L a t a r B e l a k a n g

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN RANTAI PASOK BAJA KONSTRUKSI UNTUK MENDUKUNG INVESTASI INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

SUPPLY DEMAND MATERIAL DAN PERALATAN KONSTRUKSI DALAM RANGKA MENDUKUNG INVESTASI INFRASTRUKTUR NASIONAL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ekonomi nasional. Hasil analisis lingkungan industri menunjukkan bahwa industri

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

BAB I PENDAHULUAN. Inspirasi yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

KEBIJAKAN PERGUDANGAN DI INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. ada baru mampu memproduksi 4 juta ton per tahun.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAHAN MASUKAN PAPARAN DIRJEN PDN PADA LOKAKARYA KAKAO 2013 SESI MATERI: RANTAI TATA NIAGA KAKAO. Jakarta, 18 September 2013

RANGKA ATAP BAJA RINGAN

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

Analisis Isu-Isu Strategis

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Konsumsi ikan segar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemasaran barang dan jasa. Dalam merebut pangsa pasar, kemampuan suatu

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

Katalog BPS :

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi Sejarah dan Perkembangan PT Leoco Indonesia

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

BAB I LATAR BELAKANG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar berasal dari sektor agraris. Utomo (2010) menjelaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Prasarana jalan merupakan salah satu infrastruktur yang vital yang menghubungkan

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,

Transkripsi:

RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur L a t a r B e l a k a n g Ketersediaan Infrastruktur yang baik merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan dalam mendorong perekonomian suatu negara. Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2011-2012 yang diterbitkan oleh World Economic Forums, daya saing Indonesia berada pada peringkat46 dari 142 negara yang dinilai(menurun 2 peringkat dari Tahun 2010-2011). Salah satupenyebab rendahnya daya saing dan terhambatnya percepatan pertumbuhan ekonomi tersebut adalah ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai. Kondisi tersebut juga menyebabkan beberapa calon investor pada sektor ekonomi strategis mengalihkan investasinya ke negara tetangga yang kondisi infrastrukturnya relatif lebih memadai. Untuk memperbaiki hal ini, diperlukan percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Agar pembangunan infrastruktur tersebut dapat berjalan dengan lancar, maka perlu ditunjang oleh sumber daya material dan peralatan yang memadai. Salah satu material utama yang sangat diperlukan dalam pembangunan infrastruktur adalah Baja. Perkembangan penggunaan material baja dalam dunia konstruksi baja di tanah air akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang cukup pesat. Di masa lalu penggunaan baja terfokus pada pembesian untuk konstruksi beton, gelagar baja untuk jembatan, rangka baja untuk jembatan, dan struktur atap pergudangan. Namun sejak merebaknya isu pemanasan global, hasil penebangan hutan berupa kayu sebagai material konstruksi menjadi sangat terbatas dan harganya pun menjadi mahal. Kondisi ini membuat masyarakat mulai beralih untuk menggunakan konstruksi rangka atap baja ringan yang harganya semakin bersaing dengan kayu. Disamping itu, seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk serta terbatasnya lahan,terutama pada wilayah perkotaan telah membuat kecenderungan penyelenggaraan konstruksi ke arah bidang bangunan yang lebih kompleks, misalnya: bangunan bertingkat tinggi, gedung pertemuan dan olahraga dengan ukuran super besar, pembangunan jembatan dengan bentang panjang sebagai alternatif solusi transportasi yang lebih ekonomis, pengembangan jaringan perpipaan dalam sistem penyediaan air minum dan sebagainya. Perkembangan penggunaan baja tersebut menyebabkan kenaikan tingkat konsumsi baja dalam jumlah yang cukup besar. Tingkat konsumsi baja suatu negara pada saat ini telah menjadi salah satu tolak ukur dalam kemajuan negara tersebut. Semakin makmur suatu Negara, yang ditunjukkan dengan nilai PDB per kapita, cenderung memiliki konsumsi baja yang semakin tinggi Tingkat konsumsi baja perkapita Indonesia pada saat itu tercatat hanya sebesar 38,7 kg, berada dibawah konsumsi baja gabungan rata-rata di tiga negara, yaitu: Vietnam, Thailand, dan Malaysia pada tahun 2008 sebesar 198 kg/kapita/tahun. Dengan asumsi pertumbuhan konsumsi baja di ketiga negara tersebut 5%/tahun, maka konsumsi baja rata-rata pada tahun 2025 diestimasikan sebesar 453 kg/kapita/tahun. Dengan demikian, jika ingin bersaing dengan ketiga negara tersebut, Ringkasan Eksekutif - 1

maka industri baja nasional perlu meningkatkan kapasitas produksinya sebesar 14%/tahun sejak saat ini, agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia, pemerintah telah merencanakan percepatan peningkatan investasi infrastruktur dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini tertuang dalamprogram Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dimana di dalamnya terdapat alokasi dana yang sangat besar pada sektor infrastruktur. Seiring dengan rencana pengembangan infrastruktur tersebut, dapat dipastikan kebutuhan baja sebagai material konstruksi di Indonesia akan semakin meningkat pula. Selain digunakan sebagai bahan bangunan, baja juga sangat dibutuhkan dalam mendukung industri manufaktur permesinan, misalnya industri alat otomotif dan alat berat. Industri alat berat nasional saat ini mengalami kemajuan yang cukup pesat, yaitu 15% pertahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Asosiasi Industri Alat Besar Indonesia (HINABI), tercatat beberapa merek alat berat ternama seperti Komatsu, Sakai, Bomag dan produsen lainnya yang tergabung dalam HINABI telah mampu memproduksi alat berat di dalam negeri dengan persentase kandungan lokal yang berbeda-beda. Sebagian dari local content tersebut masih memerlukan raw material yang berasal dari impor, antara lain: weld wire, steel bar, wiring cable, dan material baja lainnya, khususnya baja mutu tinggi. Kebutuhan baja yang masih besar, baik material baja lokal maupun impor merupakan peluang yang hendaknya dapat dimanfaatkan para produsen baja nasional, sehingga ketahanan industri baja nasional untuk mendukung penyelenggaraan konstruksi dan industri manufaktur berbasis baja menjadi lebih kuat. Sebagaimana kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu konsumen sekaligus produsen baja yang besar. Kapasitas produksi baja nasional pada tahun 2011 tercatat sebesar 18,9 juta ton, sedangkan konsumsi baja nasional pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 12 juta ton. Dari sisi supply dan demand, seharusnya kebutuhan baja nasional telah dapat dipenuhi. Akan tetapi, ternyata masih ditemukan berbagai permasalahan terkait dengan pemenuhan baja nasional.dari berbagai informasi yang diperoleh, tercatat bahwa Indonesia masih memenuhi sebagian besar kebutuhan baja dalam negeri melalui impor sebanyak 4-5 juta ton per tahunnya. Berbagai permasalahan seperti fluktuasi harga masih sering kali terjadi, terutama pada masa puncak proyek (Oktober-Desember) sehingga produk baja standar seringkali tidak terjangkau oleh pelaksana konstruksi dalam menyelesaikan pekerjaannya. Penggunaan baja non standar (ukuran banci ) kemudian menjadi alternatif pilihan dalam situasi tersebut. Dengan terjadinya keruntuhan beberapa bangunan jembatan dalam satu tahun terakhir ini semakin menyadarkan kita akan pentingnya perhatian terhadap kualitas baja yang digunakan, terutama dengan adanya beberapa rencana pembangunan mega proyek infrastruktur kedepan yang menuntut baja dengan kualitas tinggi. Untuk menjawab tantangan tingkat konsumsi baja Nasional yang cenderung meningkat serta berbagai permasalahan yang dihadapi tersebut, khususnya baja untuk keperluan material konstruksi dan material alat berat konstruksi kedepan, maka diperlukan suatu sinergi diantara para pemangku kepentingan untuk melakukan pengelolaan rantai pasok baja konstruksi yang lebih baik agar penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia dapat berjalan dengan lancar. Kesiapan produsen nasional terhadap rencana proyek-proyek infrastruktur strategis, seperti rencana pembangunan Ringkasan Eksekutif - 2

Jembatan Selat Sunda dan kesiapan dalam menghadapi ACFTA yang akan berlaku secara penuh pada tahun 2018 sangat diperlukan, sehingga diharapkan produsen baja lokal dapat memegang peranan yang lebih besar dalam memenuhi kebutuhan baja konstruksi nasional. Dengan dipenuhinya pasokan dari dalam negeri, diharapkan kontinyuitas pasokan dan kestabilan harga dapat lebih terjamin. Disamping itu tentunya akan semakin mengurangi pengeluaran devisa untuk impor dan dapat meningkatkan perekonomian nasional. Dalam hal ini, sistem Informasi yang cepat dan terupdate mengenai kebutuhan jangka menengah dan jangka panjang, standar dan katalog produk, kapasitas produksi, tingkat konsumsi, serta perkembangan harga baja terbaru sangat diperlukan untuk dapat dimanfaatkan secara luas, baik oleh masyarakat, kalangan industri baja, investor yang berencana melakukan investasi di Indonesia, maupun pihak pemerintah sebagai sumber pertimbangan untuk membuat dan mengambil kebijakan. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi bermaksud menyelenggarakan kegiatan Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memperoleh informasi terkait kondisi dan permasalahan rantai pasok semensertamembangun kesepahaman diantara pemangku kepentingan yang terkait untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian,diharapkan penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien. P e r m a s a l a h a n Hingga saat ini Indonesia masih terus melakukan import terhadap material dasar untuk pengolahan baja. Kebutuhan akan material mentah tersebut seluruhnya didatangkan dari negri luar khususnya untuk pellet dan bijih besi. Kebijakan importasi scrap pada setiap negara berbeda-beda dalam hal kualitas dan tingkat kebersihan scrap. Hal ini menjadi masalah, ketika kebijakan scrap negara lain ternyata berbeda dengan kebijakan di negara ini. Akibat perbedaan tersebut, barang yang sudah diimport ada yang tidak dapat diterima. Hal ini selanjutnya akan menyulitkan pihak pabrikan baja di Indonesia yang ujung-ujungnya akan meningkatkan harga baja dan kekosongan baja. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahan mentah industri baja Indonesia sangat tergantung pada importasi. Sehingga ketika ada masalah dalam importasi, maka hal tersebut akan secara langsung berdampak pada harga dan hal lainnya. Begitu sensitifnya industri baja di Indonesia sehingga kestabilan kondisi baja global dapat mempengaruhi arah pertumbuhan industri baja di Indonesia. Hal lainnya adalah, pihak penyedia jasa konstruksi pemerintah Indonesia belum menyediakan informasi yang akurat dan jelas tentang kebutuhan baja di sektor konstruksi untuk keperluan pembangunan di Indonesia. Pemerintah dirasa kurang dalam melakukan terobosan khususnya terkait perlindungan terhadap penggunaan material dalam negri dalam proyek-proyek khusus multi negara yang didanai lewat pinjaman asing. Penguasaan teknologi sendiri menjadi salah satu isu utama dalam industri baja nasional. Lemahnya penguasaan teknologi, kurangnya riset dan pengembangan turut membatasi perkembangan industri baja nasional. Belum lagi akhir-akhir ini Indonesia kedatangan mesin-mesin produksi baja generasi lama dari luar negeri. Di negeri asalnya mesin-mesin ini telah dilarang penggunaannya karena suddah tidak sesuai dari segi efisiensi konsumsi bahan bakar dan kapasitas produksinya Ringkasan Eksekutif - 3

yang terkait dengan teknologi yang sudah tua. Lebih parahnya lagi, mesin-mesin yang masuk ke Indonesia ini ternyata justru digunakan untuk memproduksi produk-produk baja dengan kualitas rendah dan tidak sesuai spesifikasi. Bahkan ada indikasi bahwa perusahaan-perusahaan yang menggunakan mesin mesin ini tidak membayar pajak pada pemerintah Indonesia. Menumpuknya para produsen baja di pulau Jawa menyebabkan tingginya harga jual baja untuk daerah-daerah di luar pulau Jawa, khususnya di daerah Indonesia timur. Hal ini menyebabkan meningkatnya biaya pengiriman dan waktu pengiriman, lebih lanjut dengan lamanya waktu pengiriman, maka resiko yang dihadapi juga meningkat. Arah investasi para produsen baja saat ini masih terfokus pada peningkatan kapasitas produksi saja, tanpa berpikir untuk ekspansi perusahaan ke luar pulau Jawa. Bagi pihak fabrikator, sering juga mengalami kelangkaan bahan baku dari produsen. Hal ini merupakan rentetan permasalahan dari kelangkaan bahan baku pada pihak produsen baja. Selain itu ditemukan juga adanya pihak fabrikator yang melakukan modifikasi ukuran pada produk baja tertentu dengan maksud meningkatkan profit tapi tanpa memikirkan pengaruh yang akan ditimbulkannya pada masyarakat luas. Infrastruktur menjadi masalah lainnya terutama untuk distribusi produk baja dari pulau Jawa ke luar daerah. Pengiriman yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan jalur laut, dan di sinilah masalahnya berada. Di daerah kelengkapan dari bangunan pelabuhan sangat minim dan kondisinya sudah tidak layak, belum lagi sejumlah pungutan-pungutan liar yang terjadi di sepanjang jalur distribusi. Bagi konsumen, sebagai pemakai masalah utama yang dihadapi adalah, hilangnya produk baja konstruksi pada waktu-waktu tertentu. Hal ini karena waktu pengerjaan proyek di Indonesia dilaksanakan pada waktu yang bisa dikatakan pendek. Sehingga secara tiba-tiba pihak produsen kebanjiran pesanan besi beton (over demand) yang menyebabkan kewalahan dan ketidaksanggupan produsen dalam menyediakan besi beton tersebut. Hal ini pada akhirnya menyebabkan perusahaan kontraktor mengambil jalan alternatif lain yaitu melakukan importasi. Beredarnya penggunaan baja banci di pasaran khususnya penggunaannya pada masyarakat luas semakin memprihatinkan. Isu ini hanya ada pada kontraktor kecil yang membeli baja banci (besi beton dengan ukuran yang tidak sesuai standart) dari distributor baja. Celakanya banyak penggunaanya yang salah yang menyebabkan sejumlah kegagalan bangunan khususnya rumah saat terjadi gempa. Karena berhubungan dengan masyarakat luas, isu ini menjadi sangat penting, ditambah lagi sejumlah pabrikan kecil yang memproduksi baja banci ini tidak dilarang beroperasi. M a k s u d d a n T u j u a n Maksud dari kajian studi ini adalah mengkaji keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan serta tata niaga baja konstruksi untuk mendukung program penyelenggaraan infrastruktur. Adapun tujuannya adalah merumuskan rekomendasi kebijakan peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga baja konstruksi nasional L i n g k u p P e k e r j a a n d a n K e l u a r a n Ringkasan Eksekutif - 4

Lingkup dari kajian rantai pasok baja konstruksi ini (1). meliputi mengidentifikasi para pemangku kepentingan baik personal maupun kelembagaan yang terkait dengan kajian kebutuhan dan ketersediaan material dan peralatan konstruksi untuk mendukung peningkatan investasi infrastruktur; (2) melakukan brainstorming dengan para pemangku kepentingan untuk membahas berbagai topik terkait dalam rangka mencapai maksud, tujuan dan sasaran paket pekerjaan ini secara efisien dan efektif, (3) menyusun katalog produk baja yang diperlukan dalam dunia konstruksi katalog dan katalog produk baja yang diperlukan untuk mendukung industri alat beratnasional; (4) mengidentifikasi trend penggunaan baja konstruksi dan siklus hidup baja konstruksi di Indonesia; (5) melakukan kajian kebutuhan dan ketersediaan baja konstruksi di Indonesia (6) mengidentifikasi kondisi rantai pasok baja konstruksi dan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan nasional, meliputi volume impor, ekspor, pasokan bahan baku, sistem produksi, sistem distribusi dan fluktuasi harga baja konstruksi (termasuk baja ringan); (7) mengidentifikasi kesiapan produsen baja nasional dalam mendukung investasi infrastruktur, meliputi: peta sebaran produsen baja di Indonesia, jenis baja yang diproduksi beserta kapasitas produksinya; (8) merumuskan persentase penggunaan baja konstruksi terhadap konsumsi baja secara keseluruhan; (9) merumuskan potensi pengembangan industri baja dan pengelolaan rantai pasok baja konstruksi yang efektif dan efisien dalam mendukung investasi infrastruktur di Indonesia; (10) mengidentifikasi standar yang berlaku untuk produk baja dan permasalahan yang dihadapi dalam penerapannya; (11) mengidentifikasi kebutuhan terhadap sistem informasi baja yang terpadu dan up to date mengenai produksi, distribusi dan harga baja di Indonesia; (12) merumuskan rekomendasi kebijakan strategis yang diperlukan dalam upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi rantai pasok dan tata niaga baja konstruksi nasional P e l a k s a n a a n P e k e r j a a n Studi kajian rantai pasok baja konstruksi untuk mendukung investasi instrukstruktur, dalam pengerjaannya direncanakan ke dalam empat tahapan. Tahapan pekerjaan ini didasarkan pada maksud dan tujuan kajian studi ini, lingkup pekerjaan serta keluaran dari kajian studi ini. Tahap pertama dari kegiatan ini adalah melakukan kajian terhadap kondisi eksisting dari baja yang digunakan pada konstruksi di Indonesia dan mengidentifikasi komoditas dari masing-masing baja konstruksi. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengetahui peta akan kebutuhan pasar baja konstruksi secara nasional dalam pengembangan sistem rantai pasok baja konstruksi. Tahap kedua adalah menyusun draft model rantai pasok baja konstruksi, menyusun perancangan survei dengan tujuan sebagai dasar pelaksanaan survei dan merencanakan pemetaan rantai pasok serta perencanaan struktur katalog baja konstruksi. Tahap ketiga meliputi kegiatan menganalisa hasil dari survei dengan dasar beberapa hal yaitu melakukan identifikasi pihak-pihak (pelaku dan pembuat kebijakan), mengidentifikasi hubungan antar pihak-pihak (pengadaan dan kontrak), channel structure (variasi channel dan faktor yang menyebabkan) dan kapasitas pihak-pihak (level rantai pasok, kapasitas supply, tingkat penyerapan, komposisi, importasi, harga dan masalah yang berhubungan dengan tata niaga Ringkasan Eksekutif - 5

Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur Mengidentifikasi kondisi eksisting sebagai dasar kajian T a h a p I Menyusun draft pemodelan struktur rantai pasok Menyusun perancangan survei Melakukan survei Melakukan kajian literatur Kajian pasar baja di Indonesia Identifikasi komoditas baja Perencanaan struktur katalog T a h a p II Pemetaan rantai pasok baja Melakukan analisa rantai pasok baja Pengembangan struktur rantai pasok baja konstruksi Rekomendasi struktur rantai pasok dan katalog konstruksi T a h a p IV Pengembangan katalog baja konstruksi a. Identifikasi pihak-pihak (pelaku dan pembuat kebijakan) b. Identifikasi hubungan antar pihak-pihak (pengadaan dan kontrak) c. Channel Structure (variasi channel dan faktor yang menyebabkan) d. Kapasitas pihak-pihak (level rantai pasok, kapasitas supply, tingkat penyerapan, komposisi, importasi, harga dan masalah yang berhubungan dengan tata niaga T a h a p III Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi Untuk Mendukung Investasi Infrastruktur A n a l i s a K o n d i s i E k s i s t i n g Baja yang diproduksi dari masing-masing produsen memiliki karakteristik dan tipe yang berbeda, sehingga di pasaran akan dijumpai berbagai macam produk baja. Perbedaan dari karakteristik dan tipe yang berbeda dapat disebabkan pula karena permintaan dari pasar sehingga produsen akan memproduksi sesuai dengan permintaan tersebut. Baja bukan hanya digunakan untuk keperluan Ringkasan Eksekutif - 6

konstruksi tetapi pemakaiannya dapat di berbagai sektor lain seperti packaging, furniture, home appliance, office equipment, arts equipment, educational equipment ataupun sport equipment. Sementara pemetaan pemakaian baja konstruksi yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik terbagi menjadi tiga yaitu konstruksi bangunan gedung, konstruksi bangunan sipil dan konstruksi khusus. Dalam 5 tahun (2004-2009) terakhir, untuk konstruksi bangunan sipil menunjukkan peningkatan yang signifikan terutama dari tahun 2007 ke tahun 2008, apabila dibandingkan dengan konstruksi bangunan gedung. Sebagai analisa awal, bahwa yang dimaksud dengan konstruksi bangunan sipil meliputi ketersediaan infrastruktur. Hal ini berarti bahwa adanya peningkatan nilai konstruksi untuk infrastruktur memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam mendukung laju investasi di Indonesia. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa kebutuhan material baja untuk menunjang ketersediaan infrastruktur juga akan meningkat. Nilai konstruksi bangunan gedung memang menunjukkan peningkatan, besar kemungkinan diperkirakan adanya dukungan dari sektor perumahan yang sedang berkembang. Pada sektor ini kontribusi baja terbesar diprediksi dari meningkatnya penggunaan baja ringan sebagai komponen pada struktur atap. Proses konstruksi yang dilaksanakan baik pada commercial & industrial buildings, residential & housing buildings, heavy construction ataupun infrastruktur tidak dapat dilepaskan dari penggunaan alat berat. Penggunaan alat berat ini didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti kondisi geografis/alam, tingkat kesulitan dari jenis konstruksi yang dikerjakan dan waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian konstruksi. Pada umumnya ketersediaan alat berat pada proses konstruksi dilakukan dengan menyewa pada pihak ketiga, tentunya dengan pertimbangan bahwa kepemilikan alat berat membutuhkan investasi yang sangat mahal. Namun demikian keberadaan industri yang memproduksi alat berat juga sangat dibutuhkan sebagai penopang produktivitas bagi negara yang menjadi indikator untuk dapat berkompetisi dengan negara lain. Segmentasi dari industri peralatan berat bukan saja melayani pada sektor konstruksi saja tetapi peralatan berat ini juga melayani pada sektor pertambangan, kehutanan, kelautan dan sektor-sektor lain. Berdasarkan MP3EI, jumlah kebutuhan alat berat di sektor konstruksi juga menunjukkan tren yang terus meningkat terutama potensi penggunaan alat berat di sektor kontruksi. Namun pada sisi yang lain, tantangan terhadap ketersediaan untuk menyediakan alat berat ini adalah bagaimana menyediakan bahan material baja sebagai material utama pembentuk alat berat. Gambaran dari penggunaan baja yang merupakan pengembangan dari baja konvensional adalah baja ringan merupakan baja mutu tinggi yang memiliki sifat ringan dan tipis, namun memililki fungsi setara baja konvensional. Rangka atap baja ringan diciptakan untuk memudahkan perakitan dan konstruksi. Desain stuktur karena perilaku strukturnya yang berbeda, struktur rangka atap baja ringan tidak bisa dihitung menggunakan software analisis struktur untuk konstruksi baja tebal yang umum dipakai. Sistem pengaku/bracing dan murplat (top plate) rangka atap baja ringan dibuat dari baja tipis, Meskipun telah dibuat menjadi bentuk profil yang kokoh, kekuatannya tinggi tetapi kekakuannya lemah (dibanding balok kayu misalnya). Dengan kekakuan yang lemah, struktur rangka atap baja ringan harus dilengkapi dengan batang pengaku/bracing yang cukup. Banyak kasus rangka atap baja ringan yang roboh akibat kurangnya batang pengaku/bracing ini. Penggunaan baja ringan sebagai material pada konstruksi atap sangat berkembang dan signfikan dalam satu decade ini. Salah satu yang mendasarinya adalah harga kayu yang semakin naik, begitu juga dengan harga besi. Dahulu atap-atap rumah banyak menggunakan kayu sebagai penyangga untuk memasang genteng (atap). Sekarang hal tersebut mulai beralih pada penggunaan rangka baja ringan yang lebih kuat, dan harganya pun terjangkau. Produk-produk baja ringan banyak tersebar Ringkasan Eksekutif - 7

di pasaran dengan berbagai merek dan kualitas. Selain itu, produk baja ringan umumnya akan memberikan garansi 5 tahun dalam pemasangannya. Hal ini juga salah satu alasan semakin meningkatnya penggunaan baja ringan sebagai penyangga atap. Tren baja ringan pada mulanya digunakan untuk rumah-rumah berskala besar dan gedunggedung. Kini, rumah-rumah sederhana juga sudah banyak yang menggunakan baja ringan, termasuk di antaranya sekolah. Pendek kata, hampir semua bangunan yang tadinya menggunakan kayu sebagai penyangga atap genteng, dan seng, kini beralih menggunakan material baja ringan. Salah satu keunggulan baja ringan dalam aplikasinya pada pemasangan rangka atap adalah kecepatan instalasinya yang lebih cepat dibanding menggunakan material kayu. Hal ini membuat baja ringan menjadi salah satu material pilihan yang dapat digunakan untuk merenovasi konstruksi khususnya di daerah pedesaan saat terserang bencana alam. Sehingga berdasarkan uraian dan data di atas, maka komoditas yang akan dijadikan sebagai sampling adalah baja tulangan dengan rincian berbagai diameter yang lazim digunakan pada sub strucutre dan upper structure, baja profil baik untuk atap, gelagar pada jembatan ataupun profil lain seperti pipa untuk jaringan air minum, baja dalam bentuk lembaran atau plat, yang banyak digunakan untuk profil yang dibuat khusus, penutup rangka atap atau plat lantai sebagai pengganti plat beton, baja ringan yang diperuntukkan untuk konstruksi atap dan baja untuk material peralatan konstruksi A n a l i s a K e b u t u h a n B a j a K o n s t r u k s i Peran sektor konstruksi dalam perkembangan ekonomi Indonesia memberikan kontribusi yang terus meningkat seperti yang tercatat dalam data yang dikeluarkan oleh BPS setiap tahunnya, dimana sektor konstruksi memberikan sumbangsih tehadap PDB. Hal ini terbukti dari catatan BPS, dimana nilai konstruksi yang diselesaikan pada tahun 2004 2009 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12.5%. Hal ini juga didukung oleh pemerintah yang melakukan peningkatan pembangunan infrastruktur seperti jembatan, jalan tol, dermaga, sarana telekomunikasi dan gedung-gedung sebagai penunjang untuk mempercepat perkembangan ekonomi. Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor. Sektor konstruksi memegang peranan sangat penting dalam menunjang kegiatan perekomonian Indonesia karena produk dalam sektor konstruksi merupakan pusat kegiatan ekonomi seperti bangunan gedung, dan juga sarana dan prasarana infrastruktur seperti pelabuhan, jembatan, bandar udara, jalan, dan bangunan-bangunan irigasi. Meskipun sektor konstruksi bukan sektor utama yang paling banyak membentuk GDP Indonesia, namun sebagian besar pembentuk GDP terbesar di Indonesia seperti kegiatan industri dan manufaktur dilakukan dengan bantuan produk dari sektor konstruksi. Percepatan pembangunan infrastruktur tersebut di atas dipengaruhi oleh material yang dipilih berdasarkan tujuan pembangunan konstruksi tersebut. Pemilihan akan material pembentuk konstruksi didasarkan kepada kelebihan dan kekurangan material utama dengan berbagai aspek Ringkasan Eksekutif - 8

tinjauan sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan material tersebut, selain didasarkan atas kebutuhan, juga perkembangan teknologi yang memungkinkan untuk melakukan inovasi di dunia konstruksi, termasuk inovasi dalam pemilihan dan pemakaian material utama pembentuk suatu konstruksi. Namun penggunaan baja sebagai material utama pembentuk komponen struktural maupun non struktural belum terlalu popular di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan konsumsi baja Indonesia yang maih rendah dibandingkan negara-negara lain di ASEAN dengan konsumsi baja 32.9kg/kapita (Republika, 2007). Kemungkinan belum populernya penggunaan baja dibandingkan dengan beton bertulang yang sudah popular di Indonesia kemungkinan disebabkan oleh biaya yang dibayar untuk suatu komponen strultural baja lebih mahal dibandingkan dengan beton bertulang karena upah tenaga kerja untuk aplikasi beton bertulang di Indonesia masih murah jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk baja. Biaya total yang dibutuhkan untuk baja lebih besar dari pada biaya total untuk beton bertulang. Meskipun demikian, penggunaan baja sebagai material utama dalam suatu konstruksi tidak menutup kemungkinan untuk mengalami perubahan dan peningkatan apabila dilakukan inovasi terhadap perencanaan konstruksi dan material itu sendiri. Inovasi yang dilakukan oleh para pemasok baja sebagai penyedia material konstruksi sangat dipengaruhi oleh trend jenis dan profil yang banyak digunakan dalam konstruksi-konstruksi tertentu yang pada umumnya menggunakan baja sebagai salah satu material utamanya. Kebutuhan untuk mengetahui konsumsi baja tersebut dapat dilakukan dengan melakukan kajian terhadap data historis dalam sektor konstruksi. Berdasarkan jenis konstruksi menurut BPS, yang menjadi objek kajian adalah konstruksi infrastruktur dan non infrastrukstur yang terdiri dari gedung bertingkat dan konstruksi rumah, maka menurut Abduh, M (2011) diperoleh bahwa persentase rata-rata nilai baja terhadap nilai proyek konstruksi gedung tinggi adalah 25.92%. Nilai konsumsi baja per tingkat bangunan dan per m² berbeda-beda ditentukan oleh fungsi gedung, lokasi dan tahun pembangunan gedung, persentase rata-rata nilai material baja dalam suatu proyek jembatan adalah 34.99%. Nilai konsumsi baja untuk masing-masing jembatan ditentukan oleh tipe jembatan, lokasi jembatan dan tahun pelaksanaan konstruksi jembatan dan persentase nilai rata-rata baja dalam suatu proyek dermaga adalah 16.08%. Nilai konsumsi baja untuk masing-masing dermaga ditentukan oleh jenis dermaga (fungsi dermaga), lokasi dermaga, kapasitas rencana dan tahun pelaksanaan konstruksi dermaga Sementara apabila dilihat berdasarkan kebutuhan baja, maka di pulau Jawa membutuhkan lebih dari 50% total kebutuhan baja nasional, hal ini mencerminkan pembangunan di Indonesia masih terpusat di wilayah pulau Jawa. Sebagian besar demand (kebutuhan) akan material baja nasional berada di wilayah Barat Indonesia (Jawa dan Sumatra). Sedangkan wilayah timur Indonesia kebutuhannya sangat sedikit, hal tersebut dikarenakan pembangunan di Indonesia belum merata (masih terfokus di Jawa). Adapun kebutuhan atau demand baik untuk proyek infrastruktur dan non infrastruktur pada masing-masing wilayah dapat dilihat pada Tabel 1. Ringkasan Eksekutif - 9

Tabel 1. Sebaran Kebutuhan Baja di Setiap Wilayah Region Nilai Konstruksi Nilai Material Baja Demand Baja (ton) Sumatera 22,659,818 9,779,664 1,222,458 Jawa 93,402,603 40,311,270 5,038,909 Kalimantan 12,366,576 5,337,243 667,155 Sulawesi, Maluku, Papua 11,740,596 5,067,079 633,385 Bali & Nustra 8,120,615 3,504,745 438,093 Material baja dalam konstruksi non infrastruktur = 43% Region Nilai Konstruksi Nilai Material Baja Demand Baja (ton) Sumatera 41,568,851 11,736,012 1,467,001 Jawa 55,551,402 15,683,665 1,960,458 Kalimantan 25,356,826 7,158,918 894,865 Sulawesi, Maluku, Papua 21,349,431 6,027,522 753,440 Bali & Nusa Tenggara 6,353,917 1,793,883 224,235 Material baja dalam konstruksi infrastruktur = 28% Sumber: data diolah (nilai konstruksi-material dalam juta) Sedangkan kemampuan yang dapat disediakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, juga masih berfokus di pulau Jawa sehingga pengaruh dari ketersediaan ini akan banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya tranportasi dan keberadaan infrastruktur pendukung. Salah satu akibat dari kondisi ini, harga per kilo baja untuk wilayah Indonesia bagian timur akan sangat mahal. Berikut ini merupakan peta dari supply baja. Gambar 2. Peta Sebaran Pasokan Baja Konstruksi Nasional Sumber: Direktori IISIA (2012) Ringkasan Eksekutif - 10

A n a l i s a R a n t a I P a s o k B a j a K o n s t r u k s i d a n K a t a l o g P r o d u k Survei yang dilakukan dari keenam kota dan dari keenam komoditas baja. Secara umum, proses dari pembuatan baja dimulai dari bahan baku yang terdiri dari biji besi dan scrap (besi bekas). Sumber dari bahan baku baik biji besi dan scrap berasal dari impor dan lokal. Menurut hasil survei yang dilakukan komposisi antara impor dan lokal adalah 70% berasal dari impor dan 30% dari lokal. Para pelaku dari bahan baku ini biasanya dilakukan oleh para trader atau pengepul kemudian akan didistribusikan ke produsen. Tahap berikutnya adalah proses peleburan dari biji besi atau scrap akan diolah menjadi sponge iron. Hasil dari sponge iron dapat dibagi menjadi 2 yaitu long product dan slab product. Long product menjadi bahan dasar untuk pembuatan baja tulangan, baja profil, dan steel wire. Sedangkan produk dari slab product adalah baja dalam bentuk lembaran. Untuk komoditas baja tulangan, sumber bahan baku masih sama dengan yang harus diperoleh produsen yaitu scrap atau biji besi. Asal sumber bahan dasar pun berasal dari impor dan lokal. Komposisi impor dan lokal berbanding 70:30. Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa suatu produsen dapat memiliki fungsi yaitu produsen dan fabrikator. Istilah produsen ini mengacu pada produk yang dihasilkan untuk tier berikutnya, dalam hal ini produk yang dimaksud adalah long product dan slab product. Rantai pasok yang memiliki kompleksitas pada masing-masing tier dimiliki oleh rantai pasok baja tulangan yang dapat dilihat pada Gambar 3. Raw Material Supllier Produsen Produsen Fabrikator Distributor Service Konsumen Ekspor Ekspor Produsen 1 Fabrikator 1 PP Lokal Perusahaan Pengumpul 600,000 150,000 Produsen 2 Fabrikator 2 200,000 HK WK 230,000 Import Trader Produsen 3 360,000 NK Produsen 4 360,000 Fabrikator 3 250,000 Import Distributor Retail BUMN Kontraktor Kecil Gambar 3. Rantai Pasok Baja Tulangan Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012 Komoditas berikutnya adalah komoditas baja profil. Demikan halnya yang berkaitan dengan bahan dasar masih sama yaitu scrap atau biji besi. Kedua bahan dasar ini pun masih diperoleh dengan cara impor dan lokal. Entitas dari rantai pasok baja profil tidak sebanyak pada baja tulangan. Sebagai contoh pada rantai pasok baja profil, entitas nya hanya terdiri dari raw material, supplier produsen, produsen, fabrikator dan konsumen. Rantai pasok pada baja profil tidak memiliki kompleksitas Ringkasan Eksekutif - 11

yang panjang apabila dibandingkan dengan rantai pasok baja tulangan. Adapun rantai pasok baja profil dapat dilihat pada Gambar 4. Raw Material Supllier Produsen Produsen Fabrikator Distributor Service Konsumen PP Lokal Perusahaan Pengumpul Krakatau Steel K. Wajatama HK Import Trader Gunung Garuda G. Group WK NK Gambar 4. Rantai Pasok Baja Profil Sumber: Diolah dari hasil survei Kajian Rantai Pasok Baja Konstruksi, 2012 Pipa baja merupakan komoditas baja konstruksi yang masih menjadi bagian dari kajian studi ini. Karakteristik dari jaringan rantai pasok pipa baja hampir tipikal dengan rantai pasok baja profil, dari segi entitas atau pelaku pada jaringan rantai pasok sama tidak ada distribusi atau retail. Jenis komoditas baja konstruksi berikutnya adalah steel wire. Steel wire ini banyak digunakan pada pekerjaan jembatan yang menggunakan beton prestress. Rantai pasok pada steel wire ini memiliki keunikan yaitu masih diperlukan entitas service center sebagai pelengkap hasil akhir produk yaitu untuk melakukan pekerjaan stressing atau penarikan kabel. Komoditas baja ringan juga menjadi bagian kajian dari studi ini. Baja ringan ini menjadi bagian kajian karena sudah menjadi material alternative yang digunakan sebagai bahan pengganti kayu, sehingga jumlah demandnya menunjukkan kenaikan. Hal ini dapat dilihat banyaknya property yang menggunakan baja ringan sebagai rangka atap. Dalam jalur distribusinya pun tidak sekomplek pada komoditas baja konstruksi yang lain, artinya siapa pun dapat memperoleh dengan mudah. Komoditas lain yang dikaji dalam studi ini adalah komoditas baja untuk alat berat. Salah satu produsen yang disurvei adalah PT. Komatsu Indonesia. Fungsi dari PT. Komatsu Indonesia ini adalah sebagai fabrikator alat berat. Adapun jenis alat berat yang difabrikasi oleh PT. Komtasu Indonesia adalah: hydraulic excavator, dump truck dan bulldozer. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan proses fabrikasi dari alat berat tersebut, sumber bahan baku dari masing-masing komponen dapat dibagi 3 (tiga) yaitu lokal, import dan in house. Selain mengenai komoditas produk baja yang dikaji, bagian lain yang menjadi obyek dalam survei adalah katalog produk. Tiap-tiap produsen mempunyai katalaog produk yang berbeda pula baik dari informasi spesifikasi produk maupun bentuk fisik dari informasi yang mereka berikan kepada para pengguna. Ada produsen yang menerbitkan dalam bentuk buku katalog tetapi juga ada dalam bentuk brosur. Pentingnya katalog menjadi kajian adalah mempertemukan kepentingan informasi yang diberikan oleh produsen dan apa yang dibutuhkan oleh konsumen, sehingga setiap informasi yang diberikan oleh produsen baik melalui katalog ataupun bentuk lain dapat memberikan manfaat secara langsung kepada konsumen. Ringkasan Eksekutif - 12

K e s i m p u l a n d a n R e k o m e n d a si Berdasarkan kajian yang telah dilakukan baik melalui kajian literatur maupun survei yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: (1) sebagai salah satu negara produsen baja di dunia, Indonesia berkontribusi sebesar 0.35% dari total baja dunia sebesar 5,21 Mega Ton, dan berada pada peringkat ke 37 di dunia (2) sektor konstruksi sebagai salah satu pembentuk PDB, memiliki porsi 67.6% dari total produk yang dihasilkan sebesar 5.500.000 ton, (3) berdasarkan peta sebaran supply dan demand diperoleh bahwa supply baja lebih banyak berada di pulau Jawa, sekalipun ada juga yang berada di luar Jawa seperti Sumatera Utara tetapi kapasitas produksi yang dimiliki kecil, ada juga yang berada di Lampung khusus untuk produk pipa, sedangkan demand hampir tersebar di seluruh Indonesia Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua dan jumlah demand masih lebih besar daripada supply dari dalam negeri; (4) berdasarkan hasil kajian studi rantai pasok, komoditas yang paling banyak didominasi oleh baja tulangan dengan persentase 27.5% dibanding komoditas lain (steel wire, steel plate, steel pipe, profil dan CRC) (5) kompleksitas dari masing-masing komoditas rantai pasok beragam yaitu rantai pasok yang kompleks dimiliki oleh baja tulangan dan rantai pasok yang sederhan dimiliki oleh baja profil. Sedangkan rekomendasi yang dapat dikembangkan untuk rantai pasok baja konstruksi ini terdiri dari (1) Kementrian PU harus mendefinisikan dan menginformasikan kebutuhan baja konstruksi dengan lebih jelas dan terinci dari segi waktu, jenis dan wilayah sebagai hasil forecast serta mengadakan model estimasi konseptual kebutuhan; (2) mengidentifikasi dan mempercepat pembangunan infrastruktur untuk distribusi material konstruksi yang dibutuhkan di seluruh Indonesia; (3) kebutuhan akan standarisasi produk baja perlu dikaji untuk memastikan jumlah demand ; (4) menyampaikan hasil kajian kepada kementerian-kementerian yang terkait dengan industri baja baik yang terkait dengan produksi, distribusi, perdagangan dan bahan mentah; (5) membuat forum komunikasi pertemuan antara konsumen dan produsen baja konstruksi secara periodik untuk menunjang pembangunan infrastruktur; (6) memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya mengenai produk baja untuk konstruksi umum non struktural (baja ringan dan baja banci); (7) mensosialisasikan manajemen rantai pasok kepada perusahan konstruksi terkait material baja agar terjadi efisiensi; (8) memberikan edukasi kepada kontraktor-kontraktor terutama kontraktor kecil terkait dengan rantai pasok untuk mengurangi pengunaan produk tidak standar dan mutu yang sesuai spesifikasi; (9) memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya mengenai produk baja untuk konstruksi umum non struktural; (10) mendukung penggunaan produk baja dalam negeri dengan menerapkan TKDN dalam proses pengadaan pekerjaan konstruksi. Ringkasan Eksekutif - 13