Halaman ini sengaja dikosongkan

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

1. Tinjauan Umum

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

4. Outlook Perekonomian

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

4. Outlook Perekonomian

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Triwulan IV Halaman ini sengaja dikosongkan

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016

ANALISIS INFLASI MARET 2016

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional LAPORAN NUSANTARA

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -0,68% yoy 2,28% ytd -0,94% avg yoy 1 6,41% Beras.

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER

Kata Pengantar. Jakarta, 25 Januari 2010 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER. Sugeng Kepala Biro

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

BERITA RESMI STATISTIK

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

ii Triwulan I 2012

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 0,01% yoy 0,78% ytd -0,93% avg yoy 1 6,83% Beras.

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi Regional Banten

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

Halaman ini sengaja dikosongkan

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 9. Bagian III 23. Bagian IV 39. Bagian V 55. Bagian VI 71. Lampiran 83

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Transkripsi:

ii Halaman ini sengaja dikosongkan

Kata Pengantar Triwulan IV 211 Hingga akhir tahun 211, perkembangan berbagai indikator ekonomi daerah memperkuat keyakinan capaian pertumbuhan ekonomi nasional yang diprakirakan mencapai 6,5%. Capaian pertumbuhan ekonomi nasional 211 yang tinggi tersebut terutama didukung oleh kinerja ekonomi Jawa, Jakarta dan Sumatera yang diprakirakan mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 21. Sementara itu, Kawasan Timur Indonesia (KTI) diprakirakan tumbuh lebih lambat, terutama dipengaruhi oleh kinerja sektor pertambangan yang menghadapi berbagai tantangan sepanjang tahun 211. Di sisi harga, inflasi tahun 211 berhasil ditekan sehingga berada pada level 3,79% (yoy), jauh lebih rendah dari inflasi tahun 21 sebesar 6,96% (yoy). Kondisi ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan koordinasi yang semakin intensif dengan Pemerintah baik di tingkat pusat melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI) maupun di tingkat daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Dari sisi Bank Indonesia, kebijakan diarahkan untuk mengelola ekspektasi inflasi, aliran modal masuk, dan ekses likuiditas yang sempat mengalami tekanan di awal tahun. Selain itu, pada semester kedua tahun 211, Bank Indonesia menempuh kebijakan yang akomodatif setelah mempertimbangkan meredanya tekanan inflasi dan diyakini akan berada pada kisaran sasarannya serta meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global. Di sisi Pemerintah, kebijakan diarahkan untuk mengatasi tekanan inflasi yang berasal dari keterbatasan pasokan dan hambatan distribusi, khususnya bahan pangan pokok dan energi. Rendahnya tekanan inflasi juga didukung oleh langkah Pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup untuk subsidi dalam rangka ketahanan pangan dan stabilitas harga komoditas energi. Ke depan, kinerja ekonomi di sebagian besar daerah diperkirakan berpeluang tumbuh tinggi disertai prospek inflasi yang tetap dapat terkendali. Jawa dan Jakarta diperkirakan masih dapat tumbuh di atas 6%, meskipun imbas dari melemahnya ekonomi global diperkirakan mulai memengaruhi kinerja ekspor manufaktur di dua kawasan ini. Kinerja sektor tambang yang terindikasi mulai kembali membaik di penghujung tahun 211 berpengaruh positif bagi prospek perekonomian KTI tahun 212. Kemajuan implementasi MP3EI sejauh ini membawa harapan bagi tetap tumbuh tingginya perekonomian. Selain itu, peran fiskal daerah yang dapat lebih optimal akan membuka peluang yang lebih baik bagi percepatan pembangunan ekonomi. Di sisi harga, terjaganya prospek produksi dan pasokan pangan, serta tren menurunnya harga komoditas global akan berdampak positif bagi tetap terkendalinya inflasi. Namun, terdapat sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi di 212 terutama bersumber dari rencana Pemerintah mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi dan kecenderungan masih tingginya harga beras. Hal-hal tersebut menjadi tantangan yang dihadapi dalam upaya pengendalian inflasi di 212. Buku publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) ini menelaah dinamika perekonomian nasional dari perspektif regional. Selain digunakan untuk mendukung perumusan kebijakan moneter, TER diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi pemangku kepentingan dan pemerhati perekonomian daerah. Akhir kata, semoga buku publikasi TER ini dapat memberi kontribusi nyata bagi pembangunan ekonomi nasional. Jakarta, Januari 212 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER Sugeng Kepala Biro iii

iv Halaman ini sengaja dikosongkan

Daftar Isi Triwulan IV 211 I. Ringkasan Umum Perkembangan Ekonomi Daerah... 1 - Boks I: Kinerja Ekspor Daerah di tengah Melemahnya Prospek Ekonomi Global... 6 - Boks II: Kenaikan Harga Beras dan Pengadaan Beras Dalam Negeri... 7 II. Perekonomian Kawasan Sumatera... 9 III. Perekonomian Kawasan Jakarta... 17 IV. Perekonomian Kawasan Jawa... 23 V. Perekonomian Kawasan Timur Indonesia... 29 Informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt. 18 Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta Ph. 21-381-8161, 8868 Fax. 21-386-4929,345-2489 Email : BKM_TI@bi.go.id v

vi Halaman ini sengaja dikosongkan

Triwulan IV 211 Bab I Ringkasan Umum Perkembangan Ekonomi Daerah 1 Perkembangan ekonomi di berbagai daerah pada triwulan terakhir 211 mengkonfirmasi bahwa pertumbuhan ekonomi nasional keseluruhan tahun mencapai 6,5%, lebih tinggi dibandingkan tahun 21 (6,1%). Jawa, Jakarta dan Sumatera merupakan kawasan yang mendorong naiknya pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagian besar daerah di kawasan tersebut diperkirakan mampu tumbuh di atas 6% pada 211. Sementara itu, kontribusi Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada tahun 211 mengalami penurunan yang terutama bersumber dari kinerja sektor pertambangan di kawasan ini yang menghadapi kendala. Beberapa daerah di KTI seperti Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Timur - terindikasi tumbuh pada kisaran yang cukup rendah pada tahun 211. Kinerja ekonomi di berbagai daerah yang cenderung meningkat disertai terkendalinya inflasi pada tingkat yang lebih rendah dibandingkan tahun 21. Pencapaian inflasi yang rendah tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. Kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah yang dilaksanakan secara proaktif dan terkoordinasi baik di level pusat maupun di daerah mampu mengatasi permasalahan yang masih menjadi sumber tekanan inflasi. Secara spasial, sebagian besar daerah bahkan mencatat penurunan tekanan inflasi yang lebih besar dari penurunan inflasi nasional. Faktor koreksi harga komoditas bahan makanan yang mulai terjadi pada pertengahan tahun 211 berdampak pada meredanya tekanan kenaikan inflasi di berbagai daerah, khususnya di Jawa dan Sumatera. Secara keseluruhan, terkendalinya inflasi daerah turut mendukung inflasi nasional 211 berada pada level yang cukup rendah, yaitu sebesar 3,79%. GrafikI.1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah 6% 4% gpdrb < 6% 1% gpdrb < 4% Sumber: BPS Provinsi dan estimasi Kantor Bank Indonesia < 1% 1 Bank Indonesia membagi asesmen perekonomian daerah dalam 4 (empat) kawasan, yaitu : Sumatera (provinsi NAD, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau); Jakarta (provinsi DKI Jakarta); Jawa (provinsi Jawa Barat,Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta); Kawasan Timur Indonesia (provinsi Bali, NTB, dan NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat). 1

Grafik I.2 Inflasi Bulanan Selama Tiga Bulan Periode Siklus Perayaan Idul Fitri 2, Sumatera Jakarta Jawa KTI 1,5 1,,5, -,5-1, Agust Sep Okt Agust Sep Okt Agust Sep Okt Agust Sep Okt 28 29 21 211 Idul Fitri 1 Okt 28 Idul Fitri 21 Sep 29 Idul Fitri 1 Sep 21 Idul Fitri 1 Sep 211 Sumber: BPS, diolah Momentum perayaan hari raya Idul Fitri yang secara historis merupakan puncak siklus kenaikan inflasi tertinggi setiap tahunnya, cenderung mengalami penurunan pada beberapa tahun terakhir. Pada 211, tekanan inflasi pada periode lebaran mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini terkait dengan berbagai langkah yang semakin intensif ditempuh oleh Pemerintah bekerjasama dengan Bank Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mengamankan pasokan dan menjaga kelancaran distribusi terutama bahan pangan pokok, serta upaya menjaga ekspektasi masyarakat. Koordinasi lintas sektor yang lebih baik dalam melakukan pemantauan secara intensif terhadap perkembangan harga disertai penguatan kerjasama dengan pihak berwajib untuk meminimalisasi upaya penimbunan, serta komunikasi langsung kepada masyarakat terkait ketersediaan barang menjadi topik utama dari laporan yang disampaikan oleh berbagai TPID. Indikator ekonomi Jawa dan Jakarta hingga triwulan IV 211 berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi di dua kawasan tersebut berada di atas 6,5% (yoy). Cukup tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa dan Jakarta terutama didukung oleh kinerja sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran seiring dengan kuatnya permintaan domestik. Selain itu, kegiatan investasi bangunan yang cukup tinggi disertai pembiayaan KPR yang relatif lebih terjangkau memacu kinerja sektor konstruksi untuk tumbuh lebih tinggi pada 211. Di sisi lain, kinerja sektor pertanian tumbuh melambat terkait dengan terjadinya penurunan produksi tanaman bahan makanan (tabama), khususnya padi. Berdasarkan Angka Ramalan III (ARAM III) BPS, produksi padi di Jawa pada tahun 211 mengalami penurunan 6,1% sebagai akibat berkurangnya luas lahan dan produktivitas. Sebagai kawasan yang merupakan pemasok beras nasional terbesar, penurunan produksi padi di Jawa merupakan persoalan yang perlu diwaspadai mengingat dampaknya bagi stabilitas harga ke depan. 2

Grafik I.3 Perkembangan Volume Manufaktur Jawa 25 2 15 1 5 Perkembangan Vol. Ekspor Manufaktur Jawa ribu ton 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 Sumber: Bank Indonesia 29 21 211 Vol.Ekspor Ket.: gvolume Ekspor - CMA gvol. Ekspor %,yoy 3 2 1 (1) (2) (3) 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Triwulan IV 211 Grafik I.4 Produksi Padi Berdasarkan ARAM III BPS - juta ton 3, 3,5 11,8 12,8 13,6 Sumber: BPS 12,3 12,9 32,3 34,9 36,4 14,7 15,2 15,7 34,1 14,4 14,8 14,9 15,6 Sumatera Jawa KTI 26 27 28 29 21 211* Sumber: BPS *) ARAM III BPS Kawasan Sumatera diprakirakan tumbuh meningkat mendekati 6% (yoy) pada 211. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera 211 terutama didorong oleh produksi sektor pertanian terutama perkebunan yang lebih baik seiring kondisi cuaca yang relatif mendukung kegiatan produksi sepanjang tahun 211. Membaiknya kinerja sektor pertanian diikuti pula oleh sektor industri yang berbasis sumber daya alam (SDA). Sementara itu, kinerja sektor perdagangan yang cenderung meningkat turut menopang kinerja perekonomian di Sumatera. Hal ini didukung oleh relatif kuatnya penyerapan pasar domestik terhadap hasil produksi, seiring dengan tingginya perdagangan antar daerah di Sumatera. Perekonomian Sumatera diprakirakan tumbuh meningkat hingga mendekati 6%, sedangkan perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) berpotensi tumbuh di kisaran 5%. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera tahun 211 terutama didorong oleh produksi sektor pertanian terutama perkebunan yang lebih baik seiring kondisi cuaca yang relatif mendukung kegiatan produksi sepanjang tahun 211. Membaiknya kinerja sektor pertanian diikuti pula oleh sektor industri yang berbasis sumber daya alam (SDA). Sementara itu, sektor pertambangan di KTI 211 tumbuh lebih lambat karena berbagai kendala yang terjadi seperti masuknya siklus perawatan mesin eksplorasi, aksi pemogokan dan gangguan teknis lainnya. Pangsa sektor tambang yang cukup besar dalam perekonomian KTI menyebabkan dinamika yang terjadi di sektor tersebut berpengaruh terhadap kinerja ekonomi KTI secara keseluruhan. Meski demikian, investasi di sektor tambang terindikasi tetap meningkat, terutama untuk perluasan kapasitas produksi, didorong oleh optimisme terhadap prospek sektor tambang yang tetap kuat di tengah melemahnya perekonomian global yang berpotensi menekan harga komoditas di pasar internasional. 3

Grafik I.5. Perkembangan Inflasi Daerah Grafik I.6. Kontribusi Komponen Disagregasi Inflasi Sumber: BPS Sumber: BPS Perkembangan inflasi di seluruh kawasan pada 211 tercatat lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Dari 66 kab/kota basis perhitungan inflasi, 64 kab/kota mencatat inflasi yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Beberapa daerah di Jawa, Sumatera, dan KTI bahkan mengalami penurunan laju inflasi yang lebih dalam dibandingkan nasional. Faktor koreksi harga yang terjadi pada komoditas bahan makanan khususnya bumbu-bumbuan yang mulai terjadi pada pertengahan tahun - berdampak pada meredanya tekanan kenaikan inflasi. Dukungan dari masuknya pasokan pangan dari sumber lainnya yang cenderung meningkat juga turut memberi pengaruh positif bagi terjaganya pasokan bahan makanan. Selain itu, semakin intensifnya kegiatan yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk menjaga kelancaran distribusi dan kecukupan pasokan terutama bahan pangan pokok turut berkontribusi dalam upaya pengendalian inflasi secara keseluruhan. Prospek pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah pada 212 berpotensi untuk tetap tumbuh tinggi meski dibayangi risiko yang semakin nyata dari dampak melemahnya ekonomi global. Kawasan Jawa dan Jakarta diprakirakan masih tumbuh di atas 6,%, sedangkan Sumatera dan KTI pada 212 diprakirakan masing-masing dapat tumbuh mendekati 6,%. Kinerja sektor-sektor utama ekonomi di masing-masing kawasan yang cenderung membaik didukung tetap kuatnya permintaan domestik. Kinerja sektor pertambangan yang terindikasi mulai membaik di penghujung tahun 211 disertai indikasi peningkatan kapasitas produksi diperkirakan menjadi faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera dan KTI. Selain itu, inisasi proyek percepatan infrastruktur pemerintah yang dimulai pada 212 serta kelanjutan proyek infrastruktur yang tengah berlangsung (multiyears project), dan kemajuan implementasi MP3EI yang cukup baik dapat menopang kinerja ekonomi secara keseluruhan. Meski demikian, sejumlah daerah mulai mengkhawatirkan risiko dari kecenderungan penurunan harga komoditas dan kinerja ekspor manufaktur yang dipicu melemahnya perekonomian global. Dalam kaitan ini, optimalisasi peran fiskal daerah dengan pola penyerapan yang lebih baik dapat membuka peluang bagi perekonomian untuk tumbuh meningkat. 4

Triwulan IV 211 Sementara itu, tekanan inflasi di berbagai daerah diperkirakan tetap terkendali dan sejalan dengan sasaran inflasi nasional. Adanya komitmen yang kuat dari Pemerintah Pusat dan Daerah dalam menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi bahan pangan pokok mendukung rendahnya tekanan inflasi di daerah. Selain itu, terkendalinya tekanan inflasi juga didukung oleh perkembangan harga komoditas global yang cenderung menurun seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi dunia. Meski demikian, prospek tetap terjaganya inflasi tahan 212 juga menghadapi tantangan yang cukup berat terutama terkait rencana penerapan beberapa kebijakan administered prices dan harga beras yang masih cenderung tinggi. Rencana penerapan kebijakan pengendalian konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Jawa-Bali dan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) menjadi faktor risiko yang dapat menekan kenaikan inflasi lebih lanjut. Implementasi dari kebijakan pengendalian BBM bersubsidi pada April 212 diperkirakan memberi dampak kenaikan inflasi yang lebih tinggi di beberapa kota yang memiliki bobot konsumsi bensin yang cukup besar dalam keranjang Indeks Harga Konsumen (IHK), seperti Denpasar, Depok dan Kediri. Dalam kaitan ini, upaya untuk mempersiapkan langkah-langkah strategis sebagai antisipasi dari dampak penerapan kebijakan administered prices agar tidak menimbulkan ekses negatif yang berlebihan menjadi sangat kritikal. Selain itu, masih cenderung tingginya harga pangan akan turut memengaruhi prospek inflasi di 212. Kinerja produksi padi di daerah sentra produksi, khususnya di Jawa, akan menentukan arah perkembangan harga beras yang hingga akhir 211 cenderung terus meningkat. Selain itu, kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan keamanan pangan melalui pengendalian pemasukan impor hortikultura diperkirakan menahan kemungkinan koreksi harga ke bawah komoditas hortikultura sebagaimana yang terjadi pada paruh kedua 211. Namun, langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi pangan domestik dan semakin kuatnya komitmen Pemerintah Daerah untuk memperkuat ketahanan pangan dapat meredam potensi risiko inflasi yang lebih tinggi. 5

BOKS I Perkembangan Terkini dan Tantangan Pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Kemajuan implementasi program MP3EI secara umum memberikan optimisme terhadap kinerja perekonomian daerah ke depan. Implementasi proyek-proyek besar dalam MP3EI ini juga memberikan stimulus bagi perekonomian daerah di tengah risiko rambatan dari tingginya ketidakpastian prospek ekonomi global. Berbagai proyek infrastruktur, khususnya terkait transportasi, yang telah diinisiasi pada 211 menunjukkan kuatnya komitmen terhadap pembenahan konektivitas. Hal ini memberi harapan bagi teratasinya berbagai permasalahan distribusi yang selama ini menghambat kegiatan ekonomi masyarakat dan turut berkontribusi pada besarnya disparitas harga antar daerah. Perbaikan terhadap beberapa aturan pendukung juga menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Dalam Laporan Ketua Pelaksana Harian KP3EI tercatat bahwa Pemerintah telah melakukan revisi terhadap sebanyak 21 aturan yang diharapkan dapat mempercepat implemetasi MP3EI ke depan. Disahkannya UU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan dan Kepentingan Umum pada pertengahan Desember 211 memberikan optimisme terhadap akselerasi pembangunan infrastruktur. Implementasi UU ini dapat meminimalkan permasalahan terkait pembebasan lahan dan memberi kepastian terhadap berjalannya proyek infrastruktur. 5. 45. 4. 35. 3. 25. 2. 15. 1. 5. Grafik 1. Nilai Proyek Infrastruktur Groundbreaking 211 miliar Rp 23.638 7.648 29.829 13.745 1.267 34.34 4.143 3.16 1.68 Sumatera Jawa KTI Grafik 2. Nilai Proyek Swasta Groundbreaking 211 3. 25. 2. 15. 1. 5. - miliar Rp 62.55 63.387 - - 4.92 221.491 14.622 Sumatera Jawa KTI Pengairan Transportasi Energi Telekomunikasi Pertanian Pertambangan Industri PHR Komunikasi Sumber: Laporan Ketua Pelaksana Harian KP3EI, diolah Sumber: Laporan Ketua Pelaksana Harian KP3EI, diolah Namun, implementasi MP3EI masih menghadapi tantangan terutama terkait dengan diperlukannya penguatan strategi pembiayaan dan keterlibatan swasta. Beberapa hal lain yang juga merupakan tantangan untuk mempercepat MP3EI antara lain perlu segera diterbitkannya aturan pelaksana dari UU Pengadaan Tanah tersebut guna memastikan keberlangsungan proyek infrastruktur, perlunya langkah-langkah untuk memperkuat pemahaman terhadap strategi MP3EI dan sejauhmana keterlibatan daerah dalam implementasinya, serta perlunya penguatan kelembagaan dan koordinasi pelaksana di daerah. Selain itu, isu yang mengemuka terkait alih fungsi lahan produktif di Jawa perlu segera diatasi antara lain dengan mempercepat keluarnya Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang akan turut memastikan adanya keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan pengembangan lahan produktif. 6

Bag.Utara Bag. Tengah Bag. Selatan Bag. Barat Bag. Tengah Bag. Timur Balnustra Kalimantan Sulampua Triliun Rupiah BOKS II Peran Belanja Daerah dalam Mendorong Perekonomian Triwulan IV 211 Penyerapan belanja daerah hingga akhir 211 terindikasi belum mengalami perbaikan yang berarti. Secara kumulatif, realisasi belanja daerah seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota diperkirakan lebih rendah dibandingkan capaian dalam tiga tahun terakhir. Hal ini antara lain masih dipengaruhi oleh berbagai permasalahan terkait birokrasi, salah satunya berupa proses lelang yang memakan waktu cukup lama, mismatch dalam hal pendanaan program/proyek terutama terkait dengan kebutuhan cash flow sehingga seringkali dilakukan revisi terhadap perencanaan proyek. 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Grafik 1. Realisasi Belanja Daerah Kumulatif % 7. 23.7 35.4 69.9 I II III IV (Nov) 16.3 32.9 45.8 83.3 I II III IV (Nov) 1.9 27. 45. 61.6 I II III IV (Nov) 29 21 211 Perkirakan dengan menggunakan pendekatan dropping transfer daerah dan penarikan giro Pemda di BPD Sumber: Kalkulasi Staf Bank Indonesia Grafik 2. Belanja Provinsi Kabupaten/Kota 6 5 4 154 127 139 3 187 147 161 2 22 24 28 1 121 119 125-29 21 211 Sumatra DKI Jakarta Jabalnustra Kali_Sulampua Sumber: DJPK Kemenkeu, diolah Peran fiskal daerah semakin penting di tahun mendatang untuk memberikan stimulus bagi perekonomian di tengah meningkatnya risiko imbas prospek perlambatan ekonomi global. Sejauh ini, alokasi belanja daerah terlihat belum secara optimal mendukung percepatan pembangunan ekonomi daerah. Hal ini antara lain disebabkan oleh alokasi belanja daerah yang semakin membesar pada belanja pegawai, sementara alokasi pada belanja modal cenderung menurun. Belanja sektor pendidikan yang cenderung terus meningkat, di sisi lain, belum mampu mengatasi permasalahan tingginya biaya pendidikan sebagaimana tercermin dari inflasi kelompok pendidikan yang masih cenderung meningkat. Selain itu, pola penyerapan anggaran yang tidak merata sepanjang tahun menyebabkan penumpukan dan sisa anggaran yang cukup besar di akhir tahun. 4 35 3 25 2 15 1 5 Grafik 3. Prosentase Belanja Modal terhadap APBD % 29 21 211 Sumatera DKI Jawa KTI Sumber: DJPK Kemenkeu Grafik 4. Belanja Pendidikan Daerah 4,, 1. 3,5, 3,, 8. 2,5, 6. 2,, 1,5, 4. 1,, 2. 5, -. 28 29 21 211 Sumatra DKI Jakarta Jawa KTI Inflasi Jasa Pendidikan Sumber: DJPK Kemenkeu, diolah 7

Di sisi lain, terbitnya PP No.3/211 tentang Pinjaman Daerah membuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan sumber pembiayaannya melalui penerbitan obligasi daerah. Namun, kesiapan Pemerintah Daerah dalam mengelola utang perlu dicermati lebih lanjut untuk mengantisipasi dampak sistemik yang mungkin terjadi di kemudian hari, serta untuk meminimalisasi kemungkinan gagal bayar (default) seperti yang pernah terjadi di beberapa negara bagian di Amerika Latin dan Amerika Serikat. Dalam kaitan ini, perlu dipersiapkan aturan mengenai penyelesaian pembayaran hutang (debt settlement) yang jelas dan opsi asuransi hutang (debt insurance) sebagai langkah antisipasi apabila Pemerintah Daerah mengalami kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya (default). 8

Bab II Perekonomian Kawasan Sumatera Triwulan IV 211 A. PERTUMBUHAN EKONOMI Perekonomian Sumatera pada tahun 211 diprakirakan tumbuh sebesar 5,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhannya selama tiga tahun terakhir yaitu 5%. Meningkatnya perekonomian di kawasan ini terutama didukung oleh kinerja sektor pertanian yang membaik sejalan dengan relatif meningkatnya produksi tanaman bahan makanan serta produksi kelapa sawit dan karet di tengah hambatan terjadinya curah hujan tinggi dan lahan perkebunan yang semakin terbatas. Membaiknya kinerja sektor pertanian mempengaruhi kinerja sektor industri pengolahan, khususnya industri berbasis sumber daya alam (SDA). Hal ini tercermin pada relatif meningkatnya industri pengolahan kelapa sawit dan karet di beberapa provinsi di Sumatera, seperti di Sumatera Utara dan Riau. Sementara itu, kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran mampu tumbuh tinggi (7,5%, yoy) seiring dengan tingginya aktifitas perdagangan antar daerah di Sumatera dan didorong oleh kegiatan ekspor hasil produksi industri maupun komoditas ekspor utama - kelapa sawit dan karet. Meskipun demikian, secara triwulan perekonomian di kawasan ini tumbuh sedikit melambat dari 6,% (yoy) menjadi 5,7%(yoy) pada triwulan IV 211. Dari sisi permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera dipicu oleh melambatnya pertumbuhan ekspor terkait dengan permintaan eksternal yang melemah. Kendala pada produksi kelapa sawit dan karet serta penurunan harga dua komoditas utama Sumatera di pasar internasional menjadi faktor yang menyebabkan melemahnya kegiatan ekspor. Pelemahan ekspor menyebabkan perdagangan eksternal relatif kurang bergairah dan menyebabkan perlambatan di sektor perdagangan, hotel dan restoran. Perlambatan juga terjadi pada sektor pertanian. Faktor kendala cuaca dan kurangnya insentif akibat penurunan harga di pasar internasional menyebabkan produksi tanaman bahan makanan maupun tanaman perkebunan rakyat relatif melambat. 9

Tabel II.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan di Kawasan Sumatera (%, yoy) 21 211 I II III IV I II III IV* Kontribusi Konsumsi 6.5% 6.8% 6.8% 7.5% 6.8% 6.1% 5.7% 5.1% 3.3% Rumah Tangga 7.3% 7.1% 6.9% 7.2% 6.2% 5.9% 6.% 5.2% 2.8% Pemerintah 5.6% 6.3% 7.6% 9.8% 7.8% 6.5% 4.2% 5.3%.5% Investasi 4.3% 3.3% 3.5% 3.3% 3.1% 1.5% 12.8% 14.5% 3.% PMTB 1.2% 7.1% 8.2% 8.9% 9.3% 1.% 9.3% 8.2% 1.9% Ekspor Netto -.3% 1.5% 3.1% 5.9% 5.9%.7% -1.5% -1.9% -.3% Ekspor 2.7% 6.% 8.8% 1.9% 12.3% 12.7% 1.5% 6.9% 3.6% Impor (pengurangan) 4.1% 8.3% 11.5% 13.1% 15.2% 18.4% 15.8% 1.6% 3.9% PDRB Sumatera 5.% 5.2% 5.6% 6.5% 5.9% 6.1% 6.% 5.7% 5.7% Sumber: BPS dan Perkiraan Bank Indonesia Kinerja ekspor terindikasi mulai menunjukkan perlambatan pertumbuhan, sementara impor masih tumbuh tinggi. Kondisi ini dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi negara maju selain menyebabkan permintaan dunia melesu yang berdampak pada penurunan harga komoditas utama ekspor kawasan Sumatera berupa minyak sawit mentah dan karet di pasar internasional. Total nilai ekspor non-migas Sumatera pada posisi terakhir selama 211 mencapai USD31,59 miliar atau meningkat 3,6% (yoy). Peningkatan ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan nilai ekspor non-migas pada 21 yang mencapai 14,47% (yoy). Sementara itu, masih tingginya pertumbuhan impor terutama didorong oleh impor bahan baku. Hasil liaison kepada beberapa perusahaan besar di Sumatera mengindikasikan bahwa kenaikan impor bahan baku dipengaruhi oleh dukungan nilai tukar yang kompetitif sehingga mendorong perusahaan untuk memenuhi stok kebutuhan bahan baku lebih awal. Dengan relatif lebih tingginya pertumbuhan impor dibandingkan ekspor, pertumbuhan net-ekspor Sumatera pada triwulan IV menunjukkan kontraksi sebesar -1,9% (yoy), relatif lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang berkontraksi -1,5% (yoy). Pertumbuhan konsumsi pada triwulan IV 211 diperkirakan sebesar 5,1% (yoy), relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 5,7% (yoy). Perlambatan berasal dari konsumsi rumah tangga yang melambat, dari semula tumbuh 6,% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Kegiatan konsumsi rumah tangga jauh lebih marak pada triwulan III karena diwarnai oleh bulan puasa dan perayaan hari raya lebaran. Tingginya konsumsi pada periode tersebut lebih besar dibandingkan peningkatan konsumsi rumah tangga terkait perayaan akhir tahun. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hanya meningkat tipis dari 117,4 di triwulan III menjadi 118,8 pada triwulan IV. Sementara di sisi lain, konsumsi pemerintah mengalami peningkatan pertumbuhan dari 4,2% (yoy) menjadi 5,3% (yoy) berkaitan dengan banyaknya realisasi belanja pemerintah pada triwulan akhir 211. 1

Triwulan IV 211 Kegiatan investasi pada triwulan IV 211 diperkirakan tumbuh cepat mencapai 14,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 12,8% (yoy). Pada triwulan IV berbagai kegiatan investasi pembangunan fisik semakin marak. Di wilayah Sumatera Bagian Selatan gencar pembangunan fisik terkait dengan pelaksanaan SEA Games XXVI di Provinsi Sumatera Selatan, sementara di Sumatera Bagian Tengah terutama Provinsi Riau, pembangunan fisik juga terus berlangsung sebagai persiapan menjadi tuan rumah PON 212. Sedangkan di Sumatera Bagian Utara, pembangunan infrastruktur transportasi bandara udara di Kuala Namu terus berlangsung. Pertumbuhan sektor konstruksi dan bangunan pun diperkirakan mampu tumbuh mencapai 9,9% (yoy). Total konsumsi semen sepanjang Januari-November 211 di Sumatera mencapai 9,97 juta ton, atau mengalami peningkatan 14,1% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tabel II.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Sektoral di Kawasan Sumatera (%, yoy) 21 211 I II III IV I II III IV* Kontribusi Pertanian 4.4% 3.2% 4.% 5.% 4.5% 4.5% 4.3% 4.%.8% Pertambangan dan Penggalian -.1% 1.2% 2.1% 3.1% 2.% 1.1% 1.5% 1.5%.2% Industri Pengolahan 5.1% 4.8% 4.3% 5.6% 3.9% 6.2% 5.4% 5.5% 1.% Listrik, Gas, dan Air Bersih 6.2% 5.6% 8.4% 1.1% 1.2% 9.9% 8.8% 8.8%.1% Bangunan 6.8% 7.7% 8.4% 8.8% 1.7% 1.1% 1.6% 9.9%.6% Perdagangan, Hotel & Restoran 6.2% 6.9% 7.% 8.% 7.8% 7.7% 7.8% 6.9% 1.1% Pengangkutan dan Komunikasi 8.1% 9.% 1.7% 1.8% 1.5% 1.1% 9.4% 1.3%.8% Keuangan, Persewaan, dan Jasa 12.4% 13.6% 1.6% 1.5% 9.2% 9.2% 9.8% 8.6%.4% Jasa-jasa 5.6% 6.6% 7.3% 8.% 8.1% 8.3% 8.2% 7.4%.7% PDRB Sumatera 5.% 5.2% 5.6% 6.5% 5.9% 6.1% 6.% 5.7% 5.7% Sumber: BPS dan Perkiraan Bank Indonesia Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 4,% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,3% (yoy). Produksi padi pada 211 diperkirakan mencapai 11,74 juta ton (Angka Ramalan III), atau mengalami penurunan sebesar 2,1% dibandingkan tahun sebelumnya yang mampu memproduksi 11,99 juta ton. Kondisi dengan curah hujan tinggi menjadi kendala bagi produksi tanaman bahan makanan di Kawasan Sumatera. Selain itu, ketidakpastian ekonomi global mendorong terjadi penurunan harga komoditas utama Sumatera khususnya minyak sawit mentah dan karet di pasar internasional. Dibandingkan tahun lalu, pada triwulan IV terjadi penurunan harga internasional minyak sawit mentah dan karet masing-masing sebesar 9,4% dan 1,7%. Hasil survei liaison dengan beberapa pelaku perkebunan kelapa sawit di Sumatera menyatakan bahwa penurunan harga minyak sawit mentah mengurangi insentif untuk produksi ekspor. Hal ini dikonfirmasi data Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) untuk Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR) di Sumatera pada posisi terakhir di triwulan IV dibandingkan triwulan III terkoreksi dari 18,94 menjadi 18,2. Perkembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang memiliki kontribusi 16,5% dari ekonomi Kawasan Sumatera juga menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan sektor PHR pada triwulan IV 211 diperkirakan sebesar 6,9% (yoy), 11

melambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 7,8% (yoy). Kondisi ini dipicu melambatnya kinerja produksi kelapa sawit dan karet untuk ekspor akibat menurunnya harga di pasar internasional menyebabkan aktivitas perdagangan eksternal menjadi relatif kurang bergairah. Sedangkan aktivitas perdagangan domestik antar daerah di Sumatera masih berlangsung dengan baik, dengan relatif stabilnya harga kebutuhan bahan pangan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan tumbuh relatif stabil dengan kecenderungan meningkat. Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan IV diperkirakan relatif sedikit meningkat menjadi 5,5% (yoy) jika dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,4% (yoy). Di wilayah Sumatera Bagian Utara kinerja industri pengolahan mengalami peningkatan pertumbuhan seiring dengan tingginya permintaan terkait dengan momentum akhir tahun dan perayaan tahun baru, khususnya pada consumer goods. Sementara di wilayah Sumatera Bagian Tengah, kinerja industri galangan kapal semakin bergairah dengan tingginya pesanan dari negara-negara mitra untuk pemenuhan kebutuhan kapal. B. INFLASI Inflasi Kawasan Sumatera pada triwulan IV 211 mencapai 3,99% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,12% (yoy). Berbagai upaya dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sumatera sepanjang 211, antara lain: penyelenggaraan bazaar/pasar murah, operasi pasar dan kunjungan ke pasar maupun distributor setempat, serta mendorong dikeluarkannya Instruksi Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) yang terkait dengan upaya pengendalian inflasi daerah. Berbagai langkah tersebut memberikan kontribusi pada rendahnya pencapaian inflasi terutama inflasi volatile foods yang hanya mencapai 2,46% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,4% (yoy). Relatif stabilnya pergerakan harga bahan pangan pokok dan juga base-effect dari kondisi tahun sebelumnya yang mengalami inflasi tinggi mendukung rendahnya inflasi volatile foodss. Stabilnya harga didukung oleh tercukupinya pasokan kebutuhan bahan pangan pokok di Sumatera. Berdasarkan kelompok barang dan jasa, inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan IV hanya sebesar 2,61% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,42% (yoy). Kondisi ini juga didukung oleh relatif minimnya kebijakan Pemerintah terkait peningkatan harga pada komoditas yang diatur Pemerintah. Selain itu, koreksi harga emas dunia, pada pertengahan triwulan IV 211 turut mendorong turunnya inflasi inti Sumatera dari semula 5,79% (yoy) menjadi 4,84% (yoy). 12

Triwulan IV 211 C. ASESMEN PERBANKAN Kinerja perbankan di kawasan Sumatera secara umum menujukkan perkembangan positif. Aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK) tetap menunjukkan pertumbuhan yang tinggi. Selain itu, perannya sebagai lembaga intermediasi keuangan juga menunjukkan peningkatan disertai dengan kualitas kredit yang telah disalurkan relatif terjaga. Penyaluran kredit oleh perbankan di kawasan Sumatera tumbuh tinggi. Pertumbuhan kredit hingga posisi terakhir di triwulan IV 211 mencapai 33,73% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 32,89% (yoy). Masih tingginya tingkat konsumsi masyarakat dan kegiatan ekonomi yang membutuhkan modal kerja mendukung terus tingginya penyaluran kredit di Sumatera. Tabel II.3 Perkembangan Perbankan Kawasan Sumatera (Juta Rupiah) Indikator IV - 21 I - 211 II - 211 III - 211 IV - 211 Asset 392,259,785 292,33,529 434,372,769 439,372,73 445,578,61 DPK 295,182,716 36,9,817 347,232,645 331,684,115 332,1,417 Kredit 26,228,899 278,41,5 297,545,47 332,921,945 348,4,184 LDR (%) 88.16 9.96 85.69 1.37 14.82 NPL Nominal 6,79,99 6,648,595 7,67,614 7,95,867 8,112,533 NPL (%) 2.58 2.39 2.58 2.39 2.33 Sumber: LBU (data per Oktober 211), diolah Dibandingkan pertumbuhan kredit, perkembagan DPK di Sumatra tumbuh lebih lambat. Pertumbuhan DPK pada triwulan IV 211 relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, dari semula 18,8% (yoy) menjadi 12,47% (yoy). Lebih rendahnya pertumbuhan DPK dibandingkan kredit menyebabkan Loan-to-Deposit Ratio (LDR) perbankan di kawasan Sumatera terus mengalami peningkatan, dari semula baru sebesar 88,16% pada triwulan IV 21, dalam jangka waktu setahun menjadi 14,82%. Kondisi ini menandakan bahwa pemenuhan penyaluran kredit oleh perbankan di kawasan Sumatera banyak dipenuhi oleh aliran dana dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya di luar wilayah operasional perbankan di Sumatera. Derasnya penyaluran kredit tetap didukung dengan kualitas kredit yang terjaga. Secara umum rasio Non-Performing Loan (NPL) perbankan di kawasan Sumatera sebesar 2,33%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 2,39%. Posisi ini juga masih lebih rendah dibandingkan ambang batas maksimum sebesar 5%. D. PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi kawasan Sumatera pada 212 diperkirakan relatif stabil dibandingkan 211 dan berada pada kisaran 5,8% (yoy). Pertumbuhan terutama 13

didorong oleh kinerja sektor pertambangan yang relatif stabil sejalan dengan perkiraan peningkatan produksi gas bumi dengan adanya penemuan blok gas bumi baru di Blok Nort Belu dan Blok Gajah Baru di Natuna, Kepulauan Riau. Sementara itu, kinerja pertambangan batu bara di Sumatera Bagian Selatan diperkirakan relatif stabil mengingat produksi batu bara lebih tahan terhadap perlambatan ekonomi global dan mayoritas pangsa penjualannya berada di pasar domestik (seperti PT Bukit Asam yang 66% penjualannya ditujukan untuk kebutuhan PLN). Kebutuhan energi China juga diperkirakan masih tinggi sehingga pasar ekspor batu bara masih terbuka lebar. Namun demikian, masih terdapat risiko terkait produksi minyak bumi yang terus mengalami penurunan akibat usia sumur minyak bumi yang relatif tua, sementara eksplorasi sumursumur baru minyak bumi relatif minim. Produksi komoditas utama perkebunan di Sumatera berupa kelapa sawit dan karet berpotensi melemah pada 212. Produksi tanaman perkebunan berpotensi terkendala badai la nina dan sulitnya untuk melakukan ekspansi mengingat semakin terbatasnya luas lahan perkebunan di Sumatera. Pada perkebunan karet, risiko penurunan harga di pasar internasional mengurangi insentif bagi para petani untuk menyadap getah karet, mengingat sebagian besar lahan perkebunan berupa perkebunan rakyat. Risiko penurunan harga komoditas di pasar internasional juga diperkirakan akan memengaruhi kinerja industri pengolahan Sumatera, khususnya industri berbahan dasarkelapa sawit dan karet. Berdasarkan hasil liaison kepada beberapa pelaku ekonomi di Sumatera, insentif untuk berproduksi akan turun jika terjadi penurunan harga komoditas di pasar internasional dan apresiasi kurs yang terlalu tinggi. Strategi yang akan dilakukan oleh pelaku usaha antara lain dengan memfokuskan diri untuk menggarap secara optimal pasar domestik. Berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), konsumsi minyak sawit mentah dunia pada 212 diperkirakan tumbuh 5,7% (yoy) atau melambat dibandingkan 211 yang mencapai 9,8% (yoy) akibat pelemahan ekonomi global. Produksi minyak sawit mentah dunia diperkirakan hanya tumbuh 3,56% (yoy), melambat dibandingkan 211 yang mampu mencapai 1,25% (yoy). Perkiraan ini menjadi perhatian penting di mana Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit terbesar bersama Malaysia. Dan kawasan Sumatera memiliki kontribusi sebesar 7% terhadap total produksi minyak sawit mentah nasional. Tekanan inflasi di sebagian besar daerah Sumatera diperkirakan relatif terkendali pada 212. Namun, terdapat risiko peningkatan inflasi volatile foodss pada 212 jika terjadi penundaan musim taman sejumlah tanaman bahan makanan yang kemudian berdampak pada menurunnya produksi pangan. Sementara itu, kenaikan harga emas dapat memicu peningkatan inflasi inti di 212. Harga emas diperkirakan masih memiliki potensi meningkat di 212 meningat prospek perekonomian negara maju yang masih diliputi 14

Triwulan IV 211 ketidakpastian, serta merembesnya dampak risiko utang negara-negara Eropa. Di sisi lain, rencana pemerintah melakukan pembatasan subsidi BBM pada April 212 di Jawa- Bali diperkirakan tidak memberikan dampak terlalu dalam pada pergerakan inflasi di kawasan Sumatera. Transmisi dampak dari kebijakan tersebut terhadap inflasi di Sumatera diperkirakan akan terasa di daerah yang dekat dan berbatasan dengan daerah di Jawa, seperti Lampung. Rendahnya pencapaian inflasi IHK pada 211 juga dapat diterjemahkan oleh pemerintah sebagai kesempatan untuk meningkatkan administered prices melalui kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), sedangkan kebijakan peningkatan cukai rokok sebesar 16% efektif dilaksanakan per 1 Januari 212. 15

16 Halaman ini sengaja dikosongkan

Bab III Perekonomian Kawasan Jakarta Triwulan IV 211 A. PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Jakarta 211 secara tahunan diprakirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 21. Hal ini didukung perkembangan berbagai indikator ekonomi Jakarta yang lebih baik dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Jakarta yang lebih tinggi ini didorong oleh investasi yang cukup baik dan cenderung mengalami akselerasi sejak awal tahun, disertai pengeluaran konsumsi yang tetap kuat. Sementara itu, kinerja kegiatan ekspor impor tetap dapat terjaga. Di sisi sektoral, pertumbuhan sektor utama turut mendukung optimisme tersebut, seperti sektor konstruksi; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Konsumsi rumah tangga tetap kuat didukung oleh optimisme terhadap tingkat penghasilan. Hasil survei konsumen rumah tangga memperlihatkan bahwa penghasilan konsumen cenderung tetap tinggi seiring dengan tingkat inflasi yang terjaga. Pembelian barang tahan lama (mobil dan alat rumah tangga) cenderung meningkat, disertai dengan kenaikan permintaan terhadap makanan dan minuman. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mencatat peningkatan omset sekitar 7-8% pada tahun 211, menjadi Rp655 triliun, dibandingkan omzet pada tahun 21 (Rp67 triliun). Pembiayaan konsumsi dari lembaga keuangan bank juga tumbuh yakni mencapai 26,4% (yoy) pada posisi Oktober 211, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (25,7%). Grafik III.1 Survey Konsumen Kawasan Jakarta Grafik III.2 Penjualan Mobil dan Alat RT 14 12 1 8 6 4 2 Indeks Survei Konsumen-Kondisi Saat Ini I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 28 29 21 211 1 8 6 4 2-2 -4-6 %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV* 29 21 211 %, yoy 2 15 1 5-5 -1-15 -2-25 -3 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Indeks Penghasilan saat ini Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama g.pendaftaran Mobil Baru g.indeks Alat RT (rhs) Sumber : CEIC dan BI diolah Hingga akhir 211, penyerapan anggaran relatif mengalami perbaikan. Penyerapan belanja APBD Pemprov DKI Jakarta pada triwulan IV 211 (sampai dengan November 211) diperkirakan, sedikit lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada 21. 17

Namun, secara keseluruhan kondisi ini menunjukkan pola penyerapan anggaran yang masih terkonsentrasi di akhir tahun. Grafik III.3 Impor Barang Modal dan Penjualan Semen Grafik III.4 Perkembangan Ekspor dan Impor Barang 8 6 4 2-2 %, yoy Sumber: CEIC, diolah %, yoy 1 8 8 6 6 4 4 2 2 - %, yoy -4-6 I II III IV I II III IV I II III IV* 29 21 211 (2) -2-4 (4) (6) g.volume Impor g.volume Ekspor I II III IV I II III IV I II III IV* g.volum Impor Brg Modal g.kons Semen Jkt - rhs 29 21 211 Investasi yang cenderung terus meningkat sejak awal 21 berlanjut hingga akhir tahun 211. Beberapa indikator investasi menunjukkan bahwa arah pertumbuhan terus dalam tren meningkat. Indikator investasi bangunan dan non-bangunan seperti data konsumsi semen dan impor barang modal hingga triwulan IV 211 (hingga November 211) tetap mengindikasikan peningkatan pertumbuhan yang lebih tinggi. Kinerja ekspor hingga akhir 211 relatif masih stabil di tengah prospek melemahnya perekonomian negara maju. Struktur ekspor Jakarta yang cenderung terdiversifikasi ke komoditas yang industri berbasis sumber daya alam (SDA) dalam lima tahun terakhir dengan pasar tujuan ekspor yang juga cenderung mengarah pada negara-negara emerging markets. Di satu sisi, hal ini dapat menopang kinerja ekspor Jakarta dari imbas perlambatan ekonomi di negara-negara maju. Namun, di sisi lain hal ini juga mengindikasikan adanya tantangan untuk mendorong kinerja ekspor barang-barang yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Industri pengolahan mengalami perlambatan terutama selama pertengahan tahun 211, akibat pasokan bahan baku yang terbatas. Pasokan bahan baku untuk industri otomotif dan elektronik mengalami kendala akibat terjadi tsunami Jepang dan terakhir banjir di Thailand. Ekspor industri otomotif turun pada Juli 211 hingga akhir 211. Meskipun kapasitas produksi sempat meningkat pada triwulan III 211 (kembali berada pada kisaran 7%), untuk mengantisipasi permintaan saat Lebaran, pencapaian pertumbuhan industri tahun 211 berpotensi lebih rendah dari tahun 21. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran berpotensi tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya didukung kuatnya permintaan konsumen. Permintaan konsumen terhadap barang tahan lama meningkat tercermin dari tren indeks pembelian barang tahan lama (Survei Konsumen) dan penjualan barang rumah tangga (Survei Penjualan Eceran). Indeks konsumen menunjukkan ketetapatan konsumen dalam pembelian barang tahan 18

Triwulan IV 211 lama meningkat 13,8% (yoy), terutama berupa alat rumah tangga, yang naik sekitar 29,2% (yoy) dibandingkan tahun 21 (23,%; yoy). Indikasi peningkatan sektor ini juga terpantau dari nilai transaksi kegiatan perdagangan selama 211 yang meningkat tinggi, seperti Jakarta Great Sale (JGS) 211 mencapai Rp8,7 triliun yang tumbuh 2,8% dibanding tahun lalu dan Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang mencatat nilai transaksi hingga Rp3,7 triliun atau lebih tinggi 19,4% dari tahun sebelumnya. Selain itu, penyelenggaraan SEA Games di Jakarta diperkirakan mampu meningkatkan kunjungan wisatawan hingga 5,1% mencapai 1.77 ribu orang dibandingkan tahun 21 (1.684 ribu orang). Wilayah/Kawasan 29 21 211 212 I II III IV P 211 P I P 212 P Pertanian.3 1.7 2.4 1.5 1.3 1.2-1.6 1.6-1.7 1.3-1.7 1.2-1.6 Pertambangan dan penggalian -4.3 1.5 18.5 12.6 5.7 (1.4) - (1.) 8.9-9. 2.2-2.6 1. - 1.6 Industri pengolahan.1 3.6 4.7 1.7 1.9 1.6-2. 2.5-2.6 2.3-2.6 2.2-2.6 Listrik gas dan air bersih 4.6 5.6 4.1 4.7 3.5 4.2-4.6 4.1-4.2 4. - 4.4 4.2-4.6 Konstruksi 6.2 7.1 6.7 9. 8.5 8.8-9.2 8.3-8.4 8.6-9. 8.4-8.8 Perdagangan, hotel dan restoran 4. 7.3 7. 7.2 7.9 7.5-7.9 7.4-7.5 7.2-7.6 7.2-7.6 Pengangkutan dan komunikasi 15.6 14.8 14.1 14.4 13.4 13.2-13.6 13.8-13.9 13.4-13.7 13.6-14. Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 4. 4.2 4.9 5.1 4.8 5. - 5.4 4.9-5. 4.7-5.2 4.4-4.8 Jasa - jasa 6.5 6.6 6.3 6.5 7.3 6.4-6.8 6.6-6.7 6.4-6.8 6.4-6.8 JAKARTA 5. 6.5 6.7 6.7 6.7 6.4-6.9 6.7-6.8 6.6-6.9 6.5-6.9 Sumber: BPS (diolah) P Angka perkiraan Bank Indonesia Sektor konstruksi yang terus meningkat ditandai geliat pembangunan properti komersial dan infrastruktur. Pembangunan properti untuk tujuan komersial di beberapa lokasi masih melanjutkan pembangunan. Untuk properti kantor, proses penyelesaian hingga akhir 211 terdapat 2 gedung di kawasan SCBD dan 1 gedung di luar SCBD, sehingga akan menambah pasokan ruang seluas 93. m 2. Untuk properti apartemen, sebanyak 4 unit yang akan ditawarkan pada penghujung 211. Apartemen kelas menengah atas mendominasi dengan proporsi 36% dari total pasokan. Untuk pertokoan akan selesai 3 pusat perbelanjaan yang menambah pasokan 89. m 2. Berbagai proyek pemerintah dilaksanakan pada tahun 211, antara lain: rehabilitasi sekolah, perbaikan jalan rusak, pembangunan trase kering banjir kanal timur disertai pembebasan lahan yang belum terbayar, dan pembangunan terminal. Selain itu, proyek pembangunan Jalan Layang Non Tol (JLNT) Antasari-Blok M dan Kampung Melayu-Tanah Abang yang telah dimulai akhir tahun 21, perkembangannya hingga akhir tahun 211 mencapai 5%. Pembangunan JLNT diperkirakan akan selesai pada tahun 212. Sektor Keuangan diperkirakan tetap tumbuh stabil seiring dengan kegiatan pembiayaan dan persewaan gedung yang relatif baik. Volume transaksi perdagangan saham tumbuh membaik, tercatat -5,4% (ytd) hingga November 211, dibandingkan 19

penurunan pertumbuhan tahun sebelumnya (-18,1%). Sementara tren penyaluran kredit lokasi proyek di Jakarta hingga Oktober 211, tumbuh meningkat 19,2% (yoy). Dari sisi kegiatan persewaaan kantor kelas menengah ke atas, terdapat peningkatan. Kantor grade A meningkat tinggi di tengah terbatasnya ruang yang tersedia. Ruang kosong yang masih tersedia diperkirakan turun sekitar 12-13% pada akhir 211. Para penyewa cenderung mencari gedung baru yang umumnya memiliki kualitas dan paket penawaran yang lebih baik seperti ruang yang luas dan fasilitas yang lebih lengkap. B. INFLASI Inflasi Jakarta tahun 211 tercatat sebesar 3,97%, lebih rendah dibandingkan inflasi tahun 21 (6,21%). Rendahnya inflasi di Jakarta didukung oleh berbagai upaya yang ditempuh oleh TPID Jakarta dalam menjaga pasokan dan kelancaran distribusi terutama pada saat perayaan hari keagamaan. Selain itu, upaya pengendalian inflasi juga dilakukan dengan mengintensifkan operasi pasar bekerja sama dengan BULOG, penyelenggaraan pasar murah/bazar dengan mensinergikan penggunaan dana CSR perusahaan, dan kunjungan pasar/pemantauan harga di beberapa pasar tradisional dan pasar induk. Pencapaian inflasi yang lebih rendah didorong oleh koreksi ke bawah komoditas makanan, sehingga kelompok bahan makanan dan makanan jadi mampu mencatatkan tingkat inflasi lebih rendah dari tahun 211 maupun pola historisnya, antara lain karena kelompok bumbu-bumbuan yang terkoreksi hingga mencapai -21,87% (yoy), seiring stabilnya pasokan ke pasar Induk Sayur Kramat Jati dan masuknya komoditas hortikultura impor. Kelompok perumahan dan transportasi juga mampu mencatatkan tingkat inflasi yang lebih rendah, antara lain ditunjang oleh kebijakan Bahan Bakar Minyak bersubsidi yang ditetapkan tidak mengalami perubahan. Namun berbeda dengan tahun 21, inflasi tahun ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 3,79%, terutama terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi. Harga beras dan transportasi yang naik lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional menjadi pendorong tingginya kelompok barang tersebut. Harga beras Jakarta menjadi lebih tinggi, karena pemasok utama pasar induk beras Cipinang yaitu Kawasan Jawa, pada tahun ini produksinya lebih rendah (berdasarkan ARAM II BPS). Sementara itu, inflasi di kelompok transportasi didorong oleh kenaikan harga tariff angkutan antar kota pada saat lebaran yang meningkat lebih tinggi. 2

Triwulan IV 211 Grafik III.5 Disagregasi Inflasi Kawasan Jakarta Grafik III.6 Ekspektasi Konsumen 3 Bulan Kedepan 2 15 1 5 %,yoy Disagregasi Inflasi Wilayah Jakarta 22 2 18 16 14 Indeks Perubahan harga umum 3 bulan yad Inflasi IHK kuartalan (qtq) - rhs % 3.5 3 2.5 2 1.5 1.5-5 -1 Inflasi IHK Adm Price Core 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 29 21 211 Volatile Foods 12 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 29 21 211 -.5-1 Sumber: BPS (diolahmenggunakan pendekatan sub kelompok) Sumber: Survei Keyakinan Konsumen-BI C. ASESMEN PERBANKAN Fungsi intermediasi perbankan di Jakarta tetap berjalan dengan baik, dengan tingkat risiko kredit yang masih terjaga rendah. Pertumbuhan kredit hingga triwulan IV 211 (Oktober 211) mencapai 26,4% (yoy), meningkat dibandingkan periode tahun 21 yang mencapai 21,7%. Penyaluran kredit yang mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi adalah kredit konsumsi dan kredit investasi masing-masing sebesar 23,9% (yoy) dan 27,% (yoy), meningkat dibandingkan periode 21 (masing-masing sebesar 18,2% dan 13,8%). Dari sisi struktur penyerapan, Kredit Modal Kerja mendominasi penyaluran kredit dengan baki debet sebesar Rp533,8 triliun (porsi 51,7%). Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) melambat mencapai 18,2% (yoy) dibandingkan tahun 21 (2,3%; yoy) atau secara nominal menjadi Rp1.293,12 triliun. Dari sisi kualitas kredit yang disalurkan, rasio kredit bermasalah di Jakarta sedikit meningkat dibandingkan tahun 21 (2,43%; yoy), menjadi sebesar 2,45% namun tetap berada dalam batas aman (di bawah 5%). 14 12 1 8 6 4 2 Grafik III.7 Perkembangan Dana Pihak Ketiga PerbankanKawasan Jakarta Perkembangan DPK Jakarta I II III IV I II III IV I II III IV* 29 21 211 25 2 15 1 5 Grafik III.8 Perkembangan Kredit Perbankan Kawasan Jakarta 11 1 9 8 7 6 5 Perkembangan Kredit Jakarta I II III IV I II III IV I II III IV* 29 21 211 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Posisi (Triliun Rp) Pertumb (% yoy)-rhs Posisi (Rp Triliun) Pertumb. (%, yoy)-rhs 21

D. PROSPEK PEREKONOMIAN Pada tahun 212, pertumbuhan ekonomi Jakarta diproyeksikan tetap tumbuh di atas 6%, berpotensi stabil sebagaimana tingkat pertumbuhan sebagaimana tahun 211. Dari sisi permintaan, penetapan upah minimum provinsi (UMP) tahun 212 mencapai Rp1.529.15 meningkat 18,54% dari UMP tahun 211, dapat berkontribusi pada daya beli masyarakat. Investasi masih berpotensi meningkat seiring berlanjutnya pembangunan infrastruktur jalan, pembangunan properti komersial, maupun sarana penunjang transportasi massal. Hal ini akan berdampak positif terhadap capaian pertumbuhan sektor konstruksi dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Namun pertumbuhan tahun 212 akan menghadapi risiko belum pastinya penyelesaian krisis utang Eropa dan ketidakpastian kondisi ekonomi Amerika, yang ditengarai akan mempengaruhi capaian ekspor produk manufaktur Jakarta (khususnya alas kaki dan tekstil). Melambatnya ekonomi Eropa dan Amerika akan berimbas kepada pertumbuhan sektoral melalui jalur ekspor kepada sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dan sektor industri pengolahan. Potensi perlambatan permintaan ekonomi global tersebut dapat diantisipasi dengan melakukan diversifikasi pasar kepada negara-negara berkembang maupun memperluas pangsa pasar domestik, terutama untuk produk makanan jadi ke Kawasan Timur Indonesia yang masih dipasok oleh produk impor. Prospek inflasi Jakarta pada 212 diperkirakan dapat terjaga pada rentang sasaran inflasi nasional (4,5% +/- 1%). Namun, beberapa faktor risiko tekanan harga masih dibayangi oleh beberapa rencana penyesuaian harga administered prices, seperti kebijakan pengendalian konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL). Dari sisi volatile foodss, koreksi harga pada berbagai komoditas hortikultura yang terjadi pada 211 diperkirakan tertahan terutama dipengaruhi oleh adanya pengendalian pemasukan impor hortikultura dalam rangka meningkatkan keamanan pangan. Dalam kaitan ini, beberapa strategi untuk meminimalkan risiko tersebut dapat ditempuh antara lain dengan mengurangi hambatan distribusi dan peningkatan ketersediaan sarana transportasi massal, serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai daerah sentra pemasok pangan untuk menjaga kesinambungan pasokan di Jakarta. Upaya untuk menjaga stabilitas harga pangan di Jakarta merupakan hal yang sangat penting, mengingat pengaruh Jakarta dalam membentuk harga pangan di kotakota lainnya, terutama untuk komoditas beras dan sayur-sayuran 2. 2Peran Harga Acuan Terhadap Pembentukan Harga Pangan Di Indonesia, Rahmad Hadi Nugroho, dipresentasikan pada Seminar Nasional Hasil Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, pada 8 Desember 211 22

Bab IV Triwulan IV 211 Perekonomian Kawasan Jawa A. PERTUMBUHAN EKONOMI Kinerja perekonomian di Kawasan Jawa pada tahun 211 diperkirakan tumbuh mencapai 6,5% (yoy), didukung oleh meningkatnya kinerja sektor industri dan sektor perdagangan. Namun secara triwulanan pertumbuhan ekonomi Jawa pada triwulan IV 211 diperkirakan mengalami perlambatan sejalan dengan potensi melambatnya konsumsi masyarakat pasca Lebaran. Selain itu, kinerja penanaman modal/investasi yang relatif melambat turut pula menyumbang perlambatan pertumbuhan ekonomi. Dari sisi permintaan, konsumsi masih tetap menjadi penopang utama pertumbuhan, terutama konsumsi rumah tangga, meskipun sedikit mengalami perlambatan pasca momentum Lebaran dan Libur Sekolah. Sedangkan investasi masih tumbuh tinggi meski melambat dibanding triwulan sebelumnya. Sementara itu, berdasarkan sisi sektoral, sektor industri pengolahan dan pertanian memberikan kontribusi terbesar dalam perlambatan pertumbuhan ekonomi periode ini di Kawasan Jawa. Tabel IV.1 Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Jawa Sisi Permintaan Sumber: BPS dan Perkiraan Bank Indonesia S Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV diperkirakan tumbuh sebesar 5,6%(yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 7,3% (yoy). Kondisi ini mengikuti pola konsumsi masyarakat pada umumnya yang mengalami perlambatan pasca Lebaran dan Libur Sekolah. Meskipun demikian, promosi big sale para tenant-tenant besar di berbagai wilayah guna menyambut Natal dan Tahun Baru yang direspon dengan baik oleh masyarakat cukup mampu menahan perlambatan kinerja konsumsi rumah tangga dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini mengindikasikan tingkat pendapatan masyarakat masih berada pada level yang cukup tinggi dan bahkan mengalami perbaikan. 23

Konsumsi pemerintah pada triwulan laporan diperkirakan sedikit melambat, yaitu dari 9,7% (yoy) menjadi 9,2% (yoy). Masih terhambatnya proses pengadaan infrastruktur di beberapa wilayah menjadi salah satu kendala dalam proses realisasi belanja daerah di Kawasan Jawa. Namun demikian beberapa hal yang masih dapat mendorong tingkat realisasi belanja daerah adalah persiapan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) di Provinsi Banten dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Investasi pada triwulan IV 211 diperkirakan tumbuh sebesar 7,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 11,5% (yoy). Aksi wait and see para pelaku usaha pasca isu pelaksanaan penghapusan BBM bersubsidi di tahun 212, menjadi salah satu penyebab melambatnya kinerja investasi berupa Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Kondisi ini dikonfirmasi oleh melambatnya kinerja impor barang modal dan penjualan semen di awal periode triwulan IV 211. Kinerja ekspor Kawasan Jawa yang diprakirakan tumbuh dari 16,3% menjadi 19,9% (yoy) pada triwulan laporan. Masih cukup baiknya kinerja ekspor diperkirakan terutama didukung meningkatnya transaksi perdagangan antar pulau. Sebagai sentra industri dan produksi pertanian, berbagai pelaku usaha di Kawasan Jawa diidentifikasi menerima kenaikan permintaan dari luar pulau dan luar negeri. Namun, volume ekspor barangbarang manufaktur dari Jawa terlihat mulai mengalami pertumbuhan yang terbatas. Tabel IV.2 Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral Kawasan Jawa (%, yoy) Sumber: BPS dan Perkiraan Bank Indonesia Sektor industri pengolahan pada triwulan laporan di Kawasan Jawa diperkirakan mengalami perlambatan dari 5,4% menjadi 4,4% (yoy). Tren ini umum terjadi mengikuti permintaan domestik masyarakat yang mengalami perlambatan pasca mencapai puncaknya pada saat Libur Sekolah dan Lebaran di triwulan sebelumnya. Isu pelaksanaan pencabutan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di awal tahun 212, turut memicu perlambatan kinerja sektor ini sebagai aksi wait and see pengusaha pada tingkat konsumsi masyarakat terutama pada produk tahan lama, seperti kendaraan dan elektronik. Kondisi ini dikonfirmasi dari hasil liaison dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). 24

Triwulan IV 211 Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) di Kawasan Jawa pada triwulan IV 211 diperkirakan tumbuh sebesar 1,3% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 1,3%(yoy). Momentum Libur Sekolah dan Lebaran merupakan puncak konsumsi masyarakat yang direspon oleh peningkatan kinerja sektor PHR pada triwulan ini. Kondisi ini diperkirakan masih berlanjut pada triwulan IV 211, yang dipicu oleh momentum perayaan Natal dan Tahun Baru di akhir tahun. Selain itu aksi promo big sale yang dilakukan oleh big tenant di kota kota besar turut memicu stabilnya kinerja sektor ini. Sektor pertanian di Kawasan Jawa diperkirakan sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari,9% menjadi,7% (yoy). Perlambatan kinerja sektor ini di seluruh provinsi, kecuali Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang diperkirakan masih mengalami panen pada 14. ha. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian, hingga November 211, realisasi produk pertanian di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 44,92% (yoy). Kondisi yang sama terjadi pula di Provinsi Jawa Barat dengan kondisi yang relatif lebih baik, yaitu penurunan produksi padi pada bulan Oktober s.d November 211 sebesar 9,6% (yoy). B. INFLASI Tekanan inflasi di kawasan Jawa pada triwulan IV 211 masih berada dalam tren melambat, yakni dari 3,89% menjadi 3,42%% (yoy), lebih rendah dari inflasi nasional yang mencapai 3,79% (yoy). Rendahnya realisasi inflasi di Jawa tersebut antara lain didukung oleh berbagai upaya TPID dalam mendorong produktivitas bahan pangan khususnya beras dan produk hortikultura (komoditas cabe dan bawang merah). Berdasarkan komponen penyumbangnya, pelemahan tekanan inflasi paling besar berasal dari penurunan inflasi kelompok intidan volatile foods, sementara itu kelompok administered prices relatif stabil. Koreksi harga emas internasional yang berlangsung pada akhir tahun ditransmisikan dengan penurunan harga emas domestik. Dari sisi volatile foods, beberapa komoditas di sub kelompok bumbu-bumbuan menyumbang penurunan inflasi cukup besar, sementara itu stabilnya inflasi pada kelompok administered prices sedikit meningkat, didorong oleh kenaikan harga berbagai jenis rokok (rokok kretek, rokok kretek filter dan rokok putih) serta kenaikan tarif angkutan udara. 25

Grafik IV.1 Perkembangan Inflasi Kawasan Jawa Grafik IV.2 Komparasi Inflasi Kota di Kawasan Jawa Sumber: BPS Sumber: BPS C. ASESMEN PERBANKAN Pada triwulan IV 211 (sampai dengan November 211), perkembangan perbankan di kawasan Jawa tumbuh cukup baik yang ditunjukkan dengan pertumbuhan beberapa indikator kinerja utama Bank Umum seperti aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit. Penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk DPK tumbuh sebesar 23,62% (ytd) atau 28,77% (yoy) hingga mencapai Rp669,59 triliun. Secara tahunan, prosentase pertumbuhan DPK terbesar disumbang oleh tabungan sebesar 22,54% (yoy), meningkat dari sebesar Rp24,79 triliun pada bulan November 21 menjadi sebesar Rp295,6 triliun pada Bulan November 211. Pertumbuhan tertinggi selanjutnya adalah pada Giro yaitu sebesar 18,62% (yoy), meningkat dari Rp16,27 triliun pada bulan November 21 menjadi sebesar Rp126,5 triliun pada bulan November 211. Deposito meningkat dari sebesar Rp29,97 triliun pada bulan November 21 menjadi Rp235,59 triliun pada November 211, atau tumbuh sebesar 12,21% (yoy). Sejalan dengan peningkatan DPK, penyaluran kredit mengalami pertumbuhan sebesar 19,64% (ytd) atau 23,59% (yoy). Secara nominal, kredit di kawasan Jawa hingga November 211 mencapai Rp536,57 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp434,16 triliun. Dengan berbagai perkembangan tersebut, fungsi intermediasi perbankan dapat berjalan cukup baik yang tercermin pada terjaganya Loans to Deposit Ratio (LDR) pada kisaran 8,3%. Penyaluran kredit perbankan di Kawasan Jawa tersebut didukung oleh peningkatan kualitas kredit yang tercermin dari penurunan rasio non-performing loans (NPL) dari sebesar 3,3% pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 2,84% pada bulan November 211. 26

Triwulan IV 211 Grafik IV.3 Perkembangan Aset, Kredit dan DPK Grafik IV.4 Perkembangan NPL per Daerah Sumber: LBU Sumber: LBU Rata-rata tingkat akses perbankan oleh masyarakat (financial inclusion) di Kawasan Jawa masih relatif rendah. Rasio perbandingan antara jumlah rekening DPK dan rekening kredit terhadap jumlah penduduk masih dibawah rata-rata nasional. Rasio jumlah rekening DPK terhadap jumlah penduduk di Jawa tercatat sebesar 39,81%, lebih rendah bila dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar 44,46%. Sementara rasio jumlah rekening kredit terhadap jumlah penduduk hanya sebesar 9,32%, lebih rendah bila dibandingkan dengan rasio nasional yang mencapai 15,86%. Relatif rendahnya rasio perbandingan jumlah DPK dan kredit terhadap jumlah penduduk tersebut dapat disebabkan oleh kurang optimalnya penetrasi perbankan dan minimnya infrastruktur terutama untuk daerah-daerah terpencil. Optimalisasi financial inclusion masih dapat dilakukan dengan kerjasama berbagai pihak untuk meningkatkan akses masyarakat ke perbankan. Terkait dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah melaksanakan program edukasi keuangan, pemetaan informasi keuangan, fasilitas intermediasi, saluran distribusi, dan regulasi yang mendukung, terutama untuk tabungan, kredit, sistem pembayaran, asuransi yang terkait kredit, dan produk jasa keuangan lainnya untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Pada akhir Triwulan IV 211 terjadi tren penurunan penyaluran kredit UMKM di Jawa. Jumlah kredit UMKM tercatat sebesar Rp155,65 triliun, dengan pangsa/proporsi terhadap total kredit Bank Umum yang menurun dari sebesar 32,62% pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 29,1% pada bulan November 211. Perlambatan juga terjadi pada pertumbuhan kredit UMKM, yaitu dari 3,15% (qtq) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,56% (qtq) pada triwulan laporan. Akan tetapi dari segi kualitas, kredit UMKM menunjukkan peningkatan yang tercermin dari penurunan rasio NPL dari 5,57% pada triwulan sebelumnya menjadi 4,51% pada bulan November 211. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) wilayah Jawa pada bulan November 211 mencapai Rp11,81 triliun, meningkat dibandingkan dengan Triwulan III 211 yang tercatat sebesar Rp11,77 triliun dengan pertumbuhan sebesar 1,46% (qtq). Kualitas KUR relatif stabil dan berada di kisaran 2,61% pada akhir periode laporan. 27