PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR VITAMIN A DALAM MINYAK GORENG SAWIT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SLAMET SUKARNO

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR VALSARTAN DALAM PLASMA DARAH MANUSIA SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SNI MINYAK GORENG SAWIT SECARA WAJIB (Permenperin No.87/M- IND/PER/12/2013 dan Revisinya)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

YANTI TANUWIJAYA PENGEMBANGAN METODE ANALISIS ANTIOKSIDAN BHA, BHT, DAN TBHQ DALAM MIE INSTAN DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

PEMBERLAKUAN SNI MINYAK GORENG SAWIT SECARA WAJIB. Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Kementerian Perindustrian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR NISTATIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DAN APLIKASINYA DALAM SEDIAAN SALEP SKRIPSI

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

PENGEMBANGAN METODE PENETAPAN KADAR GLIBENKLAMID DALAM PLASMA DARAH MANUSIA SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DAN APLIKASINYA DALAM SEDIAAN TETES MATA SKRIPSI

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

PHARMACY, Vol.06 No. 03 Desember 2009 ISSN

Bab III Bahan dan Metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

SNI Standar Nasional Indonesia. Kopi bubuk. Badan Standardisasi Nasional ICS

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2008, beberapa produk susu dan olahannya yang berasal dari Cina

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KESTABILAN KALIUM IODAT DALAM GARAM TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR MENGGUNAKAN METODE TITRASI IODOMETRI DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS SKRIPSI

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

VALIDASI METODE IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR TADALAFIL DALAM PERMEN KARET CINTA DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962).

BAB I PENDAHULUAN. analgetik dan antipiretik disamping jenis obat lainnya. Jenis obat tersebut banyak

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

SNI Standar Nasional Indonesia. Minyak goreng. Badan Standardisasi Nasional ICS

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh CHANDRA SAPUTRA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL, KAFEIN DAN ASETOSAL DALAM SEDIAAN ORAL SECARA SIMULTAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

III. METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTIKUM. ISOLASI DNA, Isolasi Protein dan PCR (Elektroforesis agarose dan Acrylamic)

VALIDASI METODE ANALISIS METOPROLOL DALAM URIN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

PENETAPAN KADAR BENSORSAK DALAM OKKY JELLY DRINK SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) KARYA ILMIAH NOVA LESTARI HARAHAP

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

APLIKASI EFFERVESCENCE-LIQUID PHASE MICROEXTRACTION UNTUK ANALISIS SENYAWA PESTISIDA KLORPIRIFOS DALAM MENTIMUN MENGGUNAKAN HPLC UV-VIS SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

Transkripsi:

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR VITAMIN A DALAM MINYAK GORENG SAWIT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SLAMET SUKARNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Vitamin A dalam Minyak Goreng Sawit Secara Kromatografi Cair kinerja Tinggi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, September 2011 Slamet Sukarno F 252070025

ABSTRACT SLAMET SUKARNO. The Development and Validation of Method Analysis for Vitamin A Determination in Palm Oil by High Performance Liquid Chromatography. Under Direction of FERI KUSNANDAR and HANIFAH NURYANI LIOE. The fortification of vitamin A in cooking palm oil is being mandatorily regulated in 2013. To control the implementation this standard, the laboratory capacity to analyze vitamin A is required. The vitamin A analysis must be valid, selective, rapid, easy and practical. The objective of this study was to validate a modified standardized method of vitamin A analysis by a High Performance Liquid Chromatography (HPLC). All validation parameters (liniearity, accuracy, precision, selectivity, robustness, LOD, and LOQ) met the requirement. Vitamin A in palm oil matrix could be analyzed by HPLC method by using a mobile phase of acetonitrile:water (80:20) with flux rate of 1,75 ml/min, and ultraviolet detector at 325 nm. This condition used a C-18 column. Keywords: method analysis, vitamin A, HPLC, optimal condition, validation

RINGKASAN SLAMET SUKARNO. Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Vitamin A dalam Minyak Goreng Sawit secara Kromatografi Cair kinerja Tinggi. Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR dan HANIFAH NURYANI LIOE. Penyakit akibat kurang vitamin A (KVA) merupakan masalah global yang menimpa sebagian besar penduduk di dunia termasuk juga di Indonesia. KVA disebabkan oleh kurangnya vitamin A di dalam jaringan yang dapat menimbulkan gangguan secara subklinis atau klinis. Salah satu kebijakan pemerintah yang ditempuh untuk menanggulangi masalah KVA adalah fortifikasi vitamin A ke dalam minyak goreng sawit. Tahun 2013 pemerintah akan mengimplementasikan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib minyak goreng sawit yang difortifikasi dengan vitamin A. Menurut Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tentang persyaratan mutu minyak goreng sawit, jumlah vitamin A yang harus ditambahkan ke dalam produk tersebut minimal 45 IU/g. Seiring dengan peraturan dan kondisi diatas maka perlu dilakukan pengawasan atau monitoring terhadap kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit, baik pada tingkat industri, distributor dan konsumen. Untuk itu dibutuhkan suatu metode analisis yang valid, selektif, cepat, mudah dan praktis untuk identifikasi dan penetapan kadar vitamin A, khususnya vitamin A dalam minyak goreng sawit. Metode analisis vitamin A dalam minyak goreng sawit masih sulit didapat, namun metode analisis vitamin A dalam produk pangan dengan menggunakan peralatan moderen, diantaranya dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) sudah banyak yang dikembangkan oleh peneliti terdahulu. Namun kelemahan dari metode yang ada adalah kerumitan dalam penyiapan sampel (saponifikasi, ekstraksi dan pemekatan atau penguapan pelarut organik yang digunakan). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan metode analisis penetapan kadar vitamin A minyak goreng sawit yang mudah dan praktis, namun memberikan hasil yang valid. Metode analisis yang dikembangkan oleh peneliti ini berbasis kromatografi, tanpa proses saponifikasi, tanpa ekstrasi dan tanpa penguapan pelarut organik. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimum untuk analisis vitamin A dalam minyak goreng sawit, melakukan validasi metode analisis yang sudah dipilih pada optimasi metode dan melakukan uji coba penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit yang beredar di pasaran menggunakan metode yang telah dikembangkan. Teknik penyiapan sampel dilakukan dengan cara melarutkan sampel menggunakan campuran n-pentana dan 2-propanol, ditambahkan larutan butil hidroksi toluena sebagai antioksidan dan tetra-n-butil amonium hidroksida untuk melakukan reaksi subsitusi retinil palmitat menjadi retinol, yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dilakukan dengan menggunakan teknik isokratik menggunakan kolom C 18 (Waters Xbridge, dengan panjang 250 mm, diameter 4,6 mm ukur an partikel 5,0 µm). Parameter kondisi KCKT yang dioptimasi adalah: komposisi fase gerak metanol 100 % dengan laju alir: 0,6; 0,8;

1,0 ml/menit; metanol dan air (97,5:2,5; 95:5; 90:10; dan 85:15) dengan laju alir 1,5 ml/menit; asetonitril dan metanol (75:25; 50:50; dan 25:75) dengan laju alir 1,0 ml/menit, asetonitril dan air (100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20 dan 75:25) dengan laju alir: 1,5 dan 1,75 ml/menit dan detektor yang digunakan detektor ultraviolet dan detektor fluoresens. Kromatogram yang dihasilkan dievaluasi berdasarkan waktu retensi (Rt), resolusi (Rs), jumlah lempeng teoritis (N) dan faktor ikutan (Tf). Hasil pemilihan kondisi optimum yang memberikan skor tertinggi adalah: komposisi fase gerak asetonitril dan air (80:20), laju alir 1,75 ml/menit menggunakan detektor ultraviolet pada panjang gelombang 325 nm. Metode ini valid yang ditunjukkan dengan kurva kalibrasi dan linieritas pada rentang konsentrasi 0,4443 IU/mL sampai dengan 13,5233 IU/mL dengan koefesien regresi (r) 0,99997 dan standar deviasi relatif regresi linier (V xo ) 2,54 %; presisi dengan 3 tingkat konsentrasi dengan nilai % RSD antara 1,87 sampai 1,97; akurasi dengan 3 tingkat konsentrasi yang memberikan nilai persen perolehan kembali antara 96,84-102,39 %; selektivitas dan robustness bila dibandingkan dengan hasil uji presisi yang memberikan nilai yang tidak berbeda bermakna, batas deteksi (LOD) 1,66 IU/g dan batas kuantisasi (LOQ) 5,89 IU/g. Hasil analisis terhadap 4 merek sampel minyak goreng sawit yang beredar di pasaran menggunakan metode analisis hasil pengembangan diperoleh kadar vitamin A berturut-turut adalah: 16,75; 28,39; 29,07 dan 66,35 IU/g. Matriks sampel yang terkandung dalam berbagai merek minyak goreng sawit yang beredar di pasaran tidak mengganggu dalam analisis penetapan kadar vitamin A. Kata kunci: metode analisis, vitamin A, KCKT, kondisi optimal, validasi.

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR VITAMIN A DALAM MINYAK GORENG SAWIT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SLAMET SUKARNO Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Pada Program Studi Teknologi Pangan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi.

Judul Tugas Akhir : Pengembangan dan Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Vitamin A dalam Minyak Goreng Sawit secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Nama Mahasiswa : Slamet Sukarno Nomor Pokok : F252070025 Program Studi : Magister Profesi Teknologi Pangan Menyetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Ferif Kusnandar, M.Sc (Ketua) Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, MSi (Anggota) Mengetahui Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan Dekan Sekolah Pasca Sarjana Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal ujian: 13 September 2011 Tanggal lulus:...

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tugas akhir ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Magister Profesional Teknologi Pangan. Tema penelitian ini diangkat dari masalah yang dijumpai oleh peneliti dalam pekerjaan sehari-hari. Tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca, dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan di Indonesia mengenai validasi metode analisis untuk pengujian kimia pangan dan bagi pemerintah dalam rangka pengawasan program fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng sawit. Terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. dan Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, MSi. selaku komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sabar dalam menyusun tugas akhir ini, mulai dari awal hingga akhir. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Lilis Nuraida, MSc selaku Koordinator Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan yang telah membantu, memberikan dorongan dan kesempatan yang begitu banyak kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen pengajar di Program Studi Teknologi Pangan yang telah mencurahkan pengetahuan kepada penulis selama menjalani kuliah di sekolah pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan. Tidak lupa terima kasih juga kepada ibu Tika dan ibu Mar yang telah banyak membantu dalam masalah administrasi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Drs. Siam Subagyo, Apt., MSi selaku Kepala Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana di kampus tercinta, IPB. Tak lupa kepada Dra. Niza Nemara, Apt., MSi selaku Kepala Bidang Pangan, penulis ucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya atas dukungannya selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sejawat di Bidang Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional terutama kepada ibu Herni, ibu Yuli dan pak Yanto. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah memberikan motivasi kepada penulis. Juga kepada teman-teman MPTP batch 4, terima kasih semua. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada istri, anak, orang tua dan keluarga tercinta atas dukungan dan doanya. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini belum sempurna, sehingga penulis lain dapat melanjutkan untuk penyempurnaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2011 Slamet Sukarno

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 1965 sebagai anak kedua dari ayah Musnindar (almarhum) dan Ibu Hartini. Tahun 1985 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima di Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Indonesia Depok dan mendapatkan gelar sarjana Farmasi pada tahun 1991. Penulis melanjutkan ke program profesi apoteker pada perguruan tinggi yang sama dan menamatkannya pada tahun 1993. Mulai tahun 1993 penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Sintang Kalimantan Barat sampai dengan tahun 1996. Selanjutnya pada tahun 1996 penulis mutasi kerja ke Balai Pengawas Obat dan Makanan di Pontianak hingga tahun 2003. Sejak tahun 2003 hingga sekarang penulis mutasi kerja ke Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Badan POM RI di Jakarta dan ditempatkan pada Laboratorium Pangan. Berbagai pelatihan, seminar dan tugas-tugas kantor tentang laboratorium kimia pangan dan keamanan pangan telah diikuti oleh penulis selama bekerja di Badan POM RI.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi xii xiv xv I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan... 3 1.4 Manfaat... 4 1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vitamin A... 5 2.2 Minyak Goreng Sawit... 8 2.3 Fortifikasi Pangan... 11 2.4 Metode Analisis Penetapan Kadar Vitamin A... 13 2.5 Instrumentasi KCKT... 18 2.6 Validasi Metode Analisis... 22 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat... 27 3.2 Alat dan Bahan... 27 3.3 Metode Penelitian... 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 41 V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 69 5.2 Saran... 69 DAFTAR PUSTAKA. 71 LAMPIRAN :. 75 xi

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Rumus empiris dan bobot molekul dari vitamin A alkohol (retinol) dan ester vitamin A (ester retinil)... 5 Tabel 2 Sifat-sifat kimia fisika retinol dan retinil palmitat... 6 Tabel 3 Angka kecukupan gizi (AKG) vitamin A.. 8 Tabel 4 RSNI 3 Persyaratan mutu minyak goreng sawit 11 Tabel 5 Keberterimaan akurasi berdasarkan persen rekoveri... 25 Tabel 6 Kondisi parameter KCKT untuk optimasi metode 31 Tabel 7 Penentuan skor untuk penilaian kromatogram... 32 Tabel 8 Data hasil uji penetapan aktivitas baku vitamin A... 41 Tabel 9 Data pengamatan kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks 47 minyak goreng sawit) menggunakan komposisi fase gerak metanol 100 % kecepatan laju alir 1,0 ml/menit, 0,8 ml/menit dan 0,6 ml menit dan detektor UV Tabel 10 Data pengamatan kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks 47 minyak goreng sawit) menggunakan komposisi fase gerak metanol 100 % kecepatan laju alir 1,0 ml/menit, 0,8 ml/menit dan 0,6 ml/menit dan detektor fluoresens... Tabel 11 Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak 47 goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak methanol:air dengan perbandingan: 85:15; 90:10; 95:5 dan 97,5:2,5 pada kecepatan laju alir 1,5 ml/menit dan detektor UV. Tabel 12 Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak 48 goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak methanol:air dengan perbandingan: 85:15; 90:10; 95:5 dan 97,5:2,5 pada kecepatan laju alir 1,5 ml/menit dan detektor fluoresens.. Tabel 13 Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak 48 goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril :metanol dengan perbandingan: 75:25; 50:50 dan 25:75 pada kecepatan laju alir 1,0 ml/menit dan detektor UV Tabel 14 Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak 49 goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril: metanol dengan perbandingan 75:25; 50:50 dan 25:75 pada kecepatan laju alir 1,0 ml/menit dan detektor fluoresens.. Tabel 15 Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak 49 goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air dengan perbandingan: 100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20 dan 75:25 pada kecepatan laju alir 1,5 ml/menit dan detektor dengan detektor UV Tabel 16 Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air dengan perbandingan: 100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20 dan 75:25 pada kecepatan laju alir 1,5 ml/menit dan detektor dengan 50 xii

detektor asetonitril dan air dengan detektor fluoresens.. Tabel 17 Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak 50 goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air dengan perbandingan: 100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20 dan 75:25 pada kecepatan laju alir 1,75 ml/menit dan detektor dengan detektor UV Tabel 18 Data pengamatan kromatogram vitamin A dalam matriks minyak 51 goreng sawit menggunakan variasi komposisi fase gerak asetonitril dan air dengan perbandingan: 100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20 dan 75:25 pada kecepatan laju alir 1,75 ml/menit dan detektor dengan detektor fluoresens. Tabel 19 Data hasil uji kesesuaian sistem (UKS) baku vitamin A... 52 Tabel 20 Data uji presisi penetapan kadar vitamin A dalam matriks minyak 57 goreng sawit... Tabel 21 Data uji akurasi penetapan kadar vitamin A dalam matriks minyak 58 goreng sawit... Tabel 22 Data uji selektivitas (spesifisitas) vitamin A dalam matriks minyak 61 goreng sawit... Tabel 23 Data hasil uji robustness dengan perubahan penambahan jumlah 62 pereaksi menjadi: n-pentana 3 ml, larutan antioksidan butil hidroksi toluena 3 ml dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 10,5 ml... Tabel 24 Data hasil uji robustness dengan perubahan pengurangan jumlah 62 pereaksi n-pentana 2 ml, larutan antioksi dan butil hidroksi toluena 2 ml dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 9,5 ml. Tabel 25 Data hasil uji robustness dengan perubahan komposisi fase gerak 63 asetonitril:air (81:19) dan kecepatan laju alir 1,74 ml/menit.... Tabel 26 Data hasil uji robustness dengan perubahan komposisi fase gerak 63 asetonitril:air (79:21) dan kecepatan laju alir 1,76 ml/menit.... Tabel 27 Data uji robustness vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit 64 dengan perubahan metode penggunakan kolom C 18 yang mereknya berbeda (kolom merek Shimadzu Shim-pack, Jepang: panjang 250 mm, diameter dalam 1,46 mm dan ukuran partikel 5 µm). Tabel 28 Data hasil analisis penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit yang beredar di pasaran 67 xiii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Struktur molekul vitamin A alkohol (retinol), ester vitamin A (ester retinil).. 5 Gambar 2 Diagram blok sistem KCKT... 19 Gambar 3 Reaksi antara vitamin A palmitat dengan tetra-n-butil ammonium hidroksida... 42 Gambar 4 Kromatogram A (blanko minyak goreng sawit yang tidak 46 mengandung vitamin A) dan kromatogram B (baku vitamin A palmitat dalam matriks minyak goreng sawit); yang dianalisis menggunakan KCKT kolom C18 pada kondisi optimum dengan komposisi fase gerak yang terdiri dari campuran asetonitril:air (80:20), laju alir 1,7 ml/menit dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm... Gambar 5 Kurva kalibrasi baku vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit 53 Gambar 6 Hubungan antara konsentrasi vitamin A dengan faktor respon detektor... Gambar 7 Hubungan antara konsentrasi vitamin A terhadap residual. 54 Gambar 8 Kromatogram A (campuran senyawa kimia yang sedang dilakukan 59 uji selektivitasnya: butil hidroksi anisol, butil hidroksi toluena, propil galat, tersier butil hidrokuinon, vitamin D, vitamin E dan beta karoten) dan kromatogram B (baku vitamin A) dalam matriks sampel minyak goreng sawit yang dianalisis menggunakan KCKT kolom C18 pada kondisi optimum dengan komposisi fase gerak yang terdiri dari campuran asetonitril:air (80:20), laju alir 1,75 ml/menit dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm.. Gambar 9 Kurva regresi kadar vitamin A terhadap tinggi noise dengan sinyal (S/N)... 60 xiv

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Contoh menghitung aktivitas baku vitamin A... 76 Lampiran 2 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol 100 %, laju alir 1,0 ml/menit (memberikan tekanan 78 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 77 Lampiran 3 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol 100 %, laju alir 1,0 ml/menit (memberikan tekanan 78 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 77 Lampiran 4 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol 100 %, laju alir 0,8 ml/menit (memberikan tekanan 64 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 78 Lampiran 5 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak methanol 100 %, laju alir 0,8 ml/menit (memberikan tekanan 64 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 78 Lampiran 6 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak methanol 100 %, laju alir 0,6 ml/menit (memberikan tekanan 45 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 79 Lampiran 7 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol 100 %, laju alir 0,6 ml/menit (memberikan tekanan 45 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 79 Lampiran 8 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol:air (85:15) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 200 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 80 Lampiran 9 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol:air (85:15) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 200 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 80 Lampiran 10 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol:air (90:10) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 176 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 81 xv

Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol:air (90:10) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 176 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 81 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol:air (95:5) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 147 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 82 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol:air (95:5) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 147 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 82 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol:air (97,5:2,5) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 132 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 83 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak metanol:air (97,5:2,5) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 132 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 83 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:metanol (75:25) laju alir 1,0 ml/menit (memberikan tekanan 49 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm.. 84 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:metanol (75:25) laju alir 1,0 ml/menit (memberikan tekanan 49 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 84 KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:metanol (50:50) laju alir 1,0 ml/menit (memberikan tekanan 54 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 85 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:metanol (50:50) laju alir 1,0 ml/menit (memberikan tekanan 54 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 85 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:metanol (25:75) laju alir 1,0 ml/menit (memberikan tekanan 63 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm.. 86 xvi

Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23 Lampiran 24 Lampiran 25 Lampiran 26 Lampiran 27 Lampiran 28 Lampiran 29 Lampiran 30 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:metanol (25:75) laju alir 1,0 ml/menit (memberikan tekanan 63 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 86 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (100:0) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 71 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 87 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (100:0) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 71 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 87 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (95:5) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 75 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 88 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (95:5) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 75 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 88 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (90:10) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 85 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 89 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (90:10) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 85 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm... 89 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (85:15) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 94 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 90 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (85:15) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 94 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 90 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril : air (80:20) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 103 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 91 xvii

Lampiran 31 Lampiran 32 Lampiran 33 Lampiran 34 Lampiran 35 Lampiran 36 Lampiran 37 Lampiran 38 Lampiran 39 Lampiran 40 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (80:20) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 103 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm... 91 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (75:25) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 113 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 92 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (75:25) laju alir 1,5 ml/menit (memberikan tekanan 113 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm... 92 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril : air (100:0) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 83 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 93 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (100:0) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 83 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm... 93 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (95:5) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 90 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 94 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (95:5) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 90 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm... 94 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (90:10) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 100 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 95 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (90:10) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 100 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm... 95 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (85:15) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 111 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm 96 xviii

Lampiran 41 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (85:15) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 111 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm... 96 Lampiran 42 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (80:20) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 123 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm. 97 Lampiran 43 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air asetonitril:air (80:20) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 123 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm.. 97 Lampiran 44 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (75:25) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 130 kgf) dengan detektor UV pada panjang gelombang 325 nm.... 98 Lampiran 45 Kromatogram KCKT vitamin A (dalam matriks minyak goreng sawit) menggunakan fase gerak asetonitril:air (75:25) laju alir 1,75 ml/menit (memberikan tekanan 130 kgf) dengan detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm... 98 Lampiran 46 Data kurva kalibrasi baku vitamin A dalam matriks minyak goreng sawit... 99 Lampiran 47 Contoh menghitung faktor respon detektor.. 99 Lampiran 48 Data hubungan antara konsentrasi vitamin A dengan faktor respon detektor. 100 Lampiran 49 Data hubungan antara konsentrasi vitamin A dengan residual... 101 Lampiran 50 Contoh menghitung kadar vitamin A dalam sampel (pada uji presisi).. 102 Lampiran 51 Contoh menghitung RSD Horwitz... 103 Lampiran 52 Contoh menghitung akurasi vitamin A... 104 Lampiran 53 Contoh cara menghitung uji t... 105 Lampiran 54 Data hubungan antara konsentrasi vitamin A terhadap tinggi noise dengan tinggi sinyal (S/N) dan perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantisasi (LOQ). 106 xix

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan masyarakat dunia dewasa ini bukan dihadapkan pada masalah defisiensi gizi makro, tetapi pada masalah defisiensi gizi mikro. Masalah defisiensi gizi mikro yang yang utama dihadapi adalah anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kekurangan vitamin A (KVA) (Martianto, 2011). Kekurangan zat gizi mikro berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat, sehingga dapat merusak kualitas sumber daya manusia Indonesia. Subdit Bina Gizi Mikro Direktorat Bina Gizi Masyarakat juga mengemukakan bahwa masalah kekurangan gizi di kalangan masyarakat Indonesia terjadi pada setiap siklus kehidupan (World Bank 2006). Sampai saat ini, penduduk Indonesia, terutama yang berpenghasilan rendah baik di perkotaan dan pedesaan, masih banyak yang mengalami masalah kekurangan zat gizi mikro. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2009 menunjukkan lebih dari sembilan juta anak-anak Indonesia dan satu juta perempuan menderita kekurangan vitamin A. Tercatat pula 25-30 % kematian bayi dan balita di dunia disebabkan oleh kekurangan vitamin A, sedangkan di Indonesia sekitar 14,6 % anak di atas usia satu tahun mengalami kekurangan vitamin A. (Krisnamurthi, 2010) Penyakit akibat kurang vitamin A (KVA) disebabkan oleh kurangnya vitamin A di dalam jaringan yang dapat menimbulkan gangguan secara subklinis maupun klinis. Menurut WHO, kurang vitamin A subklinis ditandai dengan nilai retinol serum 0,35 0,70 µmol/l (10-20 µg/dl), meskipun pada kadar retinol serum sampai 1,05 µmol/l masih dijumpai gejala subklinis. Gejala KVA subklinis ditandai dengan gangguan diferensiasi sel dan gangguan pada sistem imunitas. KVA klinis terjadi bila retinol serum kurang dari 0,35 µmol/l (kurang dari 10 µg/dl) dengan gejala antara lain buta senja, gangguan pertumbuhan dan xeroptalmia (Smith, 2000). Program penanggulangan kekurangan vitamin A di Indonesia dilakukan dengan 3 cara yaitu: diversifikasi konsumsi pangan, suplementasi vitamin A dosis tinggi dan fortifikasi pangan (Martianto, 2011). Strategi yang digunakan

2 untuk menanggulangi masalah kekurangan vitamin A harus tepat untuk menjawab kebutuhan dan harus menggunakan sistem dan teknologi yang tersedia. Kombinasi beberapa intervensi mencakup promosi pemberian air susu ibu (ASI), modifikasi makanan (misalnya meningkatkan ketersediaan pangan dan meningkatkan konsumsi pangan), fortifikasi pangan dan suplementasi. Fortifikasi vitamin A ke dalam minyak goreng sawit perlu dilakukan dengan alasan (1) produk pangan di Indonesia sebagian besar menggunakan minyak goring, (2) untuk mengurangi penyakit akibat KVA, maka perlu adanya kebijakan yang tepat untuk menanggulangi masalah KVA, (3) salah satu kebijakan yang ditempuh adalah fortifikasi vitamin A dalam minyak goring, dan (4) pemerintah akan menetapkan standar yang mewajibkan kepada seluruh produsen minyak goreng sawit untuk melakukan fortifikasi vitamin A ke dalam produknya. Target pencapaian persiapan program fortifikasi minyak goreng sawit dengan vitamin A adalah sebagai berikut: 1. Tahun 2004-2011 : dilaksanakan studi konsumsi (intake minyak goreng), stabilitas, efficacy, effectiveness. 2. Tahun 2011-2012 SNI wajib untuk minyak goreng sudah selesai disiapkan. 3. Tahun 2011-2013 dilaksanakan pilot project di beberapa wilayah (dimulai di Jawa Timur dan Jawa Barat). 4. Tahun 2011-2012 selesai dilaksanakan capacity building. 5. Tahun 2013 diimplementasikan SNI Wajib minyak goreng yang difortifikasi. 6. Tahun 2013-2014 dilaksanakan monitoring dan evaluasi dampak fortifikasi wajib. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Seiring dengan peraturan dan kondisi di atas, maka perlu dilakukan pengawasan atau monitoring terhadap pemenuhan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit, baik pada tingkat industri, distributor dan konsumen. Untuk itu dibutuhkan suatu metode analisis yang valid, selektif, cepat, mudah

3 dan praktis untuk mengidentifikasi dan menetapkan kadar vitamin A, khususnya vitamin A dalam minyak goreng sawit. Namun analisis vitamin A dalam produk pangan sulit dilakukan dengan metode yang tersedia, karena matriks pangan yang kompleks dan adanya bahan tambahan yang ditambahkan dalam produk pangan. Di antara metode resmi atau metode standar pengujian vitamin A yang ada saat menggunakan metode analisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Kesulitan yang dihadapi dalam penggunaan metode yang ada tersebut adalah dalam tahap persiapan sampel yang harus melewati tahapan saponifikasi, ekstraksi dan pemekatan atau penguapan pelarut organik yang digunakan untuk ekstraksi. Panjangnya proses persiapan tersebut menyebabkan hasil diperoleh kurang baik. Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode analisis untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit dengan menggunakan KCKT tanpa proses saponifikasi, ekstraksi dan penguapan pelarut organik. Suatu metode baru atau metode yang dimodifikasi dapat digunakan bila telah dilakukan validasi yang kondisinya disesuaikan dengan kondisi laboratorium dan peralatan yang tersedia, meskipun metode yang akan digunakan tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal, buku teks atau buku resmi (Indrayanto, 1994). Validasi metode juga perlu dilakukan bila dilakukan penyederhanaan atau perbaikan metode oleh karena ada perbedaan dan keterbatasan alat, pereaksi atau kondisi lain yang menyebabkan metode tersebut tidak dapat diterapkan secara keseluruhan. Apabila dari hasil validasi metode tersebut sudah memberikan hasil yang baik, maka metode ini dianggap valid, dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk analisis rutin. 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Melakukan pengembangan metode analisis penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit menggunakan KCKT menggunakan kolom C 18, yaitu menentukan komposisi fase gerak dan laju alir yang cocok dalam pemisahan vitamin A dari komponen-komponen yang lain menggunakan KCKT; dan detektor yang cocok (detektor ultra violet atau

4 detektor fluoresens) pada penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit. 2. Melakukan validasi metode analisis hasil pengembangan untuk membuktikan bahwa metode yang telah dikembangkan tersebut valid. 3. Melakukan uji coba metode yang telah dikembangkan dan telah divalidasi untuk membuktikan bahwa metode tersebut dapat digunakan untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit yang beredar di pasaran tanpa adanya gangguan matriks sampel yang ada di dalam berbagai merek minyak goreng sawit. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan metode analisis yang handal (valid, selektif, cepat, mudah dan praktis) untuk analisis penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng, sehingga dapat dijadikan kontrol yang lebih baik terhadap industri pangan dalam mensukseskan fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng sawit. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan baru bagi peneliti dan memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan di Indonesia mengenai validasi metode analisis pangan. 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium yang dilakukan dengan cara: mencari komposisi fase gerak, laju alir, dan detektor yang digunakan dalam pemisahan vitamin A dengan komponen-komponen lainnya menggunakan KCKT, sehingga didapatkan suatu metode untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit. Untuk membuktikan kehandalan metode yang didapat, maka dilakukan validasi terhadap metode tersebut dengan parameter validasi meliputi: linieritas, presisi, akurasi, selektivitas, robustness, batas deteksi dan batas kuantisasi; dan uji coba metode tersebut untuk penetapan kadar vitamin A dalam berbagai merek minyak goreng sawit yang beredar di pasaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 VITAMIN A Vitamin A merujuk pada semua senyawa isoprenoid dari produkproduk hewani yang mempunyai aktivitas all trans-retinol ( Rohman dan Ibnu, 2007). Menurut Almatsier (2009), vitamin A merupakan terminologi nama generik yang menyatakan semua senyawa retinoid dan karotenoid (prekursor/ pro vitamin A) yang mempunyai aktivitas biologis seperti retinol. Bentuk kimiawi senyawa retinoid berupa retinol (vitamin A bentuk alkohol), retinal (aldehida), ester retinil dan asam retinoat. Menurut CE (2007) struktur kimia, rumus empiris dan bobot molekul dari: retinol, retinil asetat, retinil propionat dan retinil palmitat dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 1. Menurut Eitenmiller dkk, (2008) sifat-sifat kimia-fisika dari retinol dan retinil palmitat dapat dilihat pada Tabel 2. H3 C CH 3 CH 3 CH 3 O R CH 3 Gambar 1. Struktur molekul vitamin A alkohol (retinol) dan ester vitamin A (ester retinil) Tabel 1. Rumus empiris dan bobot molekul dari vitamin A alkohol (retinol) dan ester vitamin A (ester retinil) Nama zat R Rumus empiris Bobot Molekul Retinol Retinil asetat Retinil propionat Retinil palmitat Sumber: CE (2007) H CO-CH 3 CO-C 2 H 5 CO-C 15 H 31 C 20 H 30 O C 22 H 32 O 2 C 23 H 34 O 2 C 30 H 40 O 2 286,5 328,5 342,5 524,9

6 Tabel 2. Sifat-sifat Kimia Fisika Retinol dan Retinil Palmitat Sifat Kimia Fisika Retinol Retinil Palmitat Bentuk Kristal kuning Kristal, amorf atau cairan kental berwarna kuning Rumus Kimia C 20 H 30 O C 36 H 60 O 2 Bobot Molekul Kelarutan Absorbsi UV: λ maks. (etanol) E (1%, 1cm) Flourosensi: λ eksitasi λ emisi 286,46 Larut dalam: metanol, etanol, propanol, kloroform, eter, hidrokarbon, minyak 325 nm 1845 325 nm 470 nm Sumber: Eitenmiller dkk (2008) 524,88 Larut dalam: metanol, etanol, propanol, kloroform, eter, hidrokarbon, minyak. 325 nm 940 325 nm 470 nm Vitamin A pada umumnya stabil terhadap panas, asam, dan alkali, namun mempunyai sifat yang mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi bersama udara, sinar, dan lemak yang sudah tengik (Winarno, 2008). Menurut Favaro dkk, (1991) di dalam Hariyadi (2011) vitamin A yang difortifikasikan ke dalam minyak goreng stabil selama 6-9 bulan jika disimpan dalam wadah tertutup dan terlindung dari cahaya, vitamin A relatif stabil setelah proses penggorengan. Menurut CE (2007), aktifitas vitamin A dinyatakan dalam Retinol Ekivalen (R.E.), 1 mg R.E. sebanding dengan aktifitas 1 mg All-trans retinol. Aktifitas ester retinol lain dihitung secara stoikiometris, sehingga didapat 1 mg R.E. vitamin A sebanding dengan: 1,147 mg all-trans-retinyl acetate, 1,195 mg all-trans-retinyl propionate dan 1,832 mg all-trans palmitate. Unit Internasional atau International Units (IU) juga digunakan untuk menyatakan aktifitas vitamin A. 1 IU Vitamin A ekivalen dengan aktivitas 0,300 μg Alltrans retinol. Aktifitas retinol ester lain dihitung secara stoikiometris, sehingga didapat 1 IU vitamin A sebanding dengan aktifitas: 0,334 μg alltrans-retinyl acetate, 0,359 μg all-trans-retinyl propionate, dan 0,550 μg alltrans palmitate.1 mg R.E. sebanding dengan 3333 IU.

7 Aktifitas vitamin A ditentukan dengan tujuan untuk menghitung jumlah yang dibutuhkan pada pembuatan konsentrat. Menurut BP Commision (2009), aktivitas vitamin A palmitat ditetapkan dengan cara menimbang 25-100 mg vitamin A dengan akurasi 0,1 %, dilarutkan dengan menggunakan 5 ml pentana dan diencerkan dengan 2-propanol hingga diperolah konsentrasi 10-15 IU/mL. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang yang menghasilkan serapan maksimum pada 326 nm. Aktivitas vitamin A dihitung dalam satuan internasional unit (IU) per gram dengan persamaan: A 326 = Absorbansi pada panjang gelombang 326 nm V = total volume pengenceran untuk mendapatkan kadar 10 15 IU/mL 1900 = faktor untuk mengkonversi absorbansi spesifik ester retinol menjadi IU per gram m = bobot substansi yang di uji (dalam gram). Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (esensial) bagi manusia, karena zat gizi ini tidak dapat disintesa oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar. Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan dan yang lebih penting lagi vitamin A meningkatkan daya tahan tubuh. Anakanak yang cukup mendapatkan vitamin A, bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lainnya maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah, sehingga tidak membahayakan jiwa anak. Dengan adanya buktibukti yang menunjukkan peranan vitamin A dalam menurunkan angka kematian, maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup, kesehatan dan pertumbuhan anak (Depkes, 2009 a ). Fungsi vitamin A didalam tubuh adalah untuk diferensiasi sel penglihatan, spermatogenesis, perkembangan embrio, imunitas, mempengaruhi indra perasa, pendengaran, nafsu makan, serta pertumbuhan (Bagriansky dan Ranum, 1998). Fungsi lain dari vitamin A adalah membantu memelihara penglihatan di dalam gelap dan mencegah rabun senja serta xeropthalmia, untuk pertumbuhan, dibutuhkan dalam pertumbuhan tulang dan

8 perkembangan gigi, sebagai koenzim dalam sintesis glikoprotein, memiliki fungsi seperti hormon steroid, diperlukan untuk pembentukan tiroksin dan pencegahan goiter, sintesis protein dan sintesis kortikosteron dari kolesterol, serta sintesis normal dari glikogen (Berdarnier dkk, 2002). Angka kecukupan gizi untuk vitamin A biasanya dinyatakan dalam satuan retinol ekivalen (RE). Satu RE setara dengan 1 mikrogram retinol atau 6 mikrogram beta karoten atau 12 mikrogram beta karoten campuran. Status vitamin A dikatakan baik jika konsentrasi vitamin A dalam hati sebesar 20 mikrogram/gram. Penggunaan setiap harinya adalah sekitar 0,5% dari persediaan tersebut. Konsumsi vitamin A yang baik adalah jika setengahnya bisa disimpan didalam tubuh (Muhilal, Jalal dan Hardiansyah, 1998). Angka kecukupan gizi vitamin A rata-rata yang dianjurkan perhari dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Angka Kecukupan Gizi Vitamin A Kelompok Usia (tahun) Angka Kecukupan (RE) Bayi 0-0,5 375 0,5-1 400 Anak-anak 1-2 2-6 6-10 Pria 10-12 12-70 400 450 500 500 600 Wanita 10-70 500 Wanita Hamil 800 Wanita Menyusui 0-6 bulan > 6 bulan 850 850 Sumber: FAO/WHO (2001) dalam Muhilal dan Sulaeman (2004) 2.2 MINYAK GORENG SAWIT Menurut Badan POM (2006), minyak goreng (frying oil atau frying fat) adalah: minyak dan lemak yang digunakan untuk menggoreng yang diperoleh dari proses rafinasi/pemurnian (refining/purifying) minyak nabati dalam bentuk tunggal atau campuran. Karakteristik dasar minyak goreng meliputi:

9 kadar air tidak lebih dari 0,15 %, kadar asam lemak bebas tidak lebih dari 0,3 %, kadar asam lemak linoleat tidak lebih dari 2 % dan bilangan peroksida tidak lebih dari 10 mek O 2 /kg. Minyak kelapa sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Oil/RBDPO) adalah: minyak yang diperoleh dari hasil proses rafinasi/pemurniaan minyak kelapa sawit mentah. Karakteristik dasar minyak kelapa sawit meliputi: bilangan penyabunan 190 mg KOH/g, bilangan iod 50 Wijs hingga 55 Wijs, titik leleh 33 o C hingga 39 o C dan bilangan peroksida tidak lebih dari 10 mek O 2 /kg (Badan POM, 2006). Minyak olein kelapa sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Oilein) adalah fraksi cair minyak kelapa sawit berwarna kekuningan yang diperoleh dari hasil proses rafinasi/pemurniaan minyak olein kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) atau fraksinasi minyak kelapa sawit yang sudah dirafinasi (RBD palm oil). Karakteristik dasar minyak olein kelapa sawit meliputi titik leleh/lebur tidak lebih dari 30 o C, bilangan iod tidak kurang dari 56 Wijs, bilangan penyabunan 194 mg KOH/g hingga 202 mg KOH/g dan bilangan peroksida tidak lebih dari 10 mek O 2 /kg (Badan POM, 2006). Minyak stearin kelapa sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) adalah fraksi padat minyak kelapa sawit yang berwarna kekuningan yang diperoleh dari hasil proses rafinasi/pemurnian stearin kelapa sawit mentah (Crude Palm Stearin) atau fraksinasi minyak kelapa sawit yang sudah dirafinasi (RBD palm oil). Karakteristik dasar minyak olein kelapa sawit meliputi: titik leleh/lebur tidak kurang dari 44 o C dan bilangan iod tidak lebih dari 48 Wijs (Badan POM, 2006).\ Minyak sawit (palm oil) berbeda dengan minyak inti sawit (palm kernel oil). Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit bagian mesokarp, sedangkan minyak inti sawit diperoleh dari biji buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit diperoleh melalui proses ekstraksi secara rendering atau pengepresan dan proses pemurnian yang terdiri atas pengendapan dan pemisahan gum, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi. Secara umum minyak kelapa sawit mempunyai karakteristik warna kuning pucat sampai jingga tua,

10 memiliki aroma yang sedap dan stabil atau tahan terhadap ketengikan (Winarno, 2008). Melalui proses rafinasi, pemucatan dan penghilangan bau atau disingkat RBD (Refined, Bleached, Deodorized), minyak kelapa sawit dapat diubah menjadi produk yang bernilai tinggi. Proses rafinasi dan fraksinasi menghasilkan minyak yang tidak berwarna, jernih dan bersih dari kotoran yang dikenal dengan RBD oil. Kehilangan beta karoten yang terkandung dalam minyak kelapa sawit banyak terjadi selama proses-proses tersebut berlangsung (Muchtadi, 1996). Menurut Olson (1990), minyak kelapa sawit yang tidak mengalami proses penjernihan dan bleaching memiliki warna merah karena banyak mengandung karoten (α dan β karoten) dalam jumlah yang banyak. Kandungan karotenoid sebanyak 0,5 mg/ml minyak kelapa sawit. Kebutuhan vitamin A pada anak usia pra-sekolah dapat dicukupi dari konsumsi 7 ml minyak kelapa sawit merah per hari. Menurut Martianto, Marliyati dan Komari (2007), walaupun memiliki kandungan karotenoid yang tinggi, minyak kelapa sawit merah tidak dapat diterima dalam banyak penggunaan karena warna merah yang kuat dan rasanya yang sangat khas. Menurut Kemperin (2010), minyak goreng sawit adalah: bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari minyak sawit, dengan atau tanpa pengubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian dengan penambahan vitamin A. Komposisi minyak goreng sawit terdiri atas bahan baku minyak sawit dan bahan tambahan pangan (BTP) yang penggunaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku untuk diizinkan penggunaannya pada minyak goreng sawit. Adapun persyaratan mutu minyak goreng sawit sesuai dengan RSNI 3 Minyak goreng sawit 2010 dapat dilihat pada Tabel 4

11 Tabel 4 RSNI 3 Persyaratan Mutu Minyak Goreng Sawit No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna (merah/kuning) (Lovibond 5,25 maks. 5,0/50 cell) 2 Kadar air dan bahan menguap % (b/b) maks. 0,1 3 Asam lemak bebas (dihitung % maks. 0,3 sebagai asam palmitat) 4 Bilangan peroksida mek O 2 /kg maks. 10* 5 Vitamin A IU/g min. 45* 6 Minyak pelikan - negatif 7 Cemaran logam 7.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2 7.2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,1 7.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0/250,0** 7.4 Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,05 8 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,1 Catatan: * pengambilan contoh di pabrik ** dalam kemasan kaleng 2.3 FORTIFIKASI PANGAN Menurut Soekirman (2003), kekurangan zat gizi mikro dapat diatasi dengan berbagai pendekatan seperti diversifikasi pangan, suplementasi dan fortifikasi pangan. Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu ke dalam bahan pangan dengan tujuan utama adalah meningkatkan mutu gizi makanan. Fortifikasi dapat bersifat sukarela maupun wajib. Fortifikasi yang dilakukan secara sukarela adalah fortifikasi yang dilakukan oleh produsen untuk meningkatkan nilai tambah produknya, sedangkan fortifikasi wajib merupakan fortifikasi yang diharuskan dan terdapat dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah dengan tujuan melindungi rakyat dari kurang gizi. Target utama dari fortifikasi wajib ini adalah masyarakat miskin yang umumnya menderita kekurangan gizi mikro seperti kekurangan yodium, zat besi, dan vitamin A. Bahan pangan yang dapat dilakukan fortifikasi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu: 1. Bahan pangan harus dikonsumsi oleh semua atau sebagian besar populasi sasaran. 2. Bahan pangan harus dikonsumsi secara rutin dalam jumlah yang tetap.