BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.
|
|
- Devi Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. Secara harfiah, istilah Suksesi negara (State Succession atau Succession of State) berarti penggantian atau pergantian negara. Namun istilah penggantian atau pergantian negara itu tidak mencerminkan keseluruhan maksud maupun kompleksitas persoalan yang terkandung di dalam subjek bahasan state succession itu. Memang sulit untuk membuat suatu definisi yang mampu menggambarkan keseluruhan persoalan suksesi negara. 1 Pemisahan menjadikan negara yang lama atau negara yang digantikan disebut dengan istilah Predecessor State, sedangkan negara yang menggantikan disebut Successor State. 2 Contohnya: sebuah wilayah yang tadinya merupakan wilayah jajahan dari suatu negara kemudian memerdekakan diri. Predecessor state-nya adalah negara yang menguasai atau menjajah wilayah tersebut, sedangkan successor state-nya adalah negara yang baru merdeka itu. Contoh lain, suatu negara terpecah-pecah menjadi beberapa negara baru, sedangkan negara yang lama lenyap. Predecessor 1 Materi Pelajaran FH, Konsepsi Suksesi negara Dalam Hukum Internasional, Diakses tanggal 22 Pebruari Ibid. 1
2 state-nya adalah negara yang hilang atau lenyap itu, sedangkan successor statenya adalah negara-negara baru hasil pecahan itu. Indonesia sendiri juga menghadapi masalah ini. Pertama adalah lepasnya Timor Timur dari Indonesia dan kemudian menyatakan kemerdekaannya (dengan bantuan masyarakat internasional yang tergabung dalam PBB). Kedua, adalah masalah suksesi negara yang terkait dengan perjanjian internasional ketika Mahkamah Internasional memeriksa sengketa pulau Sipadan- Ligitan antara Indonesia melawan Malaysia ( ). 3 Masalah utama dalam pembahasan mengenai suksesi negara adalah: apakah dengan terjadinya suksesi negara itu keseluruhan hak dan kewajiban negara yang lama atau negara yang digantikan (predecessor state) otomatis beralih kepada negara yang baru atau negara yang menggantikan (sucessor state). Sebagaimana yang dikatakan oleh Starke, Dalam hal istilah suksesi negara (state succession) terutama bersangkut paut dengan peralihan hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara-negara yang telah berubah atau kehilangan identitasnya kepada negara-negara atau kesatuan-kesatuan lain, perubahan atau kehilangan identitas demikian terjadi terutama apabila berlangsung perubahan baik secara keseluruhan atau sebagian kedaulatan atas bagian-bagain wilayahnya. 4 Hukum internasional positif yang mengatur bidang ini masih belum ada. Belum ada aturan baku yang menjadi acuan atau mengikat bagi negara-negara. Praktek telah pula menunjukkan bahwa tidak ada aturan yang dapat diterima umum sebagai hukum internasional. Hal ini agak mengherankan, mengingat 3 No Gain Without Pain, Perspektif Hukum International Mengenai Suksesi negara Dalam Menginterpretasi Kasus Timor-Timur, Diakses tanggal 22 Pebruari J. G. Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional 2, (Alih bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja), Jakarta: Sinar Grafika, hal. 431.
3 hukum internasional telah lama berupaya mengatur bidang ini. Hukum yang ada dari sejak awal perkembangan di bidang hukum ini adalah berbagai perjanjian bilateral antara negara baru dan lama. Contoh klasik mengenai perjanjian bilateral ini adalah Perjanjian tahun 1919 yakni the Treaty of Paris yang mengatur utangutang publik (negara lama) yang beralih kepada negara baru, yaitu Hungaria. Upaya pembentukan hukum atau perjanjian internasional mengenai hal ini bukannya tidak ada. Kekosongan hukum mengenai bidang hukum ini telah mendorong Komisi Hukum Internasional PBB (International Law Commission atau ILC) untuk mengkodifikasi hukum internasional di bidang hukum ini. Tahun 1978, ILC mengesahkan Konvensi Wina mengenai suksesi negara dalam kaitannya dengan perjanjian. Lalu pada tahun 1983, ILC juga mengesahkan Konvensi Wina mengenai Suksesi negara dalam kaitannya dengan Harta Benda, Arsip-arsip dan Utang-utang Negara. Khususnya untuk Konvensi Wina 1983, Konvensi ini mensyaratkan ratifikasi agar Konvensi dapat berlaku efektif. Hingga ini baru diketahui hanya 5 negara saja yang meratifikasi Hal ini begitu sulit untuk mendapat pengaturan hukum internasional karena Masalahnya adalah, di dalam suksesi negara terkait di dalamnya berbagai faktor hukum dan factor-faktor non-hukum lainnya yang melekat. Faktor-faktor ini tampak cukup banyak mengingat kasus-kasus yang menyangkut lahirnya suksesi negara ini satu sama lainnya tidak sama. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mengambil judul penelitian tentang Tinjauan Hukum Internasional Tentang Akibat Hukum Suksesi Negara Timor Leste Terhadap Negara Indonesia.
4 B. Permasalahan Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi permasalahan tersebut adalah : a. Bagaimana akibat hukum suksesi negara Timor Leste terhadap Indonesia? b. Bagaimana keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan? c. Bagaimana penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui akibat hukum suksesi negara Timor Leste terhadap Indonesia. 2. Untuk mengetahui keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan. 3. Untuk mengetahui penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan. Manfaat penelitian di dalam pembahasan skripsi ini ditujukan kepada berbagai pihak terutama : a. Secara teoritis untuk menambah literatur tentang Hukum Internasional khususnya terhadap akibat suksesi negara.
5 b. Secara praktis sebagai sumbangan pemikiran dan masukan mengenai permasalahan suksesi negara. D. Keaslian Penulisan Adapun penulisan skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Internasional Tentang Akibat Hukum Suksesi Negara Timor Leste Terhadap Negara Indonesia ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri. Penlisan skripsi yang bertemakan mengenai hukum internasional memang sudah cukup banyak diangkat dan dibahas, namun skripsi dengan masalah suksesi negara Timor Leste ini belum pernah ditulis sebagai skripsi. Dan penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Negara Negara adalah persekutuan hukum yang letaknya dalam suatu daerah tertentu dan mempunyai kekuasaan tertinggi guna menyelenggarakan kepentingan umum dan kemakmuran bersama. 5 Negara adalah sebuah organisasi atau badan tertinggi yang memiliki kewenangan untuk mengatur perihal yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas serta memiliki kewajiban untuk mensejahterakan, melindungi dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 5 JCT Simorangkir, dkk, 2009, Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 104.
6 Unsur-unsur Negara meliputi 1. Penduduk Penduduk merupakan warga negara yang memiliki tempat tinggal dan juga memiliki kesepakatan diri untuk bersatu. Warga negara adalah pribumi atau penduduk asli Indonesia dan penduduk negara lain yang sedang berada di Indonesia untuk tujuan tertentu. 2. Wilayah Wilayah adalah daerah tertentu yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan. Wilayah adalah salah satu unsur pembentuk negara yang paling utama. Wilaya terdiri dari darat, udara dan juga laut*. 3. Pemerintah Pemerintah merupakan unsur yang memegang kekuasaan untuk menjalankan roda pemerintahan. 2. Pengertian Suksesi Secara harfiah, istilah Suksesi Negara (State Succession atau Succession of State) berarti penggantian atau pergantian negara. Namun istilah penggantian atau pergantian negara itu tidak mencerminkan keseluruhan maksud maupun kompleksitas persoalan yang terkandung di dalam subjek bahasan state succession itu. Suksesi negara didefinisikan sebagai Pengalihan hak-hak dan kewajibankewajiban negara-negara yang telah berubah atau kehilangan identitasnya kepada negara-negara atau kesatuan-kesatuan lain. Suksesi negara terjadi karena adanya latar belakang yaitu adanya perubahan baik secara keseluruhan atau sebagian
7 kedaulatan atas bagian-bagian wilayahnya negara yang bersangkutan. Jadi, Suksesi negara ini berawal dari adanya kondisi perubahan pada negara yang bersangkutan. 6 Memang sulit untuk membuat suatu definisi yang mampu menggambarkan keseluruhan persoalan suksesi negara. Tetapi untuk memberikan gambaran sederhana, suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. Negara yang lama atau negara yang digantikan disebut dengan istilah Predecessor State, sedangkan negara yang menggantikan disebut Successor State. Contohnya : sebuah wilayah yang tadinya merupakan wilayah jajahan dari suatu negara kemudian memerdekakan diri. Predecessor state-nya adalah negara yang menguasai atau menjajah wilayah tersebut, sedangkan successor state-nya adalah negara yang baru merdeka itu. Contoh lain, suatu negara terpecah-pecah menjadi beberapa negara baru, sedangkan negara yang lama lenyap. Predecessor state-nya adalah negara yang hilang atau lenyap itu, sedangkan successor state-nya adalah negara-negara baru hasil pecahan itu. 3. Pengertian Hukum Internasional Hukum Internasional adalah hukum yang berlaku antara negara-negara yang satu dengan yang lain, hukum mana menimbulkan hak-hak dan kewajiban- 6 The Angga Fantasy, Suksesi negara, pemisahan-negara.html, Diakses tanggal 22 Pebruari 2014.
8 kewajiban terhadap negara-negara yang bersangkutan itu. 7 J.G Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum dalam hubunganhubungan mereka satu sama lain. 8 Definisi ini melampaui batasan tradisional hukum internasional sebagai suatu sistem yang semata-mata terdiri dari kaidah-kaidah yang mengatur hubungan-hubungan sistem negara-negara saja. Definisi tradisional mengenai pokok permasalahan ini, yaitu dengan pembatasan pada perilaku negara-negara inter se, dapat dijumpai dalam sebagian besar karya standar hukum internasional yang lebih tua usianya, tetapi mengingat perkembangan-perkembangan yang terjadi selama empat dekade yang lampau, definisi tersebut tidak dapat berjalan sebagai suatu deskripsi komprehensif mengenai semua kaidah yang saat ini diakui merupakan bagian dari hukum internasional. 9 Selanjutnya peraturan-peraturan hukum internasional tertentu diperluas kepada orang-perorangan dan satuan-satuan bukan negara sepanjang hak dan kewajiban mereka berkaitan dengan masyarakat internasional dari negara-negara. Hukum internasional antara lain menetapkan aturan-aturan tentang hak-hak wilayah dari negara (berkaitan dengan darat, laut, dan ruang angkasa), 7 JCT Simorangkir, dkk, Op.Cit., hal J. G. Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional 1, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 3 9 Ibid., hal. 3-4.
9 perlindungan lingkungan internasional, perdagangan dann hubungan komersial internasional, penggunaan kekerasan oleh negara, dan hukum hak asasi manusia serta hukum humaniter. Meskipun mengakui bahwa hukum internasional saat ini tidak hanya mengatur hubungan antar negara, tetapi John O Brien mengemukakan bahwa hukum internasional adalah sistem hukum yang terutama berkaitan dengan hubungan antar negara. Apa yang dikemukakan oleh Brien ini dapat dipahami mengingat sampai saat ini negara adalah subjek yang paling utama. Adapun subjek-subjek yang lain dapat dikatakan sebagai subjek derivatif atau turunan dari negara. Negalah yang menghendaki pengakuan mereka sebagai subyek hukum internasional. 10 Selain istilah hukum internasional, orang juga mempergunakan istilah hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar negara untuk lpangan hukum internasional. Aneka ragam istilah ini tidak saja terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi terdapat pula dalam bahasa berbagai bangsa yang telah lama mempelajari hukum internasional sebagai suatu cabang ilmu hukum tersendiri. 11 Perbedaaan pendapat para sarjana ini disebabkan oleh cara pandang yang berbeda dalam melihat kedudukan hukum internasional. Hukum internasional selalu diasosiasikan dengan pemerintahan dalam arti nasional, sehingga ketiadaan alat-alat atau sistem yang sama seperti negara akan menyebabkan hukum 10 Sefriani, 2011, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Persada, hal Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni, hal. 4.
10 internasional selalu dipandang tidak mempunyai dasar serta selalu diperdebatkan. Hukum internasional terdiri dari: 1. Hukum perdata internasional, yakni hukum yang mengatur hubungan hukum antara warganegara-warganegara sesuatu negara dengan warganegarawarganegara dari negara lain dalam hubungan internasional (hubungan antar bangsa) 2. Hukum publik Internasional (hukum antar negara), ialah hukum yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara-negara yang lain dalam hubungan internasional. 12 Hukum internasional mengikat secara hukum. Kekuatan mengikat hukum internasional ditegaskan dalam dalam Piagam Pembentukan Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa, yang dirumuskan di San Fransisco tahun Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas legalitas yang sebenarnya dari hukum internasional. Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam ketentuan-ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang dilampirkan pada piagam, dimana fungsi Mahkamah dalam Pasal 38 dinyatakan untuk memutuskan sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian yang diajukan kepadanya. Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir yang mendukung legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1 Agustus CST Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 460.
11 F. Metodologi Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Sifat/materi penelitian Sifat penelitian ini adalah normatif, yaitu merupakan suatu bentuk penulisan hukum yang mendasarkan pada karekteristik ilmu hukum yang normatif Sumber data Adapun sumber data penelitian ini didapatkan melalui: a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai konvensi internasional yang mengatur masalah suksesi negara. b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti. c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo. 3. Alat pengumpul data Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dan penelusuran kepustakaan. 4. Analisis data Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi dokumen, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis 13 Asri Wijayanti, 2011, Strategi Penulisan Hukum, Bandung: Lubuk Agung, hal. 43.
12 kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dalam pembahasan skripsi ini. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa bab yang akan diuraikan di bawah ini. Bab pertama yang merupakan Bab Pendahuluan. Bab ini pada dasarnya membahas tentang: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan. Bab Kedua, yang berjudul Tinjauan Hukum Internasional Tentang suksesi Negara. Bab kedua ini membahas tentang: Negara dan Suksesi Negara, Jenis- Jenis Suksesi Negara, Akibat Suksesi Negara serta Sekilas Sejarah Timor Leste. Bab Ketiga yang berjudul: Akibat Hukum Suksesi Negara Timor Leste Terhadap Negara Indonesia. Bab ini membahas tentang: Yurisdiksi Kedaulatan Negara Suatu WIlayah, Aset Indonesia di Timor Leste, Keberadaan Aset-Aset Indonesia di Wilayah Timor Leste Setelah Pemisahan serta Akibat Hukum Pemisahan Negara Timor Leste Terhadap Indonesia. Bab Keempat Berjudul: Penyelesaian Terhadap Aset-Aset Indonesia di Wilayah Timor Leste Setelah Pemisahan. Bab ini membahas tentang: Permasalahan Akibat Suksesi Negara Timor Leste serta Penyelesaian Terhadap Aset-Aset Indonesia di Wilayah Timor Leste Setelah Pemisahan.
13 Bab Kelima berjudul Kesimpulan dan Saran. Bab ini merupakan bab terakhir yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran
BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban. Pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan
BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari
BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Dalam dunia perdagangan kita mengenal berbagai macam perjanjian, salah satu diantaranya adalah Perjanjian Sewa Beli. Perjanjian ini timbul dalam praktek karena adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak (penjual dan pembeli). Saat ini, perjanjian jual beli telah mengalami banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jual beli merupakan bentuk transaksi umum yang sering dilakukan oleh masyarakat. Biasanya, perjanjian jual beli dilakukan secara lisan atau tertulis atas dasar kesepakatan
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan laut ini. Tetapi karena
BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Mengikuti perkembangan dari perekonomian yang moderen, adanya pengangkutan merupakan salah satu sarana yang cukup penting dalam menunjang pembangunan ekonomi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional
19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak
Lebih terperincipenting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional adalah hukum atau peraturan yang berlaku diluar dari wilayah suatu negara. Secara umum, hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam suatu masyarakat diikuti dengan kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin berkembang dan meningkatnya pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas wilayahnya baik darat, air, maupun udara, dimana hukum yang berlaku adalah hukum nasional negara masing-masing.
Lebih terperinciKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
SILABUS Mata Kuliah : Sistem Tata Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2038 SKS : 3 Dosen : 1. Evert Maximiliaan T, S.H., M.Hum 2. Sudaryanto, S.H., M.Hum 3. Bambang Irianto, S.H., M.Hum 4. Eva Arief,
Lebih terperinciTINJAUAN MATA KULIAH...
iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL 1.1 Istilah Hukum Internasional... 1.3 Latihan... 1.16 Rangkuman... 1.17 Tes Formatif 1..... 1.18 Hukum Internasional dan
Lebih terperinciHUKUM INTERNASIONAL 2 SKS SEMESTER IV
HUKUM INTERNASIONAL 2 SKS SEMESTER IV Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unikom Tahun Ajaran 2016/2017 DESKRIPSI MATA KULIAH Mata Kuliah Hukum Internasional dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek penyelenggaran negara dewasa ini berkembang ke arah demokrasi dan perlidungan Hak Asasi Manusaia (HAM). Masalah HAM mengemuka pada setiap kehidupan penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu hal. Peristiwa ini menimbulkan hubungan hukum antara para
Lebih terperinciNo b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciVIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969
VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian Pembukaan/Konsideran (Preambule) dan bagian isi (Dispositive), serta Annex dan dilengkapi dengan dua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan ini telah dicetuskan di dalam Pembukaan Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai salah satu subyek hukum internasional memegang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai salah satu subyek hukum internasional memegang peranan penting dalam pencapaian keinginan akan perdamaian yang kekal dan abadi yang menjadi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,
Lebih terperinciSTUDI TENTANG TANGGUNG JAWAB KASIR TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN DI SUPERMARKET WILAYAH SURAKARTA
STUDI TENTANG TANGGUNG JAWAB KASIR TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN DI SUPERMARKET WILAYAH SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Dalam Menyelesaikan Studi Program Strata
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN STATUS PULAU-PULAU DARI WILAYAH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL. A. Pengertian Hukum Internasional dan Sumber-Sumber Hukum
BAB II PENGATURAN STATUS PULAU-PULAU DARI WILAYAH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Hukum Internasional dan Sumber-Sumber Hukum Internasional 1. Pengertian Hukum Internasional Hukum Internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan yang besar akan jasa keuangan di kalangan masyarakat yang
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fakta tentang kemiskinan dan pengangguran menunjukkan bahwa terdapat kebutuhan yang besar akan jasa keuangan di kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah/rumah
Lebih terperincimaka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298.
115 maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298. Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 tidak hanya memberi keuntungan-keuntungan ekonomi
Lebih terperinciBAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia
BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO 1944 D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia Eksistensi horisontal wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Medan sekitar pukul Wib saat memasuki udara Indonesia. 1 Diperkirakan
8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah pesawat sipil bermesin tunggal jenis Swearingen SX-300 dipaksa untuk turun F16 Fighting Falcon milik TNI AU ke landasan di Lanud Soewondo, Medan sekitar pukul
Lebih terperinciPERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI
PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian
Lebih terperinciBAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait
BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan. hukum saat menjalankan tugas dan fungsinya, yang juga berperan sebagai
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan hidup manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dihadapkan pada benturan-benturan kepentingan yang bermuara kearah terjadinya sengketa dan perselisihan, hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perwujudan atau realisasi hubungan-hubungan internasional dalam bentuk perjanjianperjanjian internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika berbicara mengenai hukum internasional, maka kita dapat mengambil pengertian bahwasanya hukum internasional adalah keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL (Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1994 Tanggal
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme di Afghanistan dan Hubungannya Dengan Prinsip Non Intervensi agar
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciSILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013
SILABUS Mata Kuliah : Hukum Pidana Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2081 SKS : 2 Dosen : Ir. Bambang Siswanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 1 HALAMAN PENGESAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian sewa-menyewa diatur di bab VII Buku III KUHPerdata yang berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUHPerdata. Defenisi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. tahun 2006 tentang tim nasional pembakuan rupa bumi. Saat ini ada
45 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sejauh ini upaya hukum yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam menangani pulau pulau terluar di Indonesia adalah sejak tahun 2005 pemerintah telah melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konflik yang terjadi dalam suatu wilayah negara yang berbentuk konflik
8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah berakhirnya Perang Dunia konflik baru semakin mengemuka. Konflik yang sering terjadi tidak lagi merupakan konflik antar negara melainkan konflik yang terjadi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. mengenai pengertian-pengertian yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian-pengertian Sebelum membahas permasalahan lebih lanjut, perlu dikaji terlebih dahulu mengenai pengertian-pengertian yang berhubungan dengan judul skripsi ini. 1. Pengertian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam menggalakkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Unviversitas Andalas. Oleh. Irna Rahmana Putri
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN HAK KEKEBALAN DAN HAK ISTIMEWA KONSUL MALAYSIA DI PEKANBARU BERDASARKAN KONVENSI WINA TAHUN 1963 TENTANG HUBUNGAN KONSULER SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam upaya pemilihan judul skripsi ini. Sebab dunia internasional dihadapkan kepada beragam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan
Lebih terperinciPERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengungsi bukanlah isu yang baru, baik bagi negara Indonesia maupun masyarakat internasional. Masalah pengungsi ini semakin mengemuka seiring terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan, cita-cita bangsa Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan, cita-cita bangsa Indonesia ialah membangun sebuah Negara hukum. Cita-cita Negara hukum itu dicantumkan dalam tiap-tiap
Lebih terperinciKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
SILABUS Mata Kuliah : Hukum Internasional nal Kode Mata Kuliah : HKI 2037 SKS : 4 Dosen : 1. Evert Maximiliaan T, S.H., M.Hum 2. Bambang Irianto, S.H., M.Hum 3. Ir. Bambang Sisiwanto, S.H., M.Hum 4. Sudaryanto,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 49 TAHUN 1997 (49/1997) TENTANG PENGESAHAN SPECIAL AGREEMENT FOR SUBMISSION TO THE INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE OF THE DISPUTE BETWEEN INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana internasional pada hakekatnya adalah diskusi tentang hukum pidana internasional dalam pengertian formil. Artinya, yang akan di bahas
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. dilakukanlah penelitian hukum normatif dengan melacak data-data sekunder
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pertanyaan utama dalam penulisan hukum / skripsi ini, dilakukanlah penelitian hukum normatif dengan melacak data-data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara negara dunia pasca perang dunia II gencar melaksanakan pembangunan guna memperbaiki perekonomian negaranya yang hancur serta memajukan kesejahteraan penduduknya
Lebih terperinciI. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari pembahasan yang telah di sampaikan dalam penulisan tesis ini, maka dapat
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan yang telah di sampaikan dalam penulisan tesis ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pengelolaan wilayah perbatasan RDTL dengan NKRI selama ini lebih mengutamakan
Lebih terperinci2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
1. Penjajakan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 2. Perundingan: Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil menghasilkan Konvensi tentang Hukum Laut Internasional/ The United Nations Convention on
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...
Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat. kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subyek utama hukum internasional. Mengenai istilah negara itu sendiri tidak terdapat defenisi yang tepat, tetapi dengan melihat kondisi-kondisi modern
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.
Lebih terperinciSILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL
SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015 S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH Nama Mata
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah perjuangan rakyat Timor Leste adalah sejarah perjuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah perjuangan rakyat Timor Leste adalah sejarah perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme. Selama 24 (dua puluh empat) tahun rakyat Timor Leste berjuang
Lebih terperinciKonvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid
Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara
Lebih terperinciKEABSAHAN KLAIM KEDAULATAN JEPANG ATAS KEPULAUAN SENKAKU
KEABSAHAN KLAIM KEDAULATAN JEPANG ATAS KEPULAUAN SENKAKU SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Ichsan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah dambaan suatu keluarga dalam suatu perkawinan yang sah, baik itu sebagai generasi penerus ayah dan ibunya. Anak adalah harta dunia yang sekaligus juga
Lebih terperinciBAB PENDAHULUAN Minggu I, Pertemuan ke-1 I. Pendahuluan a. Tujuan Instmksional Khusus: b. Penjelasan singkat materi kuliah:
BAB I PENDAHULUAN Minggu I, Pertemuan ke-1 I. Pendahuluan a. Tujuan Instmksional Khusus: Tujuan Instruksi Khusus (TIK) : 1. Membuat mahasiswa tertarik mempelajari Hukum Internasional yang berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan
Lebih terperinciKEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL
KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa
Lebih terperinci2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan. dan peningkatan pembangunan yang berasaskan kekeluargaan, perlu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan berdasarkan Pancasila dan Undang undang Dasar 1945 secara berkesinambungan dan peningkatan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPPRES 60/1994, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dengan beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan yang terdiri atas perairan
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan 30.
39 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Tahun 1961 mengatur secara umum tentang perlindungan Misi Diplomatik baik dalam wisma maupun kediaman duta pada Pasal 22 dan
Lebih terperinci