BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012

STANDAR INDUSTRI HIJAU

telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA "PENYERAHAN PENGHARGAAN ASIA STAR AWARDS 2014" JAKARTA, 9 APRIL 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Konferensi pers persiapan penyelenggaraan Tropical Landscape Summit Jakarta, 31 Maret 2015

PENGEMBANGAN SDM SEKTOR INDUSTRI NASIONAL DALAM MENDUKUNG MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

2012, No BAB I PENDAHULUAN

PELUANG DAN TANTANGAN KONSERVASI ENERGI DI SEKTOR INDUSTRI

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU NASIONAL

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pertumbuhan industri otomotif di Indonesia, salah satunya adalah

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU DI INDONESIA

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI

INDONESIA GREEN AWARDS 2015

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

MODEL PEMILIHAN INDUSTRI KOMPONEN OTOMOTIF YANG RAMAH LINGKUNGAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PROGRAM PEMERINTAH PENINGKATAN KEBUTUHAN DAMPAK LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

BAB I PENDAHULUAN. Di era ekonomi modern seperti saat ini, adanya berbagai isu yang

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA SEMINAR NASIONAL: THORIUM SEBAGAI SUMBER DAYA REVOLUSI INDUSTRI JAKARTA, 24 MEI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi industri manufaktur dalam beberapa dekade terakhir ini

SOLUSI PENGHEMATAN BENSIN DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI SEDERHANA GEN TANDON SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL Oleh: Benny Chandra

STUDI IMPLEMENTASI PENERAPAN INDUSTRI HIJAU PADA GALANGAN KAPAL BAJA. Oleh: Gangsar Anugrah Tirta P

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar minyak yang ketersediaannya semakin

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. meningkat tajam. Sebagai salah satu perusahaan otomotif terbesar yang bergerak di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan, manusia menjadi salah satu komponen dari lingkungan hidup itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahan fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP TAHUN ANGGARAN 2017

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

BAB I PENDAHULUAN I-1

SIH Standar Industri Hijau

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tujuan yang telah ditetapkan yaitu memperoleh keuntungan yang optimal

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. mengimpor minyak dari Timur Tengah (Antara News, 2011). Hal ini. mengakibatkan krisis energi yang sangat hebat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN PENILAIAN PENGHARGAAN INDUSTRI HIJAU

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Gelar Sepatu, Kulit dan Fesyen Merek Indonesia Mendunia Hadirin sekalian yang saya hormati,

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

50001, BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM)

Biomas Kayu Pellet. Oleh FX Tanos

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. beracun dan berbahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. kendaraan bermotor dan konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak).

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan sektor industri di Indonesia telah berjalan sekitar empat puluh lima tahun terhitung sejak lahirnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1967 dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1968. Selama 10 tahun terakhir, industri memberikan kontribusi 25,45-28,96 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan kecenderungan meningkat. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat pendapatan dari sektor non-migas dan pertumbuhan sektor industri didorong hingga mencapai 8,5 persen pada tahun 2014 dan harus terus naik hingga rata-rata sebesar 9,75 persen pada periode 2020-2025. Namun untuk mencapai target pembangunan ekonomi tersebut tidaklah mudah. Terdapat berbagai tantangan bagi industri nasional untuk lebih berdaya saing seperti masalah ketersediaan sumber daya yang semakin menipis juga ketergantungan terhadap bahan baku impor hingga masalah timbulan limbah. Di tingkat global, tuntutan agar diterapkannya standar industri yang menitikberatkan pada upaya efisiensi bahan baku, air dan energi, diversifikasi energi, eco-design dan teknologi rendah karbon dengan sasaran peningkatan produktivitas dan minimalisasi limbah semakin tinggi. Issue lingkungan saat ini menjadi salah satu hambatan perdagangan (barriers to trade) untuk penetrasi pasar suatu negara. Barrier tersebut dilaksanakan dengan cara menerapkan berbagai macam standar, baik itu standar international (ISO, ekolabel) maupun persyaratan pembeli (buyer requirement). Oleh karena itu dunia usaha perlu mengantisipasi hambatan yang diterapkan oleh beberapa negara tujuan ekspor produk Indonesia. I-1

I-2 Untuk mendukung beralihnya sektor industri Indonesia dari Business as Usual (BAU) menjadi Green Businessbeberapa langkah sudah mulai dilakukan. Pada bulan September 2009 bersama 20 negara Asia lainnya, Indonesia menandatangani Manila Declaration on Green Industry di Filipina. Dalam deklarasi ini, Indonesia menyatakan tekad untuk menetapkan kebijakan, kerangka peraturan dan kelembagaan yang mendorong pergeseran ke arah industri yang efisien dan rendah karbon atau dikenal dengan istilah industri hijau. Industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Penerapan industri hijau dilakukan melalui konsep produksi bersih (cleaner production) melalui aplikasi 4R, yaitu Reduce (pengurangan limbah pada sumbernya), Reuse (penggunaan kembali limbah), dan Recycle (daur ulang limbah), dan Recovery (pemisahan suatu bahan atau energi dari suatu limbah). Untuk lebih mengefektifkan aplikasi penerapan produksi bersih, prinsip Rethink (konsep pemikiran pada awal operasional kegiatan) dapat ditambahkan sehingga menjadi 5R. Disamping itu, produksi bersih juga melibatkan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh tahapan produksi. Dengan menerapkan konsep produksi bersih, diharapkan sumber daya alam dapat lebih dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Secara singkat, produksi bersih memberikan dua keuntungan, pertama efisiensi dalam proses produksi; dan kedua adalah meminimisasi terbentuknya limbah, sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup. Produksi bersih juga menghendaki adanya perubahan dalam pola produksi dan konsumsi, baik pada proses maupun produk yang dihasilkan. Selain itu perlu dilakukan perubahan pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak agar menerapkan aplikasi teknologi ramah lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Berdasarkan hasil implementasi, produksi bersih ini teruji mampu mengurangi

I-3 terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan sekaligus meningkatkan daya saing sektor industri karena selain mengurangi biaya produksi dan biaya pengolahan limbah juga akan memperbaiki efisiensi industri. Berbagai program terus dikembangkan untuk mendukung terwujudnya industri hijau, diantaranya : 1) Menyusun rencana induk pengembangan industri hijau. Rencana induk merupakan arahan kebijakan dan panduan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mengembangkan industri hijau di Indonesia. Dokumen ini memuat visi, misi, roadmap dan rencana aksi pengembangan industri hijau sampai tahun 2030. 2) Konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor industri. Sektor industri merupakan pengguna energi terbesar, dimana ± 47% energi nasional dikonsumsi oleh kegiatan industri. Kebutuhan energi terus meningkat, sementara cadangan sumber energi semakin menipis. Oleh sebab itu, harus ditingkatkan upaya konservasi dan diversifikasi energi sehingga dapat terjaga keberlanjutan sektor industri, disamping untuk memenuhi komitmen pemerintah Indonesia untuk penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Sebagaimana diketahui pemerintah Indonesia di Konvensi G-20 tahun 2009 di Pittsburg telah berkomitmen akan menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 apabila dilaksanakan secara mandiri (tanpa bantuan donor internasional) dan menjadi 41% apabila dibantu oleh donor internasional. 3) Penggunaan mesin ramah lingkungan. Program ini telah dimulai dengan melakukan restrukturisasi permesinan untuk industri tekstil dan produk tekstil, alas kaki, dan gula. Kondisi permesinan di beberapa jenis industri seperti tekstil, alas kaki, dan gula sudah tua sehingga boros dalam penggunaan sumber daya dan menurunkan tingkat efisiensi produksi. Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, Kementerian Perindustrian melakukan program restrukturisasi permesinan dengan memberi

I-4 bantuan pembiayaan kepada industri untuk pembelian mesin-mesin baru. Program yang dimulai sejak tahun 2007 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas, efisiensi penggunaan sumber daya (bahan baku, energi dan air) serta mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja. 4) Menyiapkan standar industri hijau. Penyusunan standar industri hijau bertujuan untuk melindungi kepentingan perusahaan industri dan konsumen serta meningkatkan daya saing industri nasional dalam persaingan global. Kegiatan ini telah dimulai pada tahun 2012 dengan menyusun standar industri hijau untuk komoditi industri keramik dan industri tekstil. Penyusunan standar ini akan dilakukan secara bertahap untuk semua komoditi industri. Standar industri hijau pada awalnya akan bersifat sukarela (voluntary), tetapi seiring dengan berkembangnya tuntutan pasar di masa depan dapat juga diberlakukan secara wajib (mandatory). 5) Menyiapkan lembaga sertifikasi industri hijau. Bagi perusahaan industri yang telah memenuhi standar industri hijau akan diberikan sertifikat oleh suatu lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi. Saat ini Kementerian Perindustrian sedang dalam proses penyiapan mekanisme dan lembaga sertifikasi yang nantinya dapat diakui baik secara nasional maupun internasional. 6) Menyiapkan insentif bagi industri hijau. Salah satu aspek penting dalam mendorong pengembangan industri hijau adalah perlunya pemberian stimulus berupa insentif (fiskal dan non fiskal) bagi pelaku industri untuk mendorong dan mempromosikan iklim investasi bagi pengembangan industri hijau. Investasi untuk industri hijau sangat besar, salah satunya adalah karena diperlukan penggantian mesin produksi dengan teknologi yang ramah lingkungan, oleh sebab itu diperlukan insentif dari pemerintah agar industri tetap bisa tumbuh dan berkembang di Indonesia. Tanpa dukungan

I-5 insentif, dikhawatirkan industri bakal kalah bersaing, khususnya di pasar dalam negeri. 7) Penerapan produksi bersih. Penerapan produksi bersih di sektor industri telah dimulai sejak tahun 1990an. Berbagai program telah dikembangkan oleh Kementerian Perindustrian untuk mendorong pelaku industri menerapkan produksi bersih, terutama untuk mendorong pelaku IKM agar menerapkan produksi bersih. Program-program yang telah dilakukan diantaranya adalah menyusun pedoman teknis produksi bersih untuk beberapa komoditi industri dan memberikan bantuan teknis kepada beberapa industri. 8) Penyusunan katalog material input ramah lingkungan Penyusunan katalog ini bertujuan untuk menyediakan informasi bagi pelaku industri dalam memilih bahan baku dan bahan penolong yang lebih ramah lingkungan. Pada tahun 2012 telah disusun katalog untuk komoditi industri tekstil, keramik dan makanan. Penyusunan katalog ini akan terus dilakukan dalam rangka mendorong pelaku industri menuju industri hijau. Dengan semakin mudahnya masyarakat memiliki kendaraan bermotor membuat polusi kendaraan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun dibalik peningkatan populasi kendaraan bermotor yang masih menggunakan bahan bakar fosil, ada ancaman nyata yang mengintai yaitu pemanasan global dan perubahan iklim karena meningkatkan emisi gas rumah kaca. Dalam beberapa tahun terakhir kendaraan bermotor menjadi penunjang aktivitas keseharian utama yang digunakan sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini tak terlepas dari kemudahan masyarakat memiliki kendaraan bermotor, hanya dengan membayar uang muka yang cukup ringan masyarakat bisa membawa pulang kendaraan bermotor. Asosiasi Industri Indonesia memperkirakan populasi kendaraan bermotor di tanah air saat ini mencapai 85 juta unit atau sepertiga populasi penduduk Indinesia. Jumlah itu pasti bertambah

I-6 besar di tahun-tahun berikutnya, berkaca pada populasi kendaraan bermotor yang begitu besar bisa dibayangkan berapa besar emisi karbon dioksida (CO2) dari hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, belum lagi emisi karbon dioksida yang dihasilkan alat transportasi lainnya maupun sektor industri yang masih menggunakan bahan bakar fosil. Secara global, emisi karbon dioksida hasil dari aktivitas manusia pada tahun 2011 sudah mencapai 150 kali lipat lebih banyak dari tahun 1850 yang menjadi tahun pertama meningkatnya emisi karbon dioksida ke atmosfer bumi. Akumulasi jumlah karbon dioksida di atmosfer dari tahun 1850 hingga 2000 diperkirakan mencapai sekitar 1035 Giga tondan kecepatan emisi karbon dioksida sekarang ini dua kali lebih cepat dari penguraiannya. PT. AH yang merupakan anak perusahaan PT. AI produsen kendaraan bermotor yang merajai pasar kendaraan bermotor di Indonesia, meyadari akan tanggung jawab sosial mereka terhadap lingkungan hidup. PT. AH memberi perhatian terhadap peningkatan emisi karbon dioksida dengan terobosan inovasi teknologi injeksi yang ramah lingkungan karena mampu mereduksi penggunaan bahan bakar minyak dan mengurangi emisi karbon dioksida. Dengan adanya teknologi injeksi ini mampu mengendalikan kadar gas buang yang menekan emisi karbon dioksida hingga 90% sesuai dengan regulasi EURO 3. Dengan begitu perusahan pula harus memilih supplier yang sudah menerapkan sistem ramah lingkungan pula, sehingga pada bisnis industri manufaktur, khususnya pada dunia otomotif di Indonesia semakin bersaing ketat untuk penjualan produknya. Sehingga produsen otomotif harus meningkatkan mutu produknya, dengan semakin baiknya mutu yang dibuatnya, maka harus memilih supplier bahan baku yang baik pula dan mendapatkan harga yang bersaing. Maka dari itu untuk pemilihan supplier harus dilakukan secara baik pula, supaya mendapatkan supplier yang memiliki kualitas yang diharapkan oleh perusahan tersebut. Dimana perusahaan ini telah memiliki lima plan, dimana disetiap plan berbeda-beda produksinya. Pada tempat penelitian yang dilakukan saat ini berada pada plan produksi motor matic. Dimana produksi ini memerlukan

I-7 banyak komponen yang digunakan untuk merakit satu kendaraan, yang dimulai dari kerangka yang termasuk komponen besar hingga baut yang termasuk komponen yang terkecil. Perkembangan saat awal terbentuknya perusahaan, keseluruhan komponen masih didatangkan dari Jepang dalam bentuk terurai atau CKD (Completely Knock Down). Baru mulai tahun 1974 seiring dengan ketentuan pemerintah untuk melakukan program lokalisasi komponen, secara bertahap komponen mulai dibuat di dalam negeri. Jumlah produksi mengalami peningkatan secara bertahap, mulai dari total produksi yang sekitar 1500 unit selama tahun 1971, meningakat menjadi 30.000 unit pada tahun berikutnya, sampai 30 tahun kemudian (tahun 2000) produksi mampu mencapai 150.000 unit perbulan. Begitu pula dengan jenis komponen yang diproduksi secara lokal, dimana selalu meningkat dari tahun ketahun, saat ini kandungan lokal untuk tipe motor bebek sudah mencapai 92%. Ini berarti hanya tinggal 8% komponen yang perlu di impor dari luar, dimana jumlah inipun hanya berkaitan dengan bagian engine (mesin) saja. Diluar itu seluruhannya sudah diproduksi di dalam negeri. Jumlah akumulasi produksi PT.AH saat ini mencapai lebih dari 10juta unit sejak didirikan pada tahun 1971. Dengan pangsa pasar lebih dari 50% PT.AH tetap berupaya selalu konsisten mengkasilkan produk-produk berkualitas dan terjangkau oleh konsumen sepedah motor di Indonsia. Salah satu komponen yang dibuat secara lokal iyalah tangki pada sepeda motor, dimana fungsi sebuah Sistem bahan bakar merupakan sistem bahan bakar yang mengunakan kaburator atau injeksi untuk melakukan proses pencampuran bensin dengan udara sebelum disalurkan ke ruang bakar. Sebagian besar sepeda motor saat ini masih menggunakan sistem ini. Komponen utama dari sistem bahan bakar terdiri dari: tangki dan karburator atau injeksi. Sepeda motor yang menggunakan sistem bahan bakar ini umumnya tidak dilengkapi dengan pompa bensin karena sistem penyalurannya tidak menggunakan tekanan tapi dengan penyaluran sendiri berdasarkan berat gravitasi.

I-8 Tangki merupakan tempat persediaan bahan bakar. Pada sepedah motor yang mesinnya dibawah maka tangki bahan bakar ditempatkan di atas. Kapasitas tangki dibuat bermacam-macam tergantung dari besar kecilnya mesin. Bahan tangki dibuat dari plat baja dengan dilapisi pada bagian dalam dengan logam yang tidak mudah berkarat. Namun demikian terdapat juga tangki bensin yang terubuat dari alumunium. Tangki bahan bakar dilengkap dengan pelampung dan sebuah tahan geser untuk keperluan alat pengukur jumlah minyak yang ada didalam tangki. Gambar 1.1 Contoh struktur tangki pada sepeda motor 1. Tank cap (penutup tangki) berfungsi sebagai lubang masuknya bensin, pelindung debu dan air, lubang pernafasan udara, dan menjaga agar bensin tidak tumpah jika sepda motor terbalik. 2. Filler tube berfungsi menjaga melimpahnya bensi pada saat ada guncangan (jika kondisi panas, bensin akan memuai) 3. Full cock (kran bensin) berfungsi untuk membuka dan menutup aliran bensin dari tangki dan sebagai penyaring kotoran/partikel debu. 4. Damper locating (peredam) berupa karet yang berfungsi untuk meredam posisi tangki oada saat sepeda motor berjalan. Dimana pada PT.AH sendiri telah menerapkan go green pada perusahaannya, sehingga untuk proses pemilihan supplier juga perusahaan mengkriteriakan untuk memilih supplier yang telah menerapkan go green pula pada perusahan supplier, dimana pada saat ini perusahan bersaing pula pada teknologi yang digunakannya. Tidak hanya bersaing pada produknya, tetapi

I-9 bersaing pula untuk mengurangi limbah pencemaran pada alam sekitar perusahaan. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah yang ada pada PT.AH ini terdapat pada pihak supplier, dimana supplier merupakan inti dari kualitas suatu produk yang diproduksinya. Dimana apabila mendapakan supplier yang baik maka akan berdampak baik pula pada produk yang akan diproduksinya, sehingga untuk pemilihan supplier harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga perusahan dapat memilih supplier yang menjadi kriteria utama dan kriteria kedua pada perusahaan. Karena pada PT.AH ini sudah menerapkan go green, maka para supplier yang dipilih pun sudah harus menerapkan go green pula. Pada permasalahan yang timbul pada proses pemilihan supplier PT.AH ini berada pada : a. Bagaimana menyeleksi supplier yang menerapkan sistem Go Green di perusahaan? 1.3 Tujuan dan Manfaat Pemecahan Masalah Tujuan dan kegunaan dari pemecahan masalah ini adalah untuk : a. Menyeleksi supplier yang sudah menerapkan sistem Go Green pada perusahaan. 1.4 Pembatasan Asumsi Pembatasan asusmi yang dilakukan yakni dengan cara : a. Penelitian dilakukan di PT.AH, pada bagian departemen Logistic yang memegang kendali untuk supplier Coil / bahan mentah untuk membuat tangki pada kendaraan. b. Penelitian dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner kepada seluruh karyawan departemen Logistic pada bagian bahan baku Coil.

I-10 1.5 Ruang Lingkup Pembahasan Ruang lingkup yang dipilih pada perushaan ini adalah pada bagian produk coil. Line proses ini dipilih karena memiliki lebih dari tiga supplier yang dipilih, karena pada penggunakan metode AHP ini pemilihan supplier harus memiliki lebih dari tiga supplier untuk dapat membandingkan supplier satu dengan supplier lainnya. Sedangkan pada departemen lainnya hanya ada satu sampai dua supplier saja. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan yang digunakan dalam penyusunan Laporan, sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah yang dihadapi, tujuan dan kegunakan pemecahan masalah, ruang lingkup pembahasan dan sistematika pembahasan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan serta teori-teori yang mendukung dalam pemecahan masalah. BAB III USULAN PEMECAHAN MASALAH Bab ini berisikan tentang model pemecahan masalah dan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pemecahan masalah. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisikan tentang data-data yang diperlukan untuk penelitian, dan pengolahan data yang dibuat dari hasil pengumpulan data-data yang diambil.

I-11 BAB V ANALISA & PEMBAHASAN Bab ini berisikan tentang data umum perusahaan dan data yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang selanjutnya dilakukan pengolahan data dan pembahasan. BAB VI KESIMPULAN Bab ini berikan tentang kesimpulan hasil pemecahan masalah yang diperoleh dari hasil analisis dan pengamatan, serta saran-saran dari hasil pengamatan.