BAB VI PEMBAHASAN Pada bab ini menguraikan tentang pembahasan hasil penelitian yang dikaitkan dengan tujuan penelitian maupun penelitian terdahulu. 6.1 Gambaran pengetahuan dan karakteristik responden Odha di klinik VCT RSUD Sanjiwani Gianyar. Pada penelitian ini terdapat 68 responden Odha yang sedang menjalani terapi ARV. Proporsi responden yang tidak patuh pada pengobatan ARV dalam penelitian ini sebanyak 27 orang (39,71%), dan yang patuh sebanyak 41 (60,29%). Tingkat pendidikan responden 9 orang (13, 24%) pendidikan rendah, dan 59 orang (86,76%) pendidikan menengah keatas. Proporsi patuh pada responden dengan pendidikan rendah sebesar 88,89%, sedangkan proporsi patuh pada responden dengan pendidikan menengah keatas lebih kecil dari pada pendidikan rendah yaitu sebesar 53,93%. Dalam penelitian ini terdapat 7 variabel independen yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat kepatuhan seperti : pengetahuan tentang HIV/AIDS, pengetahuan tentang ARV, dukungan, persepsi tentang HIV/AIDS, umur, pendidikan, dan jenis kelamin. Setelah dilakukan analisis diperoleh gambaran bahwa dari 7 variabel independen, hanya 2 variabel saja yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pada responden yaitu : variabel pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS dengan (OR=4.422 (95%CI 1.161-25.32) pv=0,020 dan variabel persepsi tentang HIV/AIDS dengan (OR 3.654 (95%CI 1.16-11.48) p=0,005 membuktikan bahwa
tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh kedua variabel ini dan memiliki hubungan yang bermakna dengan kepatuhan responden. Proporsi tidak patuh dalam penelitian ini (39,71%), lebih kecil dibandingkan dengan penelitian yang sama dilakukan di Kabupaten Mimika Propinsi Papua tahun 2012, yakni yang tidak patuh sebanyak 41 (55,41%) yang patuh terhadap pengobatan sebanyak 33 (44,59%), dari total 74 responden, (Ubra, 2012). Tingkat kepatuhan dalam penelitian ini hanya dibedakan menjadi dua kelompok yaitu : kepatuhan 95% ke atas dan dibawah 95%. Sedangkan di Mimika Papua dibedakan antara kepatuhan 80%, dan < 80 %. Cara pengumpulan data kepatuhan dilakukan dengan wawancara dengan responden dan pendamping minum obat, dan menghitung sisa obat. Sesuai dengan teori yang ada bahwa tingkat kepatuhan kurang dari 95% berdampak pada tidak efektifnya penekanan replikasi virus HIV, yang akhirnya berdampak pada kegagalan efek pengobatan yang diharapkan. Penelitian tentang kepatuhan ODHA juga telah dilakukan di RSU. dr. Pirngadi Medan tahun 2012. Dengan jumlah sampel 59 responden hasil uji statistik univariat diketahui bahwa responden memiliki pengetahuan baik (52.5%), persepsi baik (76.3%), pelayanan keseha tan baik (71.2%). Selain itu dukungan sosial termasuk dalam kategori sedang (57.6%) dan kepatuhan ODHA tergolong tinggi (57.6%). Hasil bivariat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang ARV terhadap kepatuhan (p=0.648) serta tidak ada hubungan antara persepsi terhadap kepatuhan (p=0.231). Selain itu diketahui juga bahwa ada
hubungan antara dukungan sosial terhadap kepatuhan (p=0.047 ) serta ada hubungan antara pelayanan kesehatan terhadap persepsi ODHA dalam menjalani ARV (p=0.040), sedangkan dalam penelitian ini responden yang memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS (16,20%), persepsi baik (61,8%), dan kepatuhan ODHA (60,29%). Sesuai dengan teori L. Green (dalam Notoatmodjo, 2007) yang dijelaskan pada tinjauan pustaka, bahwa kepatuhan merupakan sebuah bentuk perilaku yang dipengaruhi oleh : pengalaman, keyakinan, sosial budaya, pengetahuan, persepsi, sikap, keinginan, kehendak, motivasi, dan dalam penelitian ini juga dibuktikan bahwa pengetahuan dan persepsi mempengaruhi kepatuhan Odha munum obat ARV. 6.2 Persepsi responden terhadap HIV/AIDS Dari hasil pengolahan data didapatkan 47 orang (69,12%) responden memiliki persepsi kurang terhadap penyakit HIV/AIDS. Kesimpulan ini berdasarkan hasil pengolahan data dan jawaban dari seluruh responden terhadap 5 pertanyaan yang digunakan untuk mengkaji persepsi responden terhadap penyakit HIV/AIDS. Terdapat perbedaan yang sangat mencolok dari jawaban responden terhadap pertanyaan soal nomor 1 tentang penggunaan kondom dapat mencegah penularan infeksi HIV, dapat dijawab dengan benar oleh seluruh responden. Namun ketika menjawab pertanyaan nomor 5 tentang anda selalu berupaya agar terhindar dari infeksi HIV?, sebagian besar (85%) responden menjawab tidak. Ketika dikaji lebih jauh tentang penggunaan kondom terhadap masing-masing responden, didapatkan jawaban bahwa obat ARV yang diminum memberikan rasa
aman walaupun mereka tidak menggunakan kondom ketika berhubungan seks. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh responden mengetahui cara pencegahan penyakit HIV, tetapi dalam kehidupan mereka sehari-hari, sebagian besar dari mereka mengabaikan dan tidak melaksanakan apa yang mereka ketahui. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi responden masih sangat rendah terhadap infeksi HIV/AIDS. Untuk mencapai kualitas hidup yang baik pada ODHA yang sedang menjalani pengobatan ARV, diperlukan tingkat kepatuhan minum obat minimal 95% dari dosis pengobatan yang telah ditentukan (UNAID, 2004). Cara mengukur kepatuhan dalam penelitian ini adalah dengan melihat keteraturan pengambilan obat oleh masing-masing responden. Namun yang terjadi dalam penelitian ini adalah masih sangat rendahnya tingkat kepatuhan pada 27 (39,71%) responden yang proporsi tingkat kepatuhannya antara 33 % sampai dibawah 95 %. Sesungguhnya sering terjadi keterlambatan pada sebagian pasien ODHA untuk mengambil obat ARV di klinik VCT RSUD Sanjiwani Gianyar. Hal ini sudah sering terjadi dan sudah selalu dilakukan konseling tentang kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan agar pasien tidak pernah terlambat untuk mengambil obatnya. Bahkan selalu disarankan agar responden lebih awal untuk mengambil obatnya, sebagai upaya untuk mencegah putus obat pada ODHA. Berbagai kemudahan sudah diberikan kepada pasien untuk menghindari terjadinya putus obat. Termasuk memberikan akses komunikasi lewat telepon dalan hal pengambilan obat, baik dalam jam pelayanan maupun diluar jam pelayanan melalui kontak konselor masing-masing ODHA. Dalam konseling dan wawancara
dengan para ODHA yang sering terlambat mengambil obat, didapatkan penjelasan bahwa mereka sering sibuk sehingga terkadang terlambat mengambil obat, walaupun dia tahu bahwa obatnya sudah habis. Para ODHA tahu mereka harus tepat waktu untuk minum obat. Ketika dilakukan pengkajian, apakah mereka tidak merasa khawatir terhadap kesehatannya kalau terjadi sesuatu akibat kurang disiplin dalam pengobatan? mereka menjawab mudah-mudahan tiang tetap sehat, sementara ini kondisi tiang baik-baik saja. Pemberian obat kepada para ODHA dilakukan setiap bulan dan diberikan untuk kebutuhan pengobatan selama 30 hari. Sebagai seorang konselor wajib mengkaji kepatuhan para ODHA dalam minum obatnya. Hal ini dilakukan pada saat mengambil ARV-nya setiap bulan di klinik VCT. Dalam beberapa kegiatan konseling kepatuhan kepada ODHA yang sedang mengambil obat di klinik VCT RSUD Sanjiwani Gianyar, ditemukan 3 kasus pada ODHA yang tepat waktu mengambil obat ARV di klinik VCT, namun ketika dilakukan pengkajian lebih jauh didapatkan informasi dari ODHA itu sendiri bahwa obatnya sudah habis seminggu yang lalu, dan ODHA yang lainnya mengatakan obatnya masih tersisa kurang lebih sepuluh butir. Hal ini membuktikan bahwa kepatuhan berobat cukup sulit dilaksanakan oleh para ODHA. Kasus lain yang juga cukup sering terjadi pada sebagian besar ODHA adalah masalah tepat waktu dalam minum obat sehari-hari. Mereka lebih sering tidak tepat waktu dalam minum ARV-nya sehari-hari. Sangat sulit bagi konselor untuk mengetahui dengan pasti ketepatan minum ARV pada masing-masing ODHA. Konselor hanya menilai tingkat kepatuhan melalui laporan dari ODHA
sendiri dan laporan dari pendamping atau keluarganya saja. Beberapa hal diatas merupakan kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam penelitian ini. Kelemahan penelitian yang lainnya: 1 Konselor atau petugas tidak melakukan pemeriksaan terhadap sisa obat ketika pasien ODHA mengambil obat ARV setiap bulan. Petugas hanya menanyakan secara lisan sisa obat, ketepatan waktu, dan kemungkinan dosis obat yang dilupakan. 2 Konselor atau petugas hanya menerima laporan secara lisan tentang sisa obat dan dosis obat yang lupa diminum oleh ODHA tanpa melihat bukti sisa obat. Pasien ODHA sering tidak membawa sisa obatnya ketika kontrol atau ketika datang untuk mengambil obat selanjutnya.