HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL"

Transkripsi

1 HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015

2 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan bagi Penyusun dalam menyelesaikan makalah yang berjudul Hukum Humaniter Internasional: Konflik Bersenjata Non-Internasional. Makalah ini merupakan salah satu tugas dalam Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Internasional pada Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala Tahun Makalah ini menguraikan tentang konflik non-internasional dalam perspektif hukum humaniter internasional. Makalah ini terdiri dari III (tiga) bab yang tersusun dalam sistematika: Bab I Pendahuluan; Bab II Pembahasan tentang konflik bersenjata non-internasional dalam perspektif hukum humaniter internasional; serta Bab III Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran. Makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Harapan Penyusun, masukan dan kritikan dari pembaca akan memberikan perbaikan terhadap substansi tulisan yang lebih akurat dan reliable. Di sisi lain, semoga makalah ini dapat memberi kontribusi dalam bidang hukum humaniter internasional dan konflik bersenjata non-internasional khususnya. Salam. Penyusun, Malahayati PAGE 1

3 Daftar Isi Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 PENDAHULUAN... 3 A. Latar Belakang... 3 B. Rumusan Masalah... 4 PEMBAHASAN... 5 A. Pengertian Konflik Bersenjata Non-Internasional... 5 B. Pengaturan Tentang Konflik Bersenjata Non-Internasional... 8 PENUTUP Daftar Pustaka PAGE 2

4 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konflik bersenjata baik yang berupa perang atau konflik bersenjata lainnya adalah suatu keadaan yang sangat dibenci oleh bangsa-bangsa beradab diseluruh dunia dan harus dihindari, karena akan mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan bagi umat manusia. Oleh karena itu dengan alasan apapun perang sebisa mungkin harus dihindari. Namun upaya menghapus perang sama sekali dari muka bumi nampaknya sia-sia karena perang akan selalu terjadi. Karena upaya menghapus perang tidak mungkin dilakukan maka umat manusia berupaya mengurangi penderitaan akibat perang dengan membuat hukum. Hukum yang dimaksud pada waktu dulu dikenal dengan istilah hukum perang dan sekarang lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional. Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut internasional humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang (laws of war), yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa bersenjata (laws of armed conflict), yang akhirnya pada saat ini biasa dikenal dengan istilah hukum humaniter. 1 Hukum Humaniter Internasional merupakan salah satu cabang dari hukum internasional yang tertua. Sejarah Hukum Humaniter Internasional itu sendiri telah ada setua perang dan kehidupan manusia itu sendiri. Hukum perang dalam bentuknya yang sekarang walaupun baru, memiliki sejarah yang panjang. Bahkan jauh pada masa dahulu kala, para pemimpin militer kadang-kadang memerintahkan pasukan mereka untuk menyelamatkan jiwa musuh yang tertangkap atau terluka, merawat mereka dengan baik, dan menyelamatkan penduduk sipil musuh dan harta benda mereka. Manakala permusuhan berakhir, para pihak menyetujui untuk menukarkan tawanan yang berada di tangan mereka. Selama waktu tersebut, praktek ini dan praktek yang serupa telah berkembang secara bertahap kedalam seperangkat aturan kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan perang. 2 1 Arlina Permanasari, Aji Wibowo, et all, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of the Red Cross, Jakarta, hlm.5 2 C. de rover, 2000, To Serve & To Protect, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 95. PAGE 3

5 Hukum perang pada awalnya hanya berdasarkan pada kebiasaan (custom) yang berlaku dalam perang. Kebiasaan (custom) ini sangat dipengaruhi oleh agama, asas perikemanusiaan dan asas kesatriaan. Baru dalam abad ke-19 ada usaha dari beberapa negara untuk mengadakan perjanjian yang berisi ketentuan tentang perang. Perang merupakan kejadian yang tidak diinginkan tetapi perang juga tidak dapat dicegah. Maka diusahakan dalam perang meminimalisir korban dan menciptakan perang yang manusiawi. 3 Hukum Humaniter Internasional berlaku dalam konflik bersenjata baik itu konflik bersenjata internasional maupun konflik bersenjata non-internasional yang menyebabkan terjadinya korban. B. RUMUSAN MASALAH Oleh karena itu, penelitian ini akan mencoba melihat bagaimanakah pengaturan terhadap konflik bersenjatan non-internasional menurut hukum internasional. 3 GPH Haryomataram, 1994, Sekelumit Tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta, hlm.8 PAGE 4

6 PEMBAHASAN A. PENGERTIAN KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu sekitar 60 tahun belakangan ini setelah munculnya Konvensi konvensi Jenewa 1949, umat manusia mengalami konflik bersenjata dengan jumlah yang sangat besar. Hampir di setiap negara mengalami konflik bersenjata. Terjadinya konflik bersenjata diawali dari adanya pertentangan kepentingan dengan bangsa lain atau pertentangan antar kelompok dalam suatu bangsa sendiri. Secara implisit, hal ini dapat disebut sebagai suatu bentuk perjuangan nasional atau memperjuangkan kepentingan nasional. Berdasarkan jumlah konflik bersenjata yang telah ataupun sedang terjadi di berbagai negara di dunia, konflik tersebut dapat dibedakan menjadi konflik bersenjata internasional dan konflik bersenjata non internasional (konflik dalam negeri). Konflik bersenjata adalah suatu peristiwa penuh dengan kekerasan dan permusuhan antara pihak-pihak yang bertikai. Dalam sejarah konflik bersenjata telah terbukti bahwa konflik tidak saja dilakukan secara adil, tetapi juga menimbulkan kekejaman. 4 Dapat dipastikan bahwa konflik bersenjata tidak bisa dihindarkan dari jatuhnya korban, baik pihak kombatan maupun dari pihak penduduk sipil yang tidak ikut berperang, baik golongan tua maupun golongan muda, wanita dan anak-anak. Akibat dari konflik bersenjata dapat mengenai siapa saja yang berada dalam daerah konflik tersebut. Beberapa akibat yang sering ditimbulkan selama terjadi nya konflik bersenjata antara lain: 1. Terjadinya kekerasan terhadap tubuh maupun nyawa seseorang 2. Penyanderaan 3. Pelecehan martabat, pemerkosaan 4 Asep Darmawan, Prinsip Pertanggungjawaban Pidana Komandan Dalam Hukum Humaniter KumpulanTulisan, Jakarta: Pusat Studi Hukum Humaniter dan HAM Fakultas Hukum Universitas Trisakti, 2005, hlm 51. PAGE 5

7 4. Penjatuhan dan pelaksanaan pidana tanpa proses peradilan yang menjamin hak-hak seseorang 5. Perbudakan dan perdagangan orang Melihat akibat-akibat seperti yang dicantumkan diatas, tentulah menjadi kekhawatiran bagi dunia apabila hal tersebut tidak diatasi dengan cepat. PBB sebagai suatu organisasi dunia yang turut menjaga dan memelihara keamanan dunia, akhirnya tidak tinggal diam melihat situasi yang ditimbulkan oleh konflik bersenjata. Oleh PBB, konflik bersenjata tersebut mendapat pengaturan dalam beberapa Konvensi seperti Konvensi Den Haag 1907, Konvensi Jenewa 1949 serta Protokol Tambahan I dan II Pengaturan-pengaturan tersebut tentunya diciptakan untuk mencegah atau memberi perlindungan terhadap setiap pihak yang menjadi korban dari konflik bersenjata, sehingga terhindar dari tindak kekerasan yang berakibat fatal. Namun sekalipun telah ada pengaturan mengenai tata cara peperangan dan pengaturan mengenai perlindungan terhadap korban perang, tampaknya para pihak yang berselisih kurang mengindahkan pengaturan-pengaturan tersebut. Setiap konflik yang terjadi, dapat diketahui bahwa masih banyak korban yang jatuh akibat konflik bersenjata tersebut. Keadaan ini menunjukkan bahwa keberadaan dari setiap pengaturan-pengaturan mengenai konflik bersenjata belum terlalu memberi dampak yang positif. Sengketa bersenjata noninternasional yang dimaksud dalam Protokol Tambahan II/1977 adalah sengketa bersenjata yang terjadi dalam wilayah suatu negara antara pasukan bersenjata pemberontak. negara tersebut dengan pasukan bersenjata Untuk menentukan pemberlakuan aturan Protokol Tambahan II/1997 perlu dilihat bahwa yang dihadapi oleh pasukan bersenjata negara tertentu adalah pasukan pemberonntak yang memiliki unsur atau kriteria sebagai berikut : Merupakan kelompok bersenjata terorganisasi Berada dibawah komando yang bertanggung jawab Melaksanakan kendali sedemikian rupa atas sebagian dari wilayah PAGE 6

8 Mampu melakukan operasi militer yang berkelanjutan dan berkesatuan Mampu menerapkan aturan-ataan HHI yanng termuat dalam Protokol Tambahan II/1997 Di samping mengetahui maksud atau pengertian konflik bersenjata noninternasional menurut Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan II tahun 1977, maka tidak ada salahnya mengetahui bagaimana pengertian konflik noninternasional menurut para ahli. Berikut dicantumkan bagaimana pendapat ahli dalam usaha mereka untuk merumuskan apa yang disebut dengan sengketa bersenjata non-internasional. Dieter Fleck menyebutkan bahwa Konflik bersenjata non-internasional adalah suatu konfrontasi antara penguasa pemerintah yang berlaku dan suatu kelompok yang dipimpin oleh orang yang bertanggung jawab atas anak buahnya, yang melakukan perlawananan bersenjata di dalam wilayah nasional serta telah mencapai intensitas suatu kekerasan bersenjata atau perang saudara. Pietro Verri menyatakan bahwa Suatu konflik non-internasional dicirikan dengan pertempuran antara angkatan bersenjata suatu negara dengan perlawanan dari sekelompok orang atau pasukan pemberontak Bagaimanapun juga suatu konflik di suatu wilayah negara antara dua kelompok etnis dapat pula diklasifikasikan sebagai konflik bersenjata non-internasional asalkan konflik tersebut memenuhi syarat-syarat yang diperlukan seperti intensitas konflik, lama atau durasi konflik dan partisipasi rakyat pada konflik tersebut. Selanjutnya, dikatakan pula oleh Verri, bahwa konflik bersenjata non-internasional ini adalah sinonim dari perang saudara. Hans-Peter Gasser menambahkan bahwa Konflik non-international adalah konfrontasi bersenjata yang terjadi di dalam wilayah suatu negara, yaitu antara pemerintah di satu sisi dan kelompok perlawanan bersenjata di sisi lain. Anggota kelompok perlawanan bersenjata tersebut apakah digambarkan sebagai pemberontak, kaum revolusioner, kelompok yang ingin memisahkan diri, pejuang kebebasan, teroris, atau istilah-istilah sejenis lainnya berperang untuk PAGE 7

9 menggulingkan pemerintah, atau untuk memperoleh otonomi yang lebih besar di dalam negara tersebut, atau dalam rangka memisahkan diri dan mendirikan negara mereka sendiri. Penyebab dari konflik seperti ini bermacam-macam; seringkali penyebabnya adalah pengabaian hak-hak minoritas atau hak asasi manusia lainnya yang dilakukan oleh pemerintah yang diktator sehingga menyebabkan timbulnya perpecahan di dalam negara tersebut. 5 B. PENGATURAN TENTANG KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Sasaran dari tindakan penyanderaan dalam konflik bersenjata, salah satunya adalah warga sipil. Sementara, warga sipil merupakan salah satu pihak yang harus dilindungi selama pertikaian bersenjata itu berlangsung. Dalam suatu sengketa bersenjata, orang-orang yang dilindungi meliputi kombatan dan penduduk sipil. Penduduk sipil berhak mendapatkan perlindungan sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa IV dan Protokol Tambahan Menurut Konvensi Jenewa IV, perlindungan terhadap warga sipil meliputi perlindungan umum (general protection) yang diatur dalam Bagian II dari Konvensi tersebut. Sedangkan pada Protokol Tambahan, perlindungan tersebut diatur dalam Bagian IV tentang penduduk sipil. Berdasarkan Konvensi Jenewa, perlindungan umum yang diberikan kepada penduduk sipil tidak boleh dilakukan secara diskriminatif. Dalam segala keadaan, penduduk sipil berhak atas penghormatan pribadi, hak kekeluargaan, kekayaan dan praktek ajaran agamanya. Terhadap warga sipil tersebut, tidak boleh dilakukan tindakan-tindakan sebagaimana disebutkan di dalam pasal 27-34, yaitu: 1. Melakukan pemaksaan jasmani maupun rohani untuk memperoleh keterangan. 2. Melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani. 3. Menjatuhkan hukuman kolektif. 4. Melakukan intimidasi, terorisme dan perampokan. 5. Melakukan pembalasan (reprisal). 6. Menjadikan mereka sebagai sandera. 5 Arlina web s blog, dapat diakses melalui PAGE 8

10 7. Melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani atau permusuhan terhadap orang yang dilindungi. Berdasarkan uraian diatas, menjadikan warga sipil sebagai sandera adalah salah satu tindakan yang dilarang oleh konvensi ini. Pasal Umum III dari Konvensi Jenewa melarang pengambilan sandera. Tindakan penyanderaan terhadap penduduk sipil menurut Konvensi Jenewa IV juga dianggap sebagai suatu pelanggaran yang berat. Ketetapan-ketetapan yang terdapat dalam Konvensi Jenewa menunjukkan bahwa larangan penyanderaan kini tertanam kuat dalam hukum kebiasaan internasional dan dianggap sebagai kejahatan perang. Larangan penyanderaan diakui sebagai jaminan mendasar bagi warga sipil dan orang yang termasuk dalam hors de combat dalam Protokol Tambahan I dan II. Statuta Mahkamah Pidana Internasional juga mengaskan bahwa yang "mengambil sandera" merupakan kejahatan perang di kedua konflik bersenjata internasional dan non-internasional. Larangan ini juga diatur dalam undang-undang di berbagai negara. PAGE 9

11 PENUTUP Konflik bersenjata terdiri dari konflik bersenjata internasional dan konflik bersenjata non-internasional. Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 mengatur tentang perlindungan dalam konflik bersenjata non-internasional. Pasal 3 tersebut menentukan bahwa pihak-pihak yang bertikai dalam wilayah suatu negara berkewajiban untuk melindungi orang-orang yang tidak turut serta secara aktif dalam pertikaian. PAGE 10

12 Daftar Pustaka Arlina Permanasari, Aji Wibowo, et all, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of the Red Cross, Jakarta, hlm.5 Arlina web s blog, dapat diakses melalui Asep Darmawan, Prinsip Pertanggungjawaban Pidana Komandan Dalam Hukum Humaniter KumpulanTulisan, Jakarta: Pusat Studi Hukum Humaniter dan HAM Fakultas Hukum Universitas Trisakti, 2005, hlm 51. C. de rover, 2000, To Serve & To Protect, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 95. GPH Haryomataram, 1994, Sekelumit Tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta, hlm.8 PAGE 11

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..? PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tujuan utama pembentukan Konvensi Jenewa 1949 adalah untuk memberikan perlindungan bagi korban perang terutama kepada penduduk sipil. Perlindungan ini berlaku dalam setiap

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah 59 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Menurut ketentuan dalam Hukum Humaniter Internasional tentang prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah atau Free Syrian Army (FSA) berhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005 HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan

Lebih terperinci

Sumber Hk.

Sumber Hk. Sumber Hk 2 Protokol Tambahan 1977 ( PT 1977 ) : merupakan tambahan dan pelengkap atas 4 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 ( KJ 1949 ) PT I/1977 berkaitan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA LEGAL PROTECTION FOR CHILDREN IN THE MIDST OF ARMED CONFLICTS Enny Narwati, Lina Hastuti 1 ABSTRACT The purposes of the research are to understand

Lebih terperinci

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 : Bab I PENDAHULUAN 1.1. Istilah dan Pengertian Hukum Humaniter Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik bersenjata baik yang berupa perang atau konflik bersenjata lainnya adalah suatu keadaan yang sangat dibenci oleh bangsa-bangsa beradab diseluruh dunia

Lebih terperinci

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Levina Yustitianingtyas Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya Email : firman.yusticia86@gmail.com ABSTRAK Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Dosen : SASMINI, S.H., LL.M. dan Team Teaching NIP : 19810504 200501 2 001 Program Studi : ILMU HUKUM Fakultas : HUKUM Mata Kuliah/SKS : HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL/2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini negara-negara enggan mendeklarasikan keterlibatannya secara terus terang dalam situasi konflik bersenjata sehingga sulit mendefinisikan negara tersebut

Lebih terperinci

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi tentang perlindungan Hukum dan HAM terhadap sengketa bersenjata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (Makalah Hukum Humaniter Internasional) Oleh : PRISCA

Lebih terperinci

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan mengenai Hukum Humaniter Internasional a. Definisi Hukum Humaniter Internasional Istilah Hukum Humaniter atau lengkapnya disebut International Humanitarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang adalah suatu istilah yang tidak asing lagi bagi manusia yang ada di dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan sejarah umat

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928.

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional Hukum Humaniter Internasional yang dahulu dikenal sebagai Hukum Perang atau Hukum Sengketa Bersenjata

Lebih terperinci

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA I Gede Adhi Supradnyana I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perang adalah suatu kondisi dimana terjadinya pertikaian antara para pihak yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! 2. Bagaimana Haryomataram membagi hukum humaniter?

BAB I PENDAHULUAN. 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! 2. Bagaimana Haryomataram membagi hukum humaniter? BAB I PENDAHULUAN 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! Istilah Hukum Humaniter atau lengkapnya international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RELAWAN KEMANUSIAN BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RELAWAN KEMANUSIAN BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL 1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RELAWAN KEMANUSIAN BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Lona Puspita, Faculty of Law, University Tamansiswa Padang In humanitarian law there are two forms of war or armed

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh Pande Putu Swarsih Wulandari Ni Ketut Supasti Darmawan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL A. Pengertian Hukum Humaniter Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter merupakan istilah yang dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dalam hal ini negara yang dimaksud yaitu negara yang berdaulat. 1 Sebagai subjek hukum internasional,

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia Sejarah manusia hampir tidak pernah bebas dari pada peperangan. Mochtar Kusumaatmadja

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI WILAYAH YANG MENGALAMI KONFLIK BERSENJATA. Oleh : Dentria Cahya Sudarsa*

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI WILAYAH YANG MENGALAMI KONFLIK BERSENJATA. Oleh : Dentria Cahya Sudarsa* PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI WILAYAH YANG MENGALAMI KONFLIK BERSENJATA Oleh : Dentria Cahya Sudarsa* Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Prinsip Pembeda (Distinction Principle) dalam Konflik Bersenjata di Suriah Menurut Hukum Humaniter Internasional Implementation of Distinction Principle in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak hal mengalami perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan teknologi akan mempengaruhi cara

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rentang abad ke-20, masyarakat internasional telah menyaksikan berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern yang menjadi produk

Lebih terperinci

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM Drs. Usmar Salam, M. Int. Stu (Jelita Sari Wiedoko Vicky Anugerah Tri Hantari Ignatius Stanley Andi Pradana) A.

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat disimpulkan bahwa: Aksi pembiaran yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya pada masa pendudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi arab. Perang ini diawali oleh unjuk rasa di Benghazi pada 15 Februari 2011,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perang merupakan suatu peristiwa yang memiliki umur yang sama tua nya dengan peradaban manusia di muka bumi ini. Dimana perang itu lahir dari hubungan-hubungan yang

Lebih terperinci

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.170, 2008 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA Oleh : I Gede Bagus Wicaksana Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum

Lebih terperinci

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS Di dunia ini Laki-laki dan perempuan memiliki peran dan status sosial yang berbeda dalam masyarakat mereka, dan Komisi diharuskan untuk memahami bagaimana hal ini berpengaruh

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KETIKA PERANG DALAM HUKUM HUMINITER INTERNASIONAL. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KETIKA PERANG DALAM HUKUM HUMINITER INTERNASIONAL. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 Gerungan L.K.F.R: Perlindungan Ter. Vol.XXI/No.3/April-Juni /2013 PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KETIKA PERANG DALAM HUKUM HUMINITER INTERNASIONAL 76 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pengaturan perlindungan terhadap ICRC (International Committee Of The Red Cross) dalam konflik bersenjata internasional (berdasarkan konvensi jenewa 1949 dan protokol tambahan I 1977) Oleh : Ardiya Megawati

Lebih terperinci

KETENTUAN PENGATURAN PERLINDUNGAN WARGA SIPIL dan OBYEK SIPIL DALAM PERANG DI SURIAH

KETENTUAN PENGATURAN PERLINDUNGAN WARGA SIPIL dan OBYEK SIPIL DALAM PERANG DI SURIAH BAB III KETENTUAN PENGATURAN PERLINDUNGAN WARGA SIPIL dan OBYEK SIPIL DALAM PERANG DI SURIAH A. Pengertian Warga Sipil dan Obyek Sipil 1. Pengertiaan Warga Sipil Warga Sipil merupakan orang yang bukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah hak asasi manusia merupakan isu internasional dan menjadi bahan perbincangan yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN

PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN DALAM KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER 1 Oleh : Rubby Ellryz 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan perlindungan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC)

LAPORAN SINGKAT RAPAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) LAPORAN SINGKAT RAPAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP ORANG-ORANG DALAM DAERAH KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN TERHADAP ORANG-ORANG DALAM DAERAH KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL 97 PERLINDUNGAN TERHADAP ORANG-ORANG DALAM DAERAH KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Adwani Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Aceh E-mail: adwani_fh@yahoo.co.id Abstract Persons

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza

Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza Erwin Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Email :erwin_80@yahoo.co.id Abstract Armed conflict (war) have been there

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto

PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto rubiyanto.151161@gmail.com Abstract In fact Humanitary law had been arranged for civil defence organization. In reality some countries

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Rudi. M Rizki, SH, LLM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010

DAFTAR PUSTAKA. J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 DAFTAR PUSTAKA Buku Aigins, Rosalyn, UN Peacekeeping 1946-1967 Documentary and Commentary Vol 1,Middle East.London 1969. Ambarwaty, Denny Ramadhany, Rina Rusman, Hukum Humaniter Internasional dalam studi

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak korban Perang. Konflik bersenjata di Suriah diawali dengan adanya pemberontakan

Lebih terperinci

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court PENGHANCURAN BENDA BUDAYA (ICONOCLAST) SEBAGAI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN Oleh: Made Panji Wilimantara Pembimbing I: Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, S.H., M.S Pembimbing II: I Made Budi Arsika, S.H.,

Lebih terperinci

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Disetujut dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratiftkasi atau aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (HI), 9 December 1948 Negara-negara

Lebih terperinci

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 24, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Barat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Barat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Barat yang dipimpin oleh Presiden Bashar al-assad dan pada saat ini sedang mengalami konflik bersenjata internal.

Lebih terperinci

( 1) Hukum HAM: mengatur secara umum perlindungari HAM individu dalam waktu/sittiasi apa pun;

( 1) Hukum HAM: mengatur secara umum perlindungari HAM individu dalam waktu/sittiasi apa pun; Enny SOEPRAPTO 3 Juni 2003 Tidak diedit Unedited HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KONFLIK BERSENJATA DI ACEH J ' - GARIS BESAR CATATAN - * I PENDAHULUAN 1 Hubungan dan karakteristik Hukum HAM, Hukum Hdmaniter,

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Hubungan Internasional, konflik atau pertikaian adalah hal yang biasa terjadi antara dua negara atau lebih. Konflik ataupun pertikaian merupakan

Lebih terperinci

BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Hukum Humaniter Internasional (HHI), atau International Humanitarian Law (IHL) atau sering disebut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Dalam... Halaman Prasyarat Gelar Sarjana Hukum... Halaman Persetujuan Pembimbing Skripsi...

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Dalam... Halaman Prasyarat Gelar Sarjana Hukum... Halaman Persetujuan Pembimbing Skripsi... DAFTAR ISI Halaman Sampul Depan Halaman Sampul Dalam... Halaman Prasyarat Gelar Sarjana Hukum... Halaman Persetujuan Pembimbing Skripsi... Halaman Pengesahan Panitia Penguji Skripsi... Kata Pengantar...

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN DALAM SENGKETA BERSENJATA DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL SKRIPSI

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN DALAM SENGKETA BERSENJATA DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL SKRIPSI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN DALAM SENGKETA BERSENJATA DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penerbangan MH-17 Malaysia Airlines merupakan penerbangan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang dari berbagai negara, pesawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kewajiban negara adalah melindungi, memajukan, dan mensejahterakan warga negara. Tanggung jawab negara untuk memenuhi kewajiban negara menciptakan suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajukan oleh pihak yang menang, karena itu banyak upaya-upaya yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. diajukan oleh pihak yang menang, karena itu banyak upaya-upaya yang digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perang merupakan suatu penyelesaian sengketa antar negara dengan menggunakan kekerasaan bersenjata yang bertujuan untuk mengalahkan pihak lawan, sehingga pihak

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA HAK ASASI MANUSIA YANG PALING SERIUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA HAK ASASI MANUSIA YANG PALING SERIUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 20 Des 2010 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA HAK ASASI MANUSIA YANG PALING SERIUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

INTEGRASI HAM DAN HUKUM HUMANITER DALAM SISTEM PERADILAN HAM NASIONAL DALAM RANGKA PENERAPAN PERADILAN HAM TERHADAP PELAKU KEJAHATAN KEMANUSIAAN

INTEGRASI HAM DAN HUKUM HUMANITER DALAM SISTEM PERADILAN HAM NASIONAL DALAM RANGKA PENERAPAN PERADILAN HAM TERHADAP PELAKU KEJAHATAN KEMANUSIAAN Mahfud No. 61, Th. XV (Desember, 2013), pp. 397-413. INTEGRASI HAM DAN HUKUM HUMANITER DALAM SISTEM PERADILAN HAM NASIONAL DALAM RANGKA PENERAPAN PERADILAN HAM TERHADAP PELAKU KEJAHATAN KEMANUSIAAN INTEGRATION

Lebih terperinci