PENGKAJIAN INTENSIFIKASI PADI SAWAH IRIGASI MENDUKUNG IP PADI 400 DI SULAWESI SELATAN Arafah, dkk Ringkasan Pengkajian intensifikasi padi sawah irigasi mendukung IP padi 400 di Sulawesi Selatan. Pemanfaatan lahan sawah irigasi dan tadah hujan secara optimal dapat diupayakan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) dan produktivitas tanaman secara terpadu setiap musim tanam. Untuk mencapai hal tersebut sangat tergantung pada kondisi sumber daya lahan dan air yang tersedia baik secara alami maupun buatan, teknologi spesifik lokasi dan muism tanam.pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Pinrang, hambur tanggal 26 juni 2010 dan panen tanggal 4 oktober (inpari1) 12 oktober 2010 (inpari7) dan tanggal 26 oktober 2010 panen varietas inpari8 dan inpari9. Sedangkan penanaman untuk MT II tanggal 1 Nopember 2010. Pengkajian merupakan penelitian lapangan (onfarm trials), yaitu dilaksanakan di lahan petani dan dilakukan oleh petani (kooperator) dengan bimbingan peneliti dan penyuluh. Kegiatan penelitian adalah (1) Kajian varietas unggul baru umur genjah mendukung IP padi 400 dan (2) Kajian pengelolaan hama terpadu mendukung IP padi 400. Susunan perlakuan adalah (a) Varietasn Inpari1, (b) varietas Inpari7, (c) Varietas Inpari8 dan (c) Varietas Inpari9. Hasil kajian menunjukkan bahwa (i) Varietas Inpari8 dan inpari9 memberikan hasil yang tertinggi yaitu masingmasing sebesar 8.500 dan 8.900 kg/ha GKP dengan tingkat keuntungan yaitu sebesar Rp. 12.714.700 dan Rp. 13.481.980/ha sedangkan varietas inpari1 dan 7 masingmasing member hasil 6.800 dan 7.200 kg/ha GKP dengan tingkat keuntungan masingmasing sebesar Rp. 9.453.760 dan Rp. 10.221.040/ha, (ii) Varietas inpari1 umur panennya sekitar 102 hari dan inpari7 sekita 110 hari sedangkan inpari8 dan 9 memiliki umur panen sekita 120 hari. Dengan demikian berpeluang dikembangkan untuk mendukung penerapan IP padi 400 dengan ketentuan membuat pesemaian diluar dengan umur bibit sekitar 15 hari (iii) Tingkat serangan hama penyakit bervariasi yaitu sekitar 45% dengan hama yang ada yaitu wereng hijau, wereng punggung putih, hama putih dan hama putih palsu dan (iv) Berdasarkan varietas hubungannya dengan tingkat serangan hama, ratarata memiliki serangan yang cukup rendah sehingga cukup potensil untuk dikembangkan untuk mendukung peningkatan produksi secara luas di Kab. Pinrang. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1
Latar Belakang PENDAHULUAN Hingga kini, sebagian besar masyarakat masih mengandalkan beras sebagai pangan utama keluarga. Bagi mereka beras mencerminkan simbol status sosial ekonomi disamping lebih mengenyangkan dari pada pangan lainnya. Karena itu permintaan terhadap beras terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Di negaranegara berkembang di Asia, beras menyumbang 618 kalori dan 11 gram protein per kapita/hari, sehingga dengan mengkonsumsi nasi, sebagian kebutuhan gizi telah terpenuhi (Budianto, 2002). Sulawesi Selatan memiliki lahan sawah seluas 587.328 ha dengan luas sawah irigasi 346.840 ha (59%) dengan tingkat produktivitas yang diperoleh mencapai 4,7 t/ha (Dinas Pertanian Sulsel, 2004). Dengan potensi tersebut, Sulawesi Selatan sudah merupakan daerah produsen beras terbesar diluar Jawa dan merupakan lumbung pangan nasional dengan kelebihan beras sebanyak lebih kurang 1,5 juta ton setiap tahunnya. Kelebihan tersebut didistribusi ke kawasan timur Indonesia (KTI). Peran tersebut masih dapat ditingkatkan karena Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2009 mencanangkan program surplus 2 juta ton beras. Hal ini dapat dicapai berdasarkan peluang peningkatan produksi yang masih cukup besar dimana dibeberapa daerah dan petani ada yang mampu menghasilkan produksi 7 9 t/ha, sedangkan hasil kajian PTT di Sulawesi Selatan diperoleh antara 6,5 8,3 t/ha. (Arafah, et al 2001, Arafah et al 2002 dan Arafah et al 2003). Namun, peran tersebut bukan mustahil berakhir apabila pendapatan dan kesejahteraan petani tidak dapat ditingkatkan. Upaya mempertahankan swasembada pangan khususnya beras yang telah dicapai pada tahun 1984 dan 2008 terus dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Namun upaya tersebut mendapat tantangan berupa: (1) gejala pelandaian produksi (levelling off), (2) konversi lahanlahan subur menjadi pusat perdagangan, perumahan dan jalan, (3) konversi usahatani padi menjadi usahatani lainnya yang lebih menguntungkan, (4) deraan iklim yang tidak menentu, dan (5) kelangkaan pupuk. Selanjutnya, untuk mempertahankan sawasembada beras, intensifikasi merupakan kegiatan yang diprioritaskan. Namun, keberlanjutan swasembada ini tak dapat dipertahankan, karena lingkungan produksi telah rusak/terganggu oleh praktekpraktek produksi yang digunakan pada intensifikasi padi selama ini tanpa mempertimbangkan lingkungan produksi padi sawah yang harus dijaga kelestariannya. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 2
Upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan swasembada beras dan program Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan surplus 2 juta ton beras adalah dengan meningkatkan indeks pertanaman padi menuju IP padi 400 melalui pendekatan penerapan varietas unggul (VUB) umur genjah dan pengelolaan hama terpadu TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan lahan sawah irigasi dan tadah hujan secara optimal dapat diupayakan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) dan produktivitas tanaman secara terpadu setiap musim tanam. Untuk mencapai hal tersebut sangat tergantung pada kondisi sumber daya lahan dan air yang tersedia baik secara alami maupun buatan, teknologi spesifik lokasi dan muism tanam. Sehingga Penggunaan jenis, varietas tanaman, kombinasi penggunaan sistem tanam dan pengolahan tanah yang sesuai dengan kondisi lokasi merupakan komponen dasar dalam penyusunan pola tanam dalam mencapai IP padi 400. Selain itu faktor pembatas lainnya yang diperhatikan adalah oraginsme pengganggu tanaman (OPT) dalam hal ini hama dan penyakit serta gulma. Penggunaan varietas unggul tersebut memungkinkan Indonesia mecapai swasembada beras. Olehnya itu fokus perhatian program pemuliaan tanaman masih terus ditingkatkan pada upaya penyediaan varietas unggul yang lebih baik dari varietas yang telah ada (Manwan, 1997). Menurut Baehaki (1996), varietas unggul yang dilepas saat ini baru sekitar 10% dari kebutuhan nasional. Disamping itu, pelepasan varietas unggul masih bersifat nasional dan belum mempertimbangkan kesesuaian lingkungan dan agroekologi spesifik, menyebabkan rendahnya produktivitas beberapa komoditas pertanian unggulan. Hal ini sangat dirasakan oleh petani dan konsumen. Salah satu proram intensifikasi yang akan ditempuh adalah dengan pencapain indeks pertanaman (IP) 400 per unit luas pertahun atau 4 kali tanam padi/unit lahan/tahun (Badan Litbang Pertanian, 2009). Kesuksesan upaya tersebut harus didukung oleh pengembangan pengendalian hama terpadu (PHT) menjadi pengendalian organisme pengganggu tanaman terpadu (POPTT), karena faktor pembatas peningkatan produksi bukan saja hama, tetapi juga penyakit dan gulma (Mercado, 1979). Keberhasilan POPTT sangat ditentukan oleh ketahanan varietas dan atau pergiliran varietas realtif berbeda, teknik budidaya dan terakhir dengan www.sulsel.litbang.deptan.go.id 3
pendekatan dengan spesifik (insektisida, fungsisida dan herbisida) spesifik yang dianggap ramah terhadap lingkungan dan pengguna (label hijau). Konsep PHT yang dianut dalam budidaya padi sawah selama ini umumnya diarahkan untuk mengeliminasi serangan hama tanpa mempertimbangkan gejolak serangan penyakit dan infestasi gulma. Untuk penyakit dan gulma lebih banyak pengendaliannya masingmasing dengan memafaatkan fungisida dan herbisida atau cara manual (De Datta, 1981; Lamid, 1996). Maka dari itu, pendekatan keterpaduan antara cara dan penerapan inovasi komponen teknologi untuk mengeliminasi menggunakan perlu dilakukan. Salah satu diantaranya adalah dengan pola pergiliran tanaman padi yang mempuyai sifat relatif berbeda (Landis dan Marino, 1999). METODE PENELITIAN 1. Ruang Lingkup Pelaksanaan pengkajian dilakukan secara bertahap dan meliputi kegiatankegiatan sebagai berikut : 1.1. Karakterisasi Daerah Pengkajian Kegiatan ini merupakan survei untuk mengumpulkan data primer dan sekunder 1.2. Pemilihan Komponen Teknologi Komponen teknologi yang dihasilkan oleh Balai/Lembaga penelitian diseleksi berdasarkan kondisi agroekosistem setempat dan diperkirakan dapat menjawab permasalahan yang telah diidentifikasi 1.3. Penetapan Lahan dan Petani Kooperator Luas lahan dan jumlah petani yang dilibatkan disesuaikan dengan kondisi setempat dan desain pengkajian yang digunakan 1.4. Implementasi inovasi teknologi berupa: Penerapan varietas unggul baru umur genjah mendukung IP padi 400 di sulawesi selatan Pengelolaan hama terpadu mendukung IP padi 400 di sulawesi selatan 1.5. Analisa Data dan Pelaporan Selama kegiatan berlangsung dilakukan pengumpulan data berdasarkan parameter yang diamati. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan rancangan pengkajian yang digunakan. Pada akhir kegiatan, dibuat laporan hasil pengkajian. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 4
2. Pendekatan (Kerangka Pemikiran) Pengkajian ini dilaksanakan di lahan petani (lapangan) dengan melibatkan petani sebagai pelaksana (koperator), menggunakan pendekatan pemecahan masalah, dilaksanakan di lahan petani dan oleh petani. Selain itu, pengkajian dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif dan kemitraan antara peneliti, penyuluh dan petani. Jumlah petani kooperator 35 orang. Petani berkewajiban menyediakan tenaga kerja, sementara BPTP bertindak sebagai fasilitator dan penyedia teknologi. Kegiatan penelitian/pengkajian selama tiga tahun mendatang (20102012) difokuskan pada berbagai upaya penerapan teknologi produksi padi mendukung IP padi 400. 3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Pengkajian dilakukan di Kabupaten Pinrang, hambur tanggal 26 juni 2010 dan panen tanggal 4 oktober (inpari1) 12 oktober 2010 (inpari7) dan tanggal 26 oktober 2010 panen varietas inpari8 dan inpari9. Sedangkan penanaman untuk MT II tanggal 1 Nopember 2010. Pengkajian merupakan penelitian lapangan (onfarm trials), yaitu dilaksanakan di lahan petani dan dilakukan oleh petani (kooperator) dengan bimbingan peneliti dan penyuluh. Kegiatan 1. Kajian varietas unggul baru umur genjah mendukung IP padi 400 Kegiatan ini dilaksanakan pada lahan petani dengan melibatkan petani sebanyak 3 orang sebagai petani kooperator, luas lahan yang digunakan sekitar 1,5 ha yang ditanami 4 varietas unggul umur genjah dengan potensi hasil tinggi. Adapun varietas yang digunakan adalah: (a) Varietas Umur Super Genjah (VUSG) yaitu inpari 1, dan Inpari7, (b) Varietas Umur Genjah (VUG) yaitu Inpari8 dan Inpari9. Kegiatan lapangan meliputi persiapan lahan dengan pengolahan tanah sempurna, penanaman, pemeliharaan serta panen dan pasca panen. Data yang dikumpulkan antara lain komponen pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil. Data yang terkumpul dianalisis dengan sidik ragam dan uji Jarak Berganda Duncan 0.5 % dan analisis usahatani. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 5
Kegiatan 2. Kajian pengelolaan hama terpadu mendukun IP 400 Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengamati dan mempelajari dengan metode pengelolaan hama terpadu pada kegiatan 1 dan dibandingkan dengan cara petani. Kegiatan lapangan mengikuti kegiatan lapangan pada kegiatan 1. meliputi persiapan lahan dengan pengolahan tanah sempurna, penanaman, pemeliharaan serta panen dan pasca panen. Data yang dikumpulkan antara lain jenis hama dan penyakit yang ada pada kegiatan 1 dan metode pengendaliannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan 1. Kajian varietas unggul baru umur genjah mendukung IP padi 400 A. Aspek Produktivitas: Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman pada saat panen, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah permalai, persentase gabah hampa, bobot gabah 1000 butir dan hasil gabah kering panen (GKP) disajikan pada Tabel 1. Ratarata tinggi tanaman saat panen menunjukkan bahwa varietas inpari9 dengan tinggi tanaman 113,8 cm lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding dengan varietas inpari1 dan inpari7 dengan tinggi tanaman masingmasing hanya 93,2 dan 107,0 cm, namun tidak berbeda nyata dibanding dengan inpari9 dengan tinggi tanaman 113,6 cm. Tingginya pertumbuhan tinggi tanaman yang diperoleh pada varietas inpari8 dan inpari9 disebabkan umur tanaman dari varietas tersebut lebih panjang yaitu sekitar 120 hari sedangkan inpari1 dan inpari7 sekitar 104 hari. Hasil ratarata pengamatan jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa varietas inpari9 memberikan jumalah anakan yang lebih banyak yaitu sebanyak 17,2 batang per rumpun dan berbeda nyata dibanding dengan varietas inpari1, inpari7 dan inpari8. Selanjutnya hasil ratarata pengamatan panjang malai menunjukkan bahwa varietas inpari9 memberikan panjang malai yang lebih panjang dan berbeda nyata dibanding dengan inpari 8, inpari7 dan inpari1, sedangkan pada pengamatan bobot 1000 biji tidak terdapat perbedaan yang nyata dari ke empat varietas yaitu berkisar 27,65 sampai 28,75 gr. Pada pengamatan jumlah gabah permalai menunjukkan bahwa inpari9 memiliki jumlah gabah yang lebih banyak dan berbeda nyata disbanding dengan inpari1, inpari7 dan inpari8 hal disebabkan karena varietas inpari9 juga memiliki panjang malai yang lebih panjang dibanding dengan varietas lainnya yang dicobakan. Hasil pengamatan persentase gabah www.sulsel.litbang.deptan.go.id 6
hampa dari ke empat varietas yang dicobakan menunjukkan bahwa persentase gabah hampa yang diperoleh ratarata dibawah 10% dengan demikian ke empat varietas tersebut cukup baik dalam hal pengisian biji sehingga biji yang terbentuk sebagian besar berisi dengan sempurna sehingga biji hampa yang terbentuk juga rendah. Pada pengamatan hasil gabah kering panen yang diperoleh menunjukkan bahwa varietas inpari9 memberikan hasil gabah yang tertinggi yaitu sebesar 8.900 kg/ha dan berbeda nyata disbanding dengan varietas inpari1 dan inpari7 dengan hasil masingmasing 6.800 dan 7.200 kg/ha, namun tidak berbeda nyata dibanding dengan hasil yang diperoleh varietas inpari8 yaitu 8.500 kg/ha. Tingginya hasil yang diperoleh dari varietas inpari9 disebabkan karena jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah per malai yang lebih baik dibanding dengan varietas lainnya. Varietas inpari1 dan inpari7 berdasarkan umur tanaman dilapangan, tinggi tanaman yang cukup pendek yaitu berkisar 93 sampai 107 cm berpeluang untuk dikembangkan pada musim tanam kering I (MK I) dan MK II karena diharapkan dapat memanfaatkan air yang tidak terlalu banyak apalagi kalau diimbangi dengan pengelolaan air dengan metode AWD (Alternate Wetting and Drying) karena memiliki bentuk tanaman yang tidak terlalu tinggi, sedangkan varietas inpari8 dan inpari9 dengan umur tanaman sekitar 120 hari dengan tinggi tanaman yang cukup tinggi yaitu sekitar 113,8 cm memungkinkan dikembangkan pada musim tanam MH I atau MH II dimana ketersediaan air masih cukup. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 7
Tabel 1. Ratarata Hasil Pengamatan Komponen Pertumbuhan dan hasil pada Penerapan Varietas Umur Baru Umur Genjah mendukung IP Padi 400, Pinrang 2010 No. Varietas Tinggi Tanaman (cm) Jml anakan (btg) Panjang malai (cm) Bobot 1000 biji (gr) Jml gabah/ malai (bj) Gabah hampa (%) Hasil GKP (kg/ha) 1 Inpari1 93,2 c 14,8 b 26,8 c 28,52 a 127 d 5,21 c 6.800 c 2 Inpari7 107,0 b 14,8 b 27,0 c 27,95 a 154 c 7,15 a 7.200 b 3 Inpari8 113,8 a 14,6 b 30,0 b 27,65 a 171 b 5,23 c 8.500 a 4 Inpari9 113,6 a 17,2 a 33,6 a 28,75 a 182 a 6,12 b 8.900 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata B. Analisis Usahatani Biaya Produksi Total biaya produksi bervariasi pada setiap perlakuan (varietas), diamana biaya produksi yang tertinggi diperolah pada varietas Inpari8 dan Inpari9 yaitu masingmasing sebesar Rp. 6.835.300 dan Rp. 6.998.020, sedangkan varietas Inpari1 dan Inpari7 biaya produksinya masingmasing hanya Rp. 6.186.240 dan Rp. 6.338.960. Tingginya biaya produksi yang diperoleh pada varietas Inpari8 dan Inpari9 disebabkan karena biaya bawon yang lebih besar akibat dari produksi yang lebih tinggi yaitu masingmasing 8.500 kg/ha dibanding dengan varietas Inpari1 dan Inpari dengan produksi masingmasing hanya 6.800 dan 7.200 kg/ha. Biaya bawon sebesar 16,6% dari produksi sehingga semakin tinggi produksi biaya bawon juga menjadi lebi besar (Tabel 2). www.sulsel.litbang.deptan.go.id 8
Tabel 2. Biaya Produksi setiap Perlakuan pada Penerapan Varietas Umur Baru Umur Genjah No. mendukung IP Padi 400, Pinrang 2010 Uraian 1. Benih Volume (kg/ha) Nilai (Rp./ha) 2, Pupuk Urea (kg/ha) Nilai (Rp/ha) ZA (kg/ha) Nilai (Rp/ha) SP36 (kg/ha) Nilai (Rp/ha) KCl (kg/ha) Nilai (Rp/ha) Phonska (kg/ha) Nilai (Rp/ha) Perlakuan (Varietas) Inpari1 Inpari7 Inpari8 Inpari9 20 120.000 200 320.000 250 575.000 20 120.000 200 320.000 250 575.000 20 120.000 200 320.000 250 575.000 20 120.000 200 320.000 250 575.000 3. Insektisida Nilai (Rp./ha) 150.000 150.000 150.000 150.000 4. Herbisida Nilai (Rp./ha) 100.000 100.000 100.000 100.000 5. Fungisida Nilai (Rp/ha) 6. Tenaga kerja Nilai (Rp./ha) 2.300.000 2.300.000 2.300.000 2.300.000 7. Bawon 16,6 % Nilai (Rp./ha) 2.596.240 2.748.960 3.245.300 3.398.020 8. Biaya tetap Rp/ha 25.000 25.000 25.000 25.000 (PBB,Upair, LKMD) J u m l a h 6.186.240 6.338.960 6.835.300 6.998.020 Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani dihitung dari besarnya nilai hasil yang diperoleh dari produksi dikalikan dengan harga gabah dikurangi besarnya biaya produksi. Pendapatan usahatani yang tertinggi diperoleh pada varietas Inpari8 dan Inpari9 yaitu masingmasing sebesar Rp. 12.714.700 dan Rp. 13.481.980/ha, sedangkan varietas Inpari1 dan Inpari7 pendapatan usahataninya masingmasing hanya Rp. 9.453.760 dan Rp. 10.221.040 (Tabel 3). www.sulsel.litbang.deptan.go.id 9
Tabel 3. Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani pada Penerapan Varietas Umur Baru Umur Genjah mendukung IP Padi 400, Pinrang 2010 No. Uraian Perlakuan (Varietas) Inpari1 Inpari7 Inpari8 Inpari9 1. Hasil (kg/ha) 6.800 7.200 8.500 8.900 2. Nilai hasil (Rp/ha) 15.640.000 16.560.000 19.550.000 20.470.000 3. Biaya Produksi (Rp/ha) 4. Pendapatan Usahatani (Rp/ha) 5. Biaya Produksi (Rp/kg gabah) 6. Nilai hasil (Rp/kg GKP) 6.186.240 6.338.960 6.835.300 6.988.020 9.453.760 10.221.040 12.714.700 13.481.980 910 880 804 785 1.390 1.420 1.496 1.515 Kegiatan 2. Kajian pengelolaan hama terpadu mendukung IP Padi 400 Pada pengamatan hama penyakit yang timbul pada setiap perlakuan (varietas) dapat dilihat pada Tabel 4. Pengamatan dilakukan mulai pada umur 30 hari setelah tanam (HST), hamahama yang menyerang tanaman padi adalah Wereng hijau, Wereng punggung putih, Hama putih palsu dan hama putih. Tingkat serangan setiap jenis hama tersebut pada setiap varietas yang dicobakan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa intensitas serangan hama baru muncul pada pengamatan 60 HST berupa hama putih palsu (HPP) dan hama putih (HP). Intensitas serangana hama tersebut mencapai 4 5% dimana varietas Inpari1, 8 dan 9 mencapai 5% sedangkan Inpari7 sebanyak 4%. Jumlah serangga pengganggu bervariasi pada setiap pengamatan dan varietas. Serangga pengganggu yang banyak ditemukan adalah wereng hijau. Pada varietas Inpari1 jumlah wereng hijau yang ditemukan yaitu sebanyak 54 ekor atau ratarata 10,8 ekor pada setiap pengamatan. Pada varietas Inpari7 dan 8 jumlah wereng hijau yang ditemukan yaitu sebanyak 46 ekor atau ratarata 9,2 ekor pada setiap pengamatan, sedangkan pada varietas Inpari9 jumlah wereng hijau yang ditemukan yaitu sebanyak 53 ekor atau ratarata 10,6 ekor pada setiap pengamatan Tabel 4. Tingkat Serangan Hama pada Pengelolaan Hama Terpadu mendukung IP padi 400 www.sulsel.litbang.deptan.go.id 10
Tabel 4. Tingkat Serangan Hama Penyakit pada Penglolaan Hama Terpadu mendukung IP padi 400. No. Perlakuan (Varietas) Umur Tanaman (HST) Jenis OPT Kepadatan populasi per 10 rumpun Intensitas Serangga Musuh Serangan Pengganggu alami (%) (ekor) (ekor) Pengendalian 1. Inpari1 30 45 W.hijau WPP 12 3 5 Belum dikendalikan 60 W.hijau HPP/HP 5 14 2 Semprot 75 W.hijau 10 6 90 W.hijau 9 7 Semprot 105 W.hijau 9 5 2. Inpari7 30 45 W.hijau WPP 6 2 6 60 W.hijau 11 2 HPP/HP 4 75 W.hijau 11 7 90 W.hijau 10 6 Semprot 105 W.hijau 8 5 3. Inpari8 30 Belum dikendalikan Semprot 45 W.hijau WPP 8 2 5 60 W.hijau 10 1 HPP/HP 5 75 W.hijau 9 6 90 W.hijau 10 6 Semprot 105 W.hijau 9 6 4. Inpari9 30 Keterangan: W.hiaju = Wereng hijau WPP = Wereng penggung putih HPP = Hama putih palsu HP = Hama putih Belum dikendalikan Semprot 45 W.hijau WPP 10 3 7 60 W.hijau 11 2 HPP/HP 5 75 W.hijau 11 7 90 W.hijau 10 7 Semprot 105 W.hijau 11 6 Belum dikendalikan Semprot www.sulsel.litbang.deptan.go.id 11
Kesimpulan: KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dapat dibuat kesimpulan seperti berikut: 1. Varietas Inpari8 dan inpari9 memberikan hasil yang tertinggi yaitu masingmasing sebesar 8.500 dan 8.900 kg/ha GKP dengan tingkat keuntungan masingmasing sebesar Rp. 12.714.700 dan Rp.13.481.980/ha sedangkan varietas inpari1 dan 7 masingmasing memberi hasil 6.800 dan 7.200 kg/ha GKP dengan tingkat keuntungan masingmasing sebesar Rp. 9.453.760 dan Rp. 10.221.040/ha. 2. Varietas inpari1 umur panennya sekitar 102 hari dan inpari7 sekita 110 hari sedangkan inpari8 dan 9 memiliki umur panen sekita 120 hari. Dengan demikian berpeluang dikembangkan untuk mendukung penerapan IP padi 400 dengan ketentuan membuat pesemaian diluar dengan umur bibit sekitar 15 hari 3. Tingkat serangan hama penyakit bervariasi yaitu sekitar 45% dengan hama yang ada yaitu wereng hijau, wereng punggung putih, hama putih dan hama putih palsu 4. Berdasarkan varietas hubungannya dengan tingkat serangan hama, ratarata memiliki serangan yang cukup rendah sehingga cukup potensil untuk dikembangkan untuk mendukung peningkatan produksi secara luas di Kab. Pinrang. Saran: Varietas yang cukup potensil untuk dikembangkan dalam mendukung IP padi 400 sebaiknya menggunakan varietas inpari7 pada musim MH I dan MK I yang diselingi dengan varietas inpari1 pada MH II www.sulsel.litbang.deptan.go.id 12
DAFTAR PUSTAKA Arafah, Sania Saenong, Nasruddin, Hasanuddin dan Abd. Fattah, 2001. Pengkajian dan Pengembangan Intensifikasi Padi Lahan Irigasi Berdasar Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.Laporan Akhir Kegiatan., Sania Saenong, Nasruddin, Abd. Fattah dan Syamsiar, 2002. Pengkajian dan Pengembangan Intensifikasi Padi Lahan Irigasi Berdasar Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.Laporan Akhir Kegiatan., Muslimin, Nasruddin, Amin, Syamsul Bahri dan St. Najmah, 2003. Kajian Teknologi Bercocok Tanam Padi lahan Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.Laporan Akhir Kegiatan. Badan Litbang Pertanian. 2009. Panduan Penyususnan Program Penelitian dan Pengkajian tahun 2009. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Budianto. J., 2002. Penelitian Padi. Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian De Datta, S.K. 1981. Rice production; Principles and practices. John Wiley & Sons. New York. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan, 2004. Laporan Tahunan Mercado, B.L. 1979. Introduction to weed science. Searca Publication, College, Laguna, Philippines. Lamid, Z. 1996. Pengelolaan gulma dewasa ini di Indonesia. Prosid. Konferensi Nasional HIGI XIII(2): 331346. Landis, D.A. and P.C. Marino. 1999. Structure and extra field processes: Impact on management of pests and beneficials. p. 79104. In Handbook of Pests Management, J.R. Rubinson (ed). Mercel Dekker, Inc. New York. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2008. Strategi dan dukungan dalam pencapaian surplus beras 2 juta ton tahun 2009 Provinsi Sulawesi Srlatan. Makassar. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 13
Sania, S., Abd Fattah dan Arafah, 2002. Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai Pupuk Organik Untuk Peningkatan Produktivitas, Efisiensi Produksi dan Kualitas Beras. Prosiding, Ekspose Nasional Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Memacu Pembangunan Agribisnis melalui Optimalisasi Semberdaya Lahan dan Penerapan Teknologi Spesifik Daerah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Setyono, A. 2004. Perbaikan Mutu Beras Di Tingkat RMU Sesuai Standar Bulog. Makalah Disampaikan Pada Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur. Samarinda, 25 November 2004. www.sulsel.litbang.deptan.go.id 14