VI. ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan oleh sekian banyak Negara berkembang khususnya

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. dan peningkatan kesejahteraan. Pada pembangunan ekonomi di daerah, tujuan

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan distribusi pendapatan yang merata tanpa adanya disparitas. Selain untuk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan sangat penting dilakukan untuk menyelesaikan analisis terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bagaimana suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? UNTUNGNYA PEMEKARAN. Disusun Oleh : Agunan P. Samosir 1 ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB 5 BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau regional khususnya di bidang ekonomi. Angka-angka pendapatan regional dapat

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peran pemerintah dalam perekonomian menurut Adam Smith (1776) dalam

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FISKAL DAERAH TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI (Studi Kasus Propinsi Sulawesi Selatan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

2012, No Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

Transkripsi:

VI. ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH Pada bagian ini, penulis menganalisis pola hubungan antara variabel fiskal terutama belanja modal dengan pertumbuhan PDRB, belanja modal dengan kemiskinan, dan belanja modal dengan pengangguran kabupaten kota. Hal ini menarik karena dengan gambaran ini memungkinkan untuk mengetahui posisi masing-masing kabupaten kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Di samping itu juga akan diuraikan dianalisis pola hubungan PDRB dengan kemiskinan dan PDRB dengan pengangguran masing-masing kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Pola hubungan yang dimaksud dibuat dalam dua periode yaitu periode yaitu tahun 0-0 (sebelum diberlakukannya revisi Undang Undang Otonomi Daerah) dan periode tahun 0-09 (setelah diberlakukannya revisi Undang Undang Otonomi Daerah)... Analisis Belanja Modal terhadap Produk Domestik Regional Bruto Pola hubungan antara persentase rata-rata pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-rata pertumbuhan produk domestik regional bruto menunjukkan angka positif namun tidak nyata yaitu 0.93 pada periode tahun 0-0 dan 0.0 untuk periode tahun 0-09. Hal tersebut menunjukkan bahwa belanja modal yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah belum sepenuhnya dapat mendorong pertumbuhan PDRB di daerahnya. Untuk jelasnya pola hubungan antara persentase rata-rata pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-rata pertumbuhan produk domestik regional bruto dapat dilihat pada Gambar 7 dan. Gambar 7 dan menunjukkan bahwa pada periode tahun 0-0 hanya ada empat kabupaten kota yang berada pada kuadran I pada kondisi terbaik, empat berada di kuadran II, tujuh berada di kuadran IV, dan enam berada pada kuadran III kondisi terburuk. Sementara pada periode tahun 0-09 terjadi pergeseran, dimana terdapat kabupaten kota berada pada kuadran I kondisi terbaik, empat di kuadran II, enam pada kuadran IV, dan pada kuadran III kondisi terburuk.

0 70 0 0 0-3 4 Rata-Rata Pertumbuhan PDRB (persen) 7 Gambar 7. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata Belanja Modal dengan Pertumbuhan Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto Tahun 0-0 4 3 3 4 7 Rata-Rata Pertumbuhan PDRB (persen) 9 Gambar. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata Belanja Modal dengan Pertumbuhan Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto Tahun 0-09 Kuadran III, dengan kondisi terburuk meliputi enam kabupaten yaitu,,,, dan Tana Toraja. Jika membandingkan rata-rata pertumbuhan belanja modal dengan rata-rata pertumbuhan PDRB periode tahun 0-0 dan periode tahun 0-09, maka terdapat dua kabupaten yang konsisten berada pada kuadran III, yaitu Kabupaten dan Tana Toraja, dan tidak satupun kabupaten kota yang konsisten berada pada kondisi terbaik di Kuadran I.

9 Kabupaten Jeponto dan Kabupaten Tana Toraja adalah dua kabupaten dengan tingkat pendapatan perkapita yang relatif kecil dibanding dengan kabupaten lain dengan jumlah penduduk cukup besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua kabupaten tersebut memiliki keterbatasan belanja modal dalam membangun infrastruktur, sehingga investor swasta kurang tertarik, akibatnya membuat pertumbuhan PDRB kedua kabupaten tersebut relatif kecil dibanding dengan kabupaten lainnya. Sementara Kota yang sebelumnya berada pada kuadran I bergeser ke kuadran IV menujukkan bahwa pertumbuhan PDRB di Kota lebih banyak didorong oleh investasi swasta mengingat keberadaan kota makassar, sebagai ibu kota provinsi dengan infrastuktur yang cukup bangus, dibanding daerah lainnya. Pada sisi lain Kabupaten Timur sebagai satu-satunya Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki perusahaan tambang yang cukup besar dimana total PDRB lebih 0 persen disumbangkan oleh sektor pertambangan. bergeser dari kuadran I ke kuadran II. Pergeseran disebabkan karena pertumbuhan PDRB sektor pertambangan relatif tetap... Analisis Belanja Modal terhadap Kemiskinan Pola hubungan antara persentase rata-rata pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-rata penduduk miskin menunjukkan angka negatif dan nyata pada periode tahun 0-0 yaitu -0.370, dan negatif tidak nyata pada untuk periode tahun 0-09 yaitu -0.047. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah pada periode tahun 0-09 turun di banding pada periode tahun 0-0. Dalam arti bahwa belanja modal yang dikeluarkan oleh pemerintah pada peride 0-09 kurang berpihak kepada penduduk miskin dibanding periode tahun 0-0. Untuk jelasnya pola hubungan persentase rata-rata pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-rata penduduk miskin dapat dilihat pada Gambar 9 dan. Gambar 9 dan menunjukkan bahwa pada periode tahun 0-0, terdapat tujuh kabupaten kota yang berada pada kuadran II, tiga berada di

kuadran I, delapan berada di kuadran IV, dan empat berada di kuadran III. sementara pada periode tahun 0-09 terjadi pergeseran, dimana terdapat sebelas kabupaten kota berada pada kuadran II, tujuh pada I, tiga pada kuadran III, dan hanya dua pada kuadran IV. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam era otonomi daerah dewasa ini, keberpihakan pemerintah daerah terhadap kemiskinan pada masing-masing kabupaten kota, cukup bervariasi, dan cenderung tidak konsisten. 0 70 0 0 0 - Rata-Rata Penduduk Miskin (persen) Gambar 9. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata Belanja Modal dengan Rata-rata Penduduk Miskin Tahun 0-0 4 3 Rata-Rata Penduduk Miskin (persen) Gambar. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata Belanja Modal dengan Rata-rata Penduduk Miskin Tahun 0-09

Apabila kita membandingkan persentase rata-rata pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-rata penduduk miskin periode tahun 0-0 dan periode tahun 0-09, maka dua kabupaten yaitu, dan konsisten berada pada kuadran IV, sedang lima kabupaten lainnya bergeser yaitu Kabupaten,, Utara, dan Tana Toraja bergeser ke kuadran I, Kabupaten, ke kuadran II. Sementara kabupaten kota yang konsisten berada pada kondisi terbaik pada kuadran II yaitu Kabupaten, Timur,,, dan Kota. Pada periode 0-09 terdapat tujuh kabupaten kota yang berada pada kuadran I yaitu Kabupaten,,, Tana Toraja,, dan Itara. Kondiri pada kuadran I menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan belanja modal yang dikeluarkan oleh kebupaten kota yang bersangkutan cukup tinggi dibanding dengan kabupaten lainnya, namun tingkat kemiskinan di daerah tersebut tetap tinggi. Dengan demikian pola hubungan antara belanja modal dan kemiskinan sangat rendah di daerah ini. Hal tersebut mengindikasikan bahwa belanja modal yang dikeluarkan kurang menyentuh pada kantong-kantong kemiskinan di daerah tersebut, dan sekaligus menunjukkan bahwa keberpihakan pemerintah daerah terhadap penduduk miskinan di daerahnya relatif rendah..3. Analisis Belanja Modal terhadap Pengangguran Pola hubungan antara persentase rata-rata pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-rata pengangguran, menunjukkan angka negatif dan tidak nyata pada periode tahun 0-0 yaitu -0.0, dan -0.0 untuk periode tahun 0-09. Hal tersebut menunjukkan bahwa belanja modal yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah kurang dapat menurunkan pengangguran yang ada di daerahnya. Untuk jelasnya pola hubungan persentase rata-rata pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-rata pengangguran dapat dilihat pada Gambar dan. Gambar dan menunjukkan bahwa pada periode tahun 0-0 terdapat lima kabupaten kota yang berada pada kuadran II, lima berada di kuadran

I, tujuh berada di kuadran IV, dan enam berada di kuadran III. Sementara pada periode tahun 0-09 terjadi pergeseran, dimana terdapat delapan kabupaten kota berada pada kuadran II, sepuluh pada I, empat pada kuadran III, dan hanya satu pada kuadran IV. 0 70 0 0 0-4 Rata-rata Tingkat Pengangguran (persen) Gambar. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata Belanja Modal dengan Rata-rata Pengangguran Tahun 0-0 4 3,0 7,,0,,0 Rata-rata Tingkat Pengangguran (persen) 7, Gambar. Pola Hubungan antara Pertumbuhan Rata-rata Belanja Modal dengan Rata-rata Pengangguran Tahun 0-09 Kuadran IV, dengan kondisi terburuk yaitu hanya Kota pada periode tahun 0-09, hal ini mungkin disebabkan karena Kota

3 sebagai ibukota provinsi, sehingga tidak sedikit penduduk yang mengadu nasib mencari pekerjaan di Kota, mengakibatkan pengangguran di Kota cukup tinggi. Sementara tiga kabupaten yang konsisten berada pada kondisi terbaik pada kuadran II yaitu Kabupaten,,. Kota,, dan Pare-pare memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi dibanding dengan daerah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa angkatan kerja yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan cenderung mencari pekerjaan di kota. Mengingat ketiga daerah itu adalah merupakan kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara Kabupaten,, dan adalah tiga kabupaten yang berlokasi sangat dekat dengan Kota. Semenatara Kabupaten Timur adalah satu-satunya kabupaten yang memiliki lokasi pertambangan yang cukup besar..4. Analisis Produk Domestik Regional Bruto terhadap Kemiskinan Pola hubungan antara persentase rata-rata pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata penduduk miskin menunjukkan angka negatif dan nyata pada periode tahun 0-0 yaitu -0.39, dan angka negatif tidak nyata untuk periode tahun 0-09 yaitu -0.49. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB kabupaten kota kualitasnya menurun pada peride 0-09 dibanding dengan peride 0-0, dalam arti bahwa pertumbuhan PDRB pada tahun 0-09 kurang berkualitas, dalam arti bahwa pertumbuhan yang ada lebih banyak dinikmati oleh goloangan menengah ke atas. Untuk melihat pola hubungan persentase rata-rata pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata penduduk miskin tahun 0-0 dan 0-09 dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa pada periode tahun 0-0 terdapat enam kabupaten kota yang berada pada kuadran II, lima berada di kuadran I, enam berada di kuadran IV, dan enam berada di kuadran III. Sementara pada periode tahun 0-09 terjadi pergeseran, dimana terdapat delapan kabupaten kota berada pada kuadran II, empat pada I, lima pada kuadran III, dan lima pada kuadran IV.

4 Rata-rata Pertumbuhan PDRB (persen) 7 4 3 Rata-rata Penduduk Miskin (persen) Gambar 3. Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto dengan Tingkat Rata-rata Kemiskinan Tahun 0-0. Rata-Rata Pertumbuhan PDRB (persen) 9 7 4 3 Rata-rata Penduduk Miskin (persen) Gambar 4. Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto dengan Tingkat Rata-rata Kemiskinan Tahun 0-09 Jika membandingkan antara persentase rata-rata pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata penduduk miskin tahun 0-0 dan periode tahun 0-09, maka tiga kabupaten yaitu, Tana Toraja, dan konsisten berada pada kuadran IV, tiga kabupaten yang sebelumnya berada pada kuadran IV, yaitu Kabupaten,, dan bergeser ke kuadran I, dan dua kabupaten yaitu dan yang sebelumnya berada pada kuadran I bergeser ke kuadran IV. Sementara kabupaten kota yang konsisten berada pada

kondisi terbaik pada kuadran II yaitu Kota,,, serta Kabupaten Sidenreng Rappang. Pada periode tahun 0-09 terdapat empat kabupaten yang berada pada kuandran I yaitu Kabupaten,, dan Utara, hal tersebut menunjukkan bahwa keempat kabupatan tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada empat kabupaten tersebut kurang berkualitas, dalam arti hanya bertumpuh pada golongan menengah keatas. Dikatakan demikian karena kondisi pada kuandran I menunjukkan pertumbuhan PDRB yang relatif tinggi namun tingkat kemiskinan juga cukup tinggi... Analisis Produk Domestik Regional Bruto terhadap Pengangguran Pola hubungan antara persentase rata-rata pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata pengangguran menunjukkan angka negatif dan tidak nyata pada periode tahun 0-0 yaitu -0.4 dan -0. pada periode tahun 0-09. Hal tersebut menujukkan bahwa pertumbuhan PDRB kabupaten kota belum sepenuhnya dapat menurunkan angka pengangguran yang ada di daerah tersebut. Untuk jelasnya pola hubungan persentase rata-rata pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata pengangguran dapat dilihat pada Gambar dan. Rata-Rata Pertumbuhan PDRB (persen) 7 4 3 4 Rata-Rata Tingkat Pengangguran (persen) Gambar. Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto dengan Tingkat Rata-rata Pengangguran Tahun 0-0

Gambar dan menunjukkan bahwa pada periode tahun 0-0 terdapat lima kabupaten kota yang berada pada kuadran II, tujuh berada di kuadran I, lima berada di kuadran IV, dan enam berada di kuadran III. Sementara pada periode tahun 0-09 terjadi pergeseran, dimana terdapat enam kabupaten kota berada pada kuadran II, delapan pada I, enam pada kuadran III, dan tiga pada kuadran IV. Rata-rata Pertumbuhan PDRB (persen) 9 7 4 3,0 7,,0,,0 Rata-rata Tingkat Pengangguran (persen) 7, Gambar. Pola hubungan Pertumbuhan Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto dengan Tingkat Rata-rata Pengangguran Tahun 0-09 Jika membandingkan antara persentase rata-rata pertumbuhan PDRB dengan persentase rata-rata pengangguran tahun 0-0 dan periode tahun 0-09, maka hanya satu kabupaten yaitu yang konsisten berada pada kuadran IV, empat kabupaten yang sebelumnya berada pada kuadran IV yaitu Kabupaten,, bergeser ke kuadran I, Tana Toraja bergeser ke kuadran ke III, sementara Kabupaten bergeser ke kuadran ke II. Selanjutnya hanya satu kabupaten yang konsisten berada pada kondisi terbaik di kuadran II yaitu Kabupaten. Kota,, dan Pare-pare adalah tiga kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan juga memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di ketiga kota tersebut mendorong para pencari kerja untuk melakukan migrasi ke kota tersebut, untuk mendapatkan

7 penghasilan yang lebih tinggi pada sektor industri di perkotaan. Hal tersebut wajar mengingat secara teoritis, Todaro (09) mengatakan bahwa pada dasarnya sektor industri atau modern di perkotaan memiliki tingkat penghasilan yang lebih tinggi dibanding dengan sektor pertanian di perdesaan, sehingga mendorong para pencari kerja di perdesaan untuk melakukan migrasi ke perkotaan.