BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

TEORI HUKUM INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Sumber Hk.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

PERKULIAHAN III Devica Rully M., SH. MH. LLM.

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan internasional pada hakikatnya merupakan proses

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban

BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB III METODE PENELITIAN. yang sedang berlaku. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah hukum positif (Ius

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Dalam... Halaman Prasyarat Gelar Sarjana Hukum... Halaman Persetujuan Pembimbing Skripsi...

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

BAB II HAKIKAT BERLAKU HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun. Dalam konflik tersebut, terjadi berbagai pelanggaran terhadap

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB I PENDAHULUAN. Perperangan sejak dahulunya adalah hal yang tidak diinginkan semua orang karena

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928.

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

Hukum Perdata Internasional

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

HUKUM INTERNASIONAL Argentina Mengakui Negara Palestina. Oleh : Didik Sugianto ( )

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang atau keputusan pengadilan. Hukum internasional

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

TINJAUAN YURIDIS KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 TERHADAP NEGARA-NEGARA YANG BERPERANG MENURUT HUKUM INTERNASIONAL ABSTRACT

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. konflik yang terjadi dalam suatu wilayah negara yang berbentuk konflik

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI WILAYAH YANG MENGALAMI KONFLIK BERSENJATA. Oleh : Dentria Cahya Sudarsa*

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Palestina merupakan daerah yang seolah tidak pernah aman, senantiasa bergejolak dan terjadi pertumpahan darah akibat dari perebutan kekuasaan. 1 Sengketa bersenjata yang berkecamuk hingga saat ini antara Israel dan Palestina dipandang sebagai permasalahan klasik dalam hubungan internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah pihak. Dalam sengketa bersenjata tersebut. Dalam perkembangannya, sejumlah pihak lebih menganggap Israel sebagai pihak yang paling nyata melakukan pelanggaran Hukum Humaniter. Salah satu masalah yang mengemuka adalah aneksasi de facto yang terjadi di Tepi Barat Palestina dimana Israel terus melakukan pembangunan pemukiman Yahudi sejak tahun 1967, 2 yang dipandang sebagai pelanggaran atas Pasal 43 Konvensi Den Haag ke-iv tahun 1907. Hal ini juga telah dinyatakan oleh Mahkamah Internasional dalam Advisory Opinion mengenai 1 Lihat Rabbi Shabsi Bulman, 2010, Perjanjian Rahasia Yahudi Palestina, Pustaka Solomon, Yogyakarta, h.7 2 Islam Times, 2013, Menteri Israel Desak Aneksasi Tepi Barat, http://www.islamtimes.org/vdcezv8xzjh8wfi.rabj.txt, diakses terakhir tanggal 11 Maret 2014 1 1

2 Palestinian Wall bahwa pembangunan dinding pemisah Palestina bertentangan dengan ketentuan yang relevan dari Konvensi Den Haag tahun 1907 dan Konvensi Jenewa Keempat, bahwa mereka menghalangi kebebasan pergerakan penduduk wilayah sebagaimana dijamin oleh Kovenan Internasional hak-hak Sipil dan Politik, dan pembangunan dinding pemisah tersebut menghambat hak untuk bekerja, kesehatan, pendidikan dan standar hidup yang layak sebagaimana dicanangkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan konvensi Hak Anak. 3 Masalah serius dalam sengketa bersenjata tersebut adalah terjadinya sejumlah serangan yang justru mengakibatkan jatuhnya korban di kalangan penduduk sipil khususnya anak-anak dan perempuan serta hancurnya sejumlah obyek sipil. Hukum Humaniter sendiri sesungguhnya telah mengatur bahwa orang sipil (civilian) dan objek sipil (civil object) tidak boleh diserang. Banyak yang terjadi seusai Perang Enam Hari yang mengubah nasib bangsa Palestina. Berbagai konflik bersenjata terus mewarnai hubungan Palestina dan Israel. Namun, perlu juga dicatat bahwa berbagai upaya untuk mendamaikan kedua bangsa ini juga terus diupayakan meski kerap berakhir dengan kegagalan. Salah satunya adalah Perjanjian Oslo ini yang mendasari 3 International Court of Justice, Legal Consequences of the Construction of a Wall in the Occupied Palestinian Territory, http://www.icjcij.org/docket/index.php?pr=71&code=mwp&p1=3&p2=4&p3=6, diakses terakhir tanggal 26 Februari 2014 2

3 terbentuknya pemerintahan Otoritas Palestina yang membawahi Jalur Gaza dan Tepi Barat. Di bawah perjanjian ini Palestina mulai mendapat wewenang memerintah di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Palestina bahkan sudah bisa membentuk perangkat pemerintahan, kepolisian, parlemen, dan institusi pemerintahan lain. Sepanjang tahun 2012 militer Israel juga melakukan serangan pada malam hari saat penduduk Gaza Palestina tidak memiliki lampu, pada siang hari saat penduduk sedang ramai berjalan kaki, serta pada saat mereka sedang sibuk berbelanja di pasar tradisional untuk kehidupan makan mereka seharihari. 4 Hal ini jelas melanggar Konvensi Den Haag 1907 yang melarang penyerangan terhadap pemukiman atau bangunan-bangunan yang tidak dipertahankan. 5 Israel juga menggunakan bom fosfor putih yang ketika meledak akan menimbulkan korban dalam jumlah besar. 6 Hal ini belum termasuk ancaman penggunaan senjata nuklir. Padahal, penggunaan senjata-senjata yang 4 Republika Online, 2012, Israel Kembali Rutin Menyerang Jalur Gaza, http://m.republika.co.id/berita/komunitas/alamsemesta/12/03/15/m0wyas-israel-kembali-rutinmenyerang-jalur-gaza, diakses terakhir tanggal 20 Januari 2014 5 Pasal 25 Konvensi Den Haag 1907 menyebutkan penyerangan atau pemboman dengan alat apapun tehadap kota-kota, kampung-kampung, atau bangunan-bangunan yang tidak dipertahankan adalah dilarang. 6 SuaraMerdeka.com, 2012, Nestapa Kemanusiaan Gaza, http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2012/11/21/206159/nestapa- Kemanusiaan-Gaza, diakses terakhir tanggal 20 Januari 2014 3

4 berbahaya telah dilarang berdasarkan Pasal 23 Konvensi Den Haag dengan maksud untuk mengurangi dampak penderitaan yang tidak perlu. Fakta yang lebih mencengangkan adalah Israel menggunakan tawanan Palestina sebagai subyek percobaan kesehatan ilmiah, termasuk memaksa mereka meminum minuman yang menggandung uranium dalam rangka tindakan percobaan. 7 Dalam keadaan putus asa, rakyat Palestina terpaksa menggunakan apa yang disebut sebagai aksi teror. 8 Keadaan sengketa bersenjata ini ternyata terus memakan korban jiwa baik dari pihak sipil maupun kombatan. Sejumlah prinsip hukum humaniter tampak telah dilanggar tanpa adanya sanksi. Salah satu prinsip yang paling sering tidak diperhatikan oleh para kombatan adalah prinsip proporsionalitas. Prinsip ini menentukan pelarangan terhadap penyerangan yang bisa diperkirakan bakal menimbukan kerugian ikutan berupa korban tewas sipil, korban luka sipil, atau kerusakan obyek sipil, atau gabungan ketiga hal tersebut, 7 Suara Media, 2012, Ribuan Tahanan Palestina Jadi Kelinci Percobaan Obat Israel, http://www.suaramedia.com/berita-dunia/timur-tengah/44004-ribuan-tahanan-palestina-jadikelinci-percobaan-obat-israel-html, diakses terakhir tanggal 20 Januari 2014 8 Republika Online, 2012, Israel Kembali Rutin Menyerang Jalur Gaza, http://m.republika.co.id/berita/komunitas/alamsemesta/12/03/15/m0wyas-israel-kembali-rutinmenyerang-jalur-gaza, diakses terakhir tanggal 20 Januari 2014 4

5 yang merupakan hal yang berlebihan dibandingkan dengan keuntungan militer yang konkrit dan langsung yang ingin dicapai. 9 Hal ini sangatlah menarik untuk dikaji dari perspektif hukum humaniter internasional. Oleh karena itu, penulis berkeinginan menulis skripsi yang berjudul Pelanggaran Asas-Asas Hukum Humaniter Dalam Sengketa Bersenjata di Palestina. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, penulis mengemukakan dua rumusan masalah berikut: 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap penduduk sipil di Gaza terkait pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dalam Hukum Humaniter khususnya prinsip proporsionalitas? 2. Bagaimana sanksi terhadap pelanggaran prinsip proporsionalitas dalam sengketa bersenjata yang terjadi di Gaza? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Untuk mendapatkan tujuan yang objektif maka pembahasan dan analisa dalam penelitian ini akan membatasi ruang lingkup masalah pada kedudukan 9 Aturan 14 Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan 5

6 Hukum Humaniter dan terkait mengenai permasalahan mengenai pelanggaranpelanggaran dalam sengketa bersenjata yang terjadi di Jalur Gaza. 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang diharapkan penulis adalah sebagai berikut : a. Tujuan Umum Secara umum tujuan dilakukannya penulisan ini adalah untuk menuangkan pikiran secara ilmiah dalam bentuk skripsi mengenai Pelanggaran Prinsip Proporsionalitas dalam Sengketa Bersenjata di Palestina. b. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalis perlindungan hukum terhadap penduduk sipil di Gaza terkait pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dalam Hukum Humaniter khususnya prinsip proposionalitas. 2. Untuk menganalisis bentuk sanksi terhadap pelanggaran prinsip proporsionalitas dalam sengketa bersenjata yang terjadi di Gaza. 6

7 1.5. Manfaat Penulisan Suatu tulisan idealnya memiliki manfaat yang ingin dicapai. Oleh karena itu, ada sejumlah manfaat yang kiranya dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis, yaitu : a. Manfaat teoritis 1. Meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan hukum baik secara umum maupun terkhusus pada Hukum Internasional. 2. Memperdalam pengetahuan tentang Hukum Humaniter terkait pada bentuk perlindungan hukum yang diterapkan dalam sengketa sengketa bersenjata. b. Manfaat praktis 1. Bagi para akademisi Hukum Internasional, khususnya Hukum Humaniter Internasional, skripsi ini dapat memberikan informasi mengenai perlindungan hukum terhadap penduduk sipil di Gaza terkait pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional. 2. Bagi ICRC skripsi ini dapat memberikan informasi terkait pemantauan para pihak yang bersengketa dalam kepatuhan tehadap Konvensi Jenewa dan mengorganisir perlindungan bagi korban terutama penduduk sipil. 7

8 1.6 Landasan Teoritis Hukum Internasional dalam masyarakat internasional merupakan tertib hukum koordinasi dari sejumlah negara-negara yang masing-masing berdaulat. 10 Perkembangan masyarakat intenasional dan Hukum Internasional ditandai dengan kemajuan teknik dalam alat-alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas-batas negara. Kemajuan di dalam teknologi persenjataan menimbulkan masalah-masalah baru dan keharusan meninjau kembali ketentuan-ketentuan mengenai hukum perang. 11 Pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan perang atau sengketaagresi dan ketidakberdayaan Hukum Internasional untuk menanggulangi persoalan endemik seperti perlucutan senjata, terorisme intenasional dan perdagangan senjata-senjata konvensional cenderung mendapat perhatian yang tidak memuaskan. 12 Dari hal inilah masyarakat umum mengambil kesimpulan yang keliru. 13 Pelanggaran-pelanggaran perang yang terjadi antara Israel dan Palestina cukup mendapat perhatian yang serius di dunia internasional. Banyaknya 10 T. May Rudy, 2002, Hukum Internasional 1, PT Refika Aditama, Bandung, h.42 11 Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Binacipta, Bandung, h.21 12 Lihat J.G. Starke, 2006, Pengantar Hukum Internasional 1 Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, h. 18 13 Ibid 8

9 korban sipil yang berjatuhan membuat masyarakat dunia mulai mengecam tindakan Israel yang dinilai lebih banyak melakukan pelangaran perang. Terutama karena seringnya Israel tidak mengindahkan perjanjian-perjanjian yang telah diadakan oleh kedua belah pihak. Dalam skripsi ini, penulis menggunakan Teori Mengikat Hukum Internasional sebagai landasan teori. 1.6.1 Ius in bello Hukum Perang merupakan bagian dari Hukum Internasional dan dewasa ini sebagian besar merupakan hukum tertulis. Prof. Mochtar Kusumaatmadja tidak memberikan definisi. Ia hanya memberikan pembagian hukum perang yaitu sebagai berikut : 14 a. Jus ad bellum, yaitu hukum tentang perang, yaitu hukum yang mengatur dalam hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan senjata. b. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang. Hukum ini dibagi dua lagi, yaitu : 1. Hukum yang mengatur cara diberlakukannya perang (conduct of war) yang biasanya disebut Hague Laws. 2. Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang, yang lazimnya disebut Geneva Laws. h. 7 14 Haryomataram, 2005, Pengantar Hukum Humaniter, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 9

10 Seperti telah dikemukakan di atas, hukum perang sebagian terbesar dapat ditemukan dalam berbagai perjanjian internasional. Mengingat banyaknya Conventions, maka akan disebutkan beberapa yang penting saja, yaitu: 15 1. Declaration of Paris, 1856, yang mengatur perang di laut; 2. Red Cross Convention, 1864 yang memperbaiki kondisi prajurit yang luka-luka di medan pertempuran. Selanjutnya perlu disebutkan beberapa konvensi yang dihasilkan dalam Konferensi Perdamaian di the Hague tahun 1907, yaitu sebagai berikut: 16 1. Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional dengan cara damai (Konvensi I). 2. Konvensi mengenai cara mengawali permusuhan (Konvensi III). 3. Konvensi mengenai hukum dan kebiasaan peperangan di darat (Konvensi IV). Konvensi ini sangat penting karena mengatur segala segi dari peperangan di darat. Konvensi ini sangat penting karena mengatur segala segi dari peperangan di darat. Konvensi ini mempunyai suatu annex, yang dikenal dengan nama Hague Regulations. 15 ibid 16 ibid 10

11 4. Konvensi mengenai hak dan kewajiban negara dan orang netral dalam perang di darat (Konvensi V). Sebagai hasil perkembangan hukum perang sesudah Perang Dunia Kedua harus dicatat Konvensi Jenewa tahun 1949, yang berjumlah empat, yaitu: 17 1. Konvensi untuk perbaikan keadaan yang luka dan sakit dalam Angkatan Perang di medan pertempuran darat; 2. Konvensi perbaikan keadaan anggota Angkatan Perang di Laut yang luka, sakit, dan korban karam; 3. Konvensi tentang perlakuan terhadap tawanan perang; 4. Konvensi tentang perlindungan orang sipil di waktu perang. Dalam tahun 1977 telah disepakati dua protokol, yaitu: Protocols additional to the Geneva Convention 1949. Kedua protokol tersebut berjudul: 18 1. Protocol I: Protocol relating to the protection of victims of International Armed Conflicts. 2. Protocol II: Protocol relating to the protection of victims of Non- International Armed Conflicts Dalam perkembangannya, pada tahun 2005 disepakati Protokol Tambahan III mengenai Adopsi Lambang Pembeda Tambahan. 17 ibid, h. 9 18 ibid 11

12 1.6.2 Teori Mengikat Hukum Internasional T. May Rudy dalam buku Hukum Internasional 1 menjelaskan ada 5 teori mengenai kekuatan mengikat Hukum Internasional. Adapun teori-teori tersebut sebagai berikut: 19 1. Teori Hukum Alam (National Law) Menurut para penganut ajaran hukum ini, Hukum Internasional itu mengikat karena yaitu tidak lain daripada Hukum Alam yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Dengan kata lain negara terikat pada hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain, karena hukum intenasional itu merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam. Tokohnya antara lain : Hugo Grotius dan Emmerich Vattel. 2. Teori yang mengatakan bahwa hukum internasional tidak lain daripada hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu negara. Hukum internasional bukan sesuatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat di luar kemauan negara. Tokohnya yaitu Hegel, George Jellineck, dan Zorn. 3. Teori yang menyandarkan kekuatan mengikat hukum internasional pada kemauan bersama. Hukum Internasional itu mengikat bagi 19 T. May Rudy, op.cit, h. 41 12

13 negara, bukan karena kehendak mereka satu-persatu untuk terikat, melainkan karena adanya suatu kehendak bersama yang lebihh tinggi dari kehendak masing-masing negaa untuk tunduk pada hukum internasional. Teori ini disebut juga sebagai VereinBarung Theory. Tokohnya yang terkenal yaitu Triepel. 4. Teori yang mendasarkan asas Pacta Sunt Servanda sebagai kaidah dasar hukum internasional. Teori ini bertolak dari ajaran Mazhab Wina yang mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu kaidah dasar, memang dapat menerangkan secara logis darimana kaidah hukum internasional itu memperoleh kekuatan mengikatnya, tetapi ajaran ini tidak dapat menerangkan mengapa kaidah dasar itu sendiri mengikat. Tokohnya yaitu Kelsen. 5. Teori yang berdasarkan kekuatan mengikat hukum internasional pada faktor biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia yang dinamakan Fakta-fakta kemasyarakatan. Menurut teori ini dasar kekuatan mengikat hukum internasional terdapat dalam kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum ini mutlak perlu untuk dapat terpenuhinya kebutuhan bangsa untuk hidup bermasyarakat. Teori ini mendasarkan diri pada Mazhab Prancis dengan tokoh-tokohnya yaitu, Fauchile, Scelle, dan Duguit. 13

14 Faktor pengikat non-mateiil lainnya adalah adanya kesamaan asas-asas hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini, betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa. Asas-asas pokok hukum yang bersamaan ini yang dalam ajaran mengenai sumber hukum formil dikenal dengan asas-asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab merupakan penjelmaan dari hukum alami (naturrecht). 20 Dalam penulisan skripsi ini, teori daya mengikat hukum internasional yang digunakan adalah teori yang mendasarkan asas Pacta Sunt Servanda sebagai kaidah dasar hukum internasional. Asas ini tertuang dalam Pasal 26 Konvensi Wina Tahun 1969 yang menyatakan bahwa setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Kaidah ini digunakan karena segala perundingan baik yang dilakukan antara Palestina- Israel maupun yang digagas oleh pihak ketiga lainnya merupakan hasil perundingan yang mengikat kedua belah pihak. Serta hukum kebiasaan internasional yang secara langsung mengikat tanpa perlu adanya ratifikasi terlebih dahulu. 20 Mochtar Kusumaatmadja, op.cit, h. 14 14

15 1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini dipergunakan penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka atau penelitian hukum kepustakaan. 21 Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematik hukum, penelitian terhadap sejarah hukum. 22 1.7.2 Jenis Pendekatan Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Penulisan skripsi ini menggunakan beberapa pendekatan yakni : 1. Pendekatan Kasus (The Case Approach) Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. 23 Khususnya mengenai penerapan Konvensi Jenewa 1949 dalam sengketa bersenjata di Gaza. 21 Soerjono Soekanto dkk, 2013, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, h. 38 22 Ibid. 23 Amgasussari A.S., Pendekatan Dalam Penelitian Hukum, http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/12/16/pendekatan-dalam-penelitian-hukum/, diakses terakhir tanggal 25 Februari 2014 15

16 2. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) Pendekatan ini digunakan menelaah semua peraturan perundangundangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi 24 dan untuk meneliti sejumlah instrumen internasional yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam menganalisis sengketa bersenjata yang terjadi di Gaza. 3. Pendekatan Sejarah (Historical Approach) Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. 25 Dalam tulisan ini pendekatan sejarah digunakan untuk meninjau sejarah awal terjadinya sengketa bersenjata di Palestina. 1.7.3 Sumber Bahan Hukum Bahan dasar penelitian hukum normatif mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier atau penunjang. 26 Adapun 24 Amgasussari A.S., Pendekatan Dalam Penelitian Hukum, http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/12/16/pendekatan-dalam-penelitian-hukum/, diakses terakhir tanggal 25 Februari 2014 25 Amgasussari A.S., Pendekatan Dalam Penelitian Hukum, http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/12/16/pendekatan-dalam-penelitian-hukum/, diakses terakhir tanggal 25 Februari 2014 26 Soerjono Soekanto dkk, op.cit, h. 38 16

17 penggunaan bahan-bahan hukum tersebut masing-masing diuraikan sebagai berikut: a. Bahan Hukum Primer yang terdiri atas: 1. Piagam PBB 2. Konvensi Den Haag 1907 3. Konvensi-Konvensi Jenewa (1949) beserta Protokol Tambahan I (1977) 4. Statuta Roma 1998 b. Bahan Hukum Sekunder yang terdiri atas buku-buku hukum, jurnaljurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang temuat dalam media massa, dan internet dengan menyebutkan nama situsnya yang berkiatan dengan topik skripsi ini. c. Bahan Hukum Tersier yang terdiri dari kamus yang digunakan untuk memperjelas makna dalam topik skripsi ini. 17