesar.24 %-berat. Kandungan gliserol total biodiesel kasar adalah sebesar.2974 % dan setelah dilakukan pemurnian, terjadi penurunan nilai sebesar.1.7 %. Dari gambar dapat dilihat bahwa hampir semua biodiesel yang dimurnikan menggunakan berbagai perbandingan massa adsorben memiliki nilai kadar gliserol total lebih tinggi dibandingkan nilai standar, kecuali biodiesel yang dimurnikan menggunakan perbandingan massa B:T (2:1), yaitu sebesar.2318 %- berat. Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa biodiesel B:T (2:1) memiliki nilai kadar gliserol total yang tidak berbeda nyata dengan biodiesel yang dimurnikan menggunakan adsorben komersial dan berbeda nyata dengan biodiesel lainnya yang dimurnikan menggunakan berbagai jenis perbandingan massa kedua adsorben. Gliserol bebas merupakan hasil samping proses transesterifikasi yang berjalan sempurna, sehingga sudah tidak berikatan lagi dengan asam-asam lemak membentuk mono, di, atau trigliserida. Bahan bakar dengan kelebihan gliserol bebas biasanya memiliki masalah dengan pengendapan gliserol pada saat penyimpanan, menciptakan campuran yang sangat kental yang dapat menyumbat filter bahan bakar dan menyebabkan masalah pembakaran dalam mesin (Knothe, et al., 24). Hasil analisis gliserol bebas terhadap biodiesel yang dimurnikan menggunakan berbagai perbandingan massa aluminium silikat dan magnesium silikat dapat dilihat pada Gambar 22. Nilai standar untuk kadar gliserol bebas menurut SNI adalah sebesar.2 %-berat. Dari gambar dapat dilihat bahwa semua biodiesel murni memiliki nilai kadar gliserol bebas di bawah standar SNI, yaitu berada pada kisaran.5.1 %. Biodiesel cuci air memiliki nilai kadar gliserol bebas terkecil, yaitu.14 %- berat. Biodiesel lain yang memiliki nilai gliserol bebas yang rendah dan 35

mendekati nilai gliserol bebas biodiesel cuci air adalah biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat 1 % atau B1%, yaitu sebesar.54 %-berat..4 Kadar Gliserol Bebas (%).35.3.25.2.15.1.5 Standar SNI BK BCA B1% T1% B1T1 B1T2 B1T3 B2T3 B2T1 B3T1 B3T2 Biosponge Perbandingan Massa Adsorben Keterangan: BK = Biodiesel kasar BCA = Biodiesel cuci air B1% = Biodiesel aluminium silikat 1 % T1% = Biodiesel magnesium silikat 1% B1T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:1) B1T2 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:2) B1T3 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:3) B2T3 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (2:3) B2T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (2:1) B3T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (3:1) B3T2 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (3:2) Gambar 22. Kadar Gliserol Bebas Biodiesel Hasil Pemurnian Menggunakan Berbagai Perbandingan Massa Aluminium Silikat dan Magnesium Silikat Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa semua nilai gliserol bebas biodiesel yang dimurnikan menggunakan berbagai perbandingan massa adsorben berbeda nyata dengan nilai gliserol bebas biodiesel kasar. Nilai gliserol bebas biodiesel B1% tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan nilai gliserol bebas biodiesel cuci air dan biodiesel hasil pemurnian dengan perbandingan massa aluminium silikat dan magnesium silikat (1:1) dan (1:2). Kadar gliserol bebas yang kecil pada biodiesel cuci air disebabkan oleh larutnya gliserol pada saat pencucian menggunakan air hangat dan pada saat pengeringan. 36

.3 Kadar Gliserol Terikat (%).25.2.15.1.5 Standar SNI BK BCA B1% T1% B1T1 B1T2 B1T3 B2T3 B2T1 B3T1 B3T2 Biosponge Perbandingan Massa Adsorben Keterangan: BK = Biodiesel kasar BCA = Biodiesel cuci air B1% = Biodiesel aluminium silikat 1 % T1% = Biodiesel magnesium silikat 1% B1T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:1) B1T2 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:2) B1T3 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (1:3) B2T3 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (2:3) B2T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (2:1) B3T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (3:1) B3T2 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (3:2) Gambar 23. Kadar Gliserol Terikat Biodiesel Hasil Pemurnian Menggunakan Berbagai Perbandingan Massa Aluminium Silikat dan Magnesium Silikat Gliserol terikat merupakan hasil samping proses transesterifikasi yang tidak sempurna dan masih berikatan dengan asam-asam lemak membentuk mono, di, atau trigliserida. Hasil analisis gliserol terikat terhadap biodiesel yang dimurnikan menggunakan berbagai perbandingan massa aluminium silikat dan magnesium silikat dapat dilihat pada Gambar 23. Nilai standar untuk kadar gliserol terikat memang tidak tercantum di SNI 4-7182-26, tetapi dapat disimpulkan dari batasan standar nilai gliserol total dan gliserol bebas bahwa nilai maksimum gliserol terikat yang diperbolehkan adalah sebesar.22 %-berat. Dari gambar dapat dilihat bahwa nilai gliserol terikat pada semua biodiesel mengalami penurunan terhadap biodiesel kasar yaitu sebesar.1..4 %; tetapi kesemuanya, termasuk nilai kadar gliserol terikat pada 37

biodiesel cuci air, masih berada di atas standar, kecuali untuk biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan massa B:T (2:1), yaitu sebesar.219 %-berat. Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa nilai kadar gliserol terikat pada biodiesel B:T (2:1) tidak berbeda nyata dengan nilai gliserol terikat biodiesel yanjg dimurnikan menggunakan adsorebn komersial (.223 %-berat). Hal ini menunjukkan bahwa adsorben dengan komposisi B:T (2:1) cukup efisien dalam menurunkan nilai kadar gliserol terikat dalam biodiesel. Kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat lebih efektif dalam menyerap gliserol terikat karena gliserol terikat memiliki gugus polar dan non polar. Aluminium silikat akan menyerap gugus polar, sedangkan magnesium silikat akan menyerap gugus non polar (Herdiani, 29). 4. Kadar Air Berdasarkan hasil-hasil analisis di atas, perbandingan massa adsorben terbaik adalah aluminium silikat 1 % dan kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat B:T (2:1). Aluminium silikat 1 % dapat menurunkan kadar sabun dan gliserol bebas lebih baik dibandingkan perbandingan massa adsorben lain; sedangkan kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat B:T (2:1) dapat menurunkan kadar gliserol terikat lebih baik dibandingkan perbandingan massa adsorben lainnya. Untuk memilih perbandingan massa adsorben terbaik, dilakukan analisis kadar air. Menurut Knothe et al. (24), keberadaan air dalam biodiesel merupakan suatu masalah, karena air dapat menyebabkan korosi pada bagian-bagian mesin dari sistem injeksi bahan bakar. Air juga dapat memicu pertumbuhan mikrobial dalam bahan bakar. SNI 4-7182-26 menyatakan bahwa kadar air maksimum yang diperbolehkan dalam biodiesel adalah sebesar.5 %. Hasil analisis kadar air biodiesel dapat dilihat pada Gambar 24. Perhitungan kadar air dilakukan hanya pada biodiesel cuci air, biodiesel pembanding (dimurnikan dengan biosponge) dan kedua jenis biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben terpilih. 38

Kadar Air dan Sedimen (ml / 1 ml biodiesel).9.8.7.6.5.4.3.2.1 Standar SNI BK BCA Biosponge B1% B2T1 Perbandingan Massa Adsorben Keterangan: BK = Biodiesel kasar BCA = Biodiesel cuci air B1% = Biodiesel aluminium silikat 1 % B2T1 = Biodiesel aluminium silikat dan magnesium silikat (2:1) Gambar 24. Kadar Air Biodiesel Hasil Pemurnian Menggunakan Berbagai Perbandingan Massa Aluminium Silikat dan Magnesium Silikat Dari analisis kadar air, menunjukkan bahwa baik biodiesel pembanding dan biodiesel cuci air sama sekali tidak terdeteksi kadar airnya, menunjukkan bahwa dalam kedua biodiesel itu tidak terdapat pengotor berupa air. Biodiesel B 1% memiliki nilai kadar air yang lebih kecil dibandingkan standar (.5 ml / 1 ml biodiesel) dan biodiesel B:T (2:1), yaitu sebesar.1 ml / 1ml biodiesel, sedangkan pada biodiesel B:T 2:1 adalah sebesar.1 ml / 1ml biodiesel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aluminium silikat 1 % dapat menyerap air lebih baik dibandingkan magnesium silikat dan kombinasi keduanya. Untuk penelitian utama, adsorben yang digunakan seterusnya adalah B1%. B. PENENTUAN UKURAN PORI-PORI FILTER Tahapan ini merupakan tahap penelitian utama. Filter terpilih yang digunakan berupa kertas saring komersial dengan ukuran pori-pori yang efektif, yaitu berukuran 2, 8, dan 2.5 μm. Penentuan ukuran pori-pori yang efisien untuk proses filtrasi biodiesel selanjutnya dilakukan berdasarkan hasil analisis biodiesel 39

murni hasil penyaringan yang meliputi analisis hasil persentase filtrat, kadar air dan sedimen, dan kejernihan biodiesel. Proses filtrasi selanjutnya dilakukan dengan melakukan running pada alat filter sederhana dengan sistem batch kontinu menggunakan filter kertas berukuran pori-pori terpilih dan dilakukan pembandingan dengan biodiesel kasar dan biodiesel murni cuci air. 1. Rendemen Filtrasi Rendemen atau persentase hasil filtrasi menunjukkan seberapa efisien kemampuan filter untuk menyaring zat pengotor pada biodiesel dan menghasilkan jumlah volum biodiesel yang tinggi. Persentase Hasil (%-w/w) 95 94 93 92 91 9 89 93.425 94.185 92.74 93.35 91.495 91.51 9.1 88 87 A B C AB BC AC ABC Ukuran Pori-pori Filter Keterangan : A = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2 μm B = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 8 μm C = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2.5 μm AB = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2 dan 8 μm BC = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 8 dan 2.5 μm AC = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2 dan 2.5 μm ABC = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2, 8, dan 2.5 μm Gambar 25. Nilai rendemen atau persentase hasil biodiesel hasil filtrasi Dari Gambar 25 dapat dilihat bahwa biodiesel yang disaring menggunakan filter B memiliki nilai hasil tertinggi, yaitu sebesar 94.185 %-bobot. Filter B merupakan filter berukuran 8 μm. Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa nilai persentase hasil biodiesel B tidak berbeda nyata dengan nilai persentase hasil 4

biodiesel lainnya, kecuali dengan biodiesel ABC. Hasil yang diperoleh lebih besar dibandingkan biodiesel yang disaring menggunakan filter A yang berukuran 2 μm bisa disebabkan oleh banyak faktor di antaranya adalah volum biodiesel yang terbuang selama penyaringan dan banyaknya pengotor yang tersaring di media filter. Nilai persentase terendah diperoleh biodiesel ABC yang mengalami perlakuan penyaringan sebanyak 3 kali dengan menggunakan 3 jenis filter berbeda. Penyaringan dengan beberapa filter sekaligus menurunkan hasil perolehan biodiesel dikarenakan banyaknya volum biodiesel yang terbuang selama masa penyaringan. 2. Persen Transmisi Persen transmisi adalah radiasi sinar yang dapat diteruskan oleh sumber cahaya yang melalui suatu larutan dalam wadah transparan dengan intensitas tertentu. Panjang gelombang 562 nm dipilih berdasarkan standar panjang gelombang yang digunakan dalam pengukuran nilai persen transmisi minyak. Hasil analisis kejernihan atau persen transmisi pada biodiesel hasil filtrasi ditunjukkan oleh Gambar 26. Dari Gambar 26 dapat dilihat bahwa nilai persen transmisi biodiesel hasil filtrasi mengalami peningkatan yang cukup signifikan apabila dibandingkan biodiesel kasar, yaitu sebesar 85.1 85.9%. Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa nilai persen transmisi biodiesel B berbeda nyata dengan nilai persen transmisi biodiesel ABC dan biodiesel kasar; tetapi tidak memiliki perbedaan nyata dengan biodiesel lainnya. Biodiesel hasil filtrasi yang memiliki nilai persen transmisi terendah adalah biodiesel ABC dengan nilai 85.2%. Nilai persen transmisi blanko yang digunakan adalah 1% dengan menggunakan akuades sebagai blanko. Biodiesel kasar memiliki nilai persen transmisi rendah yaitu 12.7%, dikarenakan banyaknya pengotor dan kecenderungan warna yang keruh. Sedangkan biodiesel B merupakan biodiesel dengan nilai persen transmisi paling mendekati blanko yaitu 41

89.95%. Biodiesel B merupakan biodiesel dengan nilai persen transmisi terbaik setelah blanko. 1 9 87.5 89.95 88.4 89.15 86.4 86.45 85.2 8 Persen transmisi (%) 7 6 5 4 3 2 1 12.7 BK A B C AB BC AC ABC Ukuran Pori-pori Filter Keterangan : A = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2 μm B = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 8 μm C = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2.5 μm AB = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2 dan 8 μm BC = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 8 dan 2.5 μm AC = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2 dan 2.5 μm ABC = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2, 8, dan 2.5 μm Gambar 26. Nilai persen transmisi biodiesel hasil pemurnian 3. Kadar Air Keberadaan air dalam biodiesel merupakan suatu masalah, karena air dapat menyebabkan korosi pada bagian-bagian mesin dari sistem injeksi bahan bakar. Air juga dapat memicu pertumbuhan mikrobial dalam bahan bakar (Knothe, et al., 24). Menurut SNI 4-7182-26, kadar air maksimum yang diperbolehkan dalam biodiesel adalah sebesar.5 %. Hasil analisis kadar air biodiesel hasil filtrasi ditunjukkan oleh Gambar 27. Dapat dilihat dari Gambar 27 bahwa hanya biodiesel A dan B yang memiliki kandungan air yang melebihi nilai standar. Sedangkan untuk biodiesel lainnya, kadar air sama sekali tidak terdeteksi atau sama dengan nol. Nilai kadar air yang tinggi pada sampel biodiesel A dikarenakan ukuran pori filter yang cukup besar, yaitu 2 μm, dan banyaknya penyaringan yang dilakukan hanya satu kali. Pada biodiesel B yang disaring menggunakan filter berukuran 8 μm juga memiliki 42

nilai kadar air yang cukup tinggi. Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa nilai kadar air biodiesel A berbeda nyata dengan semua biodiesel hasil filtrasi lainnya, kecuali biodiesel B. Banyaknya tahapan penyaringan yang dilakukan sangat efektif dalam mengurangi kadar air dalam biodiesel. Kadar Air dan Sedimen (ml / 1 ml biodiesel).3.25.2.15.1.5 Standar SNI A B C AB BC AC ABC Ukuran Pori-pori Filter Keterangan : A = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2 μm B = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 8 μm C = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2.5 μm AB = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2 dan 8 μm BC = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 8 dan 2.5 μm AC = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2 dan 2.5 μm ABC = biodiesel hasil penyaringan menggunakan kertas filter ukuran 2, 8, dan 2.5 μm Gambar 27. Nilai kadar air biodiesel hasil filtrasi Dari tiga analisis sebelumnya, filter B atau filter dengan pori-pori berukuran 8 μm mampu menyingkirkan pengotor lebih baik dibandingkan filter lainnya, sehingga menghasilkan nilai persentase hasil dan persen transmisi yang lebih tinggi, meskipun memiliki nilai kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan standar SNI. Filter berukuran pori-pori 8 μm memungkinkan kecepatan aliran yang lebih tinggi dan menghemat waktu dibandingkan filter berukuran pori-pori 2.5 μm dan filter rangkap. Pertimbangan ketersediaan di pasar dan ekonomi turut dipertimbangkan, sehingga untuk aplikasi selanjutnya, filter berukuran 8 μm akan digunakan. 43

C. APLIKASI PROSES FILTRASI MENGGUNAKAN PORI-PORI FILTER TERPILIH PADA ALAT FILTER SISTEM KONTINU Untuk selanjutnya dilakukan running pada alat filter sistem kontinu sederhana dan media filter terpilih. Ukuran ideal media filter terpilih adalah 8 μm, tetapi dalam aplikasinya digunakan media filter dengan ukuran pori-pori 1 μm, atas pertimbangan ketersediaan di pasar dan ekonomi. Pemurnian menggunakan alat filter ini menggunakan bahan pengisi berupa pasir kuarsa, dengan komposisi pencampuran sebesar 1% bobot adsorben terpilih per bobot bahan pengisi. Bahan pengisi diperlukan sebagai campuran adsorben untuk meningkatkan permeabilitas tumpukan adsorben di dalam alat, sehingga biodiesel dapat mengalir dengan lancar selama proses pemurnian. Pasir kuarsa yang digunakan mempunyai ukuran partikel yang tertahan pada mesh 65 dan lolos pada mesh 1. Analisis yang dilakukan pada biodiesel hasil filtrasi meliputi analisis bilangan asam, kadar sabun, kadar gliserol total, kadar gliserol bebas, kadar gliserol terikat, dan nilai persen transmisi. 1. Bilangan Asam Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak. Bilangan ini digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak (Ketaren, 25). Nilai bilangan asam dari biodiesel hasil running filtrasi dapat dilihat pada Gambar 28. Dari Gambar 28 dapat dilihat bahwa bilangan asam yang dianalisis dari biodiesel hasil filtrasi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan biodiesel kasar dan biodiesel cuci air, meskipun masih dalam kisaran nilai bilangan asam standar. Nilai bilangan asam biodiesel hasil filtrasi adalah sebesar.5645 mg KOH/ g biodiesel. Biodiesel kasar justru memiliki nilai bilangan asam terendah yaitu.844 mg KOH/ g biodiesel. Biodiesel kasar masih mengandung sedikit katalis (KOH) dan sabun yang bersifat basa. Keberadaan zat-zat ini dapat mengurangi jumlah larutan KOH yang digunakan untuk titrasi pada saat pengujian bilangan asam, 44

sehingga bilangan asam biodiesel kasar bernilai kecil. Sedangkan pada biodiesel murni, mayoritas jumlah katalis dan sabun yang terkandung di dalam biodiesel telah diserap oleh adsorben yang digunakan..9 Bilangan asam (mg KOH / g biodiesel).8.7.6.5.4.3.2.1 Standar SNI Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel hasil filtrasi Biodiesel Gambar 28. Nilai bilangan asam biodiesel hasil filtrasi Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa nilai bilangan asam biodiesel hasil filtrasi berbeda nyata dengan nilai bilangan asam biodiesel kasar dan biodiesel cuci air. 2. Kadar Gliserol Gliserol merupakan hasil samping dari proses transesterifikasi. Metanol akan bereaksi dengan trigliserida menghasilkan metil ester (biodiesel) dan gliserol. Gliserol dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gliserol bebas dan gliserol terikat. Gabungan dari kedua jenis gliserol ini membentuk gliserol total. Keberadaan gliserol yang cukup tinggi di dalam biodiesel dapat membahayakan mesin diesel, karena terdapat gugus OH yang agresif terhadap logam non-besi dan campuran krom (Widyanagari, 28). Gliserol total menunjukkan jumlah semua gliserol baik bebas maupun terikat yang ada dalam suatu sampel biodiesel. Hasil analisis gliserol total terhadap biodiesel hasil filtrasi dapat dilihat pada Gambar 29. 45

.35 Kadar Gliserol Total (%).3.25.2.15.1.5 Gambar 29. Standar SNI Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel hasil filtrasi Biodiesel Kadar gliserol total biodiesel hasil filtrasi Nilai gliserol total yang dianalisis dari biodiesel hasil filtrasi mengalami penurunan signifikan jika dibandingkan dengan biodiesel kasar dan bahkan biodiesel cuci air. Hal ini menunjukkan proses pemurnian menggunakan adsorben terpilih aluminium silikat teraktivasi dan filtrasi menggunakan media filter terpilih mampu menurunkan nilai gliserol total secara signifikan. Nilai gliserol total biodiesel hasil filtrasi juga berada di bawah kisaran nilai standar SNI 4-7182- 26 (.24%-b), yaitu sebesar.484 %-b. Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa nilai gliserol total biodiesel hasil filtrasi berbeda nyata dengan nilai gliserol total biodiesel cuci air dan biodiesel kasar. Baik biodiesel cuci air dan biodiesel kasar memiliki nilai gliserol total di atas standar SNI, yaitu masing-masing.2588%-b untuk biodiesel cuci air dan.2974%-b untuk biodiesel kasar. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi filtrasi sistem kontinu dengan pori-pori filter terpilih 1 μm secara signifikan mampu menurunkan nilai gliserol total biodiesel murni. Gliserol bebas merupakan hasil samping proses transesterifikasi yang berjalan sempurna, sehingga sudah tidak berikatan lagi dengan asam-asam lemak membentuk mono, di, atau trigliserida. SNI 4-7182-26 menetapkan nilai standar gliserol bebas yang diperbolehkan terkandung dalam biodiesel adalah 46

sebesar.2%-b. Hasil analisis gliserol bebas terhadap biodiesel hasil running filtrasi dapat dilihat pada Gambar 3..4 Kadar Gliserol Bebas (%).35.3.25.2.15.1.5 Gambar 3. Standar SNI Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel Kadar gliserol bebas biodiesel hasil filtrasi Biodiesel hasil filtrasi Nilai gliserol bebas biodiesel hasil filtrasi justru mengalami kenaikan dibandingkan nilai gliserol bebas biodiesel kasar dan biodiesel cuci air. Hal ini disebabkan oleh masih terikutnya gliserol hasil transesterifikasi sebelumnya dalam biodiesel yang dimurnikan.. Nilai gliserol bebas biodiesel hasil filtrasi melebihi nilai standar yang telah ditetapkan, yaitu sebesar.344 %-b. Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa nilai gliserol bebas biodiesel hasil filtrasi tidak berbeda nyata dengan biodiesel kasar dan berbeda nyata dengan nilai gliserol bebas biodiesel cuci air. Gliserol terikat merupakan hasil samping proses transesterifikasi yang tidak sempurna dan masih berikatan dengan asam-asam lemak membentuk mono, di, atau trigliserida. Hasil analisis gliserol terikat terhadap biodiesel hasil filtrasi dapat dilihat pada Gambar 31. Nilai standar untuk kadar gliserol terikat memang tidak tercantum di SNI 4-7182-26, tetapi dapat disimpulkan dari batasan standar nilai gliserol total dan gliserol bebas bahwa nilai maksimum gliserol terikat yang diperbolehkan adalah sebesar.22 %-berat. 47

.3 Kadar Gliserol Terikat (%).25.2.15.1.5 Standar SNI Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel Biodiesel hasil filtrasi Gambar 31. Kadar gliserol terikat biodiesel hasil filtrasi Nilai gliserol terikat biodiesel hasil filtrasi menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan biodiesel kasar dan biodiesel cuci air. Hal ini disebabkan oleh banyaknya gliserol yang terlepas selama proses pemurnian berlangsung dan menjadi gliserol bebas. Penurunan nilai gliserol terikat pada biodiesel hasil filtrasi terhadap nilai gliserol terikat biodiesel kasar dan biodiesel cuci air ini membuktikan efisiensi proses pemurnian dan filtrasi biodiesel, yaitu sebesar 94.5 %. Nilai gliserol terikat biodiesel hasil filtrasi adalah sebesar.14 %-berat. Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa nilai gliserol terikat biodiesel hasil filtrasi berbeda nyata dari nilai gliserol terikat biodiesel cuci air dan biodiesel kasar. Sementara nilai gliserol terikat biodiesel cuci air dan biodiesel kasar tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas biodiesel hasil filtrasi dari segi kadar gliserol terikat lebih baik dibandingkan biodiesel cuci air. 3. Kadar Sabun Sabun berupa potasium oleat terbentuk sebagai reaksi antara katalis yang digunakan yaitu KOH dengan asam lemak dan air. Nilai kadar sabun biodiesel hasil filtrasi dapat dilihat pada Gambar 32. 48

35 3 Kadar Sabun (ppm) 25 2 15 1 5 Gambar 32. Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel hasil filtrasi Biodiesel Kadar sabun biodiesel hasil filtrasi Kadar sabun yang terukur pada biodiesel hasil filtrasi menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap kadar sabun pada biodiesel kasar yaitu sebesar 78.47%. Nilai kadar sabun terukur pada biodiesel hasil filtrasi adalah sebesar 69 ppm dan masih lebih besar dibandingkan nilai kadar sabun biodiesel cuci air, tetapi nilai tersebut kecil dan dapat diabaikan dibandingkan apabila sabun-sabun yang terkandung itu tidak dihilangkan. Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa nilai kadar sabun biodiesel hasil filtrasi dan biodiesel cuci air tidak berbeda nyata, sedangkan nilai tersebut berbeda nyata dengan nilai kadar sabun biodiesel kasar. Nilai standar kadar sabun memang tidak disebutkan dalam standar SNI 4-7182-26 mengenai biodiesel. Akan tetapi sabun-sabun ini tetap harus dihilangkan karena sabun dapat menyumbat injektor bahan bakar dan menambah deposit pada sistem pembakaran kendaraan bermotor (Herdiani, 29). 4. Persen Transmisi Persen transmisi adalah radiasi sinar yang dapat diteruskan oleh sumber cahaya yang melalui suatu larutan dalam wadah transparan dengan intensitas tertentu. Panjang gelombang 562 nm dipilih berdasarkan standar panjang 49

gelombang yang digunakan dalam pengukuran nilai persen transmisi minyak. Nilai kejernihan biodiesel hasil running filtrasi dapat dilihat pada Gambar 33. Nilai persen transmisi biodiesel hasil filtrasi mengalami kenaikan signifikan dibandingkan dengan biodiesel kasar, yaitu sebesar 83.4 %. Nilai persen transmisi biodiesel cuci air sangat tinggi yaitu sebesar 99.9 % dengan pembanding berupa blanko akuades. Kejernihan biodiesel hasil filtrasi memiliki nilai sebesar 76.75 %. Hal ini menunjukkan bahwa proses filtrasi cukup efisien dalam meningkatkan kejernihan biodiesel yang dihasilkan sampai mendekati nilai kejernihan biodiesel cuci air dan blanko. 12 1 Persen transmisi (%) 8 6 4 2 Gambar 33. Biodiesel kasar Biodiesel cuci air Biodiesel hasil filtrasi Biodiesel Nilai persen transmisi biodiesel hasil filtrasi Uji keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 % (α =.5) yang dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa nilai persen transmisi biodiesel hasil filtrasi berbeda nyata baik dengan nilai persen transmisi biodiesel cuci air maupun nilai persen transmisi biodiesel kasar. 5