BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia"

Transkripsi

1 BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia Sejarah manusia hampir tidak pernah bebas dari pada peperangan. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, 5 bahwa adalah suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa selama 3400 tahun sejarah yang tertulis, umat manusia hanya mengenal 250 tahun perdamaian. Naluri untuk mempertahankan jenis kemudian membawa keinsyafan bahwa cara berperang yang tidak mengenal batas itu merugikan umat manusia sehingga kemudian orang mengadakan pembatasanpembatasan, menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur perang antara bangsa-bangsa. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa tidaklah mengherankan apabila perkembangan hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang berdiri sendiri dimulai dengan tulisan-tulisan mengenai hukum perang. 6 Perang berarti adanya pembunuhan besar-besaran dan sering terjadi kekejaman-kekejaman, ini hanya merupakan salah satu bentuk perwujudan dari pada naluri untuk mempertahankan diri yang berlaku dalam pergaulan antar manusia, maupun dalam pergaulan antar bangsa. Karena itu sejarah perang sama tuanya dengan sejarah umat manusia. 7 Perlu pula ditegaskan bahwa studi ini, bahwa akhir-akhir ini timbul istilah baru dalam khasanah hukum Internasional. 5 Mochtar Kusumaatmadja, Op.Cit., hal. 9 6 Ibid. 7 Syahmin AK.,Op.Cit, hal. 6

2 Istilah yang dimaksud adalah International Humanitarian Law diterjamahkan dengan Hukum Humaniter Internasional. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa hukum humaniter adalah bagian dari hukum yang mengatur ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur hukum perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri. Panitia tetap (Pantap) Hukum Humaniter, Departemen Hukum dan Perundang-Undangan merumuskan Hukum Humaniter sebagai keseluruhan azas, kaidah dan ketentuan internasional baik tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum perang dan hak azasi manusia, bertujuan untuk menjamin penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang. 8 Haryomataram membagi hukum humaniter menjadi dua aturan-aturan pokok, yaitu : 9 1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang (Hukum Den Haag / The Hague Laws) ; 2. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa / The Geneva Laws). Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja membagi hukum perang sebagai berikut : Jus ad bellum yaitu hukum tentang perang, mengatur tentang dalam hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata ; 8 Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, International Comitee of The Red Cross., Jakarta., 1999., hal Ibid., hal Syahmin Ak., Op.Cit., hal. 5

3 2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang, dibagi lagi menjadi 2 (dua) yaitu : a. Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war). Bagian ini biasanya disebut The Hague Laws. b. Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang ini lazimnya disebut The Geneva Laws. Berdasarkan uraian di atas, maka hukum humaniter internasional terdiri dari dua aturan pokok, yaitu hukum Den Haag dan hukum Jenewa. Istilah hukum sengketa bersenjata (law of armed confilict) sebagai pengganti hukum perang (law of war) banyak dipakai dalam konvensi-konvensi Jenewa 1949 dan kedua prokol tambahannya. Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu pada permulaan abad ke-20, diusahakan untuk mengatur cara berperang, yang konsepsi-konsepsinya banyak dipengaruhi oleh asas kemanusiaan (humanity principle). Perlakuan Hukum Humaniter Internasional, sebagai ius in belo (hukum yang berlaku untuk situasi sengketa bersenjata) tidak dipengaruhi oleh ius ad bellum (hukum tentang keabsahan tindakan perang). Dengan kata lain, Hukum Humaniter Internasional mengikat para pihak yang bersengketa tanpa melihat alasan dari keputusan atau tindakan perang tersebut. Hukum Humaniter Internasional sendiri berkembang ketika use of force (penggunaan tindakan keras) atau perang merupakan suatu tindakan yang sah dalam hubungan Internasional, yaitu ketika menutut ius ad bellum negara-negara dianggap mempunyai hak untuk berperang. Saat ini, dalam masyarakat

4 Internasional, yaitu ketika menurut ius ad bellum telah berubah menjadi ius contra bellum (hukum yang melarang perang), sebagaimana ditegaskan dalam Piagam PBB, setiap negara dilarang menggunakan tindakan keras, kecuali sebagai pertahanan sendiri atau pertahanan bersama, tindakan penegakan dari Dewan Keamanan PBB, atau mungkin dalam rangka menegakkan hak rakyat untuk menentukan nasibnya (Perang Pembebasan Nasional). Serupa halnya dengan hukum Internasional, semua hukum nasional juga melarang warganya menggunakan tindakan keras terhadap pemerintah atau badan-badan penegak hukumnya. 11 Secara logika, suatu negara yang melakukan peperangan dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran suatu hukum Internasional, yaitu melanggar ius contra bellum atau ius ad bellum. Selanjutnya, dalam peperangannya, para pihak harus menghormati dan melaksanakan ius in bello (Hukum Humaniter Internasional). Oleh karena itu, Hukum Humaniter Internasional ketika hubungan sesama anggota masyarakat Internasional terkait sedang berada dalam keadaan tidak damai. Dengan demikian, Hukum Humaniter Internasional dapat dijadikan batu ujian mengenai ketaatan negara terhadap kesepakatan Internasional, khususnya kesepakatan untuk meminimalkan korban konflik. 12 Hukum Humaniter Internasional terdiri dari sekumpulan pembatasan oleh hukum Internasional dalam mana kekuatan yang diperlukan untuk mengalahkan musuh boleh digunakan dan prinsip-prinsip yang mengatur perlakuan terhadap individu-individu pada saat berlangsungnya perang dan konflik-konflik 11 Ambarwati., Hukum Humaniter Internasional dalam studi Hubungan Internasional, Rajawali Pers., 2009., hal Ibid., hal. 51

5 bersenjata. Andai kata tidak ada kaidah-kaidah hukum demikian, maka kebiadaban dan kebrutalan perang tidak akan dapat dikekang lagi. Ketentuanketentuan hukum dan kebiasaan ini telah timbul dari praktek-praktek yang berlangsung lama dari pihak-pihak yang berperang. Walaupun Hukum Humaniter Internasional merupakan aturan-aturan yang akan diberlakukan pada waktu perang, persiapan pelaksanaannya harus disiapkan semenjak masa damai, baik oleh masing-masing negara maupun dalam hubungan antarnegara. Demikian telah disepakati oleh masyarakat internasional, sebagaimana termuat dalam berbagai perjanjian internasional hukum humaniter. Kesepakatan tersebut dapat dipahami mengingat, pada waktu perang kesepakatan mempersiapkan pelaksanaan Hukum Humaniter Internasional akan semakin berkurang dibanding keinginan para pihak untuk mengejar tujuan perang masingmasing. Hukum Humaniter tidak dimaksudkan untuk melarang perang, karena dari sudut pandang Hukum Humaniter, perang merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari. Hukum Humaniter mencoba untuk mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan. Mohammed Bedjaui mengatakan bahwa tujuan hukum humaniter adalah untuk memanusiawikan perang. 13 Ada beberapa tujuan hukum humaniter yang dapat dijumpai dalam berbagai kepustakaan antara lain sebagai berikut : Ibid., hal Syahmin Ak., Op.Cit., hal. 8

6 1. Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu. 2. Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh. Kombatan yang jatuh ke tangan musuh harus dilindungi dan dirawat serta berhak diperlakukan sebagai tawanan perang. 3. Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas. Di sisi yang terpenting adalah asas perikemanusiaan. 4. Memungkinkan dikembalikannya perdamaian. Memang benar kaidah-kaidah ini seringkali dan secara luas dilanggar, tetapi tanpa kaidah-kaidah hukum ini kebrutalan perang umum sama sekali tidak dapat dikendalikan. Mungkin tidak realistis, dalam kaitan ini, untuk mengabdikan dampak dari apa yang dinamakan tombol perang di masa mendatang, yang dialkukan dengan peluru-peluru kendali senjata nuklir, dan senjata-senjata lainnya. Kecenderungan pada depersonalisasi perang yang menjadi antitetis dari humanisasi perang, merupakan suatu ancaman berat terhadap keberadaan Hukum Humaniter Internasional. Karena keberadaan kaidah-kaidah Hukum Humaniter Internasional adalah untuk kepentingan individu-individu, maka tampak bahwa dalam kasus suatu konflik yang melanggar hukum, yang dilakukan oleh negara agresor, kaidahkaidah hukum ini bagaimanapun juga mengikat negara-negara yang diserang dan anggota angkatan bersenjatanya yang karenanya menguntungkan negara agresor dan angkatan bersenjatanya. Namun, negara agresor itu kemungkinan dihukum sampai sejauh, selama berlangsungnya konflik, negara-negara netral atau negara-

7 negara yang tidak terlibat perang dapat melakukan diskriminasi terhadapnya, atau dengan alasan fakta bahwa pada saat berakhirnya permusuhan-permusuhan di negara itu harus memikul beban penggantian kerugian atau untuk mengembalikan wilayah yang diperoleh secara ilegal. Kaidah-kaidah itu tentu harus berlaku pula terhadap konflik-konflik bersenjata non-perang. 15 Kaidah-kaidah Hukum Humaniter Internasional adalah mengikat bukan saja terhadap negara-negara sendiri, melainkan terhadap individu-individu, termasuk anggota bersenjata, kepala negara, menteri-menteri dan pejabat-pejabat lain. Juga kaidah-kaidah hukum tersebut perlu mengikat terhadap pasukan perserikatan bangsa-bangsa yang terlibat dalam suatu konflik militer, terutama karena perserikatan bangsa-bangsa adalah subjek hukum Internasional dan terikat oleh seluruh kaidah hukum Internasional, dimana Hukum Humaniter merupakan bagian dari padanya. Juga ada pertimbangan bahwa apabila pasukan-pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak terikat oleh kaidah-kaidah hukum tersebut, dan dilihatkan dalam operasi-operasi terhadap suatu negara yang mana pasukanpasukan negara itu tunduk kepada hukum perang, tetapi tidak demikian dengan pasukan PBB. Salah satu dari perkembangan besar yang terjadi pada dasawarsa terakhir dan yang secara luas menjelaskan penggantian nama dari cabang hukum internasional ini, hukum perang menjadi namanya sekarang Hukum Humaniter Internasional adalah masuknya kaidah-kaidah hak-hak manusia dan standar hidup manusia kedalam konflik bersenjata. Telah terbentuk jembatan antara 15 Mochtar Kusumaatmadja., Op.Cit., hal. 729.

8 doktrin hak-hak manusia dan standar hidup manusia kedalam konflik bersenjata. Telah terbentuk jembatan antara doktrin hak-hak manusia dan kaidah-kaidah hukum internasional yang berlaku dalam konflik-konflik bersenjata. Sejarah telah menunjukkan bahwa pemaknaan Hak Asasi Manusia senantiasa berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan zaman. Hal itu menunjukkan bahwa Hak Asasi Manusia tidak statis, namun bersifat dinamis dan mengikuti pandangan yang berkuasa sesuai zamannya. Hak asasi manusia dapat didefinisikan secara umum as those rights which are inheret in our nature and without which we cannot live as human beings. Artinya, manusia dikaruniai Hak Asasi Manusia oleh Tuhan sejak lahir, karena sifat Hak Asasi Manusia selalu merekat pada diri manusia. 16 Dengan demikkian Hak Asasi Manusia tidak dapat dirampas atau dihapuskan oleh penguasa (negara), kecuali oleh Tuhan. Hal tersebut merupakan suatu konsekwensi logis mengingat eksistensi Hak Asasi Manusia tidak tergantung dari penguasa malahan penguasa (negara) berkewajiban menanggung beban untuk melindungi Hak Asasi Manusia dengan suatu aturan hukum tertentu. Ruang lingkup perlindungan Hak Asasi Manusia semakin kompleks, yaitu meliputi hampir seluruh aspek kehidupan manusia dan berkembang mengikuti perkembangan zaman. Hal itu terlihat dimulai dari hak-hak individual kemudian beralih kepada perlindungan hak-hak yang lebih bersifat kolektif. 16 Kumpulan Tulisan Hukum Humaniter, Pusat Studi Hukum Humaniter., Fakultas Hukum Universitas Trisaksi, Jakarta, 1999, hal. 96.

9 Hukum Hak Azasi Manusia Internasional (IHRL) adalah cabang hukum internasional yang bidang kajiannya berkaitan dengan Hak Asasi Manusia. 17 Oleh karena Hak Asasi Manusia berdimensi internasional, yaitu Hak Asasi Manusia telah mengandung nilai-nilai yang bersifat Universal, maka dapat dikatakan bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia telah menjadi suatu persoalan internasional. Pelanggaran Hak Asasi Manusia tidak lagi dapat diklaim sebagai urusan dalam negeri suatu negara semata-mata. B. Sejarah dan perkembangan Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia Secara umum, diketahui bahwa Hukum Humaniter Internasional modern, sebagai bagian atau cabang dari hukum internasional publik, mulai diformulasikan pada tahun 1864 dalam Konvensi Jenewa Tentang Perawatan Terhadap Orangorang Angkatan Bersenjata yang terluka dan sakit di Medan Perang (selanjutnya disebut Konvensi Jenewa 1864). Sebenarnya, cukup banyak norma-norma atau aturan-aturan Hukum Humaniter Internasional modern saat ini yang telah ada dan dikenal sebagai aturan dalam peperangan yang dilaksanakan oleh kesatuankesatuan tentara di berbagai belahan dunia semenjak 3000 sebelum Masehi. Aturan-aturan tersebut sering disebut dengan hukum perang tradisional. Di samping itu, norma-norma Hukum Humaniter Internasional juga dapat ditemui dalam ajaran-ajaran agama sebagaimana tertulis dalam kitab suci agama Hindu, Budha, Yahudi, Kristen dan Islam Ibid., hal Arlina Permanasari, Op.Cit., hal. 13

10 Khusus hukum perang tradisional yang telah ada sejak sebelum Masehi, memang belum setaraf dibanding hukum perang modern. Hukum perang modern, sesuai dengan judulnya yang memuat kata-kata humaniter (humanitarian dalam istilah international humanitarian law), telah memuat aspek-aspek dan pertimbangan kemanusiaan dalam norma dan sistem hukumnya. Adapun hukum perang tradisional masih lebih didedikasikan kepada kepentingan militer dan kehormatan ksatria. Secara singkat, dapat dikatakan, Hukum Humaniter Internasionl adalah aturan-aturan yang dibuat dengan mempertimbangkan kepentingan kemanusiaan dan juga kepentingan militer. Dalam istilah yang lebih populer, dapat dikatakan bahwa Hukum Humaniter Internasional terbentuk dari percampuran antara seni perang dengan pertimbangan kemanusiaan. 19 Sebagai contoh, hukum perang tradisional adalah suatu norma hukum perang tradisional tentang larangan meracuni sumur di daerah taklukan. Norma yang dianut oleh tentara suatu suku di Afrika tersebut tampaknya tidak berbeda dengan ketentuan Hukum Humaniter Internasional yang termuat dalam perjanjianperjanjian internasional. Namun demikian, ada perbedaan dalam tujuannya karena norma tersebut sebenarnya ditujukan sebagai pembenaran eksploitasi sumber daya di daerah taklukan, bukan semata-mata untuk melindungi penduduk di daerah taklukan. 20 Contoh lainnya adalah ketentuan untuk memperlakukan tawanan perang dengan keluhuran budi dan tulus hati. Ketentuan tersebut telah ada pada zaman kebudayaan Confusian di Cina sejak tahun 551 sebelum Masehi. Ketentuan 19 Ambarwati, Op.Cit, hal Ibid, hal. 31.

11 tersebut diperintahkan dengan maksud agar pihak penawar dapat memanfaatkan mereka. Adapun kebutuhan memanfaatkan mereka dirasakan karena naiknya harga di daerah-daerah yang dimasuki tentara. 21 Perbedaan lainnya antara hukum perang sebelum Konvensi Jenewa 1864 dengan Hukum Humaniter Internasional modern adalah terletak pada pemberlakuan hukum perang tradisional yang belum universal. Artinya, setiap sistem hukum perang tradisional suatu masyarakat atau suatu negara hanya berlaku bagi tentara dari masyarakat atau negara yang bersangkutan. Salah satu contoh hukum perang tertulis yang dibuat menjelang lahirnya Hukum Humaniter Internasional modern adalah Lieber Code Instrumen hukum yang dirancang oleh Lieber ini merupakan instruksi bagi tentara pemerintah Amerika Serikat sewaktu itu. Dengan demikian, tidak seperti pada masa-masa sebelumnya yang terjadi melalui proses proses hukum kebiasaan, maka pada masa ini perkembanganperkembangan yang sangat penting bagi hukum humaniter internasional, dikembangkan melalui traktat-traktat umum yang ditandatangani oleh mayoritas negara-negara setelah tahun Jauh sebelumnya, setelah tahun 1850 telah dihasilkan berbagai konvensi yang dihasilkan pada konferensi perdamaian I dan II di Den Haag, serta berbagai konvensi lainnya di bidang hukum humaniter. Instrumen pertama Hukum Humaniter Internasional ini lahir dari inisiatif Henry Dunant, setelah beliau menyaksikan penderitaan korban pertempuran di medan perang di Solferino (Itali). Memang, Hukum Humaniter Internasional 21 Ibid

12 sering dikembangkan berdasarkan pengalaman yang tragis seperti yang dialami Solferino, dan penderitaan manusia yang semakin para telah mendorong penyusunan peraturan baru guna meringankannya. Pernyataan ini mempunyai arti bahwa dibandingkan dengan kebutuhan yang ada, hukum humaniter internasional sebenarnya selalu terlambat dikembangkan. Demikian pula protokol-protokol tambahan konvensi Jenewa tahun 1977 disusun setelah selama kedua dasawarsa terakhir ini, terjadi jenis konflik baru yang menimbulkan masalah, dalam arti jumlah korban akibat konflik baru itu, semakin besar dan perlindungan yang diberikan kepada korban tersebut oleh konvensi-konvensi Jenewa dirasakan sangat kurang. 22 Dalam jangka waktu seabad lebih lebih, lingkup orang yang dilindungi oleh Hukum Humaniter Internasional menjadi semakin luas. Suatu faktor yang mendorong perkembangan ini adalah defenisi yang tepat mengenai kategori orang yang dilindungi, yaitu : peserta tempur yang luka, sakit, korban kapal karam, tawanan perang, orang sipil di bawah kekuasaan musuh. Tetapi perkembangan terakhir mengacu pada perlindungan setiap orang yang tidak turut serta dalam permusuhan. Dengan perkembangan tersebut Hukum Humaniter Internasional mendekati sistem Hukum Asasi Manusia yang menegaskan bahwa setiap orang berhak dilindungi, tanpa diskriminasi apapun. Perkembangan hukum perang tidak terlepas dari perkembangan hak asasi manusia. Walaupun Hukum Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional lahir dari semangat yang mirip dan meskipun kedua bidang hukum ini 22 Fadillah Agus, Hukum Humaniter Suatu Perspektif. Pusat Studi Hukum Humaniter, Fakultas Hukum Universitas Trisaksi, Jakarta, 1997, hal. 87.

13 berkembang sejajar sejak abad XIX, sebenarnya masing-masing mengikuti perkembangan tersendiri dan berbeda. Ketentuan-ketentuan pertama Hak Asasi Manusia terdapat dapat berbagai Deklarasi yang disusun beberapa negara bagian Amerika pada akhir abad XVIII (khususnya Bill of Rights yang dibuat oleh negara bagian Virginia tahun 1776), dan dalam Deklarasi Perancis tentang hak manusia dan warganegara tahun Proklamasi tersebut merupakan hasil dari suatu proses yang cukup lama. Sehubungan dengan itu, sejarah Konstitusi Inggris sangat berarti. Rakyat Inggris berhasil memperoleh dari Raja serta dari pemerintah Inggris hak-hak tertentu yang ditegaskan dalam berbagai piagama, seperti Petition of Rights tahun 1628, Habeas Corpus Act tahun 1679 dan Bill of Rights tahun Hak-hak tersebut tidak dapat diberlakukan terhadap kewenangan parlemen dan tidak dianggap sebagai hak asasi atau HAM dalam artian seperti diakui sekarang. Namun di masa revolusioner sebagian besar di antara Hak ini tercakup dalam berbagai deklarasi Hak Asasi Manusia yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. 23 Di abad XIX, semakin lama, semakin sering deklarasi Hak Asasi Manusia termuat dalam Undang-Undang Dasar nasional. Di masa kini, hampir di setiap negara hukum konstitusional meliputi jaminan semacam itu. Sedangkan di tingkat internasional, ketentuan-ketentuan mengenai Hak Asasi Manusia belum terdapat sampai Perang Dunia II, kecuali konvensi-konvensi yang mengatur tentang beberapa aspek tertentu, seperti pelarangan perbudakan, serta perlindungan minoritas Ibid, hal Ibid.

14 Sejak dulu, jaminan Hak Asasi Manusia ini selalu menyinggung hubungan antara pemerintah dan warga negaranya sendiri masa damai. Perlakuan terhadap pihak musuh pada waktu perang tidak pernah dipertimbangkan dalam ketentuanketentuan Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia dan Hukum Perang tetap dipisahkan setelah Perang Dunia II padahal konvensi-konvensi internasional mengenai Hak Asasi Manusia sudah ada, dan konvensi-konvensi tersebut tetap mengatur terutama tentang hubungan antara pemerintah dan warganegaranya sendiri. Konvensi-konvensi tentang Hak Asasi Manusia disetujui di tingkat internasional, setelah disadari bahwa penghormatan Hak Asasi Manusia dalam negeri merupakan suatu persyaratan untuk memelihara perdamaian. Oleh sebab itu, Sekretaris Jendral PBB, dalam laporannya mengenai Penghormatan Hak Asasi Manusia pada waktu pertikaian bersenjata tahun 1969 (A. 7720), di paragraf 16, menyatakan Perang Dunia II membuktikan secara nyata hubungan erat yang ada antara perlakuan buruk pemerintah terhadap rakyat dan serangan yang dilakukan pemerintah terhadap negara yang lain, dan sekaligus, keterkaitan yang ada antara penghormatan Hak Asasi Manusia dan pemeliharaan perdamaian. Sampai sekarang, jumlah negara yang meratifikasi konvensikonvensi internasional mengenai Hak Asasi Manusia masih kurang dibandingkan dengan Konvensi-konvensi Jenewa, alasannya karena Hak Asasi Manusia merupakan bagian dari hukum itern Ibid, hal. 89

15 C. Sumber-sumber Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia Sebagaimana telah disebutkan pada bagian sebelumnya mengenai berbagai konvensi-konvensi hukum Humaniter, maka telah diketahui bahwa Hukum Humaniter terdiri dari Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa. Hukum Den Haag merupakan ketentuan Hukum Humaniter yang mengatur mengenai cara dan alat berperang. Konvensi-konvensi yang dihasilkan oleh konperensi Perdamaian di Den Haag ( ) adalah : Konvensi I tentang Penyelesaian Damai Persengketaan Internasional ; 2. Konvensi II tentang Pembatasan Kekerasan Senjata dalam menuntut Pembayaran Hutang yang berasal dari Perjanjian Perdata ; 3. Konvensi III tentang Cara Memulai Peperangan ; 4. Konvensi IV tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat dilengkapi dengan Peraturan Den Haag ; 5. Konvensi V tentang Hak dan Kewajiban Negara dan Warga Negara Netral dalam Perang di darat ; 6. Konvensi VI tentang Status Kapal Dagang Musuh pada saat Permulaan Peperangan ; 7. Konvensi VII tentang Status Kapal Dagang menjadi Kapal Perang ; 8. Konvensi VIII tentang Penempatan Ranjau Otomatis didalam Laut ; 9. Konvensi IX tentang Pemboman oleh Angkatan Laut di waktu Perang ; 10. Konvensi X tentang Adaptasi Asas-asas Konvensi Jenewa tentang perang di laut ; 26 Arlina Permanasari, Op.Cit, hal. 24

16 11. Konvensi XI tentang Pembatasan Tertentu terhadap Penggunaan Hak Penangkapan dalam Perang Angkatan Laut ; 12. Konvensi XII tentang Mahkamah Barang-barang Sitaan ; 13. Konvensi XIII tentang Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam perang di laut. Konferensi Den Haag mengatur cara dan alat berperang telah membentuk persyaratan dalam Hukum Internasional bahwa pecahnya permusuhan harus didahului dengan pengumuman perang secara resmi. Hukum Jenewa mengatur perlindungan terhadap korban perang, terdiri atas beberapa perjanjian pokok perjanjian tersebut adalah keempat Konvensi Jenewa 1949, yang masing-masing adalah : Geneva convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field ; 2. Geneva Convention for the Amelioration of the condition of the Wounded, Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea ; 3. Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoner of War ; 4. Geneva Convention relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War. Keempat konvensi Jenewa tahun 1949 tersebut dalam tahun 1977 ditambahkan lagi dengan Protokol Tambahan 1977 yakni disebut dengan : Ibid, hal Ibid

17 1. Protocl Additional to the Geneva Convention of 12 August 1949, And Relating to the Protections of Victims of International Armed Conflict (Protocol I ) ; dan 2. Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, And Relating to the Protection of Victims of Non Internasional Armed Conflicts (Protocol II). Protokol I maupun II tersebut di atas adalah merupakan tambahan dari Konvensi-konvensi Jenewa Penambahan itu dimaksudkan sebagai penyesuaian terhadap perkembangan pengertian sengketa bersenjata, pentingnya perlindungan yang lebih lengkap bagi mereka yang luka, sakit dan korban karam dalam suatu peperangan, serta antisipasi terhadap perkembangan mengenai alat dan cara berperang. Protokol I tahun 1977 mengatur tentang perlindungan korban pertikaian bersenjata internasional, sedangkan Protokol II mengatur tentang korban pertikaian bersenjata non internasional. 29 Peranan konvensi Jenewa dalam sejarah pertumbuhan hukum perang dan kedudukan konvensi-konvensi Jenewa mengenai perlindungan korban perang yang meliputi lebih dari separuh dari hukum perang yang berlaku pada dewasa ini, menunjukkan berapa meluas dan mendalamnya sudah asas perikemanusiaan dalam hukum perang. Azas perikemanusiaan tidak saja menjiwai konvensikonvensi Jenewa mengenai perlindungan korban perang, tetapi pada hakekatnya merupakan suatu asas pokok daripada seluruh hukum perang. Hukum perang, baik yang berwujud peraturan-peraturan Den Haag maupun yang berbentuk peraturan- 29 Ibid, hal. 33

18 peraturan Jenewa hanya dapat kita pahami sungguh-sungguh apabila kita dapat melihat sebagai perpaduan anatra asas-asas kepentingan militer dan asas perikemanusiaan. 30 Sebagaimana halnya telah diketahui umum, bahwa sejak konferensi Perdamaian di Kota Den Haag pada tahun 1899 telah berhasil disepakati bersama Konvensi-konvensi Haque, yang pada pokoknya berisi hukum dan kebiasaan perang dan cara-cara berperang pada umumnya (conduct of war), hukum Den Haag ataupun Hukum Jenewa merupakan bagian dari Hukum Internasional Humaniter, karena mengandung ketentuan-ketentuan yang mengatur perlindungan internasional bagi kombatan, bagi meeka yang berhenti bertempur (hors de combat), pengaturan di wilayah pendudukan, perlindungan bagi penduduk sipil, obyek-obyek sipil, barang-barang budaya (termasuk mesjid dan gereja) lingkungan hidup dan sebagainya. Karena itu baik hukum Haque maupun Hukum Jenewa mengatur tentang perang, tidak mengherankan apabila ada bagian-bagian yang saling mengisi dan melengkapi, dan kedua hukum itu merupakan perpaduan antara asas-asas kepentingan militer dan asas-asas perikemanusiaan. Kedua hukum itu yang kemudian dikenal sebagai hukum perang. Oleh karena eratnya hubungan Konvensi-konvensi Jenewa mengenai perlindungan korban Perang dengan asas-asas perikemanusiaan ini menyebabkan mengapa konvensi-konvensi ini disebut juga sebagai konvensi-konvensi humaniter. 31 Dalam perkembangan selanjutnya Perserikatan Bangsa-Basang setiap kali mengeluarkan Resolusi yang menambah konvensi di atas, terutam dalam bidang 30 Mochtar Kusumaatmadja, Op.Cit, hal Syahmin Ak, Op.Cit, hal. 9

19 penggunaan senjata ; Pada tanggal 10 Desember 1948 sidang Umum PBB menyetujui dan memproklamirkan pernyataan umum tentang Hak-hak asasi manusia (Universal Declaration of Human Rights), yang terdiri atas 30 pasal dan memberikan kepada individu hak-hak kebebasan dengan sedikit kewajiban. Hal tersebut tentu saja dilakukan atas beberapa pertimbangan. Pertimbanganperimbangan dimaksud dapat kita baca dalam mukadimah Universal Declaration of Human Rights itu sendiri, yaitu : 32 i. Bahwa pengakuan atas kemuliaan dan martabat alami dan hak-hak yang sama serta tidak dapat di pindahkan kepada orang lain dari semua anggota keluarga kemanusiaan, juga merupakan dasar bagi kemerdekaan, keadilan dan perdamaian didunia ; ii. Bahwa mengabaikan dan memandang rendah terhadap hak-hak asasi manusia adalah mengakibatkan perubahan-perubahan bengis yang telah menimbulkan rasa marah dalam hati umat manusia, dan terbentuknya suatu dunia di mana manusia akan mengecap kenikmatan-kenikmatan kebebasan berbicara dan beragam serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan telah dinyatakan sebagai cita-cita yang tertinggi dari rakyat jelata ; iii. Bahwa hak-hak asasi manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum agar supaya orang tidak terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kezaliman dan penindasan ; 32 Ibid, hal. 10

20 iv. Perlu dipeliharanya perkembangan persabatan antar bangsa ; v. Bahwa rakyat-rakyat yang tergabung dalam PBB telah menegaskan kembali dalam Piagam PBB, kepercayaan mereka terhadap hak-hak asasi manusia dan terhadap hak-hak yang sama bagi laki-laki dan wanita dan telah menetapkan untuk memelihara kemajuan sosial dan taraf hidup yang lebih baik dalam kebebasan yang lebih luas; vi. Bahwa negara-negara anggota telah berjanji, dengan cara bekerjasama dengan PBB, untuk mencapai perbaikan penghargaan umum terhadap serta pelaksanaan daripada hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan asasi ; dan vii. Bahwa pengertian umum akan hak-hak serta kebebasan kebebasan ini mempunyai arti yang penting sekali bagi pelaksanaan sepenuhnya dari janji ini. Oleh karena itu, maka Majelis Umum PBB memproklamirkan, bahwa pernyataan umum hak-hak asasi manusia ini sebagai suatu pedoman umum pencapaian hasil bagi semua rakyat dan semua bangsa, dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat, senantiasa mengingat pernyataan ini, berusaha dengan jalan pengajaran dan pendidikan untuk mempertinggi penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini, dengan jalan tindakan-tindakan progresif yang bersifat nasional maupun internasional untuk menjamin pengakuan serta pelaksanaan yang umum dan efektif baik oleh rakyatrakyat dari daerah-daerah yang ada di bawah kekuasaan hukum mereka. Dalam

21 rangka ini, di mana pasal 9 deklarasi tersebut ditetapkan, bahwa tidak seorangpun boleh ditangkap, di tawan atau di buang secara sewenang-wenang. Hak-hak serta kebebasan-kebebasan ini sekali-kali tidak boleh dipergunakan dengan cara yang bertentangan dengan maksud dan tujuan serta asas-asas Perserikatan Bangsa- Bangsa Ibid, hal. 11 (Baca juga pasal 9 ayat (3) Universal Declaration of Human Rights, 10 Desember 1948).

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 : Bab I PENDAHULUAN 1.1. Istilah dan Pengertian Hukum Humaniter Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang

Lebih terperinci

Sumber Hk.

Sumber Hk. Sumber Hk 2 Protokol Tambahan 1977 ( PT 1977 ) : merupakan tambahan dan pelengkap atas 4 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 ( KJ 1949 ) PT I/1977 berkaitan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..? PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA Oleh : I Gede Bagus Wicaksana Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum

Lebih terperinci

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA I Gede Adhi Supradnyana I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan

Lebih terperinci

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi tentang perlindungan Hukum dan HAM terhadap sengketa bersenjata,

Lebih terperinci

BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Hukum Humaniter Internasional (HHI), atau International Humanitarian Law (IHL) atau sering disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 09 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Hak Asasi Manusia : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL A. Pengertian Hukum Humaniter Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter merupakan istilah yang dianggap

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,

Lebih terperinci

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Mukadimah Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA MUKADIMAH Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional Hukum Humaniter Internasional yang dahulu dikenal sebagai Hukum Perang atau Hukum Sengketa Bersenjata

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Palestina merupakan daerah yang seolah tidak pernah aman, senantiasa bergejolak dan terjadi pertumpahan darah akibat dari perebutan kekuasaan. 1 Sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang adalah suatu istilah yang tidak asing lagi bagi manusia yang ada di dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan sejarah umat

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

Hak Asasi Manusia (HAM), Implementasi dan. Hubungannya dengan Hukum Humaniter Internasional (HHI) Oleh : Yulianto Achmad

Hak Asasi Manusia (HAM), Implementasi dan. Hubungannya dengan Hukum Humaniter Internasional (HHI) Oleh : Yulianto Achmad Hak Asasi Manusia (HAM), Implementasi dan Hubungannya dengan Hukum Humaniter Internasional (HHI) Oleh : Yulianto Achmad Pendahuluan Allah berfirman dalam QS Al Hujurat ayat 13 Artinya, Hai manusia, sesungguhnya

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III)

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh Pande Putu Swarsih Wulandari Ni Ketut Supasti Darmawan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (Makalah Hukum Humaniter Internasional) Oleh : PRISCA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dalam hal ini negara yang dimaksud yaitu negara yang berdaulat. 1 Sebagai subjek hukum internasional,

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 13. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 13. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 13 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN Hukum humaniter internasional memiliki sejarah yang singkat namun penuh peristiwa.

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005 HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! 2. Bagaimana Haryomataram membagi hukum humaniter?

BAB I PENDAHULUAN. 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! 2. Bagaimana Haryomataram membagi hukum humaniter? BAB I PENDAHULUAN 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! Istilah Hukum Humaniter atau lengkapnya international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Levina Yustitianingtyas Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya Email : firman.yusticia86@gmail.com ABSTRAK Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak hal mengalami perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan teknologi akan mempengaruhi cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perang adalah suatu kondisi dimana terjadinya pertikaian antara para pihak yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu untuk

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Disetujut dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratiftkasi atau aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (HI), 9 December 1948 Negara-negara

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA LEGAL PROTECTION FOR CHILDREN IN THE MIDST OF ARMED CONFLICTS Enny Narwati, Lina Hastuti 1 ABSTRACT The purposes of the research are to understand

Lebih terperinci

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA 1 K 105 - Penghapusan Kerja Paksa 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perang merupakan suatu peristiwa yang memiliki umur yang sama tua nya dengan peradaban manusia di muka bumi ini. Dimana perang itu lahir dari hubungan-hubungan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN MENGENAI HAK ANAK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

BAB II PENGATURAN MENGENAI HAK ANAK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL BAB II PENGATURAN MENGENAI HAK ANAK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Sejarah Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Children), merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 MUKADIMAH Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

Negara Hukum. Manusia

Negara Hukum. Manusia Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara hukum / Rule of Law / Rechtsstaat yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa Negara demokrasi adalah negara hukum, namun negara hukum belum

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional Hukum Humaniter Internasional yang dahulu dikenal sebagai Hukum Perang atau Hukum Sengketa Bersenjata

Lebih terperinci

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pengaturan perlindungan terhadap ICRC (International Committee Of The Red Cross) dalam konflik bersenjata internasional (berdasarkan konvensi jenewa 1949 dan protokol tambahan I 1977) Oleh : Ardiya Megawati

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: 09Fakultas Matsani EKONOMI DAN BISNIS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi & Rule of Law, SE.,MM. Program Studi AKUNTANSI PENGERTIAN HAM yaitu hak dasar yg dimiliki manusia sejak lahir sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat C. Konsep

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Mukadimah Negara-negara Pihak Kovenan ini, Menimbang, bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip yang diumumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik bersenjata baik yang berupa perang atau konflik bersenjata lainnya adalah suatu keadaan yang sangat dibenci oleh bangsa-bangsa beradab diseluruh dunia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1 PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang tersebut

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tujuan utama pembentukan Konvensi Jenewa 1949 adalah untuk memberikan perlindungan bagi korban perang terutama kepada penduduk sipil. Perlindungan ini berlaku dalam setiap

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak korban Perang. Konflik bersenjata di Suriah diawali dengan adanya pemberontakan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci