BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012).

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung nikel digunakan seharihari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

MATURASI SEL LIMFOSIT

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun kuman penyebab tuberkulosis (TB) sudah ditemukan. lebih dari 100 tahun dan obat-obat anti tuberkulosis sudah diketahui, TB

ABSTRAK KADAR SEROTONIN SERUM YANG RENDAH MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA PSORIASIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. reaksi imun berupa plak eritematosa, skuama berwarna putih keperakan berlapislapis,

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. selain kelainan vaskular ( Junaidi, 2011). Terdapat dua macam stroke,

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR SINGKATAN...

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB I PENDAHULUAN. pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. serius, menyebabkan peradangan pada kulit, saraf dan organ lain. Penyebab dan faktor risiko

Transkripsi:

7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis 2.1.1. Definisi dan Sejarah Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih keperakan terutama pada siku, lutut, kepala, punggung, umbilikus dan lumbal. 3 Psoriasis adalah nama yang diberikan oleh seorang dermatologi asal Vienna, Ferdinan von Hebra pada tahun 1841. Kata psoriasis berasal dari bahasa Yunani yaitu psora yang berari gatal, meskipun sebagian besar pasien tidak mengeluhkan rasa gatal. Pada masa lalu, psoriasis dikenal sebagai bentuk dari penyakit kusta. Namun pada tahun 1841 akhirnya penyakit ini diberi nama psoriasis yang dianggap sebagai penyakit radang kulit kronik yang melibatkan faktor genetik dalam patogenesisnya. 28 2.1.2. Epidemiologi Psoriasis dijumpai di seluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda-beda dipengaruhi oleh ras, geografis, dan lingkungan. Di Amerika Serikat terjadi pada 2% dari populasi atau sekitar 150.000 kasus baru per tahun. Insiden tertinggi di Denmark (2,9%) sedangkan rerata di Eropa Utara sekitar 2%. 3 Insiden psoriasis pada laki- laki dan perempuan hampir sama, namun dan meningkat sesuai usia. 29 Psoriasis vulgaris dapat terjadi pada semua umur, tetapi jarang pada umur dibawah 10 tahun. Paling sering terjadi antara umur 15 sampai 30 tahun. 3 Onset 7

8 sebelumnya umur 40 tahun umumnya menunjukkan kerentanan genetik yang lebih besar dan lebih parah bahkan berdampak pada kekambuhan psoriasis vulgaris. 30 Banyak penelitian menunjukkan bahwa jika psoriasis timbul lebih awal, akan dapat menetap seumur hidup dan bermanifestasi dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan. Studi longitudinal menunjukkan remisi spontan dapat terjadi pada sekitar sepertiga pasien psoriasis dengan frekuensi yang bervariasi. 3 2.1.3. Gambaran Klinis Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah plak eritematosa sirkumskrip dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih dengan skuama tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama. 3 Pada umumnya lesi psoriasis adalah simetris. Beberapa pola dan lokasi Psoriasis antara lain: 2.1.3.1. Psoriasis vulgaris Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan (80%). Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi pada psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling sering dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi tersebut diatas, psoriasis ini dapat juga timbul di lokasi lain. 3

9 2.1.3.2. Psoriasis gutata Lesi psoriasis ini menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami resolusi spontan. Pada umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang seringkali diawali dengan radang tenggorokan. 3 2.1.3.3. Psoriasis pustulosa generalisata (Von Zumbusch) Psoriasis jenis ini tampak sebagai erupsi generalisata dengan eritema dan pustul. Pada umumnya diawali oleh psoriasis tipe lainnya dan dicetuskan oleh penghentian steroid sistemik, hipokalsemia, infeksi dan iritasi lokal. 3 2.1.3.4. Psoriasis pustulosa lokalisata Nama lain dari tipe ini disebut juga dengan pustulosis palmoplantar persisten. Psoriasis ini ditandai dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak tangan dan kaki biasanya berbentuk simetris bilateral. 3 2.1.4. Diagnosis Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan histopatologi. Apabila ditemukan fenomena tetesan lilin, fenomena Auzpitz dan fenomena Koebner dapat memberikan diagnosis yang tepat. 1,3 2.1.5. Etiologi dan Faktor Pencetus Penyebab penyakit psoriasis belum diketahui meskipun telah dilakukan penelitian dasar dan klinis secara intensif. Diduga merupakan interaksi antara faktor genetik, sistem imunitas, dan lingkungan. Sedangkan tiga komponen patogenesis dari psoriasis adalah infiltrasi sel-sel radang pada dermis, hiperplasia epidermis, dan diferensiasi keratinosit yang abnormal. 1

10 2.1.5.1. Faktor genetik Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita psoriasis sebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis. Apabila orang tua tidak menderita psoriasis maka resiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah satu orang tua menderita psoriasis maka resiko terkena psoriasis meningkat menjadi 34-39%. Berdasarkan onset penyakit dikenal dua tipe yaitu psoriasis tipe 1 dengan onset dini yang bersifat familial dan Psoriasis tipe II dengan onset lambat yang bersifat non familial. 31 Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkaitan dengan HLA-B27. 32 Pada analisa Human Leukocyte Antigen (HLA) yang spesifik dalam suatu populasi, didapatkan bahwa suseptibilitas terhadap psoriasis berhubungan dengan Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas I dan II pada atau dekat dengan kromosom 6 dan lainnya berada di kromosom 17. Lokus Psoriasis Susceptibilitas 1 (PSORS1) dianggap sebagai lokus yang terpenting untuk psoriasis. Hal ini disebabkan PSORS1 berkaitan pada lebih dari 50% kasus psoriasis. Lokus susceptibilitas lainnya 17q25 (PSORS2), 4q34 (PSORS3), 1q21 (PSORS4), 3q21 (PSORS5), 19p13 (PSORS6), 1p32 (PSORS7), 16q (PSORS8), dan 4q31 (PSORS9), 18p11 (PSORS 10), 5q31-q33 (PSORS 11) dan 20q12 (PSORS12). Pada onset lanjutan yang merupakan tipe 2 didapatkan gambaran HLA-Cw2 yang menonjol. Individu yang

11 memiliki HLA-B17 dan HLA-B13 memiliki kemungkinan untuk menderita psoriasis 5 kali lebih banyak dari individu normal. 1,31 2.1.5.2. Faktor imunologi Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis umumnya ditemukan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit limfositik dalam epidermis. Pada lesi baru umumnya lebih didominasi oleh sel limfosit T CD8. Lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya meningkat. Sel Langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis dimulai dengan adanya pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen pada sel Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lainnya 27 hari. 33 Nickoloff berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif. Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi lokal, trauma (fenomena kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis merupakan faktor pencetus utama. Infeksi lokal mempunyai hubungan erat dengan psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. 32

12 2.1.5.3. Faktor pencetus Penyebab dan patogenesis psoriasis vulgaris belum diketahui dengan pasti, secara patologis terjadi proliferasi yang berlebihan pada keratinosit dan peradangan kronis, sehingga penyakit ini bersifat kronik-residif. 34 Faktor pencetus lokal terjadinya psoriasis antara lain trauma, paparan sinar ultraviolet, dan lokasi lesi psoriasis vulgaris. Berbagai trauma baik fisik, kimiawi, bedah, infeksi dan peradangan, dapat memperberat atau mencetuskan lesi psoriasis. Lesi psoriasis yang ditrauma disebut Fenomena Kobner. Salah satunya akibat paparan sinar matahari juga mangakibatkan eksersebasi melalui reaksi kobner. Beberapa penelitian menyatakan terjadinya keparahan penyakit seiring dengan meningkatnya paparan sinar matahari. 1,3,35 Adapun faktor pencetus sistemik antara lain: infeksi, obat, konsumsi alkohol, stress, endokrin, dan Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), infeksi bakteri, virus, atau jamur dapat mencetuskan terjadinya psoriasis vulgaris. Bakteri dapat menghasilkan endotoksin yang berfungsi sebagai superantigen yang dikemudian hari akan meningkatkan aktivasi sel limfosit T, makrofag, sel Langerhans, dan keratinosit. Beberapa obat yang dapat mencetuskan perkembangan lesi psoriasis antara lain: NSAID, lithium, ACE inhibitor, gemfibrosil, dan beta-bloker. 36 Mekanisme ekserbasi psoriasis akibat obat-obatan lainnya belum diketahui. Konsumsi alkohol juga dilaporkan dapat mencetuskan psoriasis walaupun mekanismenya belum diketahui. Hubungan antara stress dan eksaserbasi psoriasis belum jelas namun diduga karena mekanisme neuroimunologis. Psoriasis dilaporkan akan bertambah buruk dengan timbulnya stress yaitu pada 30-40% kasus. Pada saat periode premenstruasi, lesi psoriasis

13 dikatakan sering kambuh. Angka kejadian psoriasis meningkat pada waktu pubertas dan menopause dan diduga peranan dari faktor endokrin. Psoriasis pada pasien HIV lebih berat karena terjadi defisiensi sistem imun. 37 2.1.6. Imunopatogenesis Psoriasis Penyebab dan patogenesis psoriasis belum diketahui dengan pasti, banyak sistem dalam tubuh berperan dalam patogenesis psoriasis, banyak komponen, elemen mediator yang terlibat terhadap terjadinya atau kekambuhan psoriasis. 38,39 2.1.6.1. Gangguan diferensiasi keratinosit Secara patologis, psoriasis ditandai dengan adanya hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal dari keratinosit epidermis, infiltrasi limfosit yang terutama terdiri dari limfosit T dan berbagai perubahan vaskular endotel di lapisan dermis, seperti angiogenesis dan dilatasi pembuluh darah. Lapisan epidermis berdiferensiasi berlebihan yang berbeda dengan sel normal, pada psoriasis keratinosit membentuk amplop cornified (CE) yang mudah terjadi pengelupasan, pembentukan lapisan korneum yang berlebihan mengakibatkan penebalan epidermis. Pada fase akhir, kapilarisasi dermal yang luas menyebabkan infiltrasi sel radang pada ikatan dermal-epidermal yang tampak sebagai papilomatosis, merupakan gambaran khas pada psoriasis. Beberapa mediator sebagai penanda diferensiasi keratinosit yang abnormal pada psoriasis; transglutaminase I (TGase- K), skin-derived antileukoproteinase (SKALP), migration inhibitory factorrelated protein-8 (MRP-8), Involucrin, Filaggrin. 39,40 TGase K mengkatalisis untuk terbentuknya CE, yang penting pada lesi psoriasis. SKALP yang hanya ditemukan pada lesi psoriasis, mediator ini merupakan polipeptida inhibitor elastase dominan, yang disekresikan oleh

14 keratinosit epidermal. Elastase adalah lysosomal serin proteinase yang spesifik untuk degradasi elastin, protein walaupun fungsi biokimia tidak sepenuhnya dipahami, namun ditemukan pada psoriasis dan penyakit inflamasi lainnya, tidak pada kulit normal. Peran MRP-8 dalam reorganisasi sitoskeleton selama patogenesis psoriasis. Involucrin, merupakan prekursor protein yang membantu untuk menstabilisasikan CE. Pada kulit normal, protein ini merupakan konstituen utama dari CE pada tahap awal pembentukan epidermis, involucrin tetap konstituen utama dari CE selama proses maturasi. Filaggrin yang biasanya ditemukan pada stratum granular epidermis, namun pada lesi psoriasis tidak ditemukan. 40 2.1.6.2. Hiperproliferasi keratinosit Hiperproliferasi keratinosit adalah kategori kedua gejala psoriasis vulgaris. Beberapa penyebab biokimiawi yang mungkin menyebabkan produksi keratinosit berlebihan telah ditemukan pada lesi psoriasis: Epidermal Growth Factor (EGF), Bone Morphogenetic Protein-6 (BMP-6), Transforming Growth Factor-alpha (TGF-α), Activating Protein (AP-1) dan Mitogen-activated protein kinase (MAPK). 8,40 Epidermal Growth Factor menstimuli pertumbuhan dan diferensiasi lapisan epidermis, merupakan mediasi respon seluler dengan mengikat reseptor spesifik. Ikatan EGF terhadap sel imun dua kali lipat pada lapisan atas epidermis. Peningkatan kekuatan mengikat dapat menyebabkan stimuli yang berlebihan pertumbuhan keratinosit sehingga menyebabkan hiperproliferasi. BMP-6 merupakan faktor pertumbuhan ini sudah dapat dijumpai pada bayi baru lahir, tapi biasanya menghilang setelah dewasa, kecuali pada pasien psoriasis, hal ini

15 menyebabkan ditemukan TGF-α dibagian atas lesi psoriasis, tetapi tidak dalam kulit normal. Vasoactive Intestinal Polipeptide (VIP), merupakan neuropeptida dengan berat molekul besar, menginduksi produksi TGF-α in vivo, sebelumnya diduga bahwa efek hiperproliferasi dari VIP dimediasi oleh peningkatan level dari cyclic adenosine monophosphate (camp) yang disebabkan oleh aktivitas adenylate cyclase, namun penelitian lain menunjukkan bahwa VIP menstimuli pertumbuhan keratinosit melalui TGF-α. AP-1 sebuah kompleks dari oncoproteins, menstimulasi ekspresi banyak gen yang penting dalam proliferasi sel dan inflamasi. Faktor-faktor ini terbukti memiliki pola ekspresi yang berbedabeda pada lesi psoriasis sehingga mediator tersebut terlibat dalam patogenesis psoriasis. Mediator terakhir, MAPK, membantu mengatur proliferasi sel. Banyak faktor pertumbuhan dan sitokin yang memodulasi aktivitas MAPK, yang lebih banyak pada fibroblas psoriasis. 8,40,41 2.1.6.3. Imunologi dan Inflamasi Mengawali peran imunitas pada psoriasis melalui antigen precenting cell (APC) yang akan memproses dan mempresentasikan antigen pada sel T. Antigen precenting cell ini mengekspresikan MHC klas I dan II pada permukaannya. Lapisan epidermis pada pasien psoriasis akan terjadi peningkatan jumlah dendritic cell (DC) walaupun tidak spesifik untuk penyakit ini. DC di dermis menjadi tipe APC yang berperan pada psoriasis dan terletak pada papilla dermis. Pada pasien psoriasis, jumlah DC plasmasitoid meningkat baik pada bagian kulit yang terlibat atau tidak, tetapi hanya aktif pada kulit yang terlibat. Proses antigen diakhiri dengan timbulnya peptida antigen di permukaan APC oleh MHC. Komplek peptide-protein ini akan dikenali secara spesifik oleh reseptor sel T (TCR). APC

16 yang telah aktif akan berjalan menuju limfonoid untuk mengaktifkan sel T. Interaksi sel T dan APC di limfonoid akan menstimulasi sel T. Proses ini terdiri dari dua sinyal. Sinyal pertama dihasilkan oleh komplek antigen yaitu MHC dan TCR sedangkan sinyal yang kedua berperan sebagai konstimulasi. Konstimulasi ini diperankan oleh reseptor dengan ligand pada sel T. Kemudian sinyal 1 dan 2 akan mengaktivasi sel T. 30,42 Salah satu sel dendritik yang berpengaruh dalam patogenesis psoriasis adalah sel langerhans yang mengenali dan menangkap antigen, bermigrasi ke kelenjar getah bening lokal, dan mempresentasikannya ke sel T. Aktivasi limfosit T akan menghasilkan sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α yang menyebabkan proliferasi keratinosit. Hiperproliferasi ini menyebabkan menurunnya waktu transit epidermis (perkiraan waktu yang diperlukan oleh sel kulit untuk maturasi secara normal) dari 28 hari menjadi 2-4 hari dan memproduksi sisik kemerahan yang tipikal pada psoriasis. IFN-γ juga menghambat apoptosis keratinosit dengan menstimulasi protein anti-apoptosis. 42 Gambar 2.1 Skema singkat hubungan antara psoriasis dan penyakit autoimun. Sitokin memiliki peran penting dalam patogenesis Psoriasis (Ps), psoriasis arthritis (PSA), rheumatoid arthritis (RA) dan penyakit Crohn.Skema tersebut menggambarkan interaksi antara APC, sel T dan sel lain seperti fibroblast. Interaksi ini difasilitasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel-sel imun lainnya. Tumor necrosis factor (TNF)-α, Interleukin (IL- 6),Interleukin (IL)-22,dan Interferon (IFN)-γ merupakan adalah mediator yang berperan dalam target akhir untuk diferensiasi, proliferasi dan inflamasi pada psoriasis. 43

17 Awalnya terjadi hiperproliferasi keratinosit akibat adanya aktivasi oleh faktor pertumbuhan seperti epidermal growth factor, nerve growth factor, endothelial growth factor dengan target sel dendritik imatur di epidermis menstimulasi sel T dari kelenjar getah bening sebagai respons terhadap stimulasi unidentified antigen. Aktivasi sel T, TNF-α, dan sel-sel dendritik adalah faktor patogenik yang distimulasi dalam respon terhadap faktor pencetus, seperti trauma fisik, inflamasi bakteri, virus, atau withdrawal kortikosteroid. Infiltrat limfosit pada psoriasis kebanyakan adalah sel T CD4 dan CD8. Setelah sel T menerima stimulasi pertamanya dan teraktivasi, menyebabkan terjadinya sintesis IL-6. Peningkatan IL-6 dari sel T yang teraktivasi dan IL-12 dari sel langerhans menstimulasi IFN- γ, TNF-α, dan IL-6, yang bertanggung jawab dalam diferensiasi, maturasi, dan proliferasi sel T menjadi sel memori efektor. Kemudian sel T bermigrasi ke kulit, dimana mereka berkumpul di sekitar pembuluh darah dermis. Ini merupakan perubahan imunologik pertama yang menyebabkan diferensiasi dan proliferasi keratinosit pada psoriasis. 44 Menurut Perez defisiensi aktivitas sel T regulator (T reg) terjadi pada pembuluh darah perifer pada pasien dengan psoriasis. Meskipun jumlah absolut sel T-reg yang bersirkulasi pada pasien psoriasis adalah normal dibandingkan pasien yang sehat, ternyata terdapat defisiensi relatif dalam kemampuan mereka untuk menekan proliferasi sel T CD4. Angiogenesis bukan kejadian awal dari patogenesis psoriasis, namun memahami mekanisme yang menyebabkan proliferasi angiogenesis dapat membantu menemukan obat anti-psoriasis yang tepat. Angiogenesis dan hiperpermeabilitas vaskular disebabkan oleh

18 meningkatnya produksi VEGF oleh keratinosit yang telah terstimulasi oleh TGF-α yang dihasilkan oleh sel T dan keratinosit. 43 Data terbaru menyatakan bahwa selain TNF-α, IL-20 dan IL-17 juga sangat berperan di dalam patogenesis psoriasis. IL-17 yang disekresikan oleh sel Th17 juga dapat mengaktifasi inflamasi di berbagai sistem organ. Seperti misalnya, IL-17 juga meningkat pada serum pasien dengan penyakit arteri koroner. 45,46 Sel T yang teraktivasi ini akan memasuki sistem sirkulasi menuju jaringan perifer. Sel T akan berikatan dengan endotel dimana leucocyte functionassociated antigen-1 (LFA-1) pada sel T dan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) pada sel endotel akan berinteraksi. Setelah interaksi tersebut, diapedesis akan terjadi. Diapedesis adalah migrasi dari sel T melalui dinding pembuluh darah yang akan menuju ke dermis dan epidermis. Setelah sel T mencapai kulit, maka terjadi aktivasi kembali sel T. Sel T yang teraktivasi tersebut akan memproduksi sitokin yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi. CD4+ dan CD8+ sama-sama memproduksi sitokin Th1. Ekspresi yang berlebihan dari sitokin tipe-1 seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFNγ dan TNFα menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel netrofil. Sinyal utama dari Th1 adalah IL-12 yang merangsang produksi IFNγ intraseluler. Pada psoriasis, sel Th langsung mengatur sel B untuk menghasilkan auto-antibodi, dan yang menjadi target antigen adalah sel-sel kulit itu sendiri. Sedangkan pada psoriasis arthritis, targetnya adalah sel-sel pada sendi. Apabila produksi sitokin terlalu berlebihan akan menimbulkan kerusakan pada kulit yang berat. Dari penelitian terbaru menyimpulkan bahwa mayoritas sel T CD4+ pada lesi kulit psoriasis adalah sel T yang memproduksi

19 IL-22 dan IL-17. Sumber utama IL-22 pada lesi psoriasis adalah sel Th17 dan Th1. Adanya single-nucleotide polymorphisms (SNPs) pada gen reseptor IL-23 yang berhubungan dengan psoriasis akan mendukung peran sel Th17 didalam imunopatogenesis psoriasis. 30,33,48 IL-15 dihasilkan oleh fagosit mononuclear dan beberapa sel lainnya, terutama makrofag setelah diinfeksi oleh virus, interleukin ini merupakan faktor pencetus yang memiliki keterlibatan dengan sel-sel inflamasi, angiogenesis dan menghasilkan IFN-γ, TNF-α, dan IL-17 yang semuanya mengatur plak psoriasis. IL-2 berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel T sedangkan IFN-γ dapat menghambat apoptosis keratinosit yaitu dengan cara menstimulasi ekspresi protein anti apoptosis B cell lymphoma-x (Bcl-x) yang memungkinkan terjadinya hiperploriferasi keratinosit. Target spesifik untuk terapi adalah dengan melibatkan TNF-α, ikatan leucocyte function-associated antigen-1 (LFA-1)/interceluler adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan ikatan LFA-3/CD2. IFNγ dan TNFα menginduksi keratinosit untuk memproduksi IL-7, IL-8, IL-12, IL-15, dan TNFα. IL-17 dan IL-15 berperan dalam poliferasi dan keseimbangan homeostatik sel CD8+. IL-17 dan IFNγ meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dan kemokin oleh keratinosit. TNF-α. menginduksi ICAM-1 pada permukaan keratinosit yang menyebabkan sel T akan terikat langsung pada keratinosit melalui molekul LFA- 1. Selain itu, TNFα juga meningkatkan molekul adhesi sel endotel pembuluh darah. 1,48 Keratinosit dapat diaktivasi terutama oleh sitokin Th1 (IFN-γ dan IL- 22). Namun setelah beberapa waktu tertentu peran tersebut akan digantikan oleh sitokin Th17 (IL-6, IL-17, dan IL-22), dan akhirnya diperankan oleh sitokin yang

20 diproduksi oleh makrofag dan sel dendritik (TNF-α, IL-6, IL-18, IL-19, dan IL- 20) dan sitokin yang diproduksi sendiri oleh keratinosit seperti TGF-α, IL-19 dan IL-20. Akan tetapi, sampai saat ini belum dapat ditentukan sitokin mana yang bertanggung jawab dalam peningkatan poliferasi keratinosit. 49 2.1.7. Polimorfisme Nukleotida Tunggal (SNPs) SNPs merupakan suatu penanda genetik yang sering digunakan, dikarenakan memiliki densitas yang tinggi dalam genom manusia dan telah digunakan oleh banyak kelompok untuk menemukan lokus penyakit dan mencari hubungan kelompok gen. 50 SNPs adalah salah satu bentuk variasi materi genetik dimana faktor pembeda dari variasi ini adalah perbedaan nukleotida tunggal A, T, G, C di dalam susunan rangkaian basa. Ini adalah salah satu bentuk paling umum dari variasi genetik manusia. Hal ini mengacu pada tingkat genom akibat mutasi nukleotida tunggal yang disebabkan oleh polimorfisme deoxyribonucleic acid (DNA), yang merupakan tempat penyimpanan informasi genetik. 50,51 Secara teoritis, SNPs dapat menghasilkan perubahan dua sampai empat alel, namun pada kenyataananya hanya 2 alel yang dihasilkan. Adapun perubahan tersebut menkonversi C A, G T, C G, A T. Dari sudut pandang biologis berdasarkan sifat genetik SNP dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu : 50 a. SNP identik yaitu perubahan urutan coding yang tidak mempengaruhi terjemahan urutan asam amino dari protein. b. SNP non - identik yaitu perubahan urutan non-coding yang dapat mempengaruhi terjemahan urutan asam amino dari protein.

21 2.1.8. Polimorfisme Nukleotida Tunggal Gen IL-6 rs1800795 sebagai Penanda Psoriasis Vulgaris Pada kulit terdapat beberapa sitokin pro infamasi khususnya tipe I seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12 interferon (IFN)- γ dan tumor nekrosis faktor (TNF)-α, yang berperan dalam pemeliharaan dan kekambuhan penyakit kulit. 30 Salah satu sitokin pro inflamasi tipe I adalah IL-6 rs1800795 yang merupakan sitokin multifungsional dan mempunyai peran penting untuk diferensiasi dan faktor pertumbuhan dari sel prekursor hematopoietik, sel B, sel T, keratinosit, sel neuronal, oestoklas, dan sel endotel. Gen IL-6rs 1800795 juga mengatur transkripsi dari beberapa gen spesifik selama fase radang akut. Sitokin ini berperan multifungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh, reaksi fase akut, respon imun, dan hematopoiesis. IL-6 diproduksi oleh berbagai sel diantaranya: monosit, makrofag, fibroblas, sel T-helper 2, dan sel endotel. Ekspresi yang berlebihan dari IL-6 berakibat dalam patologi sejumlah penyakit inflamasi kronik dan autoimun, termasuk psoriasis. 13 IL-6 memiliki kemampuan untuk menginduksi reaksi inflamasi akut dan fase kronik untuk mendukung aktifasi limfosit, sel mieloid dan keratinosit di epidermis, yang menyebabkan peningkatan kadar IL-6 serum dan berakibat pada terjadinya inflamasi. 12,36 Suatu polimorfisme genetik yang berkaitan dengan gen IL-6 pada area 1800795 merupakan suatu marker resiko terjadinya penyakit autoimun, salah satunya psoriasis. 24 Selain pada psoriasis IL-6 juga terlibat dalam patologi banyak penyakit termasuk rhematoid arthritis, AIDS, kaposi sarcoma dan osteoporosis. 52

22 Gen IL-6 rs 1800795 merupakan daerah yang berhubungan dengan SNPs pada penyakit psoriasis vulgaris, area ini dapat dijadikan sebagai marker penanda resiko untuk psoriasis vulgaris. 24 Suatu SNPs dapat digunakan sebagai marker genetik karena memiliki densitas yang tinggi dalam mendeteksi penyakit dan telah banyak digunakan untuk mencari suatu hubungan penyakit yang terkait dengan kerusakan lokus gen. 53 Lokus gen merupakan tempat tertentu dalam kromosom yang diduduki oleh setiap gen. Sepasang gen yang berada pada lokus yang sama pada kromosom homolog disebut alel. Alel dapat memiliki fungsi sama, saling mendukung, atau berlawanan. Gen terdiri atas sepasang alel yang sejenis atau berlainan. Organisme disebut homozigot jika alelnya sama. Sebaliknya, organisme disebut heterozigot jika alelnya berbeda. sifat yang muncul tidak sama, maka disebut alel heterozigot. Resesif adalah gen yang tertutupi oleh gen dominan, sehingga tidak sanggup atau tidak mampu mengekspresikan sifatnya, sedangkan dominan adalah gen yang menutupi ekspresi dari gen lain, sehingga sifat dari gen tersebut dapat terekspresikan pada keturunannya. 54

23 2.2. Kerangka Teori Faktor Lingkungan : 1. Trauma mekanis 2. Ultraviolet 3. Infeksi 4. Obat-obatan 5. Stress psikologi 6. Merokok 7. Alkohol 8. Perubahan hormon Faktor Genetik: 1. HLACw6,HLA- B13,B17,BW57,CW2,BW27,CW3 6 2. PSORS1 pada 6p21.3 3. PSORS2 pada 17q 4. PSORS3 pada 4q 5. PSORS4 pada 1q21 6. PSORS5 pada 3q21 7. PSORS6 pada 19p 8. PSORS7 pada 1p 9. PSORS8 pada 16q 10. PSORS9 pada 4q31 11. PSORS10 pada 18p11 12. PSORS11 pada 5q31-q3 13. PSORS12 pada 20q13 14. SNP gen IL-23 15. SNP gen IL-6 Sistem imun psoriasis Aktivasi sel limfosit T Peningkatan IL-2,IL-6,IL-8,IL 12, TNF- Penurunan IL-1,IL-4,IL-10 Sel T-Helper (CD4 + ) dan set T Sitotoksik ( CD8 + ) Hiperproliferasi dan diferensiasi keratinosit Infiltrasi limfosit Psoriasis Vulgaris Gambar 2.2. Kerangka Teori

24 2.3. Kerangka Konsep Dari landasan teori yang telah diuraikan dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Polimorfisme nukleotida tunggal gen IL-6 rs1800795 Psoriasis vulgaris Gambar 2.3. Kerangka Konsep